Cerviks
D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kanker Cerviks”.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kanker Cerviks. Dengan adanya makalah ini
di harapkan mahasiswa lain dapat memahami materi Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Kanker Cerviks dengan baik.
Dalam proses pembuatan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu
dan mendukung untuk menyelesaikannya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak
lupa kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen pembimbing
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin, walaupun kami
menyadari masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu
kami mengharapkan saran ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi
tercapainya suatu kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
berguna bagi pembaca maupun kami.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan masalah
a. Apa Pengertian dari Kanker Cerviks?
b. Apa Etiologi dari Kanker Cerviks?
c. Bagaimana Manifestasi klinis Kanker Cerviks?
d. Bagaimana Klasifikasi dari Kanker Cerviks ?
e. Bagaimana Upaya pencegahan dari Kanker Cerviks?
f. Bagaimana Patofisiologi dari Kanker Cerviks?
g. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kanker
Cerviks?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian Kanker Cerviks
b. Untuk mengetahui dan memahami Etiologi Kanker Cerviks
c. Untuk mengetahui dan memahami Manifestasi klinis Kanker Cerviks
d. Untuk mengetahui dan memahami Klasifikasi dari Kanker Cerviks
e. Untuk mengetahui dan memahami Upaya pencegahan dari Kanker Cerviks
f. Untuk mengetahui dan memahami Patofisiologi dari Kanker Cerviks
g. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Kanker Cerviks
1.4 Manfaat
a. Bagi penulis
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan di bidang
kesehatan mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Ppda Pasien dengan
KANKER CERVIKS
b. Bagi pembaca
Memberikan wawasan tentang Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan KANKER CERVIKS serta menambah wawasan pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan.
c. Institusi pendidikan
Dapat menjadi pertimbangan untuk di terapkan di dunia pendidikan pada
lembaga-lembaga di bidang kesehatan sebagai solusi terhadap
permasalahan pendidikan yang ada.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karsinoma Leher rahim adalah tumor yang timbul diantara epitel yang
melapisi ektoleher rahim portio dan endoleher rahim kanalis servikalis yang
disebut sebagai scuomosa columner junction (SCJ). (Nada, 2007 dalam
Kustiyati & Winarni, 2011).
3
2.2 Etiologi Kanker Serviks
Infeksi HPV dan kanker serviks pada tahap awal berlangsung tanpa
gejala. Bila kanker sudah mengalami progresivitas atau stadium lanjut, maka
gejalanya berupa:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh,
terkadang bercampur darah
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala serviks 75-80%
c. Perdarahan spontan, perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh
darah dan semakin lama semakin sering terjadi
d. Perdarahan pada wanita usia menopouse
e. Anemia
4
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Perdarahan vagina yang tidak normal
1. Perdarahan di antara periode reguler mensturasi
2. Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
3. Perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul
h. Nyeri
1. Rasa sakit saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah sekitar panggul
Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembekakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dsb (Rahayu Sri,
2015:10-11)
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke
2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak
sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
5
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul,
atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan
faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar
panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
(Mansjoer Arif, dkk, 2000)
6
c) 2 hari sebelum tes pasien dilarang menggunakan obat-obatan
vagina, spermisida, krim ataupun jelly, kecuali dianjurkan oleh
dokter
d) Pasien juga harus menghindari hubungan seksual 1-2 hari
sebelum tes dilakukan. Hal tersebut harus dilakukan karena
dapat menyamarkan hasil tes.
2. Tes IVA (inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Tes IVA adalah pemeriksaan skrining alternatif Pap Smear karena
biaya murah, praktis, sangat mudah dilakukan oleh tenaga kesehatan
selain ginekologi. Tes IVA merpakan salah satu deteksi dini kanker
seviks dengan menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo dan
dilihat langsung dengan memnggunakan mata langsung. Serviks
(epitel) abnormal jika diolesi asam asetat 3-5% akan berwarna putih
(epitel putih). (Syafrudin dkk, 2011:248).
2.6 Patofisiologi Kanker Serviks
Kanker servisks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoleher
rahim dan endoleher rahim yang disebut scuomosa columner junction. Pada
masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel leher rahim
dimana epitel kolumner akan digantikan oleh epitel skuomosa yang diduga
berasal dari epitel kankerdangan kolumnar. Proses pergantian epitel kolumner
menjadi epitel skuomosa disebut proses metaplasia. Pada wanita muda, SCJ
berada diluar OUE sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35 tahun SCJ
berada didalam uteri.
