Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“SUHRAWARDI AL-MAQTUL”

DISUSUN OLEH

AHMAD ADJI SYAHFII

RUANGAN 4

MTS DARUL ULUM TOILI

JL. AHMAD YANI NO. 52 TOILI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusun berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca.

Penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.


Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Toili, 16 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Makalah................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
A. Biografi Suhrawardi Al-Maqtul............................................................2
B. Karya Suhrawardi Al-Maqtul...............................................................3
C. Pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul.........................................................4
BAB III PENUTUP......................................................................................10
A. Kesimpulan...........................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang masih diperdebatkan
pengertian dan asal-usulnya oleh para ahli. Akan tetapi di sini penulis
cenderung condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Islam
itu memang ada dan masih eksis sampai sekarang ini. dalam filsafat terdapat
dua aliran yaitu aliran paripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui
kedua aliran ini adalah sangat penting dalam mempelajari ilmu filsafat.
Aliran paripatetis merupakan aliran yang pada umumnya diikuti kebanyakan
para filsuf, sedangkan aliran iluminasi merupakan tandingan dari aliran
paripatetis. Aliran iluminasi ini dipelopori oleh seorang tokoh filsuf muslim
yaitu Suhrawardi Al-Maqtul yang dikenal dengan bapak iluminasi.
Suhrawardi Al-Maqtul dikenal dalam kajian filsafat Islam karena
kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluminasi
sebagai tandingan aliran paripatetis dalam filsafat walaupun dia masih
dipengaruhi oleh filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri
karena sebagian besar bangunan filsafat Islam ini merupakan kelanjutan dari
filsafat barat Yunani.

B. Rumusan Masalah
D. Bagaimana biografi Suhrawardi Al-Maqtul ?
E. Apa saja karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul ?
F. Bagaimana pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Suhrawardi Al-Maqtul.
2. Untuk mengetahui karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul.
3. Untuk mengetahui pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Suhrawardi Al-Maqtul


Suhrawardi al-Maqtul merupakan salah seorang sufi filosof. Nama
lengkap Suhrawardi adalah Syihab Al-Din Abu al-Futuh Yahya ibnu
Habasy ibnu Amirak (Mustofa, 2007).
Al-Suhrawardi. Ia dilahirkan di desa Suhrawardi, Aleppo-Suriah
sekitar tahun 548 H/ 1153 M. Sedangkan meninggalnya ialah di Damsyik
(Damascus) (Dedi Supriyadi, dkk, 2010) pada tahun 587 H/ 1191 M,
diusianya yang ke-38 tahun. Meninggalnya Suhrawardi ini disebabkan
hukuman mati yang ditimpakan kepadanya oleh Shalahuddin al-Ayyubi atas
tuduhan kafir dari kaum fuqaha. Suhrawardi dijuluki sebagai al-maqtul
(terbunuh), master of illuminasionist (bapak pencerahan), al-hakim (sang
bijak), dan al-syahid (sang martir).
Di usianya yang relatif muda, Suhrawardi telah mengunjungi
sejumlah tempat untuk menemui sang guru dan pembimbing spiritual. Di
antara tempat yang ia kunjungi adalah Persia, Anatolia, Damaskus, Syria
dan berakhir di Alepo. Wilayah yang pertama dikunjunginya adalah
Maragha yang berada di kawasan Azerbaijan. Di tempat inilah ia belajar
hukum, filsafat, dan teologi dengan Madjid Al Jilli. Setelah itu, ia belajar
filsafat dengan Fakhruddin Al Mardini. Lalu beliau melanjutkan rihlahnya
ke Isfahan Iran Tengah mempelajari logika dengan Zhahiruddin Al Qari Al
Farisi, dalam bidang filsafat, Ia banyak dipengaruhi oleh filosof-filosof
sebelumnya.
Setelah banyak melewati ke daerah-daerah tersebut, Suhrawadi pergi
ke Persia untuk menekuni mistisme Islam. Ia tidak hanya mempelajari teori-
teori dan metode-metode untuk menjadi sufi, akan tetapi ia langsung
mempraktekannya sebagai sufi sejati. Dia menjadi asketik, menjalani
hidupnya dengan beribadah, berkontemplasi dan berfilsafat. Sebagai
seorang sufi, Suhrawardi banyak terpengaruh oleh pendahulunya, seperti
Abu Yazid al Bustami, Sahlan Ibn Abdullah, Al Hallaj, Al Ghazali dan
Dzun al Nun Al Mishri. Pada akhirnya dalam dirinya terpadulah dua
keahlian sekaligus yakni filsafat dan tasawuf. Sehingga ia berhasil
melahirkan aliran illumination yang menjadi aliran tandingan aliran
paripatetis yang mendahuluinya
Petualangan hidupnya berakhir di Aleppo. Ia menetap di sana atas
undangan Pangeran Malik Al zahir (putra Salahuddin Al Ayyubi). Malik
adalah tipe pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Atas dasar
inilah ia mengundang Suhrawardi untuk sharing pemikirannya tentang
filsafat dan tasawuf. Akan tetapi, hal ini tak bertahan lama, kondisi religio-
sosial-politik ternyata tidak mendukungnya. Para fuqaha merasa tersaingi
dengan pemikian Suhrawardi yang telah mulai berpengaruh pada pemimpin
mereka. Mereka melihat adanya keanehan dari pemikiran Suhrawadi,
ditambah lagi dengan ajaran-ajaran ruhani yang dibawanya. Para fuqaha
menyimpulkan, bahwa Suhrawadi sebagia tokoh yang berbahaya karena
berpotensi merusak aqidah umat Islam.
Akhirnya para fuqaha mendesak Pangeran Malik untuk menghukumi
Suhrawardi. Mereka berhasil mendesak Pangeran Malik atas dasar
pertimbangan adil yang telah disumbangkan kalangan Fuqaha terhadap
Negara. Dengan rasa terpaksa, Pangeran memasukkan Suhrawardi kedalam
penjara. Namun, penyebab kematiannya tidak diketahui secara pasti dan
masih menjadi misteri. Suhrawadi meninggal dunia dihukum gantung dan
meninggal pada 29 Juli 578 H /1191M.

B. Karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul


Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan
gnostik dalam bahasa Arab dan Parsia. Seyyed Hossein Nasr
mengelompokkan karya-karya Suhrawardi ke dalam lima bagian yaitu:
(Hasyimsyah N, 1999)
Berisi pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan penafsiran
terhadap filsafat peripatetis. Ada empat buku tentang hal ini yang ditulis
dengan bahasa Arab, yaitu Talwihat, Muqawamat, Mutarahath dan Hikmat
Al-Isyraq. Khusus Hikmat Al-Isyraq merupakan karya pamungkas yang
secara seimbang menggunakan metode bahsiyah dan zauqiyah, selain itu iya
menganjurkan agar berpuasa 40 hari sebelum mempelajari sebagai persiapan
dalam memperkuat batin. Pembahasan buku ini bertitik tekan pada cahaya
Tuhan.
Karangan pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan
Persia dengan gaya bahasa yang sederhana, yaitu Hayaqil Al-Nur, Al-Alwah
Al-Imadiah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan
Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
Karya yang bermuatan dan berlambang mistis, yang pada
umumnya ditulis dalam bahasa Persia, yaitu ‘aqli surkh, awaz’i par’i jibrail,
al-ghurbat al-ghurbiyah, lughat’i muran, risalah fi halat al-thifuliyah, ruzi ba
jama’ at’i shufiyan, risalah fi al-mi’raj, dan syafiri simurgh.
Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran
keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn
Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat
karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang
berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran
dan Hadits Nabi.
Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan
sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.( Seyyed Hossein Nasr, 1964).

C. Pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul


1. Latar Belakang Pemikirannya
Pemikiran iluminasi dari Suhrawardi tidak hanya bersumber dari
Islam tetapi sumber dari non-Islam pun turut mewakili pemikirannya.
Menurut Sayyed Hosein Nasr, pemikiran Suhrawardi bersumber pada :
(A. Khudori Soleh, 2004)
Pemikiran sufisme, yaitu melalui karya-karya al-Hallaj (858-913
M) dan al-Ghazali (1058-1111 M). Namun yang paling berpengaruh
adalah karyanya al-Ghazali, yaitu: misykat al-anwar, yang menjelaskan
adanya hubungan antara nur (cahaya) dengan iman.
Pemikiran peripatetik Islam, khususnya filsafat Ibn Sina.
Meskipun banyak kritikan tetapi ia memandangnya sebagai azas penting
dalam memahami keyakinan-keyakinan
Pemikiran sebelum Islam, yaitu aliran Pyithagoras (580-500 SM),
Platonisme dan Hermenisme di Alexandria, yang kemudian disebarkan
oleh kaum Sya-biah Harran yang memandang kumpulan aliran Hermes
sebagai kitab samawi mereka.
Pemikiran-pemikiran Iran Kuno. Disini Suhrawardi mencoba
membangkitkan keyakinan-keyakinannya secara baru dan memandang
para pemikir Iran-Kuno sebagai pewaris langsung hikmah yang turun
sebelum datangnya bencana taufan yang menimpa kaum Nabi Idris
(Hermes).
Bersandar pada ajaran zoroaster dalam menggunakan lambang-
lambang cahaya dan kegelapan, khususnya dalam ilmu malaikat, yang
kemudian di tambah dengan istilah-istilah sendiri. Namun demikian,
Suhrawardi menyata-kan bahwa dirinya bukanlah penganut ajaran
dualisme dan tidak menuduh mazhab zahiriyah sebagai pengikut
zoroaster. Sebaliknya, ia mengklaim dirinya sebagai jamaah hukama
Iran, pemilik keyakinan ‘kebatinan’ yang berdasarkan prinsip kesatuan
ketuhanan dan pemilik sunnah yang tersem-bunyi di lubuk masyarakat
zoroaster.
2. Metafisika dan Cahaya
Dalam pengkajian metafisika ini, banyak dari para pemikir yang
memiliki ungkapan atau metode penguraian yang berbeda. Beberapa
tokoh sufi menyebut Allah dengan cahaya, yaitu berdasarkan Al-Qur’an
surat Al Nur: 35 (Al-Qur’an dan terjemahan)
Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,
perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus,
yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca dan
tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang di berkahi, yaitu pohon zaitun yang
tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya saja
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya
bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Menurut Suhrawardi cahaya itu bersifat immaterial dan tidak bisa
didefinisi-kan. Cahaya adalah entitas, baik yang bersifat fisik maupun
non fisik sebagai suatu komponen yang esensial. Segala sesuatu yang
bukan dari “cahaya murni”, terdiri dari substansi gelap. Sejauh benda-
benda itu dapat menerima, baik cahaya maupun kegelapan, bisa
dinamakan “imus-imus”. Dipandang dari dirinya sendiri, setiap imus
adalah gelap. Cahaya apapun yang dimilikinya, mestilah berasal dari
sumber luar. (Majid Fakhry, 1970)
Di dalam bukunya Pengantar Filsafat Islam, Dedi Supriyadi
beranggapan bahwa simbolisme cahaya yang digunakan oleh suhrawardi
dalam filsafat iluminasinya lebih cocok dan sesuai untuk menyampaikan
prinsip ontologis wujud karena cahaya itu memungkinkan untuk
mempunyai entitas yang berbeda meskipun esensinya sama. Kemudian
dianggap juga bahwa simbolis cahaya dapat dijadikan sebagai indikasi
akan derajat kesempurnaan. Contohnya, ketika semakin dekatnya suatu
entitas dengan sumbernya, yaitu cahaya dari segala cahaya, maka
semakin teranglah cahaya entitas tersebut”.
Substansi-substansi gelap memiliki sifat, seperti bentuk dan
ukuran yang berasal dari sifat gelap. Sedangkan cahaya murni bebas dari
kegelapan, ia hanya memahami diri sendiri di luar dirinya, sementara
semua proses lain di luar dirinya tergantung padanya. Cahaya murni
merupakan sumber gerak, tetapi geraknya bukanlah perubahan tempat.
Gerak itu berupa citra akan “penerangan” yang akan membentuk
esensinya, seakan cahaya murni menghidupkan segala sesuatu dengan
cara melimpahkan sinarnya kedalam segala wujud.
Cahaya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi, pertama: cahaya
abstrak, yang terbentuk dan tidak pernah menjadi sesuatu selain dirinya
sendiri. Kedua; cahaya aksiden, yaitu cahaya yang mempunyai bentuk
dan mampu menjadi sesuatu selain dirinya sendiri, seperti sinar bintang,
atau keterlihatan benda-benda angkasa lainnya. Cahaya aksiden atau
