Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga
medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama
yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup
untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang
memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam
nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk
mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian
pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat,
darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana
pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan endokrin seperti
hiperglikemia  dan hipoglikemia hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi
korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu
memahami penanganan kegawat daruratan pada system endokrin secara cepat,cermat
dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelainan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam
rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah
terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa
merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah
yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini
adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal
ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan
berbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma berbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an
telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan
resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan
untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya
syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara
ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak
stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam
memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan
langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan

1
syok hemoragik. Ini dan beberapa prinsip lain membantu dalam perkembangan garis
panduan untuk penanganan syok hemoragik akibat trauma. Akan tetapi, peneliti-
peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul
berbagai bagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling
optimal.

2. Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan syok ?
2.2 Bagaimana konsep medis  dan asuhan keperawatan koma hiperglikemia ?
2.3 Bagaimana konsp medis dan asuhan keperawatan koma hipoglikemia ?

3. Tujuan
3.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
2. Mengetahui bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan koma
hiperglikemia
3. Mengetahui bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan koma
hipoglikemia
3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock,
jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SYOK
2.1.1 pengertian syok
Syok merupakan kondisi medis yang mengancam nyawa, yang terjadi ketika tubuh
tidak mendapat cukup aliran darah sehingga tidak tercukupinya kebutuhan aerobik
seluler atau tidak tercukupinya oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
sehinggga dapat menyebabkan hipoperfusi jaringan secara global dan meyebabkan
asidosis metabolik. Keadaan ini membutuhkan penanganan yang cepat karena dapet
berkembang / memburuk dengan cepat. Syok dapat terjadi meskipun tekanan darah
normal dan hipotensi dapat terjadi tanpa terjadinya hipoperfusi.
Tanda khas (typical sign) syok adalah menurunnya tekanan darah, meningkatnya
denyut jantung, tanda gangguan perfusi pada organ akhir, dan dekompensasi
(peripheral shut-down), seperti menurunnya urin output, menurunnya kesadaran, dll
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan
tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler. (Tash Ervien S,
2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan
sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler
dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuat oleh aliran darah yang sangat sedikit atau
aliran maldistribusi (Candido, 1996)

2.1.2 Klasifikasi
Syok dapat diglongkan menjadi 5 klasifikasi, meliputi :
1. Syok hipovolemik (disebabkan oleh kehilagan cairan / darah)
2. Syok kardiogenik (disebabkan oleh masalah pada jantung)
3. Syok anafilaktik (disebabkan oleh reaksi alergi)
4. Syok Septik (disebabkan oleh infeksi)
5. Syok Neurogenik (disebabkan oleh kerusakan sistem saraf)
2.1.3 Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat
perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah
terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat
trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga
bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen
a. Faktor Penyebab

3
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan,
sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). 
Syok misalnya terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen,
hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok
hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang
interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma
pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok
hipovolemik bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain
selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis
refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini
adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat
perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara
penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun
1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan
prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.

b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi,
sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system
hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane
A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya,
yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan
stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan
untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi
matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan
kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah
jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin
dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang
terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh
darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan
mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa
darah darikulit,otot,danGI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari

4
pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex
adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorbsi sodium secara
aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan
meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus
posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan
pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan
reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus
dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari
pada yang telah disebutkan. untuk mengexplore lebih dalam mengenai
patofisiology, referensi pada bibliography bias menjadi acuan.
Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi
pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya
resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik
syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple
organ

c. Tahap Syok Hipovolemik


1. Tahap I :
terjadi bila kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml) terjadi
kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah
masih dapat dipertahankan

2. Tahap II :
terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah, pucat.

3. Tahap III :
bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi
jaringan secara cepat terjadi iskemik pada organ terjadi
ekstravasasi cairan

2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi
yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya

5
ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau
berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali
per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas
antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga
terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia.
(Brunner & Suddarth, 2001) Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan
karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau
obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit
dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran
Dorland, 1998)

b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner
disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan
disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang mengklasifikasikan
penyebab syok kardiogenik sebagai berikut
1. Penyakit jantung iskemik (IHD)
2. Obat-obatan yang mendepresi jantung
3. Gangguan Irama Jantung.

c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri
dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia

6
8. Kelainan pada foto rontgen

d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda
klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel
kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End
Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.

e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
 Electrocardiogram (ECG)
 Sonogram
 Scan jantung
 Kateterisasi jantung
 Roentgen dada
 Enzim hepar
 Elektrolit oksimetri nadi
 AGD
 Kreatinin
 Albumin / transforin serum
 HSD

3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan
pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera
medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap

7
penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti
imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif
lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a. Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti:
trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena
reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan
biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan
berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya
syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada
medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus
simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.
b. Etiologi 
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
a. Pengertian

8
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi
alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic )
adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa
penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis
yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik.
b. Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
 Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa,
saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada
Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma
(Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E)
spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada
receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
 Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang
dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya
yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan
ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan
memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif
antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed
mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor
Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas

9
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating
factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa
faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga
dengan Leukotrien.

3) Syok Septik
a. Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi
dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk
aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan
nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan
mencuci tangan secara menyeluruh
b. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan
suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai
mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada
syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan
cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah
sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter
intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
staphylococcus aureus dan pseudomonas sp Pasien dengan sepsis dan
shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat
diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
 Demam
 Berkeringat
 Sakit kepala
 Nyeri otot

2.1.4 Stadium Syock


1. Kompensasi

10
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting.
TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik
disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA.
menitestasi khusus talekicad,  gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 detik.

2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat
intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada
mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi
pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock  berlanjut akan
memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi
timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter
buruk olyserci, asidosis, napas kusmail.

3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam).
terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD
taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.

2.1.5 Patofisiologi Terjadinya Syok


Syok merupakan kondisi terganggunya perfusi jaringan. Terdapat beebrapa faktor yan
mempengaruhi perfusi jaringan, yaitu 
 Cardial : Cardiac Output -> volume darah yang dipompakan oleh jantung baik
ventrikel kiri maupun ventrikel kanan dalam interval 1 menit. Cardiac Output dapat
dihitung dengan rumus Stroke Volume x Heart rate. Sehingga cardiac output
dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung (Heart Rate )dalam satu menit.
Perfusi jaringan dipengaruhi oleh cardiac output, sebagai contoh apabila Cardiac
output menurun yang disebabkan oleh aritmia, atau AMI (Acute Myocard Infact)
maka volume darah yang dipompa menuju seluruh tubuh pun akan menurun sehingga
jaringan di seluruh tubuh pun mengalami hipoperfusi.
 Vascular : Perubahan Resistensi Vaskular. Tonus vaskular diregulasi oleh :

o Aktivitas tonus simpatis


o Kotekolamin sistemik -> berperan dalam sistem saraf simpatis
o Myogenic faktor -> berperan dalam menjaga aliran darah agar tetap konstan
ketika terjadi berbagai macam faktor yang mempengaruhi perfusi
o Substansi yang berperan sebagai vasodilator
o Endothelial NO

11
 Humoral : renin, vasopressin, prostaglandin, kinin, atrial natriuretic factor. Faktor -
faktor yang mempengaruhi dalam mikrosirkulasi yaitu

o Adanya adhesi platelet dan leukosit pada lesi intravaskuler.


o Koagulasi intravaskuler
o Adanya konstriksi pada pembuluh darah prekapiler dan post kapiler
o Hipoksia -> vasodilatasi artriola -> venokonstriksi -> Kehilangan cairan
intravaskuler
o meingkatnya permeabilitas intrakapiler -> edema jaringan
Patogenesis dari syok => biasanya terjadi akibat penurunan Cardiac Output /
Cardic Output yang tidak adekuat. Penurunan cardiac output disebabkan oleh
adanya anormalitas pada jantung sendiri maupun akibat menurunnya venous
return. Abnormalitas yang terjadi pada jantung akan menyebabkan menurunnya
kemampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat.Beberapa
abnormalitas jantung diantaranya MI, aritmia, dll. Sedangkan  beberapa penyebab
menurunnya venous return diantaranya, menurunya volume darah, menurunnya
tonus vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada sirkulasi.
2.1.6 Tahapan Patofisiologi
terdapat 4 stage perkembangan shock yang berlangsung secara progresif dan
berkelanjutan, yaitu
 inisial
 kompensatori
 progresif
 refraktori

