iv
3.1 Data Perencanaan .......................................................................... 21
4.6 Superelevasi................................................................................... 25
v
4.15.3 Analisa.................................................................................... 36
4.16.3 Analisa.................................................................................... 39
4.17.3 Analisa.................................................................................... 41
vi
5.2.1 Landai Minimum.................................................................... 46
vii
6.1 Pengertian Volume ........................................................................ 73
viii
8.2 Perhitungan Kebutuhan Gardu ................................................... 124
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2-1 Kondisi Tata Guna Lahan Kab.Bogor ...................................................... 18
Tabel 4.4-1 Panjang Bagian Lurus Maksimum ........................................................... 24
Tabel 4.5-1 Panjang Tikungan Minimum .................................................................... 25
Tabel 4.6-1 Superelevasi Maksimum .......................................................................... 26
Tabel 4.7-1 Koefisien Gesek Maksimum Berdasarkan Vr .......................................... 26
Tabel 4.7-2 Panjang Jari-Jari Maksimum .................................................................... 27
Tabel 4.11-1 Jarak Pandang Henti Minimum dengan Kelandaian .............................. 33
Tabel 5.2-1 Kelandaian Maksimum ............................................................................. 47
Tabel 5.8-1 Tinggi Titik Lengkung Vertikal ............................................................... 53
Tabel 5.8-2 Penentuan Jenis Lengkung Vertikal ......................................................... 54
Tabel 6.4-1 Hasil Perhitungan Volume Galian Timbunan Bruto ................................ 81
Tabel 6.4-2 Hasil Perhitungan Volume Galian dan Timbunan Netto .......................... 83
Tabel 7.1-1 Rambu Lalu Lintas Arah Bogor ............................................................... 95
Tabel 7.1-2 Rambu Lalu Lintas Arah Dramaga......................................................... 103
Tabel 7.2-1 Marka Jalan ............................................................................................ 106
Tabel 7.3-1 Peletakan Penerangan Jalan .................................................................... 108
Tabel 7.3-2 Jenis lampu penerangan jalan secara umum menurut karakteristik dan
penggunaannya .......................................................................................................... 109
Tabel 7.3-3 Kualitas Pencahayaan Normal ................................................................ 110
Tabel 7.3-4 Persyaratan Perencanaan Dan Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan
.................................................................................................................................... 111
Tabel 7.3-5 Ketentuan Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan Yang Disarankan ... 111
Tabel 7.3-6 Perhitungan Syarat Perletakan Penerangan Jalan ................................... 112
Tabel 7.3-7 Perbandingan Asumsi Lampu terhadap Syaratt SNI 7391 tahun 2008 .. 112
Tabel 8.1-1 Perbedaan Sistem Terbuka dan Tertutup ................................................ 119
Tabel 8.2-2 LHR Jalan Bogor-Dramaga .................................................................... 126
Tabel 8.2-3 Data Masukan ......................................................................................... 126
Tabel 8.2-4 Perhitungan Kebutuhan Gardu ............................................................... 126
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB I
PENDAHULUAN
11
lintas, dan ekonomi financial.
• Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan dan kerugian yang dialami
disekitar daerah pembangunan sehubungan dari pembangunan jalan tol
tersebut.
• Untuk mengetahui rancangan geometrik dan struktur yang digunakan dalam
pembangunan jalan tol tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam pembangunan jalan tol harus memenuhi beberapa aspek standar dalam
pembangunan jalan tol, maka Berdasarkan latar belakang diatas maka
dirumuskan suatu pokok perumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana proses dalam perencanaan geometrik dalam pembangunan Jalan
Tol?
1.4 Batasan Masalah :
Perencanaan geometrik ini harus didesign sesuai dengan kriteria sebgai berikut
:
1. Memenuhi standar fungsi, kapasitas jalan harus sesuai dengan fungsi jalan.
2. Memenuhi standar geometrik jalan tol yang berlaku
3. Memenuhi studi kelayakan baik itu dari segi teknis, ekonomi ataupun
finansial.
4. Pada perencanaan geometrik jalan maka harus sesuai dengan standar
1.5 Manfaat
1. Manfaat secara teoritis perencanaan geometrik jalan tol ini secara teoritis
diharapkan dapat menjadi sumbangan akademik yang dijadikan dasar
pengembangan khasanah keilmuan dalam kajian ilmu pendidikan, khususnya
terkait dengan ilmu ketekniksipilan.
2. Manfaat secara praktis perencanaan geometrik jalan tol ini secara praktis
diharapkan dapat menjadi literatur atau rujukan yang mampu memberikan
konstribusi bagi para enginner di seluruh Indonesia yang tertarik tentang
perkembangan kajian ilmu ketekniksipilan.
1.6 Metodologi Pelaksanaan
Didalam perencanaan konstruksi Jalan Tol Bogor - Dramaga terdapat beberapa
metode-metode penelitian antara lain :
a. Pendekatan Penulisan
12
Berdasarkan tujuan, penulisan ini merupakan tipe penulisan
eksploratif, yang bertujuan mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat
pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Dalam metode studi
penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif, yang akan digunakan
untuk menganalisis permasalahan pembangunan Jalan Tol Bogor -
Dramaga, serta untuk menganalisis pertumbuhan regional dan lalu lintas
dalam pembangunan Jalan Tol Bogor - Dramaga. Meskipun penekanan
dalam penelitian akan diberikan pada data-data kuantitatif, namun peneliti
juga mempertimbangkan penggunaan data-data kualitatif secara terbatas
sebagai data pendukung. Kajian ini akan menghasilkan analisa ekonomi dan
financial dalam pembangunan Jalan Tol Bogor - Dramaga.
b. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data-
data pustaka menyangkut kondisi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat di
wilayah studi, literature dan kumpulan data-data Pemda di wilayah studi
mengenai RTRW, PDRB, LHRT. Sedangkan pengumpulan data primer
dilakukan dengan melakukan pengumpulan data lapangan melalui
instrumen survei, teknik observasi yang melihat secara langsung kondisi
masyarakat, serta teknik wawancara mendalam, untuk mendapatkan
informasi yang mendetail dari informan informan kunci yang kompeten.
c. Teknik Perangkat Lunak
Pembuatan preliminary design dengan menggunakan Civil Design,
perangkat yang membantu dalam membuat trase jalan yang akan di bangun
dan Auto Cad, perangkat untuk melakukan penggambaran detail desain
konstruksi.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan perencanaan konstruksi Jalan Tol Bogor - Dramaga
ini dibagi ke dalam beberapa sub-bab antara lain :
• KATA PENGANTAR
• LEMBAR PENGESAHAN
• DAFTAR ISI
• DAFTAR TABEL
• DAFTAR GAMBAR
13
• BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, dan
metodologi penulisan.
• BAB II TINJAUAN WILAYAH STUDI
Berisikan tentang data teknis, yaitu letak geografis , topografi, geologi,
hidrologi,dan tata guna lahan wilayah studi.
• BAB III DATA GEOMETRIK JALAN
Berisikan tentang data mengenai perencanaan jalan tol tersebut.
• BAB IV PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL
Berisikan tentang perhitungan alinyemen horizontal pada jalan yang telah
direncanakan.
• BAB V PERHITUNGAN ALINYEMEN VERTIKAL
Berisikan perhitungan alinyemen vertikal pada jalan yang telah di
rencanakan sebelumnya.
• BAB VI PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN
Berisikan tentang perhitungan geometrik interchange pada jalan tol yang
direncanakan.
• BAB VII PERENCANAAN RAMBU, MARKA DAN PENERANGAN
Berisikan tentang perhitungan rambu dan marka jalan yang dibutuhkan
oleh jalan yang telah direncanakan.
• BAB VIII PERENCANAAN GERBANG TOL DAN UTILITASNYA
• BAB IX PENUTUP
• LAMPIRAN
• DAFTAR PUSTAKA
• LEMBAR ASISTENSI
14
BAB II
TINJAUAN WILAYAH STUDI
15
2.2.2 Keadaan Geografis
Dramaga adalah sebuah kecamatan di Kabupaten.
Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Dramaga
merupakan pemekaran dari Ciomas, Bogor. Sebelumnya Dramaga
merupakan wilayah kemantren ketika masih tergabung dalam
kecamatan Ciomas. Terletak di bagian barat dari kota, tepatnya sekitar
8 km dari pusat Kota Bogor. Wilayah Dramaga merupakan sentra
produksi manisan basah dan kering, baik itu dari buah-buahan maupun
dari bahan sayuran.
Di Dramaga sendiri terdapat beberapa kampus pendidikan
seperti Institut Pertanian Bogor yang kini kampus utamanya (Kampus
Dramaga) berada di wilayah Dramaga. Lalu ada juga Sekolah Tinggi
Ekonomi Islam (STEI) Tazkia.
Dramaga sebagai pintu masuk ke sebelah barat Kabupaten
Bogor menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, salah satu
indikator sebuah kawasan sedang berkembang adalah sering terjadi
kemacetan di daerah ini. Selain itu di Dramaga pun banyak berdiri
kompleks perumahan. Fasilitas umum lainnya yang juga telah berdiri
yaitu sarana kesehatan seperti Rumah Sakit Medika
Dramaga dan Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi. Di kecamatan ini
terdapat tempat tinggal mantan Bupati Bogor yaitu Drs. H. Rachmat
Yasin, MM.
2.2.3 Klimatologi dan Hidrologi
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi
rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jarak dari pantai.
Pada tahun 2014 suhu udara di Kabupaten Bogor rata-rata berkisar
antara 22,7°C sampai 31,60C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan
September yaitu 36,0°C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada
bulan September dengan suhu sebesar 19,2°C.
2.2.4 Geologis
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang identik dengan sektor
pertanian. Topografi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu
berupa daerah pegunungan di bagian selatan hingga daerah dataran
16
rendah di sebelah utara, daerah dataran rendah industri di sebelah timur
dan daerah pegunungan, perkebunan dan pertanian di sebelah barat.
Fungsi lahan di Kabupaten Bogor tidak hanya di jadikan sebagai
pemukiman dan industri, tetapi juga masih banyak potensi lahan yang
digunakan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan
kehutanan. Umumnya struktur tanah di wilayah Kabupaten Bogor
terdiri dari tanah regosol dan tanah latosol dengan curah hujan antara
2500 sampai 5000 mm per tahun. Di Kabupaten Bogor terdapat enam
Daerah Aliran Sungai (DAS) besar yang memiliki cabang-cabang yang
sangat banyak hingga 339 cabang, yaitu meliputi Daerah Aliran Sungai
Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS
Angke dan DAS Citarum.
2.2.5 Kondisi Tata Guna Lahan
Berdasarkan luasan masing-masing penggunaan lahan di
Kabupaten Bogor, dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di
Kabupaten Bogor digunakan sebagai areal persawahan (sawah irigasi +
sawah tadah hujan), perkebunan campuran dan hutan. Dari Tabel dapat
diketahui bahwa Kabupaten Bogor memiliki areal persawahan kurang
lebih seluas 65.000 ha. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Bogor
masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian
yang ada di wilayahnya. Berkembangnya sektor pertanian ini
disebabkan karena karakteristik lahan dan kondisi geobiofisik wilayah
yang sesuai untuk pengembangan pertanian.
Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Presentase (%)
Pemukiman 26025,70 8,73
Jasa 524,20 0,18
Tegal 27045,6 9,07
Industri 1590,00 0,53
Sawah Irigasi 53499,30 17,94
Sawah Tadah Hujan 11805,90 3,96
Kebun Campuran 85001,70 28,50
Perkebunan 19001,80 6,37
Hutan 62306,40 20,89
17
Perairan 43,1017,00 0,01
Tambak/Kolam 17,00 0,01
Tanah Rusak/Kosong/Pasir Galian 1217,90 0,41
Semak/Alang alang 4396,10 1,65
Lain lain 5263,20 1,76
Total 298277,90 100,00
Tabel 2.2-1 Kondisi Tata Guna Lahan Kab.Bogor
18
kereta api;
c. Pengembangan sistem angkutan umum secara merata;
d. Peningkatan sistem jaringan sungai;
e. Pengembangan dan pengoptimalan infrastruktur
pendukung pertumbuhan wilayah yang terintegrasi dengan
jaringan sungai; dan
f. Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan
wilayah yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan.