Pada awal perkembangan Kanker leher rahim tidak memberikan tanda-
tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan spekulum tampak sebagai portio yang
erosi atau metaplasia scuamosa yang fisiologik atau patologi. Tumor dapat
tumbuh secara : (a) Eksofilik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai
masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis, (b) Endofitik,
mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma leher rahim dan cenderung
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus yang luas, (c) Ulseratif, mulai dari SCJ
dan cenderung merusak struktur jaringan leher rahim dengan melibatkan awal
fornises vagina menjadi ulkus yang luas.
7
Metaplasia skuomosa yang fisiologi dapat berubah menjadi patologi
displasia melalui tingkatan neoplasma insitu I, II, III dan karsinoma insitu
akhirnya menjadi karsinoma invasif sekali lalu menjadi makro invasif/invasif,
proses keganasan akan berjalan terus (Prawiroharjo, 2001: 382).
2.7 Pathway
h
A
R
M
ED
IG
N
SH
P
K
p
C
FV
8
(Doengoes, 2000)
9
tahun. Ataupun wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada
usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-
ganti. (Wulandari Atik, 2011).
2. Status Kesehatan Saat Ini
a) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan perdarahan dan merasa
nyeri di daerah panggul. (Rahayu Sri, 2015)
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Terjadi keputihan yang makin lama berbau busuk dan terkadang
terjadi perdarahan yang berlebih saat menstruasi ataupun pada
wanita menopause dan perdarahan saat koitus. Selain itu juga
pasien mengalami nyeri saat berhubungan seks dan nyeri di
sekitar panggul. (Rahayu Sri, 2015)
3. Status Kesehatan Dahulu
a) Riwayat Penyakit Dahulu
Multi paritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
kanker serviks. Riwayat melahirkan > 3 kali dapat menjadi
salah satu faktor resiko terjadinya kanker serviks. (Haryani
Septia, dkk, 2016).
b) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya hubungan seksual suami dengan WTS dapat menjadi
sumber yang membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada
isterinya. (Wulandari Atik, 2011).
c) Kebiasaan
wanita yang mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti,
wanita perokok baik aktif maupun pasif dapat mengalami kanker
serviks karena bahan rokok dapat menurunkan status imun lokal
sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Selain itu
kurangnya konsumsi makanan antioksidan dan hygiene yang
buruk juga dapat menjadi faktor resiko kanker serviks.
(Wulandari Atik, 2011).
d) Obat-obatan
10
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih
dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53. (Wulandari
Atik, 2011).
e) Riwayat Lingkungan
Penderita kanker serviks di Kota padang sedikit lebih banyak
dibandingkan di luar kota padang. Hal ini kemungkinan
disebabkan tidak seluruh masyarakat kota Padang mengetahui dan
memahami kesadaran mengenai faktor risiko dan keinginan
melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Penderita
kanker serviks di luar kota Padang yang lebih sedikit ditemukan
bukan berarti kasus kanker serviks rendah, hal ini kemungkinan
bisa disebabkan salah satunya pelayanan kesehatan yang kurang
terjangkau sehingga membuat penderita kanker serviks enggan
untuk berobat. (Haryani Septia, dkk, 2016).
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
1) Kesadaran
Tidak mengalami perubahan kesadaran, kecuali jika stadium
telah mencapai IV b sehingga kanker dapat bermetastasis
jauh, misalnya sampai ke otak. (Mansjoer Arif, dkk, 2000)
2) Tanda-Tanda Vital
Terjadi peningkatan suhu saat tumor tumbuh secara eksoflik
dan menginfeksi vagina. (Prawiroharjo, 2001: 382).
Tidak mengalami perubahan pada tekanan darah, nadi dan
pernapasan kecuali jika kanker bermetastasis jauh ke organ-
organ tertentu (paru, jantung). (Mansjoer Arif, dkk, 2000)
b) Pemeriksaan Body System
1) Sistem Pernapasan
Tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan, kecuali
jika stadium telah mencapai IV b sehingga kanker dapat
bermetastasis jauh, misalnya sampai ke paru. (Mansjoer Arif,
dkk, 2000)
11
2) Sistem Cardiovaskuler
Terjadi perubahan pada tekanan darah dan nadi kecuali jika
kanker sudah pada stadium IVb yang dapat bermetastasis
jauh ke organ-organ tertentu (jantung). (Mansjoer Arif, dkk,
2000).