Inisial

Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan kurangnya/ tidak
cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap kebutuhan metabolisme seluler.
Keadaan hipoksia ini menyebabkan, terjadinya fermentasi asam laktat pada sel. Hal
ini terjadi karena ketika tidak adanya oksigen, maka proses masuknya piruvat pada
siklus kreb menjadi menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut
akan diubah menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan
laktat yang menyebabkan keadaan asidosis laktat.

Kompensatori

Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk mengembalikan kepada
kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio kimia. Asidosis yang terjadi dalam
tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan untuk
mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung CO2 berperan
dalam keseimbangan asam basa dengan cara mengasamkan ata menurunkan pH dalam
darah. Dengan demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat
menaikkan pH darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis yang terjadi.

12
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas tertentu dideteksi
oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan menghasilkan norepinefrin
dan epnefrin. Norepinefrin berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah namun
memberikan efek yang ringan pada peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin
memberikan efek secara dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan
efek yang ringan terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian
kombinasi efek keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah.
Selain dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga
teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti diuretic
hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan mempertahankan
cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output.

Progresif

Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami tahap
progresif dan mekanisme kompensasi mulai  mengalai kegagalan. Pada stadium ini,
Asidosis metabolik semakin prah, otot polos pada pembuluh darah mengalami
relaksasi sehingga terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Ha ini
mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya
histamin yang mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini
mengakibatkan konsentrasi dan viscositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi
penyumbatan dala aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian banyak
jaringan. Jika organ pencernaan juga mengalami nekrosis, dapat menyebabkan
masuknya bakteri kedalam aliran darah yang kemudian dapat memperparah
komplikasi yaitu syok endotoxic.

Refraktori

Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock menjadi
ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok menjadi irevesibel
karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi kekurangan
oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan
vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di transformasi menjadi asam urat yang
kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena
sudah tidak ada adenosin yang dapat difosforilasi menjadi ATP.

2.1.7 Tanda Dan Gejala


a. Sistem Kardiovaskuler
 Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian
vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
 Nadi cepat dan halus.
 Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi
darah.
 Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.

13
 CVP rendah.
b. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
c. System saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya
pasien memang karena kesakitan.

d. System saluran cerna


Bisa terjadi mual dan muntah
e. System saluran kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60
ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

2.1.8 Manifestasi Klinis


Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma
tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu,
Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain
yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. Menurunnya urin out put
3. Meningkatnya keeping darah
4. Asidosis metabolic
5. Hyperglikemi

2.1.9 Penatalaksanaan Syock


Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah,
untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100  % dengan cara :
 Membebaskan jalan nafas.
 Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
 Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Terapi cairan untuk meningkatkan preload
 pasang akses vaskuler secepatnya.
 resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau
kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan
darah dan perfusi perifer baik. \
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).

14
 cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan
kaloid atau kristoloid.
 therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep
sesuai unsur.
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas
jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
 Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
 Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
 Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
 Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
 Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung,
menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.

2.2 HIPOGLIKEMIA
2.2.1 pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai
akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan
hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak,
misalnya  dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam sesudah
makan.
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar
glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L). keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat
dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau jika pasien lupa
makan camilan.