2. Strategi untuk pengembangan jaringan jalan untuk mendorong
pertumbuhan dan pemerataan wilayah, meliputi :
a. Mengembangkan jalan bebas hambatan guna mendukung
perkembangan antar wilayah dan antar kegiatan serta
menghubungkan perkotaan melalui jalur arteri primer;
b. Meningkatkan peran jalan arteri primer, kolektor primer,
maupun lokal primer;
c. Meningkatkan peran jalan sekunder pada kawasan perkotaan;
d. Meningkatkan peran jalan lingkungan pada kawasan
permukiman;
e. Mengembangkan alternatif sistem transportasi yang baru
pada wilayah yang mempunyai tingkat perkembangan
kegiatan fungsional tinggi dan pada ruas-ruas jalan yang
macet;
f. Mengatur sirkulasi lalu lintas pada jaringan jalan yang
memiliki kinerja rendah dengan rekayasa lalu lilntas;
g. Meningkatkan kapasitas jaringan jalan dengan cara
melebarkan atau membuat alternatif jalan baru;
h. Mengatur dan merencanakan pemisahan moda transporasi
untuk mengurangi beban pada jaringan jalan di dalam
wilayah perkotaan;
i. Menetapkan batas ruang milik jalan agar tidak terjadi konflik
pemanfaatan antar pengguna jalan; dan
j. Mengembangkan fasilitas pendukung transportasi pada ruang
milik jalan.
19
BAB III
DATA GEOMETRIK JALAN
20
3.1 Data Perencanaan
21
3.4 Ruang Pengawasan Jalan :
Batas ruang pengawasan : 50 m dari as jalan
Kecepatan rencana : 100 km/jam
emax :6%
enormal : 2 % - 4,5 %
R rencana : 300 m
Rmin : 250 m
Leng. Horizontal : 3 buah
Leng.Vertikal : 8 buah
22
BAB IV
PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL
23
d. Apabila menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk harus
diusahakan agar R1 > 1,5 R2.
e. Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua
tikungan harus cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung
tepi perkerasan.
4.3 Menetapkan Kecepatan Rencana
Untuk menetapkan alinyemen horizontal pada suatu rute, section
ataupun segment dari suatu jalan, perlu diketahui terlebih dahulu ‘Topography’
yang akan dilalui oleh trase jalan yang akan di design. Keadaan topography
tersebut kemudian akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya kecepatan
rencana dari jalan yang akan direncanakan, setelah kelas jalan tersebut
ditentukan.
Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung
(disebut juga tikungan). Perencanaan geometrik pada bagian lengkung
dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh
kendaraan yang berjalan pada kecepatan Vr. Untuk keselamatan pemakai jalan,
jarak pandang dan daerah bebas samping jalan, maka alinyemen horizontal
harus diperhitungkan secara akurat.
4.4 Panjang Bagian Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau
dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang
lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
Panjang bagian lurus ditetapkan menurut Tabel 4.1 sebagai berikut
Vr Panjang bagian lurus
maksimum
(km/jam) Perhitungan Pembulatan
140 5833.3 5850
120 5000 5000
100 4166.7 4200
80 3333.3 3350
60 2500 2500
Tabel 4.4-1 Panjang Bagian Lurus Maksimum
24
4.5 Panjang Tikungan
Panjang tikungan (Lt) dapat terdiri dari panjang busur lingkaran (Lc)
dan panjang 2 (dua) lengkung spiral (Ls) atau beberapa lengkung spiral yang
diukur sepanjang sumbu jalan. Untuk menjamin kelancaran dan kemudahan
mengemudikan kendaraan pada saat menikung, maka panjang suatu tikungan
sebaiknya tidak kurang dari 6Vr. Panjang ini dapat diperhitungkan berdasarkan
Vr atau ditetapkan berdasarkan Tabel 4.2 sebagai berikut
Vr Panjang tikungan
(km/jam) minimum (m)
120 200
100 170
80 140
60 100
Tabel 4.5-1 Panjang Tikungan Minimum
4.6 Superelevasi
a) Superelevasi harus dibuat pada semua tikungan kecuali tikungan yang
memiliki radius yang lebih besar dari Rmin tanpa superelevasi. Besarnya
superelevasi harus direncanakan sesuai dengan Vr.
b) Superelevasi berlaku pada jalur lalu lintas dan bahu jalan.
c) Nilai superelevasi maksimum ditetapkan antara 4% - 10%.
d) Harus diperhatikan masalah drainase pada pencapaian kemiringan.
e) Penentuan superelevasi di dasarkan pada kondisi lingkungan yang
digunakan.
25
Maksimum untuk jalan Tol perkotaan dengan kepadatan
4%
tinggi
Tabel 4.6-1 Superelevasi Maksimum
Vr Koefisien gesek
(km/jam) maksimum (fmaks)
120 0.092
100 0.116
80 0.140
60 0.152
Tabel 4.7-1 Koefisien Gesek Maksimum Berdasarkan Vr
26
4,0 100 0,116 0,156 504,7 505
4,0 80 0,140 0,180 280,0 280
4,0 60 0,152 0,192 147,6 150
Tabel 4.7-2 Panjang Jari-Jari Maksimum
dengan pengertian :
em = superelevasi maksimum (%)
en = superelevasi normal (%)
27
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
Re = tingkat perubahan kelandaian melintang jalan Gaya
sentrifugal
Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat
diantisipasi berangsur-angsur pada lengkung peralihan dengan aman.
Kriteria ini dapat dihitung dengan rumus :
0,0214 𝑉𝑟 3
𝐿𝑠 =
𝑅𝐶
Vr = Kecepatan rencana (km/jam)
R = Radius tikungan (m)
C = Perubahan maksimum percepatan (1,2 m/dtk3)
3. Tingkat perubahan kelandaian relatif
Tingkat perubahan kelandaian relatif dari bentuk kemiringan
normal ke bentuk kemiringan superelevasi penuh tidak boleh
melampaui maksimum Δ. Panjang pencapaian perubahan kelandaian
darrri kemiringan normal sampai ke kemiringan superelevasi penuh
(Ls) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
(𝑤𝑛1)𝑒𝑑
𝐿𝑠 = (𝑏𝑤)
Δ
dengan pengertian :
w = lebar satu lajur lalu lintas (m)
ed = superelevasi rencana (%)
n1 = jumlah lajur yang diputar
Δ = tingkat perubahan kelandaian relatif (m/m)
n1 1 1,5 2
Bw 1,00 0,83 0,75
28
sehingga dipilih nilai Ls = yang terpanjang.
Jika lengkung peralihan digunakan, maka posisi lintasan tikungan
bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sejauh p.
Apabila nilai p kurang dari 0,20 m, maka lengkung peralihan tidak
diperlukan. Sehingga tipe tikungan menjadi Full Circle (FC).
𝐿𝑠 𝑚𝑎𝑥 = √24(𝑝𝑚𝑖𝑛 )𝑅
Lengkung peralihan juga dibatasi oleh besarnya nilai p yang dibolehkan
jika menggunakan lengkung peralihan yaitu 1,0 m. Panjang lengkung peralihan
maksimumnya dibolehkan adalah sebagai berikut :
𝐿𝑠 𝑚𝑎𝑥 = √24(𝑝𝑚𝑎𝑥 )𝑅
4.9 Macam-macam Tikungan dalam Alinyemen Horizontal
Perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis
bagian jalan, yaitu : bagian lurus, dan bagian lengkung atau umum disebut
tikungan yang terdiri dari tiga jenis tikungan yang digunakan yaitu :
4.9.1 Full Circle (FC)
Merupakan tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara
penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari
yang seragam.
𝐿𝑠 360
𝜃𝑠 = ×
2𝑅 2𝜋
∆𝑐 = ∆ − 2𝜃𝑠
∆𝑐
𝐿𝑐 = 2𝜋𝑅
360
𝐿𝑠 2
𝑌𝑐 =
6𝑅
𝐿𝑠3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 −
40 𝑅 2
𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛𝜃𝑠
𝑝 = 𝑌𝑐 − 𝑅 − 𝑅𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠
∆
𝑇𝑠 = (𝑅 + 𝑝)𝑡𝑎𝑛 + 𝑘
2
(𝑅 + 𝑝)
𝐸𝑠 = −𝑅
∆
𝑐𝑜𝑠
2
𝐿 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠
30
4.9.3 Spiral-Spiral (SS)
Merupakan tikungan yang terdiri dari 2 (dua) lengkung spiral.
Bentuk tikungan type ini digunakan pada tikungan yang tajam dan
mempunyai sudut tangent yang besar.
𝐿 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠
31
4.10 Penentuan Tipe Tikungan
Dalam menentukan tipe tikungan ada beberapa langkah yang harus
dicermati, sebagaimana yang digambarkan dalam diagram alir di bawah ini :
Jarak pandang henti (Ss) terdiri dari 2 (dua) elemen jarak, yaitu:
32
a. Jarak awal reaksi (Sr) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
pengemudi menginjak rem.
b. Jarak awal pengereman (Sb) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak
pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pandang henti
dapat terjadi pada dua kondisi tertentu sebagai berikut:
1. Jarak pandang henti (Ss) pada bagian datar dihitung dengan rumus:
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = 0,278 𝑥 𝑉𝑟 𝑥 𝑇 + 0.039
𝑎
2. Jarak pandang henti (Ss) akibat kelandaian dihitung dengan rumus:
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = 0,278 𝑥 𝑉𝑟 𝑥 𝑇 + 𝑎
254( ± 𝐺)
9,81
Keterangan:
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu reaksi, ditetapkan 2,5 detik
a = tingkat perlambatan (m/dtk2), ditetapkan 3,4 meter/dtk2
G = kelandaian jalan (%)
Berikut tabel berisi Ss minimum yang dihitung berdasarkan rumus di atas
dengan pembulatan pembulatan untuk berbagai Vr.
VR Jarak Awal Jarak Awal Jarak Pandang Henti (m)
(km/jam) Reaksi Pengereman Perhitungan Pembulatan
(m) (m)
120 83,3 163,4 246,7 250
100 69,4 113,5 182,9 185
80 55,6 72,6 128,2 130
60 41,7 40,8 82,5 85
Tabel 4.11-1 Jarak Pandang Henti Minimum dengan Kelandaian
Berikut tabel berisi Ss minimum dengan kelandaian yang dihitung berdasarkan rumus
di atas dengan pembulatan pembulatan untuk berbagai Vr.
33
4.12 Daerah Bebas Samping di Tikungan
Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh
M (meter), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang
pandangan sehingga persyaratan jarak pandang henti dipenuhi.
Keterangan:
W = Pelebaran jalan pada tikungan (m)
Wc = Lebar jalan pada tikungan (m)
Wn = Lebar jalan pada jalan lurus (m)
= 100,9529 o
(𝑋𝑐−𝑋𝑏)
Azimuth B-C = arc tan (𝑌𝑐−𝑌𝑏)
(693073,4060−692125,9820)
= arctan (9274371,8630−9274240,7230)
= 82,1275 o.
