Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai gudang

jamur terkemuka di dunia. Jamur-jamur yang telah dibudidayakan dan diperjual

belikan di pasaran adalah jamur merang, shitake, kuping dan jamur tiram,

hal ini dikarenakan jamur-jamur ini memiliki nilai gizi yang cukup tinggi,

dan bermanfaat untuk kesehatan serta bernilai ekonomi yang tinggi. Selain itu

jamur juga disukai oleh berbagai lapisan masyarakat Salah satu jamur yang

memiliki nilai gizi tinggi dan bermanfaat untuk kesehatan serta bernilai ekonomi

tinggi adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jamur tiram putih

mengandung protein 27%, lemak 2,2%, karbohidrat 56,6% (Ding, 2019).

Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas. Jamur

dapat tumbuh dengan mudah dibatang kayu atau tumpukan sampah organik.

Selain memiliki rasa yang enak, jamur juga bisa diolah menjadi obat. Kandungan

zat besi dan niasin dalam jamur tiram sangat berguna dalam pembentukan sel-

sel darah merah, kandungan polisakarida lentinan dalam jamur dipercaya mampu

menekan pertumbuhan sel-sel kanker khususnya kanker kolon. Jamur tiram

juga mengandung serat tinggi sehingga bermanfaat dalam menurunkan kepekatan

lemak dalam darah, mengeluarkan kolesterol, dan mencegah penyerapan berlebih

dari makan yang kita konsumsi (Setyowati, 2013).

1
2

Produksi jamur di Indonesia tahun 2011 adalah 43.000 ton, dengan jumlah

penduduk sebesar 437.737.582 jiwa, maka rerata konsumsi jamur Indonesia

adalah 0,197 kg per kapita per tahun. Peningkatan total produksi jamur tersebut

memperlihatkan bahwa jamur berpotensial untuk dikembangkan. Permintaan

jamur tiram yang semakin tinggi akan meningkatkan potensi jamur tiram untuk

dibudidayakan. Medium tumbuh jamur tiram yang digunakan pada umumnya

memanfaatkan limbah lignoselulosa yakni serbuk gergaji kayu sengon. Namun

tidak bisa dipungkiri keberadaan limbah kayu sengon akan menurun seiring

dengan populasi dan penggunaannya yang terbatas. Ampas tebu dan jerami padi

dapat digunakan sebagai bahan alternatif medium tanam dikarenakan jumlah

yang melimpah dan kaya akan kandungan lignoselulosa (Adawiyah, 2017).

Media yang biasa digunakan yaitu serbuk gergaji kayu sengon yang

mempunyai kandungan selulosa 49%, lignin 26,8%, pentosa 15,6%, abu 0,6% dan

silika 0,2%. Serbuk gergaji kayu jati merupakan limbah yang masih jarang

dimanfaatkan, dalam media budidaya jamur biasanya menggunakan serbuk

gergaji kayu sengon (Hapsari, 2015). Menurut Hapsari (2015) kandungan kimia

serbuk gergaji kayu jati adalah selulosa 60%, lignin 28% dan zat lain (termasuk

zat gula) 12%. Dinding sel tersusun sebagian besar oleh selulosa. Lignin adalah

suatu campuran zat–zat organik yang terdiri dari zat karbon, zat air, dan oksigen.

Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah, lebih tepatnya adalah

lapisan sebelah dalam dari butiran padi termasuk sebagian kecil endosperm

berpati.
3

Dalam budidaya jamur biasanya media tanam utamanya adalah serbuk

gergaji. Selain mudah didapat dan harganya relatif murah, serbuk gergaji

memiliki kandungan hemiselulosa, selulosa dan lignin yang cukup banyak. Bahan

media lain yang dapat digunakan untuk melengkapi kandungan unsur-unsur yang

dibutuhkan jamur adalah sabut kelapa, bekatul, kapur, tepung jagung, tepung

tapioka, sisa kapas, gips dan TSP. Serbuk gergaji adalah limbah penggergajian

kayu yang jumlahnya cukup melimpah serta penggunaannya belum optimal.

Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari serbuk kayu dan usaha mengurangi

pencemaran, serbuk kayu bisa dimanfaatkan sebagai media tanam dalam budidaya

jamur (Hadiyanti, dkk. 2020).

Serbuk kayu digunakan bahan dasar pembuatan media tanam (baglog)

yang mengandung karbohidrat, serat organik (selulosa, hemiselulosa) dan lignin

yang dibutuhkan jamur untuk tumbuh dan berkembang. Media tanam serbuk

kayu gergaji lebih banyak mengandung selulosa. Penggunaan media tanam

serbuk kayu gergaji sebagai media tumbuh memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pertumbuhan jamur tiram putih Pleurotus ostreatus (Wahidah, 2015).

Proses penggilingan padi biasanya menghasilkan limbah yang disebut

sekam. Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis, terdiri dari

belahan lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras

sekam akan terpisah dari penggilingan beras dan menjadi bahan sisa atau limbah

penggilingan (Hapsari, 2015). Sekam memiliki unsur N sebanyak 1% dan K 2%

yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman (Hapsari, 2015).


4

Sekam padi adalah bahan buangan dari limbah hasil penggilingan yang

umumnya dimusnahkan dengan cara dibakar. Limbah ini merupakan sumber

bahan baku berserat dengan komposisi utama 33%-44% selulosa, 19%-47%

lignin, 17%-26% hemiselulosa dan silika 13% (Suparti & Marfuah, 2015).

