Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RESPONSI (03/12/2020)

Nama : Kiplin Vivin

(NIM : 13710141)

1. Untuk membedakan lensa, tanpa lensa tanam (Afakia) dan lensa tanam
(Pseudofakia)
AFAKIA :
1) Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
2) Limbal skar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
3) Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanyahiperopia yang sangat
tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif.
4) Bilik mata depan dalam
5) Iris tremulans akibat tidaka danya lensa di dalam bilik mata belakang, maka iris
tida ada sandaran ke belakang sehingga terjadi iris tremulans dimana iris
bergoyang pada setiap pergerakan mata.
6) Pupil : jet black pupil
7) G. Test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan(normalnya 4
bayangan)
8) H. Pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi.
9) Retinoskopy memperlihatkan hipermetropi tinggi.
10) Biasanya terlihat bekas operasi
11) Jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan
Tio, iritis, kerusakan iris, (cystoid macular edem).
PSEUDOFAKIA
1) Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
2) COA biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata normal
3) Iridodonesis ringan.
4) Pupil berwarna kehitaman tetapi ketika di sinar dengan senter kearah pupil,
akanterlihat pantulan reflex. Ada atau tidaknya IOL dapat dikonfirmasi dengan
mendilatasi pupil.!5.Status visus dan refraksi dapat bervariasi sesuai dengan IOL
yang ditanam.
Sumber : Nurul A, 2012. Pseudofakia
2. Evaluasi Pasien Post Operasi Katarak
 Kornea
Perhatikan dengan penlight apakah terjadi kelainan pada kornea seperti udem
kornea

 Kebocoran luka
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma
dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan
daerah sentral yang bersih paling sering)

 Iris prolaps
Iris dapat mengalami protusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi.
Terlihat sebagai derah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi.
 Hyphema
Pendarahan pada bilik anterior dapat terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

 H Peningkatan TIO
Peningkatan tekanan intraokuler oleh bahan viskoelastik hialuronat yang
tertinggal didalam bilik mata depan

 Dislokasi IOL
Lensa tanam (IOL) tidak pada tempatnya

Sumber : Bella K., ddk, 2017. Ilmu penyakit mata Evaluasi Pasca Operasi Katarak
Pada Layanan Primer.

3 Komplikasi Diabetes Melitus Pada Mata


A. Pandangan kabur
Apabila kadar gula dalam tubuh tinggi maka akan mengakibatkan lensa pada mata
menjadi bengkak dan menggangu kemampuan kita untuk melihat.
B. Retinopati
Rusaknya pembuluh darah yang memasok darah ke retina disebabkan karena
memiliki kadar gula yang tinggi dalam tubuh. Untuk dapat melihat dengan baik
maka retina membutuhkan pasokan darah secara terus–menerus. Pendarahan pada
mata dan kebutaan dapat disebabkan karena pembuluh darah yang rusak.
1) Retinopati diabetik non-proliferatif
Stadium awal dari diabetik retinopati yaitu Retinopati diabetik non-
poliferatif. Pada Retinopati diabetik non-proliferatif tidak terjadi pertumbuhan
(proliferasi) pembuluh darah yang baru. Biasanya ditandai dengan adanya
tonjolan kecil (mikroaneurisma) yang muncul dari pembuluh darah.
Mikroaneurisma ini akan menyumbat pembuluh darah vena yang
mengakibatkan pembuluh darah vena menjadi mengembung dan berbentuk
tidak rata. Dan apabila sumbatan semakin banyak dan luas, maka akan terjadi
pembengkakkan makula atau dikenal dengan makula edema.
2) Retinopati diabetik proliferative
Kondisi yang lebih parah dari Retinophati diabetik non-poliferatif adalah
Retinopati diabetik proliferative. Pada Retinopati diabetik proliferative,
terbentuknya pembuluh darah baru yang tidak normal karena sebagian besar
pembuluh darah retina mengalami kerusakan.

3) Katarak
Diabetes dapat membuat kadar gula didalam lensa mata menjadi naik
sehinga membuat zat sorbitol ikut naik dan menumpuk pada lensa. Hal ini
dapat membuat lensa mata mejadi kurang jernih dan menjadi kelainan pada
mata.
4) Glukoma
Cairan yang terdapat di mata tidak dapat terdistribusi dengan baik dan
pada akhirnya menyebabkan cairan itu menumpuk sehingga dapat
menyebabkan Glukoma. Hal ini membuat saraf dan pembuluh di mata menjadi
rusak karena tertekan cairan yang menumpuk tersebut sehingga menyebabkan
terganggunya penglihatan.