Sudut Tikungan (∆) A- B - C = |azimuth AB – azimuth BC|
= |100,9529 o – 82,1275o|
= 18,8254o
4.15.2 Data perencanan pada Tikungan A-B-C
1432,4 1432,4
𝐷= = = 4,775
𝑅𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 300
1432,4 1432,4
𝐷𝑚𝑎𝑥 = 𝐷 = = = 5,730
𝑅𝑚𝑖𝑛 300
𝑒𝑚𝑎𝑥 𝐷 0,06 4,775
𝑒= 𝑥 (2 − )= 𝑥 (2 − ) = 0,0583
𝐷𝑚𝑎𝑥 𝐷𝑚𝑎𝑥 5,730 5,730
36
4.15.4 Penentuan Ls Pada Tikungan A-B-C
1. Berdasarkan gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan
0,0214 𝑉𝑅3 0,0214 3003
𝐿𝑠 = = = 30 𝑚
𝑅𝐶 300 1,2
2. Berdasarkan waktu perjalanan melintasi lengkung peralihan
𝑉𝑅 80
𝐿𝑠 = 𝑇= 2 = 44 𝑚
3,6 3,6
3. Berdasarkan perubahan kelandaian melintang
𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 5,83 − 2
( ) 𝑉𝑅 ( ) 80
𝐿𝑠 = 100 = 100 = 34 𝑚
3,6 𝑟𝑒 3,6 0,025
4. Berdasarkan perubahan landai relatif
𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 5,83 − 2
( ) 𝑉𝑅 ( ) 80
𝐿𝑠 = 100 = 100 = 34 𝑚
3,6 𝑟𝑒 3,6 0,025
Maka, Ls renc > Ls min,maka diambil Ls = 70 m
4.15.5 Perhitungan Komponen Lengkung SCS
28,648 𝐿𝑠 28,648 𝑥 70
1. Ø𝑠 = = = 6,685𝑜
𝑅 300
∆𝑐 5,456
3. 𝐿𝑐 = 360 2𝑥𝜋𝑅 = 360
2 𝑥 𝜋 𝑥 300 = 28,569 𝑚
37
𝐿𝑠 5 705
5. 𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − 40.𝑅2 .𝐿𝑠2 = 70 − 40.3002 .702 = 69,905 𝑚
𝐿𝑠 3 703
6. 𝑌𝑐 = 6.𝑅.𝐿𝑠 = 6 𝑥 300 𝑥 70 = 2,722 𝑚
∆ 18,825
9. 𝑇𝑠 = (𝑅 + 𝑃)𝑡𝑔 2 + 𝐾 = (300 + 0,683)𝑡𝑔 2
+ 34,984 = 84,830 𝑚
(𝑅+𝑃) (300+0,683)
10. 𝐸𝑠 = ∆ −𝑅 = 18,825 − 300 = 4,787 𝑚
cos2 cos 2
38
= 0+732,88
• Sta CS = Sta SC + Lc
= 0+732,99 + 28,569
= 0+761,45
• Sta ST = Sta CS + Ls
= 0+761,45 + 70
= 0+831,45
4.16 Perhitungan Tikungan B – C - D (FC)
4.16.1 Tikungan B-C-D
(𝑋𝑐−𝑋𝑏)
Azimuth B-C = arc tan
(𝑌𝑐−𝑌𝑏)
(693073,4060−692125,9820)
= arctan (9274371,8630−9274240,7230)
= 82,1275 o.
(𝑋𝑑−𝑋𝑐)
Azimuth C-D = 180 - arc tan (𝑌𝑑−𝑌𝑐)
(694305,9190−690374,4060)
= 180-arc tan
(9274330,8870−9274371,8630)
= 91,9057o
Sudut Tikungan (∆) B-C-D = |azimuth BC – azimuth CD|
= |91,9057o –82,1275 o |
= 9,77815o
4.16.2 Data perencanan pada Tikungan B-C-D
39
(𝑤𝑛1 )𝑒𝑑 (3,5 . 2)0,0287
𝐿𝑠 = (𝑏𝑤 ) = (0,75) = 30 m
∆ 0,005
➢ 𝐿𝑐 =
∆
𝑥 2𝜋 𝑅 =
9,778°
𝑥 2𝜋900 = 153,595 𝑚
360° 360°
= 137,6794o
Sudut Tikungan (∆) C-D-E = |azimuth CD – azimuth DE|
= |137,6794o – 91,9057o |
= 45,77370o
4.17.2 Data perencanan pada Tikungan C-D-E
➢ Ls Rencana
∆ 45,774
( . 𝜋 . 𝑅) ( . 𝜋 . 300)
= 2 = 2 = 239,67051 𝑚
90 90
Maka, Ls renc > Ls min,maka diambil Ls = 239,67051 m
4.17.5 Perhitungan Komponen Tikungan SS
𝐿𝑠 3 239,670513
➢ 𝑌𝑐 = = = 31,91 𝑚
6 . 𝑅 . 𝐿𝑠 6 . 300 . 239,67051
𝐿𝑠 3 239,670513
➢ 𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 239,67051 − = 235,85 𝑚
40 . 𝑅2 40 . 3002
42
➢ 𝑃 = 0.0333559 . 𝐿𝑠 = 0.034 . 239,67051 = 8,15 𝑚
➢ 𝐿 = 2 . 𝐿𝑠 = 2 . 239,67051 = 479,34 𝑚
∆ 45,774
➢ 𝑇𝑠 = ((𝑅 + 𝑃). 𝑇𝑎𝑛 2) + 𝐾 = ((300 + 8,15). 𝑇𝑎𝑛 2
) + 119,12 = 249,2 𝑚
𝑹+𝑷 𝟑𝟎𝟎+𝟖,𝟏𝟓
➢ 𝑬𝒔 = ( ∆ )−𝑹 = ( ) − 𝟑𝟎𝟎 = 𝟑𝟒, 𝟒𝟖 𝒎
𝟒𝟓,𝟕𝟕𝟒
𝑪𝒐𝒔 𝟐 𝑪𝒐𝒔 𝟐
90 . 𝑆𝑠
𝑀 = 𝑅 (1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )) = 7,014 𝑚
𝜋. 𝑅
4.17.7 Pelebaran Lajur Lalu Lintas di Tikungan CDE ( W )
R CDE = 300 m
Vr = 80 km/jam
Sesuai dengan Peraturan Geometrik Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan
Tol oleh Departemen Pekerjaan Umum menetapkan nilai
Wc = 7,88 m
W = 0,68 m
4.17.8 STA Tikungan C-D-E
o Sta TS = dCD - ( Ts1 + Ts2 ) + STA CT
= 1232,1945 ( 76,984 + 249,2 ) + 1780,68
= 2+686,69
o Sta SS = Sta TC + Lc
= 2+686,69 + 239,67051
= 2+926,36
o Sta ST = Sta TC + Lc
= 2+926,36 + 239,67051
= 3+166,04
43
BAB V
ALINYEMEN VERTIKAL
44
Gambar 4.17.8-1 Bagian Lengkung Vertikal
46
yang berarti. Besarnya kelandaian maksimum ditetapkan 3%.
Kelandaian 3% mulai memberikan pengaruh kepada gerak
kendaraan mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan
dengan gerakan kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari
adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan
kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu
masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan
jalan tetap lebih besar dari setengah keepatan rencana. Untuk membatasi
pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu lintas, maka
ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu.
100 3 - -
80 4 4 8
60 5 5 9
50 6 6 10
40 7 7 11
30 8 8 12
20 9 9 13
Tabel 5.2-1 Kelandaian Maksimum
48
tersebut diperlukan pembatasan panjang lajur penurunan atau penyediaan lajur
darurat. Kriteria minimum lajur darurat adalah diberikan untuk kondisi
kecepatan mencapai 120-140 km/jam.
Lajur darurat dapat berupa kelandaian tanjakan, kelandaian turunan,
kelandaian datar, atau timbunan pasir. Lajur darurat, selain menggunakan
kelandaian, juga menggunakan beberapa jenis material untuk menahan laju
kendaraan.
Untuk menghitung panjang lajur darurat, dapat digunakan rumus berikut
:
dengan pengertian :
L = panjang lajur darurat (m)
V = kecepatan masuk (km/jam)
R = tahanan laju, dinyatakan dengan kelandaian ekivalen (%) G
= kelandaian (%), (+) tanjakan; (-) turunan
5.5 Panjang Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang
mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan :
1. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian, dan
2. Menyediakan jarak pandang henti.
Didalam menentukan panjang lengkung vertikal harus
memperhatikan jarak pandang untuk menghindari bahaya ataupun kecelakaan.
Adapun macam-macam jarak pandang :
5.5.1 Jarak pandang henti (JPH)
Yaitu jarak yang ditempuh kendaraan mulai saat dia melihat
rintangan dari depannya sampai berhenti tanpa menabrak rintangan
tersebut. Rumus jarak pandang henti :
𝑑 = 0,278 × 𝑉× 𝑡1+ 𝑉2 254.𝑓
Keterangan :
d = jarak pandang henti
v = kecepatan (km/jam)
t1 = waktu reaksi = 2,5 detik
49
f = koefisien gesek memanjang dengan permukaan jalan
5.5.2 Jarak pandang menyiap (JPM)
Yaitu jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat
melakukan gerakan menyiap dan menggunakan lajur kendaraan arah
berlawanan (lajur kanan) dengan arah aman dan dapat melihat
kendaraan dari arah depan dengan bebas. JPM sangan dibutuhkan untuk
perancangan geometrik jalan 2 lajur 2 arah.
1. d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap ketika siap-siap
untuk menyiap. d1 = 0,278 t1 (V- m + 0,5.a.t1)
2. d2 = jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap berada di jalur
lawan. D2 = 0,278.V.t2
3. d3 = jarak bebas antar kendaraan menyiap dengan kendaraan di lajur
lawan setelah menyap (30-100 m).
4. d4 = jarak yang ditempuh kendaraan di lajur lawan. 2/3 waktu
kendaraan menyiap di lajur lawan. D4 = 2/3.d2
Keterangan :
t1 = waktu reaksi, t1=2,12+0,026V
a = percepatan, a=2,092+0,0036V
t2 = waktu kendaraan menyiap di lajur kanan, t2 = 6,56+0,048V
V = kecepatan
m= perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dengan
yang disiap.
Jarak pandang menyiap : d=d1+d2+d3+d4
Jarak bila nilai terbatas : d=2/3d2+d3+d4
Selain jarak pandang, juga harus memperhatikan syarat kenyamanan dan
syarat drainase.
5.5.3 Syarat Kenyamanan
𝐴𝑉 2
𝐿𝑣 =
395
5.5.4 Syarat Drainase
𝐿𝑣 = 40. 𝐴
5.6 Lengkung Vertikal Cembung
Panjang lengkung vertikal cembung, bedasarkan jarak pandangan
henti dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
50
1. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
2. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cembung (S > L), seperti berikut :
dengan pengertian :
L = panjang lengkung vertikal (m) A = perbedaan aljabar landai
(m) S = jarak pandang henti (m)
Nilai minimum untuk panjang lengkung vertikal pada kondisi jarak
pandang lebih besar dari panjang lengkung vertikal, yaitu Lmin = 0,6 Vr, dmana
Vr dalam (km/j) dan Lmin dalam meter (m).
2. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung (S > L)
dengan pengertian :
L = panjang lengkung vertikal (m) A = perbedaan aljabar landai
(%) S = jarak pandang henti (m)
51
Nilai minimum untuk panjang lengkung vertikal pada kondisi jarak
pandang lebih besar panjang lengkung vertikal, yaitu Lmin = 0,6 Vr, dimana Vr
dalam km/jam dan Lmin dalam meter.
dengan pengertian :
L = panjang lengkung vertikal (m) A = perbedaan aljabar landai (%) S
= jarak pandang henti (m)
C = kebebasan vertikal (m)
52
Bila dihitung lengkung vertikal cekung di bawah lintasan, maka
seluruh panjang lengkung vertikal cekung yang dihasilkan oleh
persamaan tersebut di atas lebih kecil dari jika menggunakan persamaan
panjang lengkung vertikal biasa. Hasil perhitungan lebih besar dari
persamaan panjang lengkung vertikal biasa pada kecepatan rencana 235
km/jam, maka persamaan tersebut di atas hanya menjadi pembanding
dari perencanaan lengkung vertikal cekung biasa.