Penelitian Suparti & Marfuah (2015), tentang produksi jamur tiram putih pada

media campuran serbuk gergaji dan sekam padi, menunjukkan dengan

penambahan media sekam padi 25% dan 75% memberikan hasil yang optimal

produksi berat basah paling optimal yaitu 78,67gram.

Mengingat besarnya unsur-unsur yang dikandung sekam, maka sangat

perlu sekali pemanfaatannya kembali disektor pertanian. Disamping sebagai

sumber hara, sekam juga sebagai bahan organik yang dapat mengurangi absorpsi

P pada tanah, sebab sekam mengandung silika yang cukup tinggi, yang akan

mampu melepaskan phosfat. Jadi dengan penambahan media pada jamur tiram

putih akan memberikan nutrisi tambahan bagi jamur tiram putih. Kandungan

kimia sekam padi terdiri dari lignin dan selulosa dapat membantu pertumbuhan

jamur tiram yang mengandung mineral. Penggunaan limbah serbuk gergaji kayu

jati dan sekam padi ini membantu para petani jamur tiram untuk bertani jamur

tiram putih lebih ekonomis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Dengan Media Sekam dan Serbuk Kayu”.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus

ostreatus) dengan media sekam dan serbuk kayu.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui produktivitas jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus) dengan media sekam dan serbuk kayu.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah media sekam dan serbuk

kayu dapat meningkatkan produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam pengembangan

ilmu biologi.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Bireuen diharapakan dapat memberikan informasi

mengenai efesiensi usaha dan penyuluhan tentang pengembangan usaha

pertanian jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang efektif.

3. Bagi para pelaku usaha dan penyuluh pertanian dapat menambah pengetahuan

dan menjadi motivasi untuk membuat usaha pertanian (Pleurotus ostreatus).

dengan memanfaatkan potensi yang ada di Kabupaten Bireuen.


6

1.6 Definisi Operasional

1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dengan tudung

mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih

hingga krem. Permukaan tudung jamur tiram putih licin, agak berminyak saat

lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameternya mencapai 3-20 cm. Spora

berbentuk batang berukuran (8-11) x (3-4) µm. Miselium berwarna putih

dan bisa tumbuh dengan cepat (Lubis, 2020).

2. Sekam adalah merupakan limbah yang mengandung serat yang tinggi dengan

komposisi utama 33%-44% selulosa, 19%-47% lignin, 17%-26%

hemiselulosa dan 13% silika (Muchsin, 2017).

3. Serbuk kayu adalah limbah yang diperoleh dari hasil penggergajian kayu yang

menggunakan mesin maupun manual. Menurut Wahidah & Saputra (2016)

media tanam serbuk gergaji lebih banyak mengandung karbohidrat daripada

media tanam jerami. Karbohidrat tersusun atas 3 jenis unsur, yakni carbon,

hidrogen dan oksigen. Contoh senyawa karbohidrat adalah gula, pati dan

selulosa.
7

1.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tentang penggunaan media

serbuk kayu dan sekam untuk mengetahui produktivitas jamur putih

(Pleurotus ostreatus), maka dapat gambarkan kerangka pemikiran sebagai

berikut;

Jamur Tiram Putih


(Pleurotus Ostreatus)

Media Sekam Media Serbuk Kayu

Produktivitas
Jamur Tiram Putih
(Pleurotus Ostreatus)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

2.1.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp. Merupakan

salah satu jamur konsumsi yang bernilai tingi. Beberapa jenis jamur tiram yang

biasa dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia yaitu jamur tiram putih (P.

ostreatus), jamur tiram merah muda (P. flabellatus), jamur tiram abu-abu (P.

sajor caju), dan jamur tiram abalone (P. cystidiosus) (Ayu, 2016).

Jamur tiram putih merupakan anggota pleurotus yang paling banyak

dibudidayakan. Di jepang, jamur jenis ini disebut white mushroom. Memiliki

warna putih pada seluruh bagian tubuhnya. Jamur tiram juga memiliki tiram atau

tudung jamur dewasa dengan ukuran 2,8-7,9 cm. Permukaan tudung licin dan

berminyak. Jamur tiram putih merupkan jenis jamur tiram yang paling populer

dan tidak asing dilidah masyarakat. Tak heran jamur tiram putih sudah lumayan

mudah didapatkan di pasar tradisional dan supermarket (Lubis, 2020).

Di antara semua anggota Pleurotus, jamur tiram putih lebih banyak di

kenal. Sekujur tubuh buah berwarna putih karena sporanya tidak berwarna.

Permukaan tudung licin dan agak berminyak. Pada kondisi lembab, tepiannya

bergelombang. Rasanya enak, gurih, dan agak kenyal. Rasanya mirip daging

ayam. Ia tergolong mudah menyerap zat sehingga bila diberi bumbu, maka

rasanya pun mengikuti (Trubus, 2016).

8
9

Nama jamur tiram putih diberikan karena tudungnya berbentuk setengah

lingkaran mirip dengan cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung

dan berwarna putih hingga krem. Semakin dewasa warna tudung akan semakin

jelas. Tudung jamur tiram putih memiliki permukaan yang hampir licin dengan

diameter 5-20 cm. Bagian tepi tudung membulat mulus tetapi setelah dewasa

sedikit berlekuk dan pecah. Tudung bagian bawah berbentuk bilah (lamella) yang

beruang-ruang merupakan tempat terbentuknya spora (Achmad, 2011).