2.2.2 Etiologi
 Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
 Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada
penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
 Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
 Kelaiana pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
 Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan
dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus
hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi
lagi menjadi:

15
A). Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
B). Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap
makan, biasanya karbohidrat.
 Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain
(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan
kadar gula darahnya.  Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan
maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah. Penderita
diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini
terjadi karenasel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara
normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal.
Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk
mengatasi kadar gula darah yang rendah.
 Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibatAIDS juga
bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita
kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat
hipoglikemik untuk dirinya.
 Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama
bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan
stupor.  Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang
menyebabkan hipoglikemia.
 Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit
lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau
mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa
menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar
gula darah yang adekuat.
 Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia.
 Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang
memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
 Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami
hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu
jenis hipoglikemia reaktif).  Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat
diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar
insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani
pembedahan. Keadaan ini disebuthipoglikemia alimentari idiopatik.
 Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena
memakan makanan yang mengandung gula fruktosadan galaktosa atau asam
amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari
hati, leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah
memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut.

16
 Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol
yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin
yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada
tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar
pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa
menyebabkan hipoglikemia.
 Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk
antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara
abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan
antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita
diabetes.
 Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang
berat.
 Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga
bisa menyebabkan hipoglikemia.

2.2.3 GEJALA
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti :
 Tremor
 Takikardi
 Palpitasi
 Kegelisahan
 Rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada system saraf pusat mencakup :
 Ketidakmampuan konsentrasi
 Sakit kepala
 Vertigo
 Konfusi
 Penurunan daya ingat
 Pati rasa di daerah bibir dan lidah
 Bicara pelo
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Perubahan emosional
 Perilaku yang tidak rasional
 Penglihatan ganda
 Perasaan ingin pingsan.

17
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami gangguan sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia
yang dideritanya. Gejala dapat mencakup :
1. Perilaku yang mengalami disorientasi
2. Serangan kejang
3. Sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya.
Kombinasi semua gejala tersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya.
Sampai derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan tingkat penurunan kadar
glukosa darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan kadar tersebut.
Sebagai contoh, pasien yang biasanya memiliki glukosa darah dalam kisaran
hiperglikemia (misalnya, sekitar 200-an atau lebih ) dapat merasakan gejala
hipoglikemi (adrenergik) kalau kadar glukosa darahnya secara tiba-tiba turun hingga
120 mg/dl (6,6 mmol/L) atau kurang. Sebaliknya, pasien yang biasanya memiliki
kadar glukosa drah yang rendah namun masih berada dalam rentang yang normal
dapat tetap asimtomatik meskipun kadar glukosa tersebut turun secara perlahan-lahan
sampai dibawah 50 mg/dl (2,7 mmol/L).
Factor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemi adalah
penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemi. Keadaan ini terjadi
pada sebagian pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun.
Penurunan respon adrenergic tersebut dapat berhubungan dengan salah satu
komplikasi kronis diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa
darah, limpahan adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala
adrenergic yang lazim seperti perasaan lemah. Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru
terdeteksi setelah timbul gangguan system saraf pusat yang sedang atau berat.

2.2.4 Patofisiologi
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan
oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya
simpanan glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang dewasa, dan
ketidaktersediaan keton dalam fase makan atau kondisi pos absorptif.
Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan tiba-tiba, otak
mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh dibawah sekitar 45
mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan
pasien lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35
mg/dl untuk terjadi (spt, selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah
disebutkan.Yang lebih kontroversial adalah pertanyaan tentang apakah gejala-gejala
dapat berkembang dalam berespon terhadap turunnya kadar gula darah bahkan
sebelum turun di bawah batasan kadar normal. Karena suatu respon fisiologi tertentu,
seperti pelepasan hormon pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun
tetap normal, tampaknya gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus
penurunan kadar kemungkinan kurang kuat dan konsisten dibanding penurunan
dibawah ambang absolut.

18
Bagaimanapun, otak tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap penurunan kadar
gula darah, terutama jika penurunan terjadi lambat dan kronis. Bukanlah hal yang
tidak lazim bagi pasien dengan gula darah yang sangat rendah, seperti yang terjadi
pada tumor pensekresi insulin, untuk memperlihatkan fungsi serebral yang sangat
normal dalam menghadapi gula darah yang rendah terus menerus dibawah batasan
normal.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa. (Mansjoer A
1999: 604).
a. perpanjangan pengawasan puasa, tes primer untuk hypoglikemia, perpanjanganya
(48-72 jam) setelah pengawasan puasa.
b. Tes bercampur makanan, tes ini di gunakan jika anda mempunyai tanda puasa (2
jam PP)
c. Tes urine di simpan untuk mencari substansi keton.