5.8 Analisis Alinyemen Vertikal
5.8.1 Tinggi Titik (Elevasi) Lengkung Vertikal
STA Elevasi
0+000.00 m 183,662
0+263,03 m 185,065
0+846,52 m 174,222
1+155,32 m 180,211
1+770,51 m 175,413
1+999,83 m 181,270
2+626,13 m 185,990
3+073,80 m 173,387
3+300,02 m 173,387
3+514,24 m 177,306
Tabel 5.8-1 Tinggi Titik Lengkung Vertikal
S<L
𝐴𝑉 2 (2,39% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 91,891 𝑚
658 658
Maka S<L, 159<91,891 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan Jarak Pandang Menyiap
S>L, maka :
960 960
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 311) − = 220,611 𝑚
𝐴 2,39% × 100
Maka S>L, 311>220,611 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (2,39% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 240,966 𝑚
960 960
Maka S<L, 311<240,966 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (2,39% . 100) = 95,668 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝑉 × 3 80 × 3
𝐿𝑣 = = = 66,67 𝑚
3,6 3,6
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 42,88 m (<159 m)
- Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap = 220,61 m (<311
m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 95,66 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 66,67 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 100 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
55
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (2,39% . 100) × 100
𝐸𝑣 = = = 0,299 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (2,39% . 100) . (0,25 × 100)2
𝑌= = = 0,075 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 100
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 0+263,03 – (100/2)
= 0+213,03
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 0+263,03 – ¼ .100
= 0+238,03
• Sta PVI = 0+263,03 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 0+263,03 + ¼.100
= 0+288,03
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 0+263,03 + (100/2)
= 0+313,03
• Elv awal = elv PVI - (G1 X Lv/2)
= 185,065 - (0,53% x 100/2)
= 184,80 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G1 X ¼ LV) – Y
= 185,065- (0,53% x100/4) – 0,075
= 184,86 m
• Elv PVI = elv PVI - Ev
= 185,065– 0,229
= 184,77 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G2 x ¼ LV) –Y
= 185,065 + (-1,86% x 100/4) – 0,075
= 184,53 m
• Elv akhir = elv PVI - (G2 X Lv/2)
= 185,065 + (-1,86% x 100/2)
56
= 184,14 m
5.9.2 Lengkung Vertikal 2 (Cekung) sta 0+846,52
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G2-G3| = |(-1,86%)-1,94%| = 3,80 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺2
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
3,80
254 ( ) + (−1,86)
9,81
𝑆𝑠 = 170,16 ≈ 171 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 171
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 171) −
𝐴 3,80% × 100
= 152,80 𝑚
Maka S>L, 171>152,8 Memenuhi
S<L
𝐴𝑆 2 (3,880% × 100) . 1712
𝐿𝑣 = = = 154,55 𝑚
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 171
Maka S<L, 171<154,55 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (3,80% . 100) = 151,90 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝐴𝑉 2 3,80 . 100 . 802
𝐿𝑣 = = = 61,53 𝑚
395 395
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 152,80 m (<171 m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 151,90 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 61,53 m
57
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 160 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (3,80% . 100) × 160
𝐸𝑣 = = = 0,760 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (3,80% . 100) . (0,25 × 160)2
𝑌= = = 0,190 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 160
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 0+846,52 – (160/2)
= 0+766,52
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 0+846,52 – ¼ .160
= 0+806,52
• Sta PVI = 0+846,52 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 0+846,52 + ¼.160
= 0+886,52
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 0+846,52 + (160/2)
= 0+926,52
• Elv awal = elv PVI - (G2 X Lv/2)
= 174,222 - (-1,86% x 160/2)
= 175,71 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G2 X ¼ LV) – Y
= 174,222 - (-1,86% x160/4) – 0,19
= 174,78 m
• Elv PVI = elv PVI - Ev
= 174,222 + 0,76
= 174,98 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G3 x ¼ LV) –Y
= 174,222 + (1,94% x 160/4) – 0,19
= 174,81 m
58
• Elv akhir = elv PVI - (G3 X Lv/2)
= 174,222 + (1,94% x 160/2)
= 175,77 m
5.9.3 Lengkung Vertikal 3 (Cembung) sta 1+155,32
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G3-G4| = |1,94%-(-0,78%)| = 2,72 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺3
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
2,72
254 ( ) + 1,94
9,81
𝑆𝑠 = 153,29 ≈ 154 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
658 658
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 154) − = 66,031 𝑚
𝐴 2,72% × 100
Maka S>L, 154>66,031 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (2,72% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 98,012 𝑚
658 658
Maka S<L, 154<98,012 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan Jarak Pandang Menyiap
S>L, maka :
960 960
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 311) − = 268,97 𝑚
𝐴 2,72% × 100
Maka S>L, 311>268,97 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (2,72% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 273,97 𝑚
960 960
Maka S<L, 311<273,97 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
59
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (2,72% . 100) = 108,77 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝑉 × 3 80 × 3
𝐿𝑣 = = = 66,67 𝑚
3,6 3,6
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 66,03 m (<154 m)
- Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap = 268,97 m (<311
m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 108,77 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 66,67 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 110 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (2,72% . 100) × 110
𝐸𝑣 = = = 0,374 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (2,72% . 100) . (0,25 × 110)2
𝑌= = = 0,093 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 110
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 1+155,32 – (110/2)
= 1+100,32
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 1+155,32 – ¼ .110
= 1+127,82
• Sta PVI = 1+155,32 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 1+155,32 + ¼.110
= 1+182,82
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 1+155,32 + (110/2)
60
= 1+210,32
• Elv awal = elv PVI - (G3 X Lv/2)
= 180,211 - (1,94% x 110/2)
= 179,14 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G3 X ¼ LV) – Y
= 180,211- (1,94% x110/4) – 0,093
= 179,77 m
• Elv PVI = elv PVI - Ev
= 180,211– 0,374
= 179,84 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G4 x ¼ LV) –Y
= 180,211+ (-0,78% x 110/4) – 0,093
= 179,90 m
• Elv akhir = elv PVI - (G2 X Lv/2)
= 180,211+ (-0,78% x 110/2)
= 179,78 m
5.9.4 Lengkung Vertikal 4 (Cekung) sta 1+770,51
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G4-G5| = |((-0,78%)-2,55%| = 3,33 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺4
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
3,33
254 ( ) + (−0,78)
9,81
𝑆𝑠 = 164,80 ≈ 165 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 165
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 171) −
𝐴 3,30% × 100
= 120,79 𝑚
Maka S>L, 165>120,79 Memenuhi
61
S<L
𝐴𝑆 2 (3,30% × 100) . 1652
𝐿𝑣 = = = 130,133 𝑚
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 165
Maka S<L, 165<130,133 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (3,30% . 100) = 133,35 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝐴𝑉 2 3,30 . 100 . 802
𝐿𝑣 = = = 54,019 𝑚
395 395
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 120,79 m (<165 m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 133,35 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 54,019 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 135 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (3,30% . 100) × 135
𝐸𝑣 = = = 0,563 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (3,30% . 100) . (0,25 × 135)2
𝑌= = = 0,141 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 135
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 1+770,51 – (135/2)
= 1+703,01
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 1+770,51 – ¼ .135
= 1+736,76
• Sta PVI = 1+770,51 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 1+770,51 + ¼.135
62
= 1+804,26
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 1+770,51 + (135/2)
= 1+838,01
• Elv awal = elv PVI - (G4 X Lv/2)
= 175,413 - (-0,78% x 135/2)
= 175,94 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G4 X ¼ LV) – Y
= 175,413 - (-0,78% x135/4) – 0,141
= 175,54 m
• Elv PVI = elv PVI + Ev
= 175,413 + 0,563
= 175,98 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G5 x ¼ LV) –Y
= 175,413 + (2,55% x 135/4) – 0,19
= 176,13 m
• Elv akhir = elv PVI - (G5 X Lv/2)
= 175,413 + (2,55% x 135/2)
= 177,14 m
5.9.5 Lengkung Vertikal 5 (Cembung) sta 1+999,83
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G5-G6| = 2,55%-(0,75%)| = 1,80 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺5
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
1,80
254 ( ) + 2,55
9,81
𝑆𝑠 = 151,02 ≈ 152 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
658 658
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 152) − = −61,46 𝑚
𝐴 1,80% × 100
63
Maka S>L, 152>-61,46 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (1,80% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 63,21 𝑚
658 658
Maka S<L, 152<63,21 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan Jarak Pandang Menyiap
S>L, maka :
960 960
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 311) − = 88,79 𝑚
𝐴 1,80% × 100
Maka S>L, 311>88,79 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (1,80% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 181,39 𝑚
960 960
Maka S<L, 311<181,39 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (1,80% . 100) = 72,017 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝑉 × 3 80 × 3
𝐿𝑣 = = = 66,67 𝑚
3,6 3,6
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = -61,46 m (<152 m)
- Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap = 88.79 m (<311
m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 72,017 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 66,67 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 80 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
64
𝐴 . 𝐿𝑣 (1,80 × 80
𝐸𝑣 = = = 0,180 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (1,80% . 100) . (0,25 × 80)2
𝑌= = = 0,045 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 80
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 1+999,83 – (80/2)
= 1+959,83
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 1+999,83 – ¼ .80
= 1+979,83
• Sta PVI = 1+999,83 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 1+999,83 + ¼.80
= 2+019,83
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 1+999,83 + (80/2)
= 2+039,83
• Elv awal = elv PVI - (G4 X Lv/2)
= 181,270 - (2,55% x 80/2)
= 180,25 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G4 X ¼ LV) – Y
= 181,270 - (2,55% x80/4) – 0,045
= 180,76 m
• Elv PVI = elv PVI - Ev
= 181,270 – 0,180
= 181,09 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G5 x ¼ LV) –Y
= 181,270 + (0,75% x 80/4) – 0,045
= 181,47 m
• Elv akhir = elv PVI – (G5 X Lv/2)
= 181,270 + (0,75% x 80/2)
= 181,57 m
65
5.9.6 Lengkung Vertikal 6 (Cembung) sta 2+626,13
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G6-G7| = |0,75%-(-2,82%)| = 3,57 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺6
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
3,57
254 ( ) + 0,75
9,81
𝑆𝑠 = 158 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
658 658
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 158) − = 131,628 𝑚
𝐴 3,57% × 100
Maka S>L, 158>131,628 Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (3,57% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 135,4 𝑚
658 658
Maka S<L, 158<135,4 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan Jarak Pandang Menyiap
S>L, maka :
960 960