cahaya yang dapat diindra merupakan suatu refleksi jauh cahaya abstrak
yang disebabkan oleh jarak setelah kehilangan substansi cahaya abstrak.
Proses refleksi berkesinambungan menyebabkan penerangan cahaya
tersebut melemah dan berangsur-angsur kehilangan intensitasnya dalam
rangkaian refleksi.
Selain itu, cahaya dapat pula dibedakan menjadi cahaya bagi
dirinya dan cahaya bagi luar dirinya. Cahaya juga memiliki hierarki
vertical (tingkatan). Pada puncak skala cahaya berdiri cahaya segala
cahaya, yang kepadanya tergantung seluruh rentetan cahaya yang ada
dibawahnya. Sebagai asal atau sumber segala cahaya, cahaya ini niscaya
keberadaannya. Rentetan cahaya itu haruslah berjuang untuk sampai
pada cahaya segala cahaya.
Cahaya ini disebut Suhrawardi sebagai al Nur al Muhith, al Nur al
Qayyum, al Nur al Muqaddas, al Nur al A’dham al A’la, al Nur al
Qahhar, dan al Ghani al Muthlaq. Sifat Cahaya Segala Cahaya adalah
Esa. Cahaya pertama (Nur al Awwal) muncul melalui proses emanasi
pada dirinya, yaitu berjumlah satu dan tidak tersusun, karena tidak
mungkin bahwa sebuah entitas tersusun dari cahaya dan kegelapan akan
memancar sebuah realitas yang bebas dari kegelapan.
Suhrawardi mengatakan bahwa hubungan cahaya yang lebih
tinggi dengan yang lebih rendah dirumuskan dalam istilah-istilah
dominasi, sedangkan hubungan cahaya yang lebih rendah dengan yang
lebih tinggi dirumuskan dalam istilah-istilah attraksi (menarik) atau
cinta (‘isyaq: philia). Dua kekuatan dominasi dan cinta inilah yang
mengatur dunia. Cahaya segala cahaya yang tidak ada bandingannya
dalam mendominasi segala sesuatu dan mencintai entitas yang paling
tinggi yaitu dirinya sendiri. Dalam tindakan mencintai diri ini akan
terbagi kesenangan tertinggi, kesa-daran dan perenungan yang paling
sempurna.(Hasyimsyah Nasution, 1999)
3. Epistemologi
Suhrawardi berpendapat bahwa suatu prinsip definisi yang benar
ialah menyebutkan satu persatu atribut esensial yang terdapat pada
benda yang dide-finisikan. Suhrawardi membahas dengan panjang lebar
masalah pengetahuan yang pada akhirnya mendasarkannya pada
iluminasi. Suhrawardi menggabungkan cara nalar dengan cara intuisi,
dan menganggap keduanya saling melengkapi. Nalar tanpa intuisi dan
iluminasi tidak akan pernah bisa mencapai sumber transenden dari
segala kebenaran dan penalaran. Sedangkan intuisi tanpa penyiapan
logika serta latihan dan pengembangan kemampuan rasional bisa
tersesat dan tidak akan dapat mengung-kapkan dirinya secara ringkas
dan metodis.(Hasyimsyah Nasution, 1999)
Akal tanpa bantuan Dzauq (pengetahuan batin, intuitif) tidak
dapat dipercaya. Dzauq berfungsi menyerap misteri segala esensi dan
membuang skeptisisme, dan sisi spekulatif murni dari pengalaman
spritual perlu dirumuskan dan disistematiskan oleh pikiran logis.
Dalam buku Hikmah al–Isyraqnya, suhrawardi mengatakan
bahwa pengeta-huan iluminasionisnya dilandasi pada rasa, sebagaimana
perkataannya yang telah terkutip dari buku Mustofa, (Mustofa, 1999)
yaitu:
“Apa yang ku kemukakan dalam hikmah al–Isyraq ini, tidak ku peroleh
dengan pikiran, melainkan ku peroleh melalui sumber lain. Dan aku pun
segera mencari argumentasinya. Jika argumentasinya itu benar-benar
telah pasti, maka sedikit pun ak tidak ragu terhadapnya, meskipun orang
meragukannya”.
4. Kosmologi
Kosmologi adalah satu bidang ilmu tentang alam semesta. Ilmu
ini menum-pukan perhatian pada persolan asal-usul kewujudan alam
semesta, elemen-elemen yang terkandung di dalamnya, hubungan antara
elemen-elemen tersebut, dan ber-bagai perkara lain yang secara
langsung dan tidak langsung mempunyai kaitan dengan alam semesta.
Pelimpahan dari sumber pertama (Tuhan) itu bersifat abadi dan terus
menerus, sebab pelakunya tidak berubah-ubah dan terus ada. Sebagai
konsekuensinya alam juga abadi, yaitu sebagai akibat dari pelimpahan-
Nya (Sihab Al-Din Yahya Suhrawardi, 1397 H) Dengan kata lain, ada
dua yang abadi yaitu Tuhan dan alam. Namun demikian, menurut
Suhrawardi tetap berbeda. Alam semesta adalah manifestasi
(perwujudan) kekuatan penerangan yang membentuk sebagaimana
karakter esensial cahaya pertama. Oleh sebab itu, alam semesta
merupakan suatu manifestasi yang tergantung dan tidak abadi, tetapi
dalam makna lain ia abadi. Suhrawardi mengelompokkan alam menjadi
empat kelompok, yaitu:
Alam akal, berisikan cahaya-cahaya dominator yang jumlahnya