3) Sistem Neuromuskuler
Tidak mengalami gangguan pada sistem saraf, kecuali jika
stadium telah mencapai IV b sehingga kanker dapat
bermetastasis jauh, misalnya sampai ke otak. (Mansjoer Arif,
dkk, 2000)
4) Sistem Perkemihan
Terjadi gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena
obstuksi ureter ditempat ureter masuk kedalam kandung
kemih (Prawirohardjo, 2001: 382-383).
5) Sistem Pencernaan
Tidak mengalami gangguan pada sistem pencernaan, kecuali
jika stadium telah mencapai IV b sehingga kanker dapat
bermetastasis jauh, misalnya sampai organ pencernaan.
(Mansjoer Arif, dkk, 2000)
6) Sistem Muskuluskeletal
Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya
cepat lelah. (Mansjoer, 2005: 379).
Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan
terjadi pembekakan di berbagai anggota tubuh seperti betis,
paha, dsb (Rahayu Sri, 2015)
7) Sistem Endokrin
Pengaruh hormon selama kehamilan menjadi lebih mudah
untuk berkembangnya sel kanker, hal ini dihubungkan
dengan proses metaplasia sel serviks uteri, rendahnya daya
imun perempuan saat hamil serta trauma yang disebabkan
oleh proses saat melahirkan. (Haryani Septia, dkk, 2016).
8) Sistem Hematologi
12
Terjadi penurunan kadar Hb karena pasien mengalami
perdarahan yang cukup banyak baik saat menstruasi maupun
pasien menepouse. (Rahayu Sri, 2015).
9) Sistem Reproduksi
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah
yang makin lama makin lebih sering terjadi, misalnya setelah
melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak,
atau bisa juga diluar senggama/spontan, biasanya terjadi pada
tingkat klinik lanjut stadium II-III (Yatim, 2005: 47).
Serviks dapat teraba membesar, irregular, teraba lunak, dan
bau terdapat bau busuk yang khas. (Mansjoer Arif, dkk,
2000)
10) Sistem Imunologi
umur merupakan salah satu faktor risiko yang dianggap
mempengaruhi prognosis penderita dan mempengaruhi
kematangan sistem imun. Insiden kanker serviks yang masih
tinggi pada umur lebih tua karena semakin tua usia pasien,
semakin lemah sistem imun yang dimiliki. (Haryani Septia,
dkk, 2016).
11) Sistem Integumen
Tidak mengalami masalah pada kulit pasien, kecuali di
bagian vagina jika hygiene buruk maka dapat mengiritasi
kulit. (Wulandari Atik, 2011).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi jenis kanker
yang diderita dengan cara pemeriksaan tertentu (Scoot, 2002: 474).
Pemeriksaan yang dilakukan pada kanker leher rahim meliputi :
a) Pemeriksaan Ginekologi
Dengan melakukan Vaginal tauche atau rectal tauche yang
berguna untuk mengetahui keadaan leher rahim serta sangat
penting untuk mengetahui stadium kanker leher rahim
(Prawirohardjo,2001: 150).
13
b) Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologi epitel porsio
dan leher rahim untuk menentukan tingkat praganas dan ganas
pada portio dan leher rahim serta diagnosa dini karsinoma leher
rahim. (Kustiyati dan Winarni, 2011).
c) Pemeriksaan Kolposkopi
Kolposkopi adalah mikroskop teropong stereoskopis dengan
pembesaran yang rendah 10-40 X, dengan kolposkopi maka
metaplasia scuomosa infeksi HPV, neoplasma Intraepiteliel leher
rahim akan terlihat putih dengan asam asetat atau tanpa corak
pembuluh darah. Kelemahanya: hanya dapat memeriksa daerah
terlihat saja yaitu portio, sedangkan kelainan pada SCJ dan
intraepitel tidak bisa dilihat (Jones, 2002 dalam Kustiyati dan
Winarni, 2011).
d) Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada beberapa
tempat di leher rahim yaitu dengan cara mengambil
sebagian/seluruh tumor dengan menggunakan tang oligator,
sampai jaringan lepas dari tempatnya (Manuaba, 2001).
6. Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang
matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan
pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi) (Wiknjosastro,
1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi
tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara
umum berdasarkan stadium kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
14
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, Ivb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(Mansjoer Arif, dkk, 2000)
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut
Definisi:
Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional,dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab :
a. Agen pencedera fisiologis (misal. inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (misal. terbakar,bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (Misal .abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protetif
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
15
Subjektif : (tida tersedia)
Objetif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola nafas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis
Kondisi klinis terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cidera traumatis
c. Infeksi
d. Syndrome koroner akut
e. Glaukoma
(PPNI, 2017: 172)
2) Ketidakseimbangan nutrisi
definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
penyebab
a. ketidakmampuan menelan makanan
b. ketidakmampuan mecerna makanan
c. ketidakmampuan mengabsorbsi nutien
d. peningkatan kebutuhan metabolisme
e. faktor psikologis
objektif
subjektif
16
a. cepat kenyang setelah makan
b. kram atau nyeri abdomen
c. napsu makan menurun
objektif
a. infeksi
3) Pola seksual tidak efektif
Definisi
Kekawatiran individu melakukan hubungan seksual yang beresiko
menyebabkan perubahan kesehatan.
Penyebab
a. Kurang privasi
b. Ketiadaan pasangan
c. Konflik orientasi seksual
d. Ketakutan hamil
e. Ketakutan terinfeksi penyakit menular seksual
f. Hambatan hubungan dengan pasangan
g. Kurang terpapar informasi tentang seksualitas
Subjektif
17
c. Mengungkapkan perilaku seksual berubah
d. Orientasi seksual berubah
Subjektif
Objektif
a. Konflik nilai
a. Mastektomi
b. Histerektomi
c. Kanker
d. Kondisi yang menyebabkan paralisis
e. Penyakit menular seksual (mis, sifilis, gonore,AIDS)
4) Ansietas
Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab
a. Krisis situasional
b. Kebutuhan tidak terpenuhi
c. Krisis maturasional
d. Ancaman terhadap konsep diri
e. Ancaman terhadap kematian
f. Kekawatiran mengalami kegagalan
g. Disfungsi sistem keluarga
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Factor keturunan (temperamen mudah teragitasi ejak lahir)
18
j. Penyalahgunaan zat
k. Terpapar bahaya lingkungan (mis; toksin, polutan, dll)
l. Kurang terpapar informasi
Subjektif
a. Merasa bingung
b. Merasa kawatir dengan akibat dari kondisi yang di hadapi
c. Sulit berkonsentrasi
Objektif
a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
Subjektif
a. Mengeluh pusing
b. Anoreksia
c. Palpitasi
d. Merasa tidak berdaya
Objektif
19
i. Sering berkemih
j. Berorientasi pada masa lalu
Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
20
Factor resiko
a. Penyakit kronis (mis, diabetes mellitus)
b. Efek prosedur invasive
c. Malnutrisi
d. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
e. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer:
1. Gangguan peristaltic
2. Kerusakan integritas kulit
3. Perubahan sekresi pH
4. Penurunan kerja siliaris
5. Ketuban pecah lama
6. Ketuban pecah sebelum waktunya
7. Merokok
8. Statis cairan tubuh
f. Ketidakadekuatan petahanan tubuh
1. Penurunan hemoglobin
2. Imununosupresi
3. Surpresi respon inflamasi
4. Vaksinasi tidak adekuat
a. AIDS
b. Luka bakar
c. Penyakit paru obstruksi kronis
d. Diabetes mellitus
e. Tindakan invansif
f. Kondisi penggunaan terapi steroid
g. Penyalahgunaan obat
h. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
i. Kanker
j. Gagal ginjal
k. Imunosupresi
21
l. Lymphedema
m. Leukositopenia
n. Gangguan fungsi hati
7) Resiko kerusakan integritas kulit
Definisi
Beresiko mengalami kerusakan kulit(dermis epidermis) atau
mengalami kerusakan jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi atau ligamen).