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 311) − = 353,007 𝑚
𝐴 3,57% × 100
Maka S>L, 311>353,007 Tidak Memenuhi
S<L
𝐴𝑉 2 (3,57% × 100) . 802
𝐿𝑣 = = = 359,567 𝑚
960 960
Maka S<L, 311<359,567 Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
66
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (3,57% . 100) = 142,755 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝑉 × 3 80 × 3
𝐿𝑣 = = = 66,67 𝑚
3,6 3,6
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 131,62 m (<158 m)
- Berdasarkan Jarak Pandang Menyiap = 359,56 m (>311
m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 142,755 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 66,67 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 150 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (3,57 × 150)
𝐸𝑣 = = = 0,669 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (3,57% . 100) . (0,25 × 150)2
𝑌= = = 0,167 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 150
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 2+626,13 – (150/2)
= 2+551,13
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 2+626,13 – ¼ .150
= 2+588,63
• Sta PVI = 2+626,13 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 2+626,13 + ¼.150
= 2+663,63
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 2+626,13 + (150/2)
= 2+701,13
• Elv awal = elv PVI - (G5 X Lv/2)
= 185,990 - (0,75% x 150/2)
67
= 185,42 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G5 X ¼ LV) – Y
= 185,990 - (0,75% x150/4) – 0,167
= 185,54 m
• Elv PVI = elv PVI - Ev
= 185,990 – 0,669
= 185,32 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G6 x ¼ LV) –Y
= 185,990 + (-2,82% x 150/4) – 0,167
= 184,77 m
• Elv akhir = elv PVI – (G6 X Lv/2)
= 185,990 + (-2,82% x 150/2)
= 183,88 m
5.9.7 Lengkung Vertikal 7 (Cekung) sta 3+073,8
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G7-G8| = |((-2,76%)-0,00%| = 2,76 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺7
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
2,76
254 ( ) + (−2,76)
9,81
𝑆𝑠 = 175,07 ≈ 176 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 176
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 176) −
𝐴 2,76% × 100
= 85,521 𝑚
Maka S>L, 176>85,521 Memenuhi
S<L
𝐴𝑆 2 (2,76% × 100) . 1762
𝐿𝑣 = = = 116,24 𝑚
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 176
68
Maka S<L, 176<116,24 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (2,76% . 100) = 110,47 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝐴𝑉 2 2,76 . 100 . 802
𝐿𝑣 = = = 56,96 𝑚
395 395
• Jadi Panjang L :
- Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 85,52 m (<176 m)
- Berdasarkan syarat Draiase = 110,47 m
- Berdasarkan Kenyamanan = 59,96 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 100 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (2,76% . 100) × 120
𝐸𝑣 = = = 0,345 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (2,76% . 100) . (0,25 × 100)2
𝑌= = = 0,086 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 100
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 3+082,33 – (100/2)
= 3+032,33
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 3+082,33 – ¼ .100
= 3+057,33
• Sta PVI = 3+082,33 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 3+082,33 + ¼.100
= 3+107,33
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 3+082,33 + (100/2)
69
= 3+132,33
• Elv awal = elv PVI - (G7 X Lv/2)
= 173,390 - (-2,76% x 100/2)
= 174,77 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G7 X ¼ LV) – Y
= 173,390 - (-2,76% x100/4) – 0,086
= 174,17 m
• Elv PVI = elv PVI + Ev
= 173,390 + 0,422
= 173,74 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G8 x ¼ LV) –Y
= 173,390 + (0,00% x 100/4) – 0,086
= 173,48 m
• Elv akhir = elv PVI - (G8 X Lv/2)
= 173,390 + (0,00% x 100/2)
= 173,39 m
5.9.8 Lengkung Vertikal 8 (Cekung) sta 3+300,02
1) Perbedaan aljabar landai
A= |G8-G9| = |0,00 – (1,84)| = 1,84 %
2) Jarak Pandang Henti
𝑉𝑟 2
𝑆𝑠 = (0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑇) + 𝑎
254 ( ) + 𝐺8
9,81
802
𝑆𝑠 = (0,278 × 80 × 2,5) +
1,84
254 ( ) + (0,00)
9,81
𝑆𝑠 = 161,23 ≈ 162 𝑚
3) Menentukan Panjang Lengkung (L)
• Panjang L berdasarkan jarak pandang henti
S>L, maka :
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 162
𝐿𝑣 = 2𝑆 − = (2 × 162) −
𝐴 1,84% × 100
= 50,78 𝑚
Maka S>L, 162>-49,51 Memenuhi
70
S<L
𝐴𝑆 2 (1,84% × 100) . 1622
𝐿𝑣 = = = 70,26 𝑚
120 + 3,5𝑆 120 + 3,5 . 162
Maka S<L, 162<70,26 Tidak Memenuhi
• Panjang L berdasarkan jarak minimum
𝐿 = 0,6 𝑥 𝑉𝑟
𝐿 = 0,6 𝑥 80 = 48 𝑚
• Panjang L berdasarkan syarat drainase
𝐿𝑣 = 40 × 𝐴 = 40 × (1,84% . 100) = 73,57 𝑚
• Panjang L berdasarkan kenyamanan (3 detik)
𝐴𝑉 2 1,84 . 100 . 802
𝐿𝑣 = = = 44,75 𝑚
395 395
• Jadi Panjang L :
o Berdasarkan Jarak Pandang Henti = 49,51 m (<162 m)
o Berdasarkan syarat Draiase = 73,57 m
o Berdasarkan Kenyamanan = 44,75 m
Panjang L berdasarkan pertimbangan ekonomis maka :
Kami mengambil 50 m untuk jadi bahan pertimbangan panjang
lengkung
4) Stasioning Lengkung Vertikal :
𝐴 . 𝐿𝑣 (1,84% . 50) × 80
𝐸𝑣 = = = 0,115 𝑚
800 800
𝐴 . (0,25 × 𝐿𝑣)2 (1,84% . 50) . (0,25 × 80)2
𝑌= = = 0,029 𝑚
200 . 𝐿𝑣 200 . 50
Dimana X = 1/4 Lv
• Sta awal = Sta PVI – ½ LV
= 3+301,33 – (50/2)
= 3+276,33
• Sta ¼ LV = Sta PVI – ¼ LV
= 3+301,33 – ¼ .50
= 3+288,33
• Sta PVI = 3+301,33 (point of vertical intersection)
• Sta ¾ LV = Sta PVI + ¼ LV
= 3+301,33 + ¼.50
71
= 3+313,83
• Sta Akhir = Sta PVI + (Lv/2)
= 3+301,33 + (50/2)
= 3+326,33
• Elv awal = elv PVI - (G8 X Lv/2)
= 173,390 - (0,00% x 50/2)
= 173,39 m
• Elv ¼ LV = elv PVI - (G7 X ¼ LV) – Y
= 173,390 – (0,00% x50/4) – 0,029
= 173,36 m
• Elv PVI = elv PVI + Ev
= 173,390 + 0,183
= 173,50 m
• Elv ¾ LV = elv PVI + (G9 x ¼ LV) –Y
= 173,390 + (1,83% x 50/4) – 0,029
= 173,59 m
• Elv akhir = elv PVI - (G8 X Lv/2)
= 173,390 + (1,83% x 50/2)
= 173,85 m
72
BAB VI
GALIAN DAN TIMBUNAN
Keterangan :
A1 = luas penampang 1 A2 = luas penampang 2
d = jarak antar penampang 1 dan 2
74
Gambar 6.3.1-1 Model Penampang Melintang
6.3.2 Kontur
Prinsipnya hampir sama dengan penampang rata-rata
Keterangan :
A1, A2, dan An = luas penampang 1, 2
n = diukur dengan planimeter
d = interval kontur ( umumnya sama)
76
H2+H3 H10+H11
L2 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L10 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
3,08+3,86 2,43+2,29
= 𝑥 1,05 = 𝑥 7,0
2 2
= 3,64 m2 = 16,52 m2
H3+H4 H11+H12
L3 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L11 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
3,86+3,08 2,49+2,43
= 𝑥 1,49 = 𝑥 3,0
2 2
= 5,17 m2 = 7,38 m2
H4+H5 H12+H13
L4 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L12 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
3,08+2,73 2,73+2,49
= 𝑥 1,03 = 𝑥 1,0
2 2
= 2,99 m2 = 2,61 m2
H5+H6 H13+H14
L5 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L13 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
2,73+2,49 3,08+2,73
= 𝑥 1,0 = 𝑥 1,03
2 2
= 2,61 m2 = 2,99 m2
H6+H7 H14+H15
L6 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L14 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
2,49+2,43 3,86+3,08
= 𝑥 3,0 = 𝑥 1,49
2 2
= 7,38 m2 = 5,17 m2
H7+H8 H15+H16
L7 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L15 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
2,43+2,29 3,08+3,86
= 𝑥 7,0 = 𝑥 1,05
2 2
= 16,52 m2 = 3,64 m2
H8+H9 H16+H17
L8 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L16 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
2,29+2,27 0+3,08
= 𝑥 2,5 = 𝑥 6,16
2 2
= 5,70 m2 = 9,48 m2
77
2. Kondisi Timbunan
78
= 0,026 m2 (Galian) = 5,632 m2 (Timbunan)
H2+H3 H10+H11
L2 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L10 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
0,12+0,77 2,917+2,777
= 𝑥 1,4 = 𝑥 7,0
2 2
= 0,623 m2 (Galian) = 19,929 m2 (Timbunan)
H3+H4 H11+H12
L3 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L11 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
0,77+0,01 2,777+2,717
= 𝑥 1,05 = 𝑥 3,0
2 2
= 0,409 m2 (Galian) = 8,241 m2 (Timbunan)
H4+H5 H12+H13
L4 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L12 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
0,01+1,127 2,717+2,477
= 𝑥 2,65 = 𝑥 1,0
2 2
= 1,506 m2 (Timbunan) = 2,597 m2 (Timbunan)
H5+H6 H13+H14
L5 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L13 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
1,127+1,367 2,477+0,584
= 𝑥 1,0 = 𝑥 3,81
2 2
= 1,247 m2 (Timbunan) = 5,831 m2 (Timbunan)
H6+H7 H14+H15
L6 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L14 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
1,367+1,427 0,584+0,196
= 𝑥 3,0 = 𝑥 1,05
2 2
= 4,191 m2 (Timbunan) = 0,409 m2 (Galian)
H7+H8 H15+H16
L7 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L15 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
1,427+1,561 0,196+0,454
= 𝑥 7,0 = 𝑥 1,4
2 2
= 10,458 m2 (Timbunan) = 0,455 m2 (Galian)
H8+H9 H16+H17
L8 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠 L16 = 𝑥 𝑎𝑙𝑎𝑠
2 2
1,561+1,589 0,454+0,584
= 𝑥 2,5 = 𝑥 0,4
2 2
= 3,936 m2 (Timbunan) = 0,207 m2 (Galian)
79
Luas Galian = Ʃ Luas (L)
= 2,1306 m2
= 63,570 m2
Untuk hasil perhitungan selanjutnya disajikan dalam Tabel 6.4-1
LUAS TIAP SECTION VOLUME TIAP SECTION
LUAS TIAP STA (m2) JARAK
(m2) (m3)
NO STA
TIMBUN
GALIAN TIMBUNAN GALIAN GALIAN TIMBUNAN
AN
1 0 37,45 1,41
2 100 54,85 0,00 46,150 0,705 4615,066 70,501 100
3 200 107,03 0,00 80,941 0,000 8094,252 0,000 100
4 300 4,32 109,26 55,676 54,630 5567,675 5463,038 100
5 400 2,13 63,57 3,225 86,415 322,584 8642,996 100
6 500 80,74 0,00 41,435 31,785 4144,246 3179,086 100
7 600 60,10 0,00 70,420 0,000 7043,215 0,000 100
8 700 3,98 42,49 32,040 21,245 3204,553 2124,867 100
9 800 4,10 121,65 4,040 82,070 404,060 8208,222 100
10 900 3,92 153,80 4,010 137,725 401,000 13772,510 100
11 1000 3,86 58,81 3,890 106,305 389,067 10632,333 100
12 1100 62,77 0,00 33,315 29,405 3332,126 2941,053 100
13 1200 72,15 0,00 67,460 0,000 6746,171 0,000 100
14 1300 11,31 8,99 41,730 4,495 4173,123 449,513 100
15 1400 67,43 0,00 39,370 4,495 3937,120 449,514 100
16 1500 42,57 11,26 55,000 5,630 5500,167 563,017 100
17 1600 7,27 50,65 24,920 30,955 2492,076 3095,594 100
18 1700 26,06 6,03 16,665 28,340 1666,551 2834,086 100
19 1800 4,03 51,57 15,045 28,800 1504,511 2880,021 100
20 1900 4,05 131,96 4,040 91,765 404,114 9179,088 100
21 2000 75,87 0,00 39,960 65,980 3997,125 6599,857 100
22 2100 110,20 0,00 93,035 0,000 9303,904 0,000 100
23 2200 37,98 0,00 74,090 0,000 7409,211 0,000 100
24 2300 4,48 33,57 21,230 16,785 2123,060 1678,548 100
25 2400 3,55 121,47 4,015 77,520 401,511 7752,220 100
26 2500 4,64 13,73 4,095 67,600 409,512 6760,192 100
27 2600 14,08 7,33 9,360 10,530 936,010 1053,012 100
28 2700 328,90 0,00 171,490 3,665 17151,192 366,547 100
29 2800 522,93 0,00 425,915 0,000 42608,372 0,000 100
30 2900 70,96 0,00 296,945 0,000 29706,263 0,000 100
31 3000 111,89 0,00 91,425 0,000 9146,124 0,000 100
32 3100 131,91 0,00 121,900 0,000 12192,298 0,000 100
33 3200 0,00 477,15 65,955 238,575 6595,506 23857,521 100
34 3300 3,72 120,75 1,860 298,950 186,000 29895,050 100
35 3400 3,95 113,51 3,835 117,130 383,552 11714,585 100
80
36 3500 6,26 5,48 5,105 59,495 510,585 5950,494 100
37 3514,24 34,27 0,00 20,265 2,740 288,622 39,024 14,24
81
PERKERASAN
Tebal kupasan = 0,5 m
Lebar Jalur = 2 x 7m = 14 m
Lebar Bahu = 2 x 4m = 8 m
Lebar Median = 3 m
Volume
Luas Bruto Galian (m2) Timbunan (m2) Luas Netto Total
No Jarak STA Netto
Galian Timbunan Kupasan Perkerasan Subgrade Kupasan Perkerasan Subgrade Galian Timbunan
1 0 37,45 1,41 5,5 3,3 1,1 5,5 3,3 1,1 36,35 2,51 33,84
2 100 100 54,85 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 52,65 0,00 52,65 4324,50
3 100 200 107,03 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 104,83 0,00 104,83 7874,14
4 100 300 4,32 109,26 0 0 0 11 6,6 2,2 4,32 111,46 -107,14 -115,36
5 100 400 2,13 63,57 0 0 0 11 6,6 2,2 2,13 65,77 -63,64 -8539,01
6 100 500 80,74 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 78,54 0,00 78,54 744,99
7 100 600 60,10 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 57,90 0,00 57,90 6822,00
8 100 700 3,98 42,49 0 0 0 11 6,6 2,2 3,98 44,69 -40,71 859,50
9 100 800 4,10 121,65 0 0 0 11 6,6 2,2 4,10 123,85 -119,75 -8023,00
10 100 900 3,92 153,80 0 0 0 11 6,6 2,2 3,92 156,00 -152,08 -13591,50
