Anda di halaman 1dari 5

Nama : Gracia Hotmauli

Kelas : XII-IPA 4
Mapel : Pendidikan Kewarganegaraan

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK)


DI BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Berdasarkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pasal 2
menyatakan hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan pertahanan bersifat semesta
adalah keterlibatan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman.

Dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002, pasal 7 ayat (2) dan (3) menyebutkan macam
ancaman, yaitu ancaman militer dan ancaman non militer. Ancaman militer adalah ancaman yang
menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman militer yang merupakan ancaman nyata terlihat secara fisik dan dapat menghancurkan
atau memporak-porandakan suatu negara, misalnya agresi militer, sabotase, pelanggaran wilayah
semakin jarang terjadi. Sedangkan ancaman non militer pada hakikatnya adalah ancaman yg
menggunakan faktor-faktor non militer yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman non
militer ini merupakan ancaman yang sering terlihat tidak nyata secara fisik tetapi sangat efektif
untuk menghancurkan suatu negara melalui penetrasi nilai-nilai diantaranya kebebasan,
demokrasi, HAM dan lingkungan hidup, akan terus terjadi bahkan meningkat pada masa depan
baik dari kuantitas maupun kualitasnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertahanan dapat menimbulkan ancaman
militer dan ancaman non militer semakin luas. Untuk itu, kemajuan Iptek harus dimanfaatkan
untuk mendukung terwujudnya pertahanan negara yang kuat.

Perlu diketahui bahwa teknologi informasi pertama kali digunakan di Departemen Pertahanan
Amerika Serikat pada tahun 1969. Teknologi canggih di bidang militer sangat dibutuhkan pada
saat berperang. Saat ini, Amerika memiiki pesawat F-22 Raptor yang merupakan satu – satunya
pesawat jet tempur generasi kelima yang telah dioperasikan oleh sebuah negara di dunia. Begitu
banyaknya teknologi canggih dan sensitif yang dimasukkan ke pesawat ini, mesin dan sistem
kontrol penerbangan yang terhebat, sistem komputer jaringan khusus, termasuk teknologi
mengelak radar.

Banyak negara telah mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi, teknologi


kedirgantaraan, bioteknologi, teknologi propulsi, teknologi pembangkit energi dan nanoteknologi
untuk menggerakan industri pertahanannya dalam rangka memproduksi alutsista yang digunakan
untuk memperkuat militernya dan juga untuk menyiapkan sebagai produsen alutsista yang siap
bersaing dengan negara produsen lain. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, Perancis, Rusia dan Jepang secara berkelanjutan mengembangkan industri pertahanannya
untuk memperkuat kekuatan militernya dan menjadikan sebagai negara pengekspor alutsista.

Di beberapa kawasan muncul negara sebagai kekuatan baru dengan disertai peralatan militer yang
canggih. India dan China merupakan contoh negara yang memiliki kekuatan militer sekaligus
kekuatan ekonomi yang tangguh. Mereka memanfaatkan kemajuan Iptek untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi sekaligus menggiatkan industri pertahanannya. China mengembangkan
kemampuan militer yang berteknologi tinggi dengan membangun angkatan bersenjata yang
terkomputerisasi, kemampuan tempur berbasis teknologi informas. Sedangkan India dengan
kemajuan elektroniknya berhasil mengembangkan pembuatan pesawat, helikopter, dan rudal yang
cukup disegani.

Prioritas pembangunan Iptek ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
2004-2009, dan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional (Jakstranas) Iptek 2005-2009,
menempatkan bidang teknologi pertahanan dan keamanan pada urutan ke 5 dari enam skala
prioritas, dengan arah kebijakan terutama untuk memenuhi kebutuhan alutsista, meningkatkan
kapabilitas Iptek Hankam dan memberikan peluang kepada industri strategis (nasional) untuk
berperan dalam pengembangan Iptek Hankam. Pembangunan Iptek ini selaras dengan yang
digariskan Undang-undang, yaitu:
 Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (5) menyatakan bahwa pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pasal 23 ayat (1)
menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan pertahanan negara,
pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi di bidang
pertahanan.

Perkembangan teknologi informasi akan berpengaruh pada sistem pelatihan dan pendidikan
terutama yang berkaitan dengan senjata baru. Karena penggunaan teknologi informasi yang cukup
intensif, tentara mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan orang yang bergerak pada
bisnis. Jadi, dalam peperangan saat ini militer tidak hanya sekedar menarik pelatuk saja tetapi
memerlukan personel dengan kemampuan yang cukup tinggi.