2.2.6 Penatalaksanaan
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus
buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia
(terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena
efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita
diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang
mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).
Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk
memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk
mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami
episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah
hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan
sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia
dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15
menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh
tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami
hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam
porsi kecil.

2.3 Hiperglikemia
2.3.1 Pengertian

19
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar
puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100
ml darah ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
Hiperglikemia, hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana
jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Ini umumnya
merupakan tingkat glukosa darah 10 + mmol / l (180 mg / dl), tetapi gejala mungkin
tidak memulai untuk menjadi terlihat sampai nomor kemudian seperti 15-20 + mmol /
l (270-360 mg / dl) atau 15,2 -32,6 mmol / l. Namun, tingkat kronis melebihi 125 mg /
dl dapat menghasilkan kerusakan organ.
Kadar glukosa bervariasi sebelum dan sesudah makan, dan pada berbagai waktu hari,
definisi "normal" bervariasi di kalangan profesional medis. Secara umum, batas
normal bagi kebanyakan orang (dewasa puasa) adalah sekitar 80 sampai 110 mg / dl
atau 4 sampai 6 mmol / l. Sebuah subjek dengan rentang yang konsisten di atas 126
mg / dl atau 7 mmol / l umumnya diadakan untuk memiliki hiperglikemia, sedangkan
kisaran yang konsisten di bawah 70 mg / dl atau 4 mmol / l dianggap hipoglikemik.
Dalam puasa orang dewasa, darah glukosa plasma tidak boleh melebihi 126 mg / dl
atau 7 mmol / l. Berkelanjutan tingkat yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan gula
darah ke pembuluh darah dan ke organ-organ mereka suplai, yang mengarah ke
komplikasi diabetes.
2.3.2 Etiologi :
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin
adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.
Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau
langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.
2.3.3 Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan
hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke
dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa
plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang
dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi
haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan

20
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. 
Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung
menjadi koma.Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
2.3.4 Menifestasi klinik :
Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah):
 Poliplagi, merasa lapar, ingin makan terus
 Polidipsi, merasa haus terus
 Poliuri, kencing yang sering dan banyak
 Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
 Rasa kesemutan, kram otot
 Visus menurun
 Penurunan berat badan
 Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh
2.3.5 Faktor risiko
a. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
c. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
d. Riwayat keluarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
f. Riwayat DM pada kehamilan
g. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
h. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) (http://endokrinologi.freeservers.com)
2.3.6 Komplikasi Hiperglikemia
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
a. Komplikasi akut
1. Komplikasi metabolic
 Ketoasidosis diabetic

21
 Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
 Hipoglikemia
 Asidosis lactate
 Infeksi berat
b. Komplikasi kronik
c. Komplikasi vaskuler
 Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
 Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
d. Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik, buli –
buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.
Campuran vascular neuropati
Ulkus kaki
e. Komplikasi pada kulit
2.3.7 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma vena).
Bila GDS 100-200 mg% → perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral. Kriteria
baru penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl.
Pemeriksaan lain yang perlu diperhatikan pada pasien Diabetes Mellitus:
 Hb
 Gas darah arteri
 Insulin darah
 Elektrolit darah
 Urinalisis
 Ultrasonografi
2.3.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :
a. Diet
1. Komposisi makanan
2. Jumlah kalori perhari
3. Penilaian status gizi
b. Latihan jasmani
c. Penyuluhan
d. Obat berkaitan Hipoglikemia
1. Obat hipoglikemi oral
2. Insulin