11 100 1000 3,86 58,81 0 0 0 11 6,6 2,2 3,86 61,01 -57,15 -10461,50
12 100 1100 62,77 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 60,57 0,00 60,57 171,00
13 100 1200 72,15 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 69,95 0,00 69,95 6526,00
14 100 1300 11,31 8,99 7,75 4,65 1,55 3,25 1,95 0,65 9,76 9,64 0,12 3503,50
15 100 1400 67,43 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 65,23 0,00 65,23 3267,50
82
16 100 1500 42,57 11,26 6 3,6 1,2 5 3 1 41,37 12,26 29,11 4717,00
17 100 1600 7,27 50,65 0 0 0 11 6,6 2,2 7,27 52,85 -45,58 -823,50
18 100 1700 26,06 6,03 5,5 3,3 1,1 5,5 3,3 1,1 24,96 7,13 17,83 -1387,50
19 100 1800 4,03 51,57 0 0 0 11 6,6 2,2 4,03 53,77 -49,74 -1595,50
20 100 1900 4,05 131,96 0 0 0 11 6,6 2,2 4,05 134,16 -130,11 -8992,50
21 100 2000 75,87 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 73,67 0,00 73,67 -2822,00
22 100 2100 110,20 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 108,00 0,00 108,00 9083,50
23 100 2200 37,98 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 35,78 0,00 35,78 7189,00
24 100 2300 4,48 33,57 0 0 0 11 6,6 2,2 4,48 35,77 -31,29 224,50
25 100 2400 3,55 121,47 0 0 0 11 6,6 2,2 3,55 123,67 -120,12 -7570,50
26 100 2500 4,64 13,73 0 0 0 11 6,6 2,2 4,64 15,93 -11,29 -6570,50
27 100 2600 14,08 7,33 5 3 1 6 3,6 1,2 13,08 8,53 4,55 -337,00
28 100 2700 328,90 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 326,70 0,00 326,70 16562,50
29 100 2800 522,93 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 520,73 0,00 520,73 42371,50
30 100 2900 70,96 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 68,76 0,00 68,76 29474,50
31 100 3000 111,89 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 109,69 0,00 109,69 8922,50
32 100 3100 131,91 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 129,71 0,00 129,71 11970,00
33 100 3200 0,00 477,15 0 0 0 11 6,6 2,2 0,00 479,35 -479,35 -17482,00
34 100 3300 3,72 120,75 11 6,6 2,2 0 0 0 1,52 120,75 -119,23 -29929,00
35 100 3400 3,95 113,51 11 6,6 2,2 0 0 0 1,75 113,51 -111,76 -11549,50
36 100 3500 6,26 5,48 11 6,6 2,2 0 0 0 4,06 5,48 -1,42 -5659,00
37 14,24 3514,24 34,27 0,00 11 6,6 2,2 0 0 0 32,07 0,00 32,07 218,23
Galian 164373,99
Timbunan 134996,51
Selisih = 29377,49
∑= 299370,50
% = 9,813087095
Tabel 6.4-2 Hasil Perhitungan Volume Galian dan Timbunan Netto
83
Contoh Perhitungan Kupasan, Perkerasan, Subgrade
84
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑢𝑏𝑔𝑟𝑎𝑑𝑒 = 0,1 × 22 = 2,2
Maka Luas Netto pada timbunan yaitu :
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 = 𝐿. 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜 + 𝐿. 𝐾𝑢𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 − 𝐿. 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 − 𝐿. 𝑆𝑢𝑏𝑔𝑟𝑎𝑑𝑒
= 109,26 + 11 − 6,6 − 2,2 = 11,46
85
BAB VII
PERENCANAAN RAMBU, MARKA DAN PENERANGAN
86
4. Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan
dalam memberikan respon.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pertimbangan-pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pemasangan rambu
adalah
7.1.3 Keseragaman bentuk dan ukuran rambu
Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan tugas
pengemudi untuk mengenal, memahami dan memberikan respon.
Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan
menghasilkan konsistensi persepsi dan respon pengemudi.
7.1.4 Desain rambu
Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang
memenuhi standar akan menarik perhatian pengguna jalan,
mudah dipahami dan memberikan waktu yang cukup bagi
pengemudi dalam memberikan respon.
7.1.5 Lokasi rambu
Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi
sehingga pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal
dapat memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon.
7.1.6 Operasi rambu
Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi
kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang konsisten dengan
memasang rambu yang sesuai kebutuhan.
87
No Sta Rambu Tipe Ukuran Keterangan
Tanda untuk
memberitahukan bahwa
1 0+040 A1 1 @ 75 X 90 jalan yang digunakan
adalah jalan bebas
hambatan
88
Memberikan informasi
5 0+080 A1 1 Ø 75 maksimal muatan yang
diizinkan
Untuk memberitahu
tinggi dan lebar
6 B2 1 @ 75 x 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memperingatkan
8 D3 1 @ 250 x 60 kendaraan agar
mengurangi kecepatan
Untuk memberitahu
9 0+150 G1 1 @ 325 X 60 pengguna jalan saat
GERBANG TOL BOGA memasuki gerbang tol
89
Untuk memberitahu
1 Ø 75 dan
10 B5 pengguna jalan saat
45 x 75
memasuki gerbang tol
Untuk memberitahu
dimensi/ tinggi
11 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
dimensi/ lebar
12 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
dimensi/ lebar
13 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
90
Untuk memberitahu
dimensi/ tinggi
14 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
1 @ 325 x tarif tol sesuai golongan
15
100 kendaraan yang
memasuki gardu tol
Untuk memberitahu
1 @ 250 x
lajur khusus untuk
16 D3 100 dan
kendaraan kecil dengan
1 @ 250 x 60
tinggi maksimal 2,1 m
Larangan berhenti
sampai jarak yang
1 Ø 75 dan
17 0+200 B5 ditentukan, dinyatakan
45 x 75
dengan papan tambahan
(sepanjang jalan tol)
91
Untuk memberikan
informasi kecepatan
18 0+300 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
Memberikan informasi
1 @ 425 x
20 0+500 D2 maksimal muatan yang
100
diizinkan
Untuk peringatan
21 0+580 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kiri
Untuk memberi
0+662,88
peringatan agar
0+719,07
22 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
0+775,26
kendaraannya ke arah
0+831,45
kiri
92
Untuk memberi
tahukan bahwa
23 1+00 D2 1 @ 325 X 60 mendahului
menggunakan lajur
kanan
Untuk memberikan
informasi kecepatan
24 1+250 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
Rambu pelarangan
untuk menepi ke bahu
25 1+450 D2 1 @250 x 125
jalan kecuali dalam
keadaan darurat
Untuk peringatan
26 1+540 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kanan
Untuk memberi
1+627,08
peringatan agar
1+678,28
27 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
1+729,48
kendaraannya ke arah
1+780,68
kanan
93
Untuk memperingatkan
1 @ 425 x kendaraan lambat harus
28 1+900 D2
100 berada pada lajur kiri
sepanjang jalan
Untuk memberikan
informasi kecepatan
29 2+250 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
Untuk peringatan
30 2+600 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kanan
2+ 686,69
2+746,61
Untuk memberi
2+806,53
peringatan agar
2+926,36
31 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
2+986,28
kendaraannya ke arah
3+046,2
kanan
3+106,11
3+166,04
Untuk memberikan
1 @ 425 x
32 3+070 A3 informasi akan
100
melewati jembatan
94
Untuk memperingatkan
33 3+290 D2 1 @ 250 x 60 kendaraan agar
mengurangi kecepatan
Tanda untuk
memberitahukan bahwa
jalan yang akan
35 3+510 A1 1 @ 75 X 90
digunakan adalah
bukan jalan bebas
hambatan
Tanda untuk
36 Setiap 100 m F1 1 @ 75 X 90 memberitahukan jarak
pada jalan tol
95
No Sta Rambu Tipe Ukuran Keterangan
Tanda untuk
memberitahukan bahwa
1 3+470 A1 1 @ 75 X 90 jalan yang digunakan
adalah jalan bebas
hambatan
96
Memberikan informasi
5 3+430 A1 1 Ø 75 maksimal muatan yang
diizinkan
Untuk memberitahu
tinggi dan lebar
6 B2 1 @ 75 x 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memperingatkan
8 D3 1 @ 250 x 60 kendaraan agar
mengurangi kecepatan
Untuk memberitahu
9 Rambu di GT (3+364) GERBANG TOL BOGA G1 1 @ 325 X 60 pengguna jalan saat
memasuki gerbang tol
97
Untuk memberitahu
1 Ø 75 dan
10 B5 pengguna jalan saat
45 x 75
memasuki gerbang tol
Untuk memberitahu
dimensi/ tinggi
11 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
dimensi/ lebar
12 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
dimensi/ lebar
13 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
Untuk memberitahu
dimensi/ tinggi
14 1 Ø 75 maksimum kendaraan
yang dapat memasuki
gardu tol
98
Untuk memberitahu
1 @ 325 x tarif tol sesuai golongan
15
100 kendaraan yang
memasuki gardu tol
Untuk memberitahu
1 @ 250 x
lajur khusus untuk
16 D3 100 dan
kendaraan kecil dengan
1 @ 250 x 60
tinggi maksimal 2,1 m
Larangan berhenti
sampai jarak yang
1 Ø 75 dan
17 3+354 B5 ditentukan, dinyatakan
45 x 75
dengan papan tambahan
(sepanjang jalan tol)
99
Untuk memberikan
19 3+280 A3 1 @ 75 x 75 informasi akan
melewati jembatan
Untuk peringatan
20 3+220 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kanan
2+ 686,69
2+746,61
Untuk memberi
2+806,53
peringatan agar
2+926,36
21 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
2+986,28
kendaraannya ke arah
3+046,2
kanan
3+106,11
3+166,04
Untuk memberikan
informasi kecepatan
22 2+400 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
100
Memberikan informasi
1 @ 425 x
23 2+300 D2 maksimal muatan yang
100
diizinkan
Rambu pelarangan
untuk menepi ke bahu
24 G1 1 @250 x 125
jalan kecuali dalam
keadaan darurat
2+200
Untuk memperingatkan
kendaraan lambat harus
25 G1 1 @250 x 125
berada pada lajur kiri
sepanjang jalan
Untuk peringatan
26 1+880 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kiri
Untuk memberi
1+627,08
peringatan agar
1+678,28
27 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
1+729,48
kendaraannya ke arah
1+780,68
kiri
101
Untuk memberi
tahukan bahwa
28 1+400 D2 1 @ 325 X 60 mendahului
menggunakan lajur
kanan
Untuk memberikan
informasi kecepatan
29 1+200 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
Untuk peringatan
30 0+890 A3 1 @ 75 x 75
tikungan ke Kanan
Untuk memberi
0+662,88
peringatan agar
0+719,07
31 D1 1 @ 75 x 90 membelokkan
0+775,26
kendaraannya ke arah
0+831,45
kanan
Untuk memberikan
informasi kecepatan
32 0+450 C1 1 Ø 75
maksimum dan
minimum pada jalan tol
102
Untuk memperingatkan
33 0+300 D2 1 @ 250 x 60 kendaraan agar
mengurangi kecepatan
Tanda untuk
memberitahukan bahwa
jalan yang akan
35 0+25 A1 1 @ 75 X 90
digunakan adalah
bukan jalan bebas
hambatan
Tanda untuk
36 Setiap 100 m F1 1 @ 75 X 90 memberitahukan jarak
pada jalan tol
103
7.2 Marka Jalan Tol
7.2.1 Pengertian marka yang terdapat di jalan tol :
1. Tanda Permukaan Jalan (marka jalan) adalah sebagian dari tanda -
tanda jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya, yang meliputi tanda garis membujur, garis
melintang dan garis serong serta lambang-lambang lainnya yang
ditempatkan pada atau di atas permukaan jalan;
2. Jalur Lalu Lintas, adalah bagian permukaan badan jalan yang
diperuntukkan bagi kepentingan lalu lintas secara umum
3. Jalur Lalu Lintas Kendaraan yang selanjutnya disebut jalur
kendaraan, adalah bagian jalur lalu lintas yang diperuntukkan
secara khusus untuk kepentingan lalu lintas kendaraan bermotor
atau untuk kepentingan lalu lintas kendaraan tidak bermotor
4. Tanda Garis Membujur, adalah tanda yang berbentuk garis utuh
ataupun garis putus-putus yang membujur searah dengan gerak
perjalanan lalu lintas, sebagai pembatas jalur lin tasan
5. Jalur Lintasan, adalah bagian membujur dari jalur lalu lintas
kendaraan yang (mungkin) terbagi ataupun tidak oleh tanda garis
membujur yang lebarnya cukup untuk pengarahan satu baris
kendaraan yang beriringan
6. Tanda Garis Melintang, adalah tanda yang berbentuk garis utuh
ataupun garis putus-putus yang berkedudukan tegak lurus atau
hampir tegak lurus terhadap garis membujur seba gai garis batas
berhenti kendaraan
7. Tanda Garis Serong, adalah tanda yang berbentuk garis - garis utuh
yang tidak termasuk dalampengertiangaris membujur ataupun garis
melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang
bukan merupakanjalur kendaraan;
104
No Sta Rambu Tipe Keterangan
Tanda yang berbentuk garis utuh
Ataupun garis putus-putus yang
0+000 – Marka
1 membujur searah dengan gerak
3+514,24 Membujur
perjalanan lalu lintas, sebagai
pembatas jalur lintasan
105
Marka serong untuk menyatakan
Setiap Ujung Marka pemberitahuan awal atau akhir pemisah
4
Pulau Tol Serong jalan, pengarah lalu lintas dan pulau
lalu lintas
Tabel 7.2-1 Marka Jalan
106
7.3 Penerangan Jalan Tol
Lampu jalan adalah lampu yang digunakan untuk penerangan jalan dimalam
hari sehingga mempermudah pengendara kendaraan dapat melihat dengan lebih
jelas jalan/medan yang akan dilalui pada malam hari, sehingga dapat meningkatkan
keselamatan lalu lintas dan keamanan dari para pengguna jalan.