Faktor Risiko
a. Perubahan sirkulasi kekurangan)
b. Perubahan status nutrisi(kelebihan atau kekurangan)
c. Volume cairan ( Kelebihan/kekurangan)
d. Penurunan mobilitas
e. Bahan kimia iritatif
f. Suhu lingkungan yang ekstrem
g. Faktor mekanis(mis. penekanan, gesekan) atau faktor
elektris(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
h. Terapi radiasi
i. Kelembaban
j. Proses penuaan
k. Neuropati perifer
l. Perubahan pigmentasi
m. Perubahan hormonal
n. Penekanan pada tonjolan tulang
o. Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankanlmelindungi integritas jaringan
. Kondisi Klinis Terkait
a. Imobilisasi
b. Gagal jantung kongestif
c. Gagal ginjal
d. DM
e. Imunodefisiensi
22
f. Katerisasi jantung (SDKI,2016:300)
c. Intervensi keperawatan
1) Nyeri akut
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
b. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
c. Melaporkan nyeri pada penyedia tenaga kesehatan
d. Mempertahankan pola tidur yang baik
e. Mempertahankan selera makan yang baik
Aktivitas keperawatan :
Pengkajian :
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai plihan pertama untuk
mengumpulkan informasi dalam pengkajian
b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan
c. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata –kata yang sesuai
usia dan tingkat perkembangan pasien
d. Manajemen nyeri (NIC)
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik dan durasi
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
a. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang
harus di minimum
b. Frekuensi pemberian
c. Kemungkinan efek samping, (misalnya pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet )
Aktivitas kolaboratif :
a. Manajemen nyeri (NIC)
Gunakan tindakan pengendalian nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri sebelumnya
23
Aktivitas lain :
a. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian
nyeri dan efek samping
b. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas
c. bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan seperti melalui televisi, tape, dan interaksi dengan
pengunjung
d. Manajemen (NIC)
Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidak nyamanan.
(Wilkinson, 2016: 296-299)
2) Ketidakseimbangan nutrisi
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil
a. Mempertahankan berat badan
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Menoleransi diet yang dianjurkan
d. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
e. Melaporkan tingkat energi yang adekuat.(Judith &
Nancy,2011:506)
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
a. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah keseimbangan makan
b. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
eletrolit
c. Manajemen Nutrisi (NIC) :
1) Ketahui makanan kesukaan pasien
2) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebuthan
nutrisi
24
3) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4) Timbang pasien pada intervensii yang tepat.
Penyuluhan untuk Pasien/ Keluarga
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Ajarkan pasien/kelurga tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
c. Manajemen Nutrisi (NIC): berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Aktivitas Kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami ketidak adekuatan asupan protein.
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian makanan melalui slang, atau
nutisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat dapat
dipertahankan
c. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak
dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat.
e. Manajemen Nutrisi (NIC): tentukan, dengan melakukan
kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nurtrisi.
Aktivitas Lain
a. Buat perencanaan dengan pasien yang masuk dalam jadwal
makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien
serta suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
c. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan
tinggi
d. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
e. Hindari prosedur invasif sebelum makan
25
f. Suapi pasien jika perlu
g. Manajemen Nutrisi (NIC): berikan pasien minuman dan kudapan
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila
mumingkinkan ajarkan pasien tentang cara membuat catatan
harian makanan, jika perlu.(Judith & Nancy,2011:506-509)
3) Pola seksual tidak efektif
Tujuan/ Kriteria hasil
a. Berpartisipasi aktif dalam konseling
b. Meminta informasi yang dibutuhkan tentang seksualitas
c. Memahami pentingnya diskusi mengenai masalah seksual dengan
pasangan
d. Mendiskusikan keluhan tentang seksualitas
e. Mengungkapkan kepuasan seksualitas
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
a. Pantau adanya indikator resolusi disfungsi seksual (mis.
Peningkatan kapasitas keintiman)
b. Konseling seksual (NIC):
1) Awali pertanyaan tentang seksualitas dengan suatu
pernyataan pada pasien bahwa banyak orang mengalami
masalah seksual
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Beri informasi yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi
seksual (mis. Bimbingan antisipasi, materi pendidikan kesehatan,)
Aktivitas kolaboratif
a. Dukung kelanjutan konseling setelah pemulangan
Aktivitas lain
a. Anjurkan pengungkapan keluhan seksual melalui peran pemberi
asuhan yang telah membina hubungan saling percaya dengan
pasien dan merasa nyaman mendiskusikan keluhan seksual
b. Beri waktu dan privasi untuk membahas permasalahan seksual
pasien
26
c. Konseling seksual (NIC)
1) Bantu pasien mengungkapkan kesedihan dan kemarahan
terhadap perubahan fungsi dan penampilan tubuh, jika
diperlukan.
2) Libatkan pasangan atau pasangan seksual dalam konseling
seoptimal mungkin, jika diperlukan
4) Ansietas
Tujuan/ Kriteria Hasil
a. Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami
kecemasan
b. Mengidetifikasi gejala yang merupakan indikator ansietas pasien
sendiri
c. Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat
d. Memiliki tanda-tanda dalam batas normal.(Judith &
Nancy,2011:47-48)
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk
reaksi fisik
b. Kaji untuk faktor budaya (misalnya, konflik nilai) yang menjadi
penyebab ansietas
c. Reduksi Ansietas (NIC): menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien
27
d. Penurunan Ansietas (NIC): sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosa, terapi, dan prognosis, instruksikan pasien
tentang penggunaan teknik relaksasi.