22
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 ASKEP SYOK


3.1.1 Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Sesak napas, paroxymal nocturnal dyspnea, Pernapasan cheyne
stoke, Batuk-batuk, Sianosis, Suara serak, Ronchi basah, halus
tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax Kelainan
jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardi,
Nyeri substernal
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat syok
sebelumnya.
 Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga
3. Primary survey
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi
pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda
asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas
bersih. Dilakukan pula pengkajia adanya suara napas tambahan
seperti snoring.
b. Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi wheezing, dan kaji adanya trauma
pada dada.
Frekuensi nafas atau respiratory rate (dewasa) dapat dibagi
menjadi :
RR < 12x/menit : sangat lambat
RR 12-20 x/menit : normal
RR 20-30x/menit : sedang cepat
RR >30x/menit: abnormal (menandakan hipoksia, asidosis, atau
hipoperfusi)
c. Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan
cardiac output

23
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure : buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera agar
tidak melewatkan memeriksa seluruh bagian tubuh terlebih yang
tidak terlihat secara sepintas. Jika seluruh tubuh telah diperiksa,
penderita harus ditutup untuk mencegah hilangnya panas tubuh.
Walaupun penting untuk membuka pakaian penderita trauma untuk
melakukan penilaian yang efektif, namun hipoteria tidak boleh
dilupakan dalam pengelolaan penderita trauma
f. Foley cateter
Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi cairan yang
masuk. Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urine.
Output urine normal
 Dewasa : 0. 5 cc/kg bb/jam
 Anak : 1 cc/kg bb/jam
 Bayi : 2 cc/kg bb/jam

g. Gastic tube : pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk


mengurangi distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi
muntah sekaligus mempermudah dalam pemberian obat atau
makanan. Kontraindikasi pemasangan NGT adalah untuk penderita
yang mengalami fraktur basis crania atau diduga parah, jadi
pemasangan kateter lambung melalui mulut atau OGT.

h. Heart monitor/ ECG Monitor Dapat dipasang untuk klien yang


memiliki riwayat jantung ataupun pada kejadian klien tersengat
arus listrik.

4. Secondary survey
a. TTV
TD : turun ( < 80-90 mmhg)
N : takikardi
RR : takipneu dan dalam
T : hipotermi
b. pemeriksaan fisik head to toe

3.1.2 Diagnosa keperawatan


a. Perubahan  perfusi  jaringan  (serebral,  kardiopulmonal,  perifer)
berhubungan  dengan penurunan curah jantung.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis
(preload, afterload dan kontraktilitas miokard)

24
c. Kerusakan   pertukaran   gas   berhubungan  dengan  peningkatan
permeabilitas   kapiler pulmonal
d. Ansietas / takut berhubungandengan ancaman biologis yang aktualatau 
potensial

3.1.3 Intervensi Keperawatan


a. Perubahan  perfusi  jaringan (serebral,  kardiopulmonal,  perifer) berhu
bungan dengan penurunancurah jantung
Tujuan : Perfusi jaringandipertahankan dengan kriteria :
 Tekanan darah dalam batasnormal
 Haluaran urine normal
 Kulit hangat dan kering
 Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh

Intervensi :

 Kaji tanda dan gejala yangmenunjukkan gangguan perfusijarin
gan
 Pertahankan    tirah    baring   penuh    (bedrest    total)    dengan  
posisi e stremitas memudahkansirkulasi
 Pertahankan terapi parenteralsesuai dengan program terapi,sep
erti darah lengkap, plasmanat,tambahan volume
 Ukur intake dan output setiapjam
 Hubungkan  kateter  pada  sistemdrainase  gravitasi  tertutup  da
nlapor  dokter  bila haluaran urinekurang dari 30 ml/jam
 Berikan  obat-obatan  sesuai dengan  program terapi d a n k a j i
efek obat serta tanda toksisitas
 Pertahankan klien hangat dan kering

b. Penurunan  curah  jantungberhubungan  dengan  faktor  mekanis


(preload,  afterload  dan kontraktilitasmiokard)
Tujuan : 
Klien memperlihatkanpeningkatan curah jantung dengankriteria :
 Tanda-tanda vital dalam batasnormal
 Curah jantung dalam batasnormal
 Perbaikan mental

Intervensi :

 Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal


dengan meninggikan kepala tempat tidur 30-60 derajat
 Pertahankan tirah baring penuh(bedrest total)
 Pantau EKG secara kontinu
 Pertahankan cairan parenteralsesuai dengan program terapi