7.3.1 Fungsi Penerangan Jalan
1. Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan;
2. Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan;
3. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan,
khususnya pada malam hari;
4. Mendukung keamanan lingkungan;
5. Memberikan keindahan lingkungan jalan.
7.3.2 Standar perencanaan penerangan jalan
Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :
a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang
bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
b) Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan
persimpangan jalan;
c) Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal,
dll;
d) Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi
pantulan cahaya lampu penerangan;
e) Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik
lampu dan lokasi sumber listrik;
f) Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan
lain-lain, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan
ekonomis;
g) Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan
daerah sekitarnya;
h) Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.
Pemilihan Jenis Dan Kualitas Lampu Penerangan didasarkan pada :
1. Nilai efisiensi
2. Umur rencana;
3. Kekontrasan permukaan jalan dan obyek.
107
Penataan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan :
a) Kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan
b) Keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan;
c) Pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan,
dibanding pada bagian jalan yang lurus;
d) Arah dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan.
e) Adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek
kesilauan dan ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi.
Tempat Penataan / pengaturan letak
- di kiri atau kanan jalan;
Jalan satu arah - di kiri dan kanan jalan berselang-seling;
- di kiri dan kanan jalan berhadapan;
- di bagian tengah / separator jalan.
- di bagian tengah / median jalan;
Jalan dua arah - kombinasi antara di kiri dan kanan berhadapan
dengan di bagian tengah / median jalan;
- katenasi (di bagian tengah jalan dg sistem
digantung)
Tabel 7.3-1 Peletakan Penerangan Jalan
108
Tabel 7.3-2 Jenis lampu penerangan jalan secara umum menurut karakteristik dan
penggunaannya
109
Tabel 7.3-3 Kualitas Pencahayaan Normal
Uraian Besaran-Besaran
Tinggi Tiang Lampu (H)
- Lampu Standar Tinggi Tiang fata-rata 10 - 15 m
digunakan
- Lampu Monara 13 m 20 - 50 rn
Tinggi Tiang rata-rata digunakan 30 m
Jarak Interval Tiang Lampu (e)
- Jalan Arteri 3.0 H - 3.5 H
- Jalan Kolektor 3.5 H - 4.0 H
- Jalan Lokal 5.0 H - 6.0 H
- minimum jarak Interval tiang 30 m
Jarak Tiang Lampu ke Tepi Perkerasan minimum 0.7 m
(s1)
Jarak dari tepi Perkerasan ke titik minimum L/2
Penerangan Terjauh (s2)
110
Sudut Inklinasi ( I ) 20o – 30o
Tabel 7.3-4 Persyaratan Perencanaan Dan Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan
Lokasi Penempatan
- Di kiri atau kanan jalan L < 1.2 H
- Di kiri dan kanan jalan berselang - seling 1.2 H < L < 1.6 H
- Di kiri dan kanan jalan berhadapan 1.6 H < L < 2.4 H
Tabel 7.3-5 Ketentuan Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan Yang Disarankan
111
Lokasi Penempatan
- Di kiri atau kanan jalan 12 ≤ 12 Benar
- Di kiri dan kanan jalan berselang - 12 < 12 < 16 Salah
seling
- Di kiri dan kanan jalan berhadapan 16 < 12 < 24 Salah
Tabel 7.3-6 Perhitungan Syarat Perletakan Penerangan Jalan
112
217W dengan tinggi lampu 10 meter dan jarak antar lampu 18 meter lebih
sesuai digunakan untuk penerangan lampu tersebut. Selain banyak
memenuhi SNI ( Standart Nasional Indonesia ) tiap jarak 1 Km hanya
membutuhkan 56 lampu. Sehingga dari segi ekonomi dapat mengurangi
biaya yang dikeluarkan.
113
BAB VIII
PERENCANAAN GERBANG TOL DAN UTILITASNYA
114
Gambar 8.1.2-1 Skema Waktu Pelayanan
Keterangan :
1. Waktu pelayanan gardu, dihitung saat kendaraan pada posisi A mulai
bergerak menuju posisi B untuk melakukan transaksi, kemudian bergerak
menuju posisi C (sehingga kendaraan yang dibelakangnya dapat
melakukan transaksi selanjutnya)
2. Waktu transaksi, dihitung saat pemakai jalan mulai berinteraksi dengan
pengumpul tol untuk melakukan transaksi, sampai dengan pemakai jalan
menerima tanda terima
3. Waktu pelayanan gerbang, dihitung saat kendaraan masuk ke dalam
antrian kemudian bergerak menuju posisi A lalu B untuk melaksanakan
transaksi kemudian bergerak menuju posisi C
8.1.3 Kriteria Aktivitas Pengelolaan Pendapatan
Kualitas aktivitas pengelolaan pendapatan diukur dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Zero loss, adalah prinsip bahwa setiap pendapatan tol harus sesuai dengan
yang seharusnya diterima, atau semua pendapatan tol yang menjadi hak
perusahaan, harus efektif tercatat sebagai pendapatan perusahaan.
2. Aman, adalah prinsip bahwa setiap kegiatan penyimpanan hasil
pengumpulan tol harus memperhatikan unsur :
a. Jumlah dan waktu penyimpanan
b. Alat penyimpanan
c. Penanggung jawab penyimpanan
3. Efisien, adalah prinsip bahwa setiap usaha yang dikeluarkan untuk
115
mengendalikan pendapatan tol, secara keseluruhan harus sebanding
dengan potensi kehilangan yang dimungkinkan.
8.1.4 Sistem Transaksi
1. Tahapan Transaksi Tol
Proses transaksi dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
a. Penentuan asal gerbang tol
Pada tahap ini pengumpul tol menentukan asal
kendaraan, penentuan dapat dilakukan dengan cara melihat
keterangan yang tertera pada KTM ( pada sistem tertutup).
b. Penentuan jenis golongan kendaraan
Setelah mengetahui asal kendaraan, selanjutnya
pengumpul tol menggolongkan kendaraan yang akan lewat
dengan cara menekan tombol golongan kendaraan pada TCT.
c. Penentuan metoda pembayaran
Kemudian penentuan metoda pembayaran dapat
menggunakan uang tunai, E-toll Card, atau KLT.
d. Otorisasi pembayaran
Selanjutnya pengumpul tol melakukan otorisasi
pembayaran melalui TCT.
e. Pemberian Tanda Terima
Kemudian pengumpul tol memberikan bukti transaksi
berupa struk kepada pemakai jalan tol, sebagai bukti bahwa
transaksi telah dilakukan.
2. Jenis Sistem Transaksi
Jenis sistem transaksi dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Sistem Transaksi Tertutup
Sistem transaksi tertutup adalah suatu sistem transaksi dalam
pengumpulan tol dimana aktivitas tahapan transaksi yang berupa
penentuan asal gerbang, dan penentuan jenis golongan kendaraan
dilakukan di gerbang tol masuk, serta penyelesaian aktivitas tahapan
transaksi selanjutnya yang berupa penentuan metode pembayaran,
otorisasi pembayaran, dan pemberian tanda terima dilakukan di
116
gerbang tol keluar. Penerapan sistem transaksi tertutup ini biasanya
dipengaruhi oleh masalah lalu lintas yang terintegrasi.
b. Sistem Transaksi Terbuka
Sistem transaksi terbuka adalah suatu sistem transaksi dalam
pengumpulan tol dimana seluruh aktivitas tahapan transaksi tol
dilakukan pada satu lokasi gerbang tol. Transaksi jenis terbuka
biasanya diterapkan pada jalan tol yang memiliki konfigurasi rute
circle, misalnya : ruas tol Jakarta Outer Ring Road ( JORR). Hal ini
bisa saja dipengaruhi oleh masalah sistem lalu lintas.
117
• Kebebasan area pada akses tol
• Kemudahan pengendalian
• Kompatibilitas dengan jaringan jalan tol yang akan terhubung
• Kenyamanan bagi pemakai jalan
• Efisiensi biaya O&M
KRITERIA SISTEM TERBUKA SISTEM TERTUTUP
Lebih nyaman karena Kurang nyaman karena
frekuensi berhenti untuk frekuensi berhenti untuk
User Convinience
transaksi di gerbang tol transaksi di gerbang tol
lebih sedikit lebih sedikit
Biaya lebih kecil karena Biaya lebih mahal karena
penempatan gerbang tol penempatan gerbang tol
Construction Cost
dan kebutuhan gardu dan kebutuhan gardu
operasi lebih sedikit operasi lebih sedikit
Biaya operasi dan Biaya operasi dan
O & M Cost pemeliharaan relative pemeliharaan relative
lebih kecil lebih mahal
Data dukung untuk Data dukung untuk
Transaction
pengendali transaksi pengendali transaksi
Controlling
lebih sedikit lebih banyak
Data lalu lintas (Lalin Data lalu lintas (Lalin
Traffic Data ruas, O-D matriks, Akses ruas, O-D matriks, Akses
Obtained masuk dan keluar) masuk dan keluar) lebih
kurang lengkap lengkap
Analisa pola distribusi Analisa pola distribusi
lebih sulit karena lebih mudah karena
Trip Distribution
pergerakan asal-tujuan pergerakan asal-tujuan
tidak terdata terdata
Evaluasi V/C Ratio Evaluasi V/C Ratio
V/C Ratio pembebanan ruas-ruas pembebanan ruas-ruas
jalan tol lebih sulit jalan tol lebih mudah
118
Menghitung rata-rata Menghitung rata-rata
Average Trip Length panjang perjalanan panjang perjalanan
relative lebih sulit relative lebih mudah
Perhitungan bagi hasil Perhitungan bagi hasil
untuk pengoperasian ruas untuk pengoperasian ruas
Revenue Sharing jalan tol dengan multi jalan tol dengan multi
operator berdasarkan operator berdasarkan
asumsi/survey actual data transaksi
Tabel 8.1-1 Perbedaan Sistem Terbuka dan Tertutup
119
dilayani, atau disiplin pelayanan (service discipline) yang memuat urutan
(order) para pelanggan menerima layanan. Aturan pelayananmenurut
urutan kedatangan ini dapat didasarkan kepada :
a. Pertama Masuk Pertama Keluar (FIFO)
FIFO (First In First Out) merupakan suatu peraturan dimana
yang dilayani terlebih dahulu adalah yang datang terlebih dahulu. FIFO
ini sering juga disebut FCFS (First Come First Served).
b. Terakhir Masuk Pertama Keluar (LIFO)
LIFO (Last In First Out) merupakan suatu peraturan dimana
yang paling terakhir datang adalah yang dilayani paling awal.
c. Pelayanan Acak (SIRO)
SIRO (Service In Random Order) merupakan suatu peraturan
dimana pelayanan dilakukan secara acak. Untuk orientasi antrian lalu
lintas, jenis antrian FIFO (First In First Out) adalah yang paling
realistik.