Menurut Achmad (2011) klasifikasi jamur tiram putih adalah sebagai

berikut:

Kerajaan : Fungi

Filum : Basidiomycota

Kelas : Homobasidiomycetes

Ordo : Agaricales

Famili : Tricholomataceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

2.1.2 Jenis-jenis Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Menurut Lubis (2020) jenis-jenis jamur tiram putih sebagai berikut;

1. Jamur tiram putih jenis florida

a. Memiliki bentuk menyerupai payung atau tudung. Pertumbuhannya

bergerombolan alias berkelompok. Namun, ada pula yang hanya tumbuh

sebagai tangkai tunggal.

b. Sirip lebih lebar dibanding jamur tiram jenis oystern.


10

c. Memiliki warna putih bersih. Kadang kala bisa berubah warna agak cokelat

atau kelabu. Hal ini biasanya disebabkan oleh cuaca. Udara siang yang terlalu

panas, lalu ketika disiram pada sore hari, air mengenai tubuh buah.

d. Memiliki kadar air optimal lebih tinggi dibanding jenis oystern. Jamur yang

memiliki kadar air optimum akan menghasil warna jamur putih bersih.

Namun, bila kadar air berlebihan, jamur tiram cepat mengalami kekuningan

hingga akhirnya membusuk.

e. Karakteristik panen dalam 100 hari pertama, tetapi cenderung baik dan stabil.

f. Jenis ini baik dijadikan sayuran, keripik jamur dan jamur goreng.

g. Mampu bertahan meskipun disimpan beberapa hari dalam lemari es.

2. Jamur tiram putih jenis oystern

a. Memiliki warna putih menyerupai terompet

b. Ketika berusia dua hari, jamur akan terlihat kecil dan berbentuk layaknya

tudung, tetapi setelah besar berubah layaknya terompet.

c. Sirip lebih halus dibanding jenis florida.

d. Kadar air lebih sedikit yang menyebabkan oystern relatif lebih kesat dibanding

jenis florida.

e. Memiliki karakteristik panen seperti jenis florida, tetapi kurang stabil. Pada

saat banyak, panen cenderung bersamaan tetapi langsung habis. Itulah

mengapa jenis ini kurang banyak dibudidayakan sebab pemasarannya lebih

sulit karena kestabilannya kurang permanen.

f. Jemur tiram ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai olahan, tetapi dijadikan

sayur juga enak.


11

2.1.3 Siklus Hidup Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Menurut Nurhakim (2018) siklus hidup jamur tiram, diawali dari spora,

hifa, miselia, primordia, menjadi tubuh buah dan menghasilkan spora. Siklus

hidup jamur tiram putih hampir sama dengan siklus hidup jamur dari keluarga

besar Agaricaceae lainnya. Tahap-tahap pertumbuhan jamur tiram adalah sebagai

berikut:

1. Spora

Tumpukan spora jamur tiram berwarna putih atau kekuningan. Berukuran

8-11 mikrometer X 4-5 mikrometer. Spora ini sebagai alat perkembangbiakan.

Spora mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang tidak

menguntungkan. Saat kondisi lingkungan tak menguntungkan, spora membentuk

kapsul dan tetap hidup. Spora ini akan aktif ketika kondisi lingkungan

memungkinkan untuk tumbuh. Pada saat itulah, spora akan berkecambah.

2. Hifa

Fase tumbuh ini diawali dari sejak spora jamur berkecambah, lalu

membentuk benang-benang berwarna hialin sampai putih. Tumbuh benang-

benang ini menjalar dan memanjang ke media tumbuh yang sudah tersedia nutrisi

untuk perkembangannya.

3. Miselia

Ini adalah fase pertumbuhan hifa yang intensif dan pesat. Pertumbuhan

hifa semakin memanjang, bercabang, dan saling tumpang tindih yang bisa

memenuhi media tumbuh. Tampak seperti massa benang kusut atau mirip
12

tumpukan kapas. Kita akan melihat seluruh bagian media tumbuh berwarna putih

layaknya salju menyelimuti gunung.

4. Primordia

Miselia tumbuh saling bersilangan, saling berkumpul, lalu membentuk

simpul-simpul, selanjutnya membentuk gumpalan kecil yang tersusun dari

kumpulan miselia. Kumpulan miselia ini yang nantinya berkembang jadi tubuh

buah dengan diameter tubuh buah sekitar 1 mm.

5. Tubuh buah

Primordia selanjutnya akan berkembang besar sehingga akan tampak jelas

bagian-bagian tubuh buah seperti tudung dan tangkainya. Tahap perkembangan

selanjutnya yaitu tumbuh dewasa dan menghasilkan spora. Nantinya spora ini

luruh, lalu diiringi tudung jamur layu. Tahap sampai layu ini butuh waktu 3-5 hari

sejak terbentuknya primordia.

Gambar-2.1: Siklus Hidup Jamur Tiram (Trubus, 2016)


13

2.1.4 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Menurut Raharjo (2010) syarat lingkungan yang dibutuhkan pertumbuhan

dan perkembangan jamur tiram antara lain ;

1. Air

a. Kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%

b. Apabila kondisi kering maka pertumbuhan akan terganggu atau berhenti

begitu pula sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi maka miselium akan

membusuk dan mati

c. Penyemprotan air dalam ruangan dapat dilakukan untuk mengatur suhu dan

kelembaban.