25
 Pantau vital sign setiap jam danlaporkan bila ada perubahan yang
drastis
 Berikan oksigen sesuai denganterapi
 Berikan obat-obatan sesuaidengan terapi
 Pertahankan klien hangat dan kering
 Auskultasi bunyi jantung setiap 2sampai 4 jam sekali
 Batasi dan rencanakan aktifitas ;berikan waktu istirahat antarprose
dur
 Hindari konstipasi, mengedanatau perangsangan rektal
c. Kerusakan   pertukaran gas berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler pulmonal
Tujuan : 
Klien memperlihatkanpeningkatan ventilasi dengan kriteria:
 Klien bernafas tanpa kesulitan
 Paru-paru bersih
 Kadar PO2  dan PCO2  dalambatas normal

Intervensi :

 Kaji pola pernafasan, perhatikanfrekwensi dan kedalamanperna
fasan
 Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2jam sekali
 Pantau seri AGDA
 Berikan oksigen sesuai dengankebutuhan klien
 Lakukan penghisapan bila adaindikasi
 Bantu dan ajarkan klien batukefektif dan nafas dalam
d. Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang actual
atau potensial
Tujuan : 
Ansietas / rasa takut klienterkontrol dengan kriteria :
 Klien mengungkapkan penurunanansietas
 Klien tenang dan relaks
 Klien dapat beristirahat dengantenang

Intervensi :

 Tentukan sumber-sumberkecemasan atau ketakutan klien
 Jelaskan  seluruh  prosedur  danpengobatan serta   berikanpenjel
asan  yang  ringkas bila klientidak memahaminya
 Bila ansietas sedang berlangsung,temani klien
 Antisipasi kebutuhan klien
 Pertahankan lingkungan yangtenang dan tidak penuh denganstr
ess

26
 Biarkan  keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal
bersama klien jika kondisi klien memungkinkan
 Anjurkan untuk mengungkapkankebutuhan dan ketakutan akan
kematian
 Pertahankan sikap tenang danmenyakinkan

3.2 Hipoglikemia
3.2.1 Pengkajian Primer
1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan
bebas,ataukah ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada
obstruksi, lakukan :
 Chin lift/ Jaw thrust
 Suction
 Guedel Airway
 Instubasi Trakea
2. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
 Beri oksigen
 Posisikan semi Flower\
3. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
§   Cek capillary refill
§   Auskultasi adanya suara nafas tambahan
§   Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
§   Cek Frekuensi Pernafasan
§   Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
§   Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat
mobilisasi pasien. Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan
kepala, untuk memaksimalkan ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai
dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.

3.2.2 Pengkajian Sekunder


Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama :
sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan
lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

27
2. Riwayat :
 ANC
 Perinatal
 Post natal
 Imunisasi
 Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
 Pemakaian parenteral nutrition
 Sepsis
 Enteral feeding
 Pemakaian Corticosteroid therapi
 Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
 Kanker
3. Data fokus
Data Subyektif:
 Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
 Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
 Rasa lapar (bayi sering nangis)
 Nyeri kepala
 Sering menguap
 Irritabel
Data obyektif:
 Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang,
kaku,
 Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea,
nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar,
menolak makan dan koma
 Plasma glukosa < 50 gr/
3.2.3 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak,
gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
b. Perubahan sensori perseptual b/d ketidakseimbangan glukosa
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral
d. Kelelahan b/d penurunan energi metabolik
3.2.4 Intervens Keperawatan
1. Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak,
gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi.
o Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
o Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit
yang lembab
o Monitor vital sign

28
o Monitor kesadaran
o Monitor tanda gugup, irritabilitas
o Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
o Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi
menimbulkan hipoglikemi.
o Cek BB setiap hari
o Cek tanda-tanda infeksi
o Hindari terjadinya hipotermi
o Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
o Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit

2. Diagnosa keperawataan: Defisit volume cairan b/d kehilangan


gastrik berlebihan.
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu, dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan ortostatik.
Hipoglikemia dapat dimanifestasikan oleh takikardia
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
RR/ Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat.
Ukur berat badan setiap hari.
RR/Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti
Catat hal-hal yang sering di laporkan seperti mual, nyeri
abdomen, muntah dan distensi lambung.
RR/Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas
lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan
secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.
Kolaborasi
Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi, normal salin atau
setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
RR/Mengembalikan cairan yang adekuat.
3. Diagnosa Keperawatan : Perubahan sensori perseptual b/d
ketidakseimbangan glukosa.