Pemanfaatan teknologi informasi di berbagai kehidupan, khususnya di bidang pertahanan dan


keamanan atau militer perlu diantisipasi perkembangannya karena disatu sisi dapat membawa
dampak untuk kebaikan (positif) tapi disisi lain berdampak pengrusakan (negatif). Dampak positif
antara lain:

 Dari sisi komandan, teknologi informasi dapat mempercepat penyampaian informasi


sehingga dapat mempercepat pengambilan keputusan.
 Dari sisi pasukan, teknologi informasi membantu pasukan untuk memperoleh informasi
pada waktu dan tempat yang tepat sehingga pasukan menjadi lebih fleksibel dalam
bergerak.
 Meningkatkan kualitas pemilihan strategi dengan Decision Support System.
 Peningkatan akurasi dan keandalan teknologi persenjataan dengan rekayasa hardware dan
software.
 Pemerolehan personel militer yang mumpuni yaitu dengan rekrutmen berbasis teknologi
informasi.
 Dengan penguasaan pengetahuan yang disebabkan oleh kemajuan dalam bidang teknologi
informasi, musuh dapat dibuat bertekuk lutut melalui sarana yang berupa teknologi
komputer. Sebagai contoh, penggunaan program kecerdasan buatan untuk mensimulasikan
formasi dan kekuatan musuh memungkinkan serangan menjadi efektif dengan tingkat
keberhasilan yang cukup tinggi.

Adapun dampak negatifnya antara lain:

 Penyalahgunaan satelit oleh para teroris seperti, melacak kondisi tempat mereka akan
melakukan kejahatan.
 Melalui media internet, pelaku teroris dapat berkomunikasi dengan sesama teroris maupun
untuk mencari pengikut.
 Berkaitan dengan teknologi senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction /
WMD) seperti senjata nuklir dan senjata biologi, dikhawatirkan akan menjadi ancaman
terbesar bagi suatu negara bila digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
 Perkembangan yang cepat dari teknologi informasi beserta teknologi perang lainnya
memungkinkan menciptakan jenis perang yang secara kualitatif berbeda, seperti pada
Perang Teluk, perang dimana penguasaan pengetahuan mengungguli senjata dan taktik.
 Munculnya perang informasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi,
karena sifat penggunaan sistem secara bersama (sharing), sehingga memungkinkan pihak-
pihak yang tidak berkompeten pada suatu sistem dapat melakukan akses ke pihak lain tanpa
mengalami kendala.

Di dalam mengaplikasikan berbagai teknologi itu dengan sendirinya harus ada prioritas, sebab
semua itu memerlukan pembiayaan yang tinggi. Lagi pula, pengadaan teknologi yang tidak
langsung diperlukan dapat berarti pemborosan besar. Sebab teknologi berkembang cepat dan kalau
sekarang diadakan padahal tidak diperlukan, mungkin sekali sudah usang ketika benar-benar
diperlukan.

Penentuan prioritas teknologi sangat diperlukan, mana yang segera diperlukan dan mana yang
terus menjadi bahan studi dan perencanaan. Kita perlu meniru India yang sejak tahun 1980-an
sudah mampu untuk memproduksi semua sistem senjata yang diperlukan angkatan perangnya,
termasuk tank, artilleri, pesawat tempur serta kapal jelajah. Akan tetapi yang diproduksi hanya
yang diperlukan dan secara ekonomis lebih baik dibuat sendiri, sedangkan yang diperlukan lainnya
tetapi kurang ekonomis dibuat sendiri, mereka mengimpor. Itu berarti bahwa sekalipun tidak
diproduksi harus terus menerus ada studi pendalaman tentang semua jenis teknologi pertahanan
yang telah dikemukakan. Dan memikirkan pengembangan teknologi baru serta terus mempelajari
bagaimana mengadakan produksi yang paling efisien.

Untuk mengembangkan teknologi pertahanan beberapa hal perlu diadakan. Perlu kita sadari bahwa
hal itu harus merupakan kegiatan bersama antara para pakar teknologi, pakar militer dan pakar
industri pertahanan. Sebab itu perlu dibentuk satu forum yang memungkinkan bertemunya tiga
unsur itu untuk secara teratur membicarakan berbagai hal yang menyangkut teknologi pada
umumnya dan teknologi pertahanan khususnya serta industri yang memproduksinya. Juga perlu
ada usaha untuk menambah pengetahuan para pakar militer tentang perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada umumnya, termasuk aspek produksi yang menghasilkan
teknologi secara efisien. Dalam hal ini juga perlu dikembangkan pengetahuan yang bersangkutan
dengan teknologi nuklir, senjata biologi dan kimia, juga tentunya C4ISR (Command, Control,
Communications, Computer, Intelligence, Surveillance, Reconnaissance).

Anda mungkin juga menyukai