2. Suhu

a. Suhu inkubasi atau saat jamur tiram membentuk miselium dipertahankan

antara 60-70%

b. Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 – 22 º C

3. Kelembaban

a. Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium dipertahankan antara

60-70%

b. Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah dipertahankan antara 80-

90%

4. Cahaya

a. Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara langsung

b. Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux) bermanfaat

dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah.


14

c. Pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya

d. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur sekitar 200 lux

(10%)

5. Aerasi

Dua komponen penting dala udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur

yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur penting

dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksida menjadi karbondioksida.

Konsentrasi karbondioksida (CO2) yang terlalu banyak dalam kumbung

menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung jamur

konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%.

6. Tingkat Keasaman (pH)

Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh

jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH

optimum pada media tanam berkisar 6-7.

Derajat keasaman (pH) media tanam berpengaruh besar terhadap tumbuh

kembang jamur mulai dari tahap miselia sampai tahap produksi. Bila pH terlalu

rendah atau sebaliknya terlalu tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan miselia

terhambat. Lebih parah, media tanam terkontaminasi oleh jenis jamur lainnya.

Derajat kemasaman yang ideal sekitar 6-7. Pada tahap pertumbuhan miselia jamur

menghendaki pH neral sampai netral. Namun, pada tahap pembentukan primordia,

tubuh jamur tiram menyukai media tanam yang sedikit masam (Nurhakim, 2018).
15

2.1.5 Kandungan Nutrisi Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Dari hasil penelitian Departemen Sain, Kementrian Industri Thailand,

jamur tiram mengandung protein 5,94%, karbohidrat 50,59%; serat 1,56%; lemak

0,17%; dan abu 1,14%. Setiap 100 gram jamur tiram segar mengandung 45,65

kalori; 8,9 mg kalsium; 1,9 mg besi; 17 mg fosfor; 0,15 mg vitamin B-1; 0,75 mg

vitamin B-2; dan 12,4 mg vitamin C. Jamur tiram juga mengandung folic acid

yang cukup tinggi, konon mampu menyembuhkan anemia.

Jamur tiram mengandung karbohidrat sebesar 58%, lemak sebesar 1,6&

dan protein sebesar 27%. Protein jamur mengandung leusin, isoleusin, valin,

tripotofan, lisin, fenilalanin dan beberapa jenis asam amino lainnya yang penting

bagi tubuh dan vitamin B kompleks pada jamur tiram tergolong tinggi. (Achmad,

2011).

Selain karena rasanya yang enak, jamur tiram (khususnya jamur tiram

putih) banyak digemari karena dapat diolah menjadi beberapa masakan dan

camilan dan juga diyakini sebagai makanan yang menyehatkan. Dari segi gizinya,

jamur tiram termasuk bahan makanan yang tinggi protein, mengandung

berbagai mineral organik, dan rendah lemak. Kadar protein dalam jamur tiram

umumnya berkisar 20-40% berat kering sehingga lebih baik bila dibandingkan

sumber protesin lain seperti kedelai atau kacang-kacangan. Selain itu, protein

jamur mudah dicerna, dan banyak mengandung asam amino esensial yang

dibutuhkan tubuh manusia, khususnya bila lisin dan leusin. Mineral yang

terkandung dalam jamur tiram adalah mineral makro dan mikro seperti kalsium,
16

fosfor, natrium, kalium, magnesium, besi, copper, mangaan, dan seng yang

kesemuanya dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sumarsih, 2015).

Kandungan lemaknya yang rendah dengan komposisi lemak mayoritas

(72-85% dari total lemak) yang terdiri atas asam lemak tidak jenuh membuat

jamur tiram cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang diet. Lemak jamur

terutama terdiri senyawa asam linoleat. Kandungan asam linoleat yang tinggi

inilah yang menjadikan jamur tiram sebagai makanan yang menyehatkan. Jamur

juga mengandung sejumlah karbohidrat, serat, dan beberapa vitamin, terutama

vitamin B kompleks dan vitamin C (Sumarsih, 2015).

Tabel-2.1. Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

No Komposisi Tiram Putih


(Pluerotus ostreatus)
1 Protein(% bk) 15,7
2 Lemak (% bk) 2,66
3 Karbohidrat (% bk) 64,1
4 Serat (% bk) 39,8
5 Abu (% bk) 7,04
6 Kalori (Kcal/100 g) 345
7 Asam Askorbat (mg/100 g bk) tdi
Keterangan; bk = berat kering, Kcal = kilo kalori, tdi = tidak diinformasikan
Sumber : Sumarsih (2015)

2.1.6 Tahap Budidaya Jamur Tiram Putih (Pluerotus ostreatus)

Menurut Sunarmi (2010) tahapan dalam budi daya jamur tiram di

antaranya adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan media tanam

Media tanam yang bisa digunakan sebagai media tumbuh jamur tiram

adalah kombinasi dari erbuk gergaji kayu (80%), bekatul (10-15%), kapur

CaCO3 (3%), dan air secukupnya (kandungan 40-60%).


17

Untuk membuat 100 kg media jamur tiram, dibutuhkan 80 kg serbuk

gergaji kayu, 10-15 kg bekatul, dan 3 kg kapur. Semua bahan tersebut diaduk

hingga rata dan ditambahkan air sekitar 60%. Adukan yang baik ditandai

dengan kondisi media yang bila digenggam tidak keluar airnya dan ketika

dilepas tidak pecah. Jumlah tersebut dapat digunakan untuk sekitar 100

baglog.