2. Bentuk Kedatangan
Bentuk Kedatangan para pelanggan biasanya diperhitungkan
melalui waktu antar kedatangan, yaitu waktu antar kedatangan dua
pelanggan yang berurutan pada suatu fasilitas pelayanan bentuk ini dapat
bergantung pada jumlah pelanggan yang berada dalam sistem ataupun tidak
tergantung pada keadaan sistem tersebut.
Bila bentuk kedatangan tidak disebut secara khusus, maka dianggap
bahwa pelanggan tiba satu per satu. Asumsinya adalah kedatangan
pelanggan mengikuti suatu proses dengan distribusi probabilitas tertentu.
Displin probabilitas yang sering digunakan adalah distribusi poisson,
dimana kedatangan bersifat bebas, tidak terpengaruh oleh kedatangan
sebelum atau sesudahnya. Asumsi distribusi Poisson menunjukkan bahwa
kedatangan pelanggan sifatnya acak dan mempunyai rata – rata k
kedatangan sebesar lamda.
3. Jenis Mekanisme Pelayanan Terdiri dari :
a. Satu saluran, satu tahap
b. Satu saluran, banyak tahap
120
c. Banyak saluran, satu tahap
d. Banyak saluran, banyak tahap
121
kedatangan menunggudalam barisan hingga dilayani
o Formulasi-formulasi :
✓ ρ=λ/µ
✓ Po = λ— ρ
✓ Pn = Po X ( ρ )n
✓ Lq = λ2/( µ (µ – λ) )
✓ Ls = λ / (µ – λ)
✓ Wq = λ/ (µ (µ – λ))
✓ Ws = λ/ (µ – λ)
- Model Antrian Multi Server (Banyak Pelayan)
Model antrian multi server didasarkan pada beberapa asumsi yaitu:
o Menggunakan mekanisme pelayanan banyak saluran satu tahap
dengan s adalah jumlah server
o Kedatangan mengikuti distribusi poisson dengan l adalah rata-rata
kecepatan kedatangan
o Waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial dengan m
adalah rata-rata kecepatan pelayanan
o Aturan antrian pertama datang pertama dilayani, seluruh
kedatangan menunggu dalam barisan hingga dilayani
o Formulasi-formulasi :
• =
(s )
1
• Po =
s −1 ( )n ( )n (1 − )
−1
+
s!
s
n = 0 n!
( )n
• Pn = Po ........ 1 ≤ n ≤ s
n!
( )n
• Pn = Po ........ n ≥ s
s!(s )
n −5
s
• Lq = Po
s!(1 − )2
122
• Ls = Lq +
Lq
• Wq =
Keterangan :
ρ = factor pengguna pelayanan
Po = pelanggan dalam system
Pn = Probabilitas n pelanggan dalam sistem
Lq = rata-rata jumlah satuan dalam antrian
Ls = rata-rata jumlah satuan dalam sistem
Wq = rata-rata waktu tunggu dalam antrian
Ws = rata-rata waktu tunggu dalam sistem
Kedatangan (l) dalam model antrian identik dengan lalu lintas kedatangan di
gerbang tol. Kapasitas Pelayanan (m) dalam model antrian identik dengan
Kapasitas Transaksi Gardu Tol
Kapasitas Transaksi gardu tol dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
a. Jenis gardu tol (gardu masuk transaksi tertutup, gardu keluar transaksi
tertutup,gardu transaksi terbuka, GTUK)
b. Teknologi peralatan tol yang digunakan
c. Metode pembayaran (tunai, non tunai)
d. Nilai Nominal Pembayaran Tol
e. Jenis Golongan Kendaraan
Jumlah server (s) dalam model antrian identik dengan jumlah gardu.
Perencanaan jumlah gardu operasi/ lajur transaksi dihitung dengan
menggunakan model antrian multi server dengan batasan-batasan sebagai
berikut :
a. Lalu lintas kedatangan (l) dihitung berdasarkan volume lalu lintas pada jam
puncak yaitu Volume Jam Perencanaan (Design Hourly Volume)
123
b. Perhitungan lajur transaksi pada gerbang barrier (yang dimungkinkan
mempunyai lajur reversible) harus dipertimbangkan kombinasi lalu lintas
maksimum 2 arah (kombinasi peak dan off peak hour),untuk optimalisasi
fungsi lajur transaksi
c. Kebutuhan gardu operasi minimal direncanakan 3 tahun ke depan
tergantung dari prediksi pertumbuhan lalu lintasnya
d. Jumlah antrian kendaraan perlajur maksimum 3 kendaraan.
8.2 Perhitungan Kebutuhan Gardu
Diketahui :
✓ Lalu lintas harian rata-rata ( LHR ) = 27606 kendaraan/hari
✓ Faktor jam sibuk lalu lintas kedatangan ( PHF ) = 7%
✓ Rata-rata waktu pelayanan gardu ( t ) = 6 detik
✓ Perkiraan volume lalu lintas kedatangan pada jam sibuk ( ʎ ) = 1932,5
kendaraan/jam
✓ Rata-rata kapasitas transaksi gardu sistem terbuka ( ɱ ) = 600 kendaraan/jam
✓ Contoh Hitungan :
Jika Jumlah Gardu 4 buah, maka :
1932,404
o = = = 0,87
(s ) 6,5×
3600
6.5
3600 3600
o µ= = = 553,84 kend/jam
𝑠 6,5
124
𝜆2 1932,4042
o 𝐿𝑞 = [µ(µ−𝜆)]
= [553,84(553,84−1932,404] = 5 kendaraan
𝜆
o Ls = Lq + µ = 5 + 3,49 = 8,5 Kendaraan
125
GOLONGAN LHR/2 ARAH LHR/ARAH
GOL. I 52354 26177
GOL. II 1215 607
GOL. III - V 1643 822
TOTAL LHR / ARAH 55212 27606
Tabel 8.2-1 LHR Jalan Bogor-Dramaga
DIKETAHUI
Jenis Gardu : Terbuka
Waktu Pelayanan Gardu : 6,5 Detik
LHR : 27606 Kend/hari
PHF : 7%
Tabel 8.2-2 Data Masukan
(1-
Syarat Stabilitas Jumlah Gardu
λ μ λ/cμ λ/μ Po Ls Lq Σ(1/n!)*(λ/μ)n [1/(c!)]*(λ/μ)c λ)/(cμ)-1
Antrian (Gardu)
(kend/jam) (kend/jam) (kend) (kend) 1 2 3
NO 1 1932,40455 553,846154 3,49 3,49 (2,49) (1,4) (4,89)
NO 2 1932,40455 553,846154 1,74 3,49 (0,27) (1,7) (5,20) 4 6 (1)
NO 3 1932,40455 553,846154 1,16 3,49 (0,03) (5,9) (9,43) 11 7 (6)
YES 4 1932,40455 553,846154 0,87 3,49 0,02 8,5 5,00 18 6 8
YES 5 1932,40455 553,846154 0,70 3,49 0,0 4,4 0,86 24 4 3
YES 6 1932,40455 553,846154 0,58 3,49 0,0 3,7 0,24 28 3 2
Tabel 8.2-3 Perhitungan Kebutuhan Gardu
126
8.3 Utilitas Gerbang Tol
8.3.1 Peralatan Utama
a. TCT (Toll Collector’s Terminal)
Toll Collector’s Terminal (TCT) dan Operator Interface merupakan
Peralatan yang dilengkapi Unit Operator Interface dengan menggunakan
LCD, Smartcard Contactless Reader, jaringan 10/100 Mbps, RS 232/RS-
422, Paralel I/O, Keyboard Dedicated. Lane Thermal Printer (LPR) untuk
mencetak tanda terima dengan kehandalan yang sudah teruji sesuai standard
Industrial.
127
setiap peralatan tol di dalam dan diluar gardu dari Panel Distribusi.
Penempatan peralatan Loop Detektor termasuk I/O control untuk LLA,
LLB, VCD dan lain-lain.
e. ALB (Automatic Labe Barrier)
Automatic Lane Barrier adalah palang pintu otomatis yang bekerja
berdasarkan sistem kendali berbasis komputerisasi. Cara kerja ALB dalam
satu siklus dari mulai sensor mendeteksi kendaraan sehingga ALB
membuka, sampai proses ALB menutup yang dieksekusi ketika OBS dan
LXD mengakhiri deteksi pada kendaraan yang melintas. Apabila untuk
transaksi tertutup, ALB berfungsi agar pengguna jalan tol mengambil kartu
tanda masuk elektronik (KTME), yang mana ALB akan terbuka apabila
setelah KTME dicabut.
128
g. OBS
Optical Beam Sensor : sensor inframerah yang terdiri dari bagian
pemancar cahaya (Transmitter) dan penerima cahaya (Receiver). Saat
kendaraan memasuki lajur GTO, OBS akan mengirimkan signal apabila
cahaya inframerah dari transmitter dan receiver terhalang oleh badan
kendaraan sehingga sistem akan mendeteksi adanya kendaraan yang masuk
lajur GTO
8.3.2 Peralatan Pelengkap
a) CDP (Customer Display Panel)
Customer Display Panel (CDP) adalah Peralatan yang terpasang di
belakang gardu menjadi satu panel dengan peralatan Lalu Lintas Bawah
(LLB) yang berfungsi untuk Memberikan informasi kepada pemakai jalan
tetang Asal Gerbang, Golongan Kendaraan dan besarnya biaya yang
dikenakan akibat pemakaian jalan tol. Tampilan CDP menggunakan LED
super brigth sehingga sangat jelas dilihat oleh pemakai kendaraan.
129
Gambar 8.3.2-2 LLB
130
BAB IX
PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa
hal, antara lain :
Rencana lokasi jalan tol terletak di daerah Dramaga, Bogor
2. Panjang Jalan Tol yang direncanakan adalah 3514,24 m
3. Pada perencanaan project work ini terdapat tiga lengkung horizontal
4. Pada perencanaan project work ini terdapat 8 lengkung vertikal yang terdiri dari
lengkung cembung lengkung cekung.
Pada project work setelah dilakukan analisa diperoleh jumlah gardu operasional
sebanyak 4 buah gardu operasional.
9.2 Saran
Dalam perencanaan Jalan Tol Bogor - Dramaga melewati beberapa pemukiman
warga jadi pada saat pembebasan lahan harus dilakukan jauh - jauh hari agar tidak
mengganggu pada proses pelaksanaan konstruksi nanti.
9.3 Penutup
Terimakasih kami ucapkan dengan tak terhingga kepada Allah SWT atas
izinnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga bermanfaat untuk pembaca
pada umumnya dan penulis pada khususnya.
131
DAFTAR PUSTAKA
Direktori Jendral Bina Marga , 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Nomor
036/T/BM/1997. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jendral Bina Marga 2009. Geometri Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol.
Nomor 007 Bina Marga 2009. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011. Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan. Nomor 19/PRT/2011. Jakarta: Departemen Pekerjaan
Umum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2005. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol. Nomor
3922/PRT/M/2005. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Keputusan Menteri Perhubungan, 1993. Rambu – Rambu Lalu Lintas Di Jalan. Nomor Km 61
Tahun 1993. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
132