Aktivitas Kolaboratif
a. Penurunan Ansietas (NIC): berikan obat untuk menurunkam
ansietas, jika perlu
Aktivitas Lain
28
a. Pantau kondisi yang dapat mengarah ke hipovolemia
b. Kaji kondisi jantung(infark jantung, disritmia,dll)
c. Kaji kondisi sirkulasi
d. Pantau asupan dan haluaran, termasuk luka, drain, muntah, dan
diare.
e. Pantau tanda-tanda vital
f. Pantau warna dan kelembapan kulit
Aktivitas kolaboratif
a. Berikan medikasi yang diprogramkan untuk menangani faktor
risiko
b. Berikan oksigen, jika gejala mengindikasikan perkembangan syok
aktual, atau jika diperlukan untuk pengobatan tanpa henti faktor
resiko
c. Rujuk ke dokter gizi jika diperlukan diet khusus untuk
meningkatkan kesehatan atau penyembuhan sistem imun
Penyuluhan untuk pasien
a. Anjurkan pasien/keluarga tentang mencegah infeksi
b. Ajarkan tanda dan gejala syok. (perdarahan, kehilangan cairan)
Aktivitas lain
a. Siapkan untuk memberikan cairan, elektrolit, koloid, atau
darah/produk darah untuk masalah volume yang bersikulasi
b. Gunakan metode aseptik ketat untuk mencegah infeksi
c. Berikan nutrisi oral, enteral, atau parenteral. (Wilkinson, 2016:
395-396 )
6) Risiko infeksi
Tujuan/ Kriteria Hasil
a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
c. Menggambarkan faktor yang menunjang penuluran infeksi
d. Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur
skrining dan pemantauan.(Judith & Nancy,2011:425)
Aktivitas Keperawatan
29
Pengkajian
a. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut
jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine,
suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
c. Pantau hasil laboratorium
d. Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan risiko terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi (misalnya, mencuci tangan
c. Pengendalian Infeksi (NIC) :
d. Ajarkan pasien teknik mencucui tangan yang benar
e. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu
masuk dan meninggalkan ruang pasien
i. Aktivitas Kolaboratif
f. Ikuti protokol instituti untuk melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
g. Pengendalian Infeksi (NIC): berikan terapi antibiotik, bila
diperlukan
Aktivitas Lain
a. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama untuk pasien lain yang
mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawatan pasien
dengan pasien yang terinfeksi
b. Pengendalian Infeksi (NIC) :
1) Bersihkan lingkungan denganbenar setelah dipergunakan
masing-masing pasien
2) Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
3) Terapkan kewaspadaan universal
30
4) Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan.(Judith &
Nancy,2011:426-427)
7) Risiko gangguaan integritas kulit.
Kriteria evaluasi
a. Mendemonstrasikan aktivitas perawatan kulit r ang efektif
b. Memiliki nadi kuat dan simetris
c. Memiliki warna kulit normal
d. Memiliki suhu tubuh normal
e. Tidak mengalami nyeri di ekstermitas
f. Mengonsumsi makanan secara adekuat untuk ningkatkan
integritas kkulit
Aktivitas Keperawatan
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim
atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel
pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009 )
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel
32
karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah
keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu
kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang
menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan
yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena
mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan
gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya
anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3.2 Saran
a. Bagi penulis
Untuk penulis dapat mengimplementasikan sesuai dengan teori yang
sudah ada di dalam makalah ini.
b. Bagi pembaca
Untuk pembaca terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat
menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada Pasien dengan penyakit
KANKER CERVIKS.
c. Bagi intstitusi
Agar bisa dijadikan referensi di bidang pendidikan terutama di bidang
kesehatan agar mahasiswanya juga bisa mendapatkan tambahan wawasan
untuk masalah asuhan keperawatan pada Pasien dengan penyakit
KANKER CERVIKS
33
DAFTAR PUSTAKA
Kustiyati & Winarni. (2011). Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dengan Metode
IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Surakarta. Gaster, Vol. 8.
Haryani, dkk. (2016). Prevalensi Kanker Serviks Berdasarkan Paritas di RSUP Dr.
M. Djamil Padang Periode Januari 2011-Desember 2012. Jurnal Keehatan
Andalas, 648.
Rahayu, D.S. (2015). Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.