2. Fermentasi

Fermentasi media tanam penting dilakukan sebelum media digunakan

untuk menanam jamur, yakni dengan cara didiamkan selama 5-10 hari atau

disesuaikan dengan kondisi bahan. Tujuannya adalah agar terjadi proses

pelapukan/pengomposan pada media. Selama proses fermentasi, suhu media

akan meningkat hingga mencapai 700 C dan selama itu pula dilakukan

pembalikan media setiap harinya agar proses pelapukan bisa merata di semua

bagian media. Selain mempercepat pelapukan, fermentasi juga bertujuan

untuk mematikan jamur liar yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur

tiram. Media yang siap digunakan ditandai dengan berubahnya warna media

menjadi cokelat atau kehitaman.

3. Sterilisasi

Media tanam yang telah difermentasi dapat dimasukkan ke dalam

kantong plastik jenis polipropilen. Media tersebut kemudian dipadatkan

hingga berbentuk seperti botol (baglog). Selanjutnya, pada bagian atas plastik

(leher kantong plastik) dipasang ring, disumbat menggunakan kapas, dan


18

dipasang penutup baglog agar air tidak masuk ke dalam kantong pada saat

pengukusan.

Setelah baglog siap, proses sterilisasi dapat dilakukan, yakni dengan

cara mengukusnya. Wadah pengukus paling sederhana yang dapat digunakan

adalah drum. Satu drum dapat memuat sekitar 60 baglog. Prinsip kerja

sterilisasi adalah memanfaatkan panas uap air pada suhu 95-110 0 C dalam

waktu 8-10 jam. Ketika suhu pengukusan telah mencapai 1000 C, pertahankan

selama 5 jam. Biasanya, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 100 0 C

adalah 3 jam, tergantung dari kestabilan api di tungku. Selanjutnya, wadah

pengukus dibuka dan didiamkan selama lima jam agar suhu media tanam

dalam baglog kembali normal.

4. Inokulasi

Baglog yang telah disterilisasi sebaiknya dipindahkan ke tempat

inokulasi dan didiamkan selama 24 jam untuk mengembalikannya ke suhu

normal. Ruangan inokulasi harus dalam keadaan steril dan memiliki sirkulasi

udara yang baik. Hal ini penting untuk meminimalisir tercemarnya baglog dari

spora patogen atau bakteri. Berikut tahap-tahap pengisian bibit ke baglog.

a. Ambil botol bibit F3, lalu semprotkan alkohol ke botol tersebut. Panaskan

sebentar mulut botol di atas api spiritus hingga sebagian kapas terbakar,

lalu matikan api yang membakar kapas.

b. Setelah kapas penyumbat botol bibit dibuka, aduk-aduk menggunakan

kawat yang sudah disterilkan di atas api.


19

c. Masukkan bibit dari botol ke baglog hingga leher baglog penuh, lalu tutup

kembali dengan kapas. Setiap baglog diisi sekitar 10 g bibit.

5. Inkubasi

Inkubasi atau pemeraman bertujuan agar bibit yang telah diinokulasi

segera ditumbuhi miselium. Untuk menunjang pertumbuhan miselium pada

jamur tiram. Idealnya ruang inkubasi memiliki suhu 24-290 C, kelembapan 90-

100%, cahaya 500-1.000 lux, dan sirkulasi udara 1-2 jam. Setelah 15-30 hari

masa inkubasi, biasanya miselium sudah tumbuh hingga separuh bagian

baglog. Bila miselium telah memenuhi baglog, pertanda baglog siap

dipindahkan ke rumah kumbung untuk dibudidayakan hingga proses

pemanenan. Namun, bila dalam waktu 1 bulan dari masa inkubasi baglog

tidak ditumbhi miselium, berarti proses inokulasi yang dilakukan tidak

berhasil.

6. Budi daya di rumah kumbung

Bila baglog yang telah dipindahkan ke rumah kumbung telah dipenuhi

miselium, lakukan pelubangan pada ujung baglog, yakni dengan

menggunakan silet yang telah disterilkan. Lubang tersebut nantinya akan

menjadi tempat pertumbuhan tubuh buah jamur tiram.

Bila bibit jamur tiram yang dibeli adalah bibit F4, Anda tidak perlu

lagi melakukan tahapan penyiapan media hingga masa inkubasi karena bibit

F4 dalam baglog bisa langsung ditempatkan di rumah kumbung. Biasanya,

tubuh buah jamur akan terbentuk setelah 1-2 bulan dari penempatan baglog di

rumah kumbung.
20

Tabel-2.2: Paramater Yang Perlu Diperhatikan Dalam Budi Daya Jamur


Tiram

Pembentukan Pembentukan Tubuh


Parameter
Primordia Buah
Temperatur (0C) 21-27 21-28
Kelembapan (%) 90-100 90-95
Waktu tumbuh (hari) 3-5 3-5
Cahaya (lux) 500-1.000 500-1.000
Sirkulasi udara (jam) 4-8
Sumber : Sunarmi (2010).

2.2 Media Sekam Padi

Sekam merupakan limbah yang mengandung serat yang tinggi dengan

komposisi utama 33%-44% selulosa, 19%-47% lignin, 17%-26% hemiselulosa

dan 13% silika (Sipuhantar dalam Muchsin, 2017). Komposisi sekam tersebut

dapat digunakan sebagai campuran media tumbuh jamur tiram putih. Karena

jamur tiram putih memerlukan serat dalam proses tumbuh kembangnya (Muchsin,

2017).