Beberapa gejala yang muncul pada penyakit mata akibat diabetes antara lain :
 Adanya floater atau bayangan pada objek yang dilihat.
 Muncul titik gelap pada objek yang dilihat
 Penglihatan kabur atau berbayang kadang penglihatan menurun secara
perlahan.
 Kesulitan melihat di malam hari.
 Mata merah atau nyeri.
Sumber : Diana T. Dkk.,2018. PENGOLAHAN CITRA FUNDUS
DIABETIK RETINOPATI EDISI 2
4 Proses terjadinya Arcus Senilis
Corneal arcus atau arcus senilis atau gerontoxon adalah bentuk degenerasi
kornea yang paling sering ditemui. Frekuensi kejadian arcus senilis pada pria
meningkat seiring bertambah usia dimulai dari usia 40 tahun, dan biasanya terjadi
pada semua pria usia lebih dari 80 tahun, onset lebih lambat 10 tahun pada wanita.
Arcus senilis terlihat sebagai opasifikasi perifer kornea berwarna abu-abukeputihan,
terkadang kekuningan, terdiri atas titik-titik halus yang mempunyai batas jelas dengan
limbus di perifernya dan batas yang kabur pada bagian sentral. Arcus diawali pada
superior dan inferior kemudian menyebar melibatkan seluruh perifer. Corneal arcus
terdiri atas deposisi lipoprotein dari ester steroid ekstraseluler, paling 10 sering adalah
densitas rendah. Deposit dimulai pada stroma bagian dalam dan progresif melibatkan
stroma superficial. Corneal arcus kadang kala dapat mengindikasikan adanya
peningkatan kolesterol plasma dan lipoprotein densitas rendah (low density
lipoprotein), terutama jika terjadi pada pria usia kurang dari 50 tahun (arcus juvenilis).
Arcus pada usia muda terkadang berguna sebagai indikasi untuk evaluasi lipid dan
fungsi kardiovaskular. Arcus pada usia tua tidak berkaitan dengan mortalitas.
Sumber: Read SA, Swann PG. Unilateral pseudogerontoxon. Clin Exp Optom. 2009
Mar;92(2):150-3. doi: 10.1111/j.1444-0938.2008.00332.x. PMID: 19278464.

5. Diagnosis banding Arcus Senilis


A. Senile Furrow Degeneration
Senile furrow degeneration adalah bentuk dari penipisan perifer pada zona
avaskular antara arcus senilis dan vaskular limbal sering terlihat pada individu
usia lanjut. Penipisan dapat hanya ilusi yang disebabkan oleh arcus senilis,
namun penipisan sebenarnya juga dapat terjadi. Epitel kornea intak dan tidak
terdapat inflamasi, vaskularisasi, atau tendensi perforasi. Penglihatan jarang
terganggu dan tidak memerlukan terapi khusus

B. Pseudogerontoxon
Pseudogerontoxon adalah deposit lipid local di kornea perifer yang terjadi
pada pasien dengan riwayat penyakit alergi pada mata seperti VKC (vernal
keratokonjungtivitis). Kekeruhan ini tampak mirip secara klinis dengan arcus
kornea sehingga diberi nama pseudogerontoxon. Deposit lipid dalam
pseudogerontoxon dianggap terjadi sebagai akibat infiltrat limbal berkepanjangan
dan peningkatan permeabilitas limbal yang menyertai VKC (vernal
keratokonjungtivitis), sebaliknya pada arcus senilis terjadi peningkatan kadar
lipid serum di arcus kornea.
Sumber: Read SA, Swann PG. Unilateral pseudogerontoxon. Clin Exp Optom. 2009
Mar;92(2):150-3. doi: 10.1111/j.1444-0938.2008.00332.x. PMID: 19278464.

6. Koplikasi pasca operasi Katarak


A. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi
masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap
sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
B. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien
dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan
efusi suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain
membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok
yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi
katarak.
C. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
D. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi
katarak dengan pemakaian steroid topikal.1 Inflamasi yang menetap lebih dari 4
minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang
terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi
LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab
uveitis kronik.1 Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang
tertinggal dan LIO.
E. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran
penebalan retina pada pemeriksaan OCT. Patogenesis EMK adalah peningkatan
permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan
pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan
pasca bedah. EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1%
pasca fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus
dan uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5%
diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.
F. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan
<1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio
retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit
dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.
G. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang,
namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,
hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau
periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan
tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3
sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis
yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana
pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal
sikloplegik, dan topikal steroid.
H. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius.
Tanda dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema
kornea, penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai
hipopion. TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi
katarak, sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS
juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa
penyebab TASS adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat,
penggunaan pembersih enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath,
antibiotik, epinefrin yang diawetkan, alat singleuse yang digunakan berulang kali
saat pembedahan.16 Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan
steroid topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait TASS dapat
menyebabkan kerusakan parah jaringan intraokular, yang dapat mengakibatkan
kehilangan penglihatan.
I. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering.
Sebuah penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima
tahun pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak.
Mekanisme PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul
anterior lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior
lensa.1 Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type)
dan jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan.
PCO dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa
komplikasi prosedur laser ini seperti ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular
edema, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema kornea,
subluksasi LIO, dan endoftalmitis.
J. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah
topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA
meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan,
derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior
dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu
postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan.
H. Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi
LIO dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul
(ekstrakapsuler).1 Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua
haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO
ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis,
retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi
vitreoretina.21 Tatalaksana kasus ini adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.
Sumber : Prilly Astari, 2018. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi
Operasi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
CDK-269/ vol. 45 no. 10 th. 2018

7. CD Ratio normal
Untuk hasil pemeriksaan normal yang bisa dilihat adanya diskus optik
berbentuk bulat sedikit oval dengan warna pink karena adanya kapiler yang sangat
kecil. Tepi diskus harus tajam (tegas)dandibagiantengahada cekungan yangd disebut
physiologic cup. Perbandingan antara diskus dengan cup di tengahnya pada keadaan
normal berkisar antara 0.3-0.4 yang disebut cup disc ratio. Pembuluh darah retina
harus terlihat bercabang ke arah 4 kuadran retina.Hal yang paling penting untuk
dilihat adalah perbandingan ukuran antara Vena dan arteri adalah 3:2 dengan posisi
yang saling sejajar tidak bersilangan. Dengan tekstur halus tidak ada penggembungan
di bagian manapun. Retina normal akan berwarna orange kemerahan karena pigmen
yang dimiliki. Refleks makula terletak di temporal diskus optikus.

Sumber : I Wayan Eka Sutyawan I.W.E., dkk., 2017. Ilmu Kesehatan Mata.

Anda mungkin juga menyukai