29
Kriteria Hasil :
Mempertahankan tingkat mental biasanya.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
RR/Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal,
seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi mental.
Panggil pasien dengan nam, orientasikan kembali sesuai
dengan kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang, dan
waktu.
RR/Menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak dengan realitas.
Lindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat
kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar
tempat tidur dan berikan jalan nafas buatan yang lunak jika
pasien kemungkinan mengalami kejang.
RR/Pasien mengalami disorientasi merupakan awal
kemungkinan timbulnya cedera, terutama amalam hari dan
perlu pencegahan sesuai indikasi.
Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan
kaki/tangan, hindari terpajan terhadap air panas atau dingin
atau penggunaan bantalan atau pemanas.
RR/Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan
kerusakan kulit karena panas.
Kolaborasi
Pantau nilai laboratorium, glukosa darah.
RR/Keseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan
fungsi mental.
4. Diagnosa Keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
penurunan masukan oral
Kriteria Hasil :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
Menunjukkan tingkat energi biasanya.
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan ke
arah rentang biasanya/yang diinginkan dengan nilai
laboratorium normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
RR/Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk
absorpsi dan utilitisnya).
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

30
RR/Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral.
RR/Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika paien sdar
dan fungsi gastrointestinalnya baik.
Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
RR/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi
pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli diet.
RR/Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5. Diagnosa Keperawatan : Kelelahan b/d penurunan energi
metabolik
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan peningkatkan energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi Rasional
Mandiri
Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
RR/Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktifitas meskipun pasien mungkin
sangat lemah.
Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelum/sesudah melakukan aktivitas. RR/Mengidentifikasi
tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
RRMeningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

3.2.3 EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes
mellitus adalah :
o Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
o Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal
dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
31
o Infeksi tidak terjadi
o Tidak terjadi perubahan sensori perseptual
o Rasa lelah berkurang
o Penurunan rasa lelah
o Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan proses pengobatan.
o Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

BAB IV

PENUTUPAN

4.1 KESIMPULAN
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi
penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-
saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke
seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat
berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena
reaksi alergi atau infeksi)

Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang


mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60
mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni      : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60
mg/dl
Reaksi hipoglikemi      : gejala hipoglikemi bila gula darah turun
mendadak, misalnya  dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi       : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif     : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam
sesudah makan.

32
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah
daripada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau
rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah ( Elizabeth J.
Corwin, 2001 )

4.2 SARAN
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap
tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock
sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency  untuk
melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan
keperawatanpada klien dengan kegawat daruratan endokrin diharapkan
mampu memahami konsep dasar hipoglekemia dan diabetic
ketoasidosis serta konsep asuhan keperawatan.
Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang
berkaitan dengan penyakit ini.

33
DAFTAR PUSTAKA

http://skhg3a.blogspot.com/2015/11/asuhan-keperawatan-dengan-kegawat.html?
m=1

http://antondarmi.blogspot.com/2012/06/askep-gadar-hipoglikemia.html?m=1

http://vhychocolatenurse.blogspot.com/2012/04/askep-gadar-dengan-kondisi-
syok_27.html?m=1

http://askep12395.blogspot.com/2018/04/askep-gadar-syok-kardiogenik.html?m=1

https://doktersehat.com/penyebab-syok/

https://gustinerz.com/konsep-dr-abc-defgh-dalam-menolong-korban-gawat-darurat/

http://www.academia.edu/35320142/MAKALAH_KEPERAWATAN_GAWAT_
DARURAT_SYOK_HIPOVOLEMIK

http://nightingalecare.blogspot.com/2017/05/asuhan-keperawatan-
hipoglikemia.html?m=1

34

Anda mungkin juga menyukai