Pemanfaatan limbah pertanian sekam padi dapat digunakan sebagai

susbtrat tambahan yang mengandung unsur hara. Sekam memiliki unsur N

sebanyak 1% dan K 2% yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman

(Rosnina, dkk. 2017). Menurut Suparti dan Marfuah dalam Muchsin (2017)

penambahan sekam 15% kedalam media baglog mampu meningkatkan rata-rata

jumlah badan buah dan rata-rata bobot segar jamur tiram putih. Sehingga dengan

menggunakan sekam padi sebagai campuran media diharapkan dapat

memperkecil kebutuhan serbuk gergaji yang diperlukan petani dalam pembuatan

baglog.
21

2.3 Media Serbuk Kayu

Penggunaan media serbuk gergaji cukup praktis, penyediaannya mudah,

harganya murah, dan mengandung sumber nutrisi yang relatif lebih baik

dibandingkan dengan media lain. Khusus untuk jamur, tumbuh pada kayu atau

serbuk kayu dari tanaman bercabang (dikotil), bertajuk rimbun, berkayu lunak,

berumur lebih dari 10 tahun, dan bukan jenis kayu yang mengandung minyak

seperti pinus. Jamur shiitake tumbuh optimal pada beberapa jenis kayu tertentu,

sehingga serbuk kayu yang digunakan sebagai media tumbuh pada pembiakan

ataupun pemeliharaan jamur tiram sebaiknya dipilih dari penggergajian kayu

tertentu (Widyastuti, 2008). Menurut Wahidah & Saputra (2016) media tanam

serbuk gergaji lebih banyak mengandung karbohidrat daripada media tanam

jerami. Karbohidrat tersusun atas 3 jenis unsur, yakni carbon, hidrogen dan

oksigen. Contoh senyawa karbohidrat adalah gula, pati dan selulosa.

Serbuk kayu digunakan bahan dasar pembuatan media tanam (baglog)

yang mengandung karbohidrat, serat organik (selulosa, hemiselulosa) dan lignin

yang dibutuhkan jamur untuk tumbuh dan berkembang. Media tanam serbuk

kayu gergaji lebih banyak mengandung selulosa. Penggunaan media tanam

serbuk kayu gergaji sebagai media tumbuh memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pertumbuhan jamur tiram putih Pleurotus ostreatus (Wahidah & Saputra,

2016).

Saat ini sebagian besar petani jamur menggunakan serbuk gergaji kayu

sebagai substrat utama, selain harganya yang terjangkau serbuk gergaji juga

mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang baik untuk pertumbuhan


22

jamur tiram putih (Muchsin, 2017). Menurut Muchsin (2017) penggunaan

substrat serbuk gergaji kayu alabsia + bekatul 5% dapat menaikkan bobot segar

jamur tiram putih. Namun, akan menjadi masalah apabila serbuk gergaji mulai

langka yang disebabkan karena berkurangnya potensi hutan dan pemanfaatan

hutan mulai dibatasi. Sehingga perlu dicari bahan alternatif yang dapat

mengurangi kebutuhan serbuk gergaji.

Serbuk gergaji dikeringkan dan diayak, kemudian dicampur dengan

bahan-bahan lainnya. Bila ditambah sukrose, sebaiknya dilarutkan dalam air

dan disemprotkan ke dalam bahan dan dibasahi. Untuk mengetahui bahwa

kadar airnya 65%, serbuk gergaji digenggam tangan. Bila serbuk dilepaskan dan

pecah berantakan, berarti masih kering dan perlu ditambah air lagi. Bila

genggaman dibuka dan serbuk bisa menggumpal berarti kadar airnya cukup, dan

bila menetes berarti kadar airnya berlebihan. Bahkan adukan tadi dimasukkan

ke dalam kantong plastik tebal (jenis polypropilene) atau ke dalam botol dan

dipadatkan. Bagian atas kantong plastik diberi cincin dari bambu atau plastik

tempat lubang untuk inokulasi (Widyastuti, 2008).

Kayu atau serbuk gergajian yang paling baik digunakan sebagai media

tanam : kayu harus steril, yakni tidak mengandung pestisida atau bahan beracun

lainnya. Karena itu, jangan digunakan kayu awetan. Pilih serbuk gergajian dari

jenis kayu yang tidak terlalu keras, misalkan kayu sengon. Formula media tanam

jamur berupa serbuk gergaji 800 g, bekatul 170 g, molase10 g, ekstrak yeast 15 g,

CaCO3 2 g, kelembapan 60-65%, pH 5-5,5 (Widyastuti, 2008).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Usaha Budidaya Jamur Tiram

Putih Desa Ulee Pusong Kecamatan Kutablang Kabupaten Bireuen. Penelitian

dimulai bulan Desember 2020.

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan dalam peneliti ini adalah

penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Sugiyono (2012)

bahwa pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada

filsafat positivisme untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengambilan

sampel secara random dengan pengumpulan data menggunakan instrumen,

analisis data bersifat statistik.

3.3 Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen yakni

melakukan penelitian langsung terhadap seperangkat percobaan yang dilakukan

berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh dan menguji hipotesis

yang telah diajukan (Sugiyono, 2012). Penelitian ini merupakan eksperimen

murni yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial, 4x4

kombinasi atau 16 kombinasi dengan jumlah ulangan sebanyak 4, sehingga

diperoleh jumlah perlakukan sebanyak 96 unit percobaan (baglog). Adapun faktor

diuji coba yaitu :.