tergantung dari intensitas cahaya pertama. Seperti: Ruh Qudus dan Rabb
Thilsam.
Alam jiwa-jiwa yang terdapat jiwa-jiwa pengatur planet langit
dan tubuh manusia. Menurut Suhrawardi jiwa-jiwa planet muncul dari
arbab al-anwa’ al-samawi, yang berasal dari hirarkhi cahaya atau akal
horizontal.
Alam bentuk (alam al-ajsam), yang menurutnya ada dua bentuk,
yaitu: alam bentuk unsur yang berbeda dibawah planet bulan dan alam
bentuk zat yang sangat luas, yaitu bentuk planet langit.
Alam mitsal, yakni suatu alam lepasnya jiwa menuju
kesempurnaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama sufi
filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di
Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb
(Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah
dia digelari Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di
antaranya: syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia
lebih dikenal dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses
meninggalnya secara eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk
membedakannya dengan dua tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama
yaitu Abu Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah
Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi (meninggal tahun 632 H), penyusun
kitab Awarif Al-Ma’arif.
Karya-karya Suhrawardi Al-maqtul. Tentang pengajaran dan kaidah
teosofi yang merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di
antaranya: Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
Karangan sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab
dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-‘Imadiyah, Partaw-
namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-
Qulub.
Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam bahasa
Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il, al-Ghurbat al-
Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi bajama’at-i
Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran
keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn
Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat
karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat
pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits
Nabi.
Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan
sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.
Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia
mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya dengan
riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya membangun
Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi
mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya,
akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber
segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala
Cahaya). Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah
teori, yang dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan
tetapi teorinya tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan
wujud dalam pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa
alam yang melimpah dari Allah atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip
matahari, yang sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar
terus menerus. Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-
budi, alam jiwa, dan alam tubuh.

B. Saran
Makalah ini dususun berdasarkan Referensi yang ada, tentu banyak
kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu Penulis mohon kepada
pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA

A. Khudori Soleh. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Al-qur’an dan Terjemahan: Al-Hikmah. Bandung: CV Diponegoro

Dedi Sufriyadi. 2010. Pengantar Filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya.
Cet. II. Bandung: Pustaka Setia

Hasyimsyah Nasution. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama

Majid Fakhry. 1970. A History Of Islamic philisophy. New York: Colombia


University Press

Mustofa. 1999. Filsafat Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, Adab, dan
Ushuluddin, Komponem MKDK Cet. I. Bandung: Pustaka Setia

Mustofa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia

Seyyed Hossein Nasr. 1964. Three Muslim Sages. Massachusetts: Harvard


Universuty Press

Sihab Al-Din Yahya Suhrawardi. 1397 H. Majmu’ah Mushannifat Syaikh Jilid II


Teheren: Anjuman Syahahsyahai Falsafah Iran

Anda mungkin juga menyukai