23
24

Faktor I : Media Sekam (S) yang terdiri dari 4 (empat) taraf

S0 = 0 gram/baglog

S1 = 150 gram/baglog

S2 = 300 gram/baglog

S3 = 450 gram/baglog

Faktor II : Serbuk Kayu (K) terdiri dari 4 (empat) taraf yaitu:

K0 = 600 gram

K1 = 450 gram/baglog

K2 = 300 gram/baglog

K3 = 150 gram/baglog

Menurut Hanafiah (2012) rumus untuk menentukan jumlah ulangan yaitu

sebagai berikut;

(t-1) (r-1) > 15

(4-1) (r-1) > 15

3 (r-1) > 15

3r - 3 > 15

3r = 15 + 3

3r = 18

r=6
25

Tabel-3.1 Rancangan Faktorial Acak Kelompok

Faktor B Faktor A (Serbuk Kayu)


(Sekam) K0 K1 K2 K3
S0K01 S0K1 1
S0K21 S0K31
S0K02 S0K1 2
S0K22 S0K32
S0K03 S0K13 S0K23 S0K33
S0
S0K04 S0K1 4
S0K24 S0K34
S0K05 S0K1 5
S0K25 S0K35
S0K06 S0K16 S0K26 S0K36
S1K01 S1K1 1
S1K21 S1K31
S1K02 S1K12 S1K22 S1K32
S1K03 S1K1 3
S1K23 S1K33
S1
S1K04 S1K14 S1K24 S1K34
S1K05 S1K1 5
S1K25 S1K35
S1K06 S1K16 S1K26 S1K36
S2K01 S2K1 1
S2K21 S2K31
S2K02 S2K12 S2K22 S2K32
S2K03 S2K1 3
S2K23 S2K33
S2
S2K04 S2K14 S2K24 S2K34
S2K05 S2K1 5
S2K25 S2K35
S2K06 S2K16 S2K26 S2K36
S3K01 S3K1 1
S3K21 S3K31
S3K02 S3K12 S3K22 S3K32
S3K03 S3K1 3
S3K23 S3K33
S3
S3K04 S3K1 4
S3K24 S3K34
S3K05 S3K15 S3K25 S3K35
S3K06 S3K1 6
S3K26 S3K36

Tabel-3.2 Komposisi Baglog Berdasarkan Perlakuan

Bahan Baku Perlakuan


P0 P1 P2 P3
Sekam 0 150 gr 300 gr 450 gr
Serbuk Kayu 600 gr 450 gr 300 gr 150 gr
Kaptan 50 gr 50 gr 50 gr 50 gr
Dedak 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
Tepung Jagung 250 gr 250 gr 250 gr 250 gr
Total 1000 gr 1000 gr 1000 gr 1000 gr
26

3.4 Parameter Penelitian

1. Jumlah jamur tiram putih

Jumlah tubuh buah jamur tiram putih diukur dengan menjumlahkan setiap

jumlah tubuh buah pada baglog.

2. Diameter jamur tiram putih (cm)

Tubuh buah jamur tiram putih diukur dengan menggunakan penggaris,

dengan arah horizontal dari titik tumbuh.

3. Berat basah jamur tiram putih (g)

Jamur tiram putih yang telah dipanen akan langsung ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik untuk menghitung berat basah jamur

tiram putih.

4. Berat kering jamur tiram putih (g)

Sebelum dikeringkan, jamur tiram yang baru dipanen dibersihkan dari

debu dan kotoran. Kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan

temperatur 45-600C hingga beratnya konstan. Setelah di oven, jamur tiram

putih ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik untuk menentukan

berat keringnya.

5. Kadar air jamur tiram putih (%)

Kadar air jamur tiram putih, dapat dihitung setelah menimbang berat basah

(berat awal) dan berat yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven

hingga beratnya konstan (berat akhir), untuk menghitung kadar air, digunakan

rumus:

A−B
Kadar air (%) = x 100
A
27

Keterangan:

A = Berat Basah / Berat Awal (g)

B = Berat Kering / Berat Akhir (g)

3.5 Instrumen Penelitian

Perlakuan dan perawatan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada

objek penelitian dalam penelitian ini. Perlakuan dan perawatan dilakukan dengan

tujuan untuk mendapatkan data tentang produktivitas jamur tiram putih

menggunakan media sekam dan serbuk kayu. Pengambilan data pada penelitian

ini membutuhkan suatu formatan pengambilan data untuk memperoleh data hasil

observasi produktivitas jamur tiram putih. Adapun bahan dan alat dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media, serbuk kayu,

sekam padi, pupuk TSP, dedak, tepung jagung, spora, jamur tiram putih, air

(aqua), spiritus, kapur dan alkohol 70%.

2. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Plastik tahan panas PP

(ukuran 20 x 30 cm), cincin penutup bag log (terbuat dari paralon) diameter 1

inch panjang 2,5 cm, karet gelang, kapas, autoklaf, pisau/parang, sarung

tangan, talenan, lampu bunsen, pinset, timbangan, penggaris, gunting,

alumunium foil, drum pengukus, timbangan, termometer, corong, kamera dan

alat tulis.
28

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara

langsung objek yang diteliti yaitu jamur tiram putih. Data pengamatan yang

dikumpulkan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Waktu panen setiap baglog (hari setelah tanam)

2. Jumlah tubuh buah jamur setiap baglog

3. Diameter tubuh buah jamur (cm) setiap baglog

4. Berat tubuh buah basah (gram) setiap baglog

5. Berat tubuh buah kering (gram) setiap baglog

6. Kadar air jamur tiram putih (%)

3.7 Teknik Analisa Data

Analisis data menggunakan sidik ragam Analysis of Variance (ANOVA).

Bila berpengaruh dilanjutkan uji BNT. Penanaman dilakukan di dalam polibag

yang ditambah dengan sekam padi dan serbuk kayu dengan komposisi sesuai

perlakuan. Model Umum Matematika, Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola

faktorial adalah sebagai berikut:

Yіјк = μ + αі = + βј + (αβ)іј + εіјк

Dimana:

Yіјк : Nilai pengamatan untuk level A dan B pada perlakukan I dan J


yang mendapatkan ulangan k.
μ : Nilai tengan (rataan) umum.
αі : Pengaruh persentase sekam padi
βј : Pengaruh persentase serbuk kayu
29

(αβ)іј : Pengaruh interaksi persentase sekam padi dan persentase serbuk


kayu
εijk : Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan kombinasi dan
pengulangan

3.8 Langkah-langkah Penelitian

1. Prosedur Penyiapan Media Sekam dan Serbuk Kayu

a. Sekam dan serbuk kayu yang sudah dikumpulkan masing-masing dimasukkan

dalam karung dan diikat.

b. Sekam dan serbuk kayu direndam dalam bak besar yang telah berisi air selama

24 jam.

c. Sekam dan serbuk kayu dikomposkan dengan mencampur bahan tambahan

yaitu kapur pertanian (kaptan) 200 gr, tepung jagung 400 gr, dedak 250 gr

dan gips 200 gr selama 2 hari.

d. Kemudian sekam padi/serbuk kayu dimasukkan ke dalam kantong plastik

pp tahan panas berukuran 20 cm x30 cm sampai cukup padat sehingga

beratnya berkisar 1000 gram.

e. Baglog yang telah media tumbuh diberilarutan pupuk TSP sesuai dengan

taraf perlakuan yaitu masing-masingsebanyak 500ml per baglog. Perendaman

dilakukan selama satu hari secara bersamaan.

f. Kantung plastik berisi substrat tanam ditegakkan dengan bagian kantong

plastik yang terbuka menghadap keatas. Kemudian baglog dibiarkan selama

24 jam.
30

g. Setelah perendaman selesai, kantong plastik dipasangi cincin yang terbuat

dari pipa paralon berdiameter 2,5 cm dan ditutup dengan potongan kapas

dan diikat dengan karet gelang sehingga menjadi baglog.

2. Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan

mikroba seperti bakteri, jamur, dan protozoa yang dapat mengganggu

pertumbuhan jamur yang akan ditanam. Sebelum digunakan, media pertumbuhan

jamur tiram putih harus dilakukan sterilisasi agar media tersebut bebas dari

mikroba dan jamur lain yang tidak diinginkan. Sterilisasi dilakukan menggunakan

pengukusan di dalam drum pengukus selama 8 jam, setelah disterilkan media

didinginkan selama 24 jam.

3. Inokulasi kedalam Baglog dan Pemeliharaan

a. Baglog diinokulasi secara aseptis dengan memasukkan bibit jamur sebanyak

tiga sendok, kemudian baglog ditutup dengan kertas koran yang sudah

diberi ring.

b. Baglog yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi selama 20-50 hari dengan

suhu 22-280C.

c. Jika seluruh permukaan bagian dalam semua Baglog sudah rata ditumbuhi

oleh miselium, maka dilakukan pemeliharaan di ruangan pemeliharaan dengan

cara membuka cincin paralon sehingga kantong plastik terbuka lebar.

d. Setiap pagi dan sore hari semua baglog disemprot dengan air hingga sampai

waktu panen .

e. Panen badan buah dilakukan 3-4 hari setelah munculnya tunas.


31

3.9 Diagram Alur Penelitian

Penyiapan Pencampuran Formula Terdiri dari:


Bahan Formula Kaptan 50 gr
Tepung jagung 250 gr
Dedak 150 gr
Pengomposan

Sterilisasi/ Pembungkusan
Pasteurisasi Baglog

Inokulasi Inkubasi Perlakuan;


Serbuk Kayu;
600gr, 450gr, 300gr,
150gr
Penumbuhan
Media Sekam;
0gr, 150gr, 300gr, 450gr
TSP 500 ml/baglog
Air Penyiraman Pemeliharaan Penyiraman dengan air
bersih (kontrol)

Panen

Produktivitas;
Jumlah jamur tiram putih
Diameter jamur tiram putih
Berat Basah
Berat Kering
Kadar air

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian


32

FOTO KEGIATAN STUDI PENDAHULUAN

Gambar 1. Sekam dan serbuk kayu Gambar 2. Pencampuran sekam dan


yang sudah dihaluskan serbuk kayu yang sudah disiram

Gambar 3. Pengisian Baglog Gambar 4. Proses Sterilisasi

Gambar 5. Sekam 350 : Serbuk kayu 250


Gambar 6. Sekam 150 : Serbuk Kayu 450
33

Gambar 7. Sekam 150 : Serbuk kayu 450 Gambar 8. Sekam 300: Serbuk kayu 300

Gambar 9. Sekam 250 : Serbuk kayu 350 Gambar 10. Baglog Kontrol

Anda mungkin juga menyukai