Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

PNEUMONIA

Pembimbing :
dr. Faida Susantinah , Sp. Rad

Penyusun:
Victor Morando Nainggolan 112018038
Hermita Octoviagnes Buarlele 112018072

PERIODE 14 SEPTEMBER – 29 SEPTEMBER 2020

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang
terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit. Salah satu infeksi saluran nafas yaitu pneumonia.
Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran pernafasan bawah akut pada parenkim paru yang
serius yang dijumpai sekitar 15-20%.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju, angka kejadian pneumonia masih
tinggi. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 dalam perhimpunan dokter paru
Indonesia tahun 2003 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Di Indonesia sendiri, insiden penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan
kematian mencapai 20-50%.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapatkan adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada
orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan penyakit hati
kronik.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang semua umur terutama pada
bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang yang mempunyai penyakit pemberat lain
seperti penyakit jantung kongestif, diabetes dan penyakit paru kronis.
ETIOLOGI PNEUMONIA
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia
streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pembagian penyebab-penyebab dari pneumonia yaitu :


a. Bakteri
Bakteri adalah penyebab paling umum pneumonia pada orang dewasa, terutama pada
orang tua. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan pneumonia adalah Diplococcus
pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus,
Hemophilus influenza.
b. Virus
Virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syncytial virus, virus
influenza, Adenovirus, Cytomegalovirus.
c. Jamur
Beberapa jenis jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Mycoplasma
pneumoces dermatitides, Coccidiodes immitis, Aspergillus, Candida albicans.
d. Aspirasi
Beberapa contoh aspirasi seperti makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan
amnion, dan benda asing.4
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris
pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,
sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15. pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, 25-50% pada pasien ICU.
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12 kasus tiap 1000 orang
dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang
dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu 14%. Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien
yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angkat kematian diantara pasien tersebut
lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, terdapat 5-11 kasus pneumonia per
1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di
ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut dengan ortalitas 5-
12% .3
Pneumonia dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap
mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.
Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor
iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.3

FAKTOR RESIKO
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena pneumonia antara
lain :
a. Usia lebih dari 65 tahun
b. Riwayat merokok
c. Malnutrisi
d. Pasien dengan penyakit paru seperti asma, PPOK dan emfisema
e. Diabetes Mellitus
f. Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
g. Kanker
h. Trakeostomi dan pemakaian endotrakeal tube
i. Tindakan Bedah pada regio abdominal atau toraks
j. Fraktur tulang iga
k. AIDS, pengobatan immunosuppresan dan pasien immunocompromised.

KLASIFIKASI PNEUMONIA
Klasifikasi pneumonia didasarkan pada faktor lingkungan pasien, keadaan pasien dan
mikroorganisme, atau mengaitkannya dengan data-data klinis, epdemiologi dan pemeriksaan
penunjang.5
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
1. Pneumonia Tipikal, yang bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris klasik. Gambaran
radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris yang disebabkan oleh kuman tipikal
terutama S.pneumonia, K.pneumonia, atau H.Influenza

2. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat dengan gambaran
infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya adalah Mycoplasma pneumonia, virus
Legionella pneumophila dan Clamidia psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi
karena ditemukan bahwa gambaran radiologis atau laboratorium saling tumpang tindih
dan tidak mencakup pneumonia gambaran yang khas.
Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya:
1. Pneumonia alveolar. Misalnya Pneumonia pneumococal. Eksudat pada alveolar memberi
gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang terbentang menuju hilus dan cenderung
memotong garis segmental. air-bronkogram biasanya di temukan pada pneumonia jenis
ini.

2. Pneumonia lobular (bronkopneumonia) sering ditemukan pada pneumonia yang


disebabkan oleh infeksi stapilococus pada paru, terlihat gambaran konsolidasi berdensitas
tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak yang mengikut sertakan alveoli yang
tersebar

3. Pneumonia interstisial yang dapat ditemukan pada infeksi virus.

Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang lazim dipakai.
Mengingat gambaran pneumonia nosokomial yang khas berbeda dari pneumonia komunitas,
maka diagnosis pneumonia jenis ini menggunakan kriteria Centre for Disease and Preventoin,
USA.
DIAGNOSIS PNEUMONIA

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.7

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul
kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.6

Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.7
Gambaran pneumonia pada foto toraks sama seperti gambaran konsolidasi karena
radang. Bila udara di dalam alveoli digantikan oleh cairan eksudat, bagian paru tersebut
terlihat putih pada foto. Kondisi tersebut bisa mengenai seluruh lobus (pneumonia lobaris)
atau beberapa bercak-bercak, mengenai alveoli (bronchopneumonia).8

Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus
(lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang
tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.9
Gambaran radiologisnya memperlihatkan bayangan homogen berdensitas tinggi pada satu
segmen, lobus paru atau pada sekumpulan segmen lobus yang berdekatan, berbatas tegas.
Gambaran ini dapat dibedakan dari atelektasis, yaitu tidak terdapat pengurangan volume dan
daerah paru yang terserang. Gambaran roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu sama,
yaitu berupa ukuran besar dan jumlah corakan paru yang bertambah atau konsolidasi, atau
berupa campuran dan keduanya.12

Gambar 4. Silhouette sign (+)


Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung
hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
1.Bronchopneumonia
Pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkopneumonia yang
mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular atau adanya infiltrat pada
sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronkhi.7

Peradangan paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis, kemudian menjadi tersumbat


dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi
dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.7

Epidemiologi dan Faktor Resiko

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di Amerika, pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi
saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di
negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.13

Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko bronkopneumonia.
Faktor risiko yang sudah teridentifikasi meliputi : usia, jenis kelamin,status gizi, berat lahir
rendah (kurang dari 2.500 gram saat lahir), kurangnya pemberian ASI eksklusif pada enam bulan
pertama kehidupan, imunisasi campak, malnutrisi dan kepadatan rumah. Kemungkinan faktor
risiko lain adalah orang tua yang merokok, kekurangan zinc, pengalaman Ibu sebagai pengasuh,
penyakit penyerta misalnyadiare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu,penitipan anak,
kelembaban udara, udara dingin, kekurangan vitamin A, dan polusi udara diluar rumah.13

Etiologi

Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumoniae


dan Haemophylus influenzae. Bronkopneumonia masih merupakan masalah kesehatan anak
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Penyakit ini umunya menyerang anak usia dibawah lima
tahun (balita), terutama anak usia < 2 tahun. 13
Pemeriksaan Penunjang
Sedangkan pada pemeriksaan penunjang dapat yang dapat dilakukan Gambaran
radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan
infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat
pada lobus bawah.13

Gambar 10. Gambaran Bronkopneumonia (Posisi PA)


Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar
diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara


lain :

a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal.


b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung.
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang
mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring.
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar
serta gambaran bronkopneumonia.13
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal


sebagai berikut :

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. 13

Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang
semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.13

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae


supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya
kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang
sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat
juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.13

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.10

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan.

4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.13 Sedangkan pada pemeriksaan
penunjang dapat yang dapat dilakukan Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral
dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di
pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.13

Gambar 10. Gambaran Bronkopneumonia (Posisi PA)20

Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi kuman
penyebab dapat dilakukan melalui :

a. Kultur sputum/bilasan cairan lambung


b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c. Deteksi antigen bakteri 11,12

A. Tatalaksana

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus.13

- Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas
darah ≥ 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.13

- Penatalaksanaan Khusus

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.


Pneumonia ringan dengan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi
penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). 11

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 11

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan
berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 11

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin - asam klavulanat


- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin - asam klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila
penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam à ganti
dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya
perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).11

1. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi.

Diagnosis Banding Pneumonia


A.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.10
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA

B.Atelektasis 
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.
Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena
adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari
seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+)
tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 1,2,3

1. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
 Golongan Penisilin
 TMP-SMZ
 Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


􀂃 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
􀂃 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
􀂃 Marolid baru dosis tinggi
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
􀂃 Aminoglikosid
􀂃 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
􀂃 Tikarsilin, Piperasilin
􀂃 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
􀂃 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
􀂃 Vankomisin
􀂃 Teikoplanin
􀂃 Linezolid
Hemophilus influenzae
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Azitromisin
􀂃 Sefalosporin gen. 2 atau 3
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
􀂃 Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
􀂃 Doksisiklin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae
􀂃 Doksisikin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia Klaritrom - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia isin 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia 2x250 mg Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae - - - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp Azitromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 1x500mg Moxifloxacin
berobat jalan -M,tuberculosis - Rositrom 1x400mg
-Batang Gram (-) isin 2x150 mg - Doksisiklin
atau 1x300 mg 2x100mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
-Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
-Perlu dirawat -Polimikroba 3 -Sulferason
di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae

Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalospo -Carbapenem/


IV berat -Legionella sp rin generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalospo
-H.influenzae rin generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalospo
-Jamur endemic rin generasi 3
+ kuinolon
2. Terapi Suportif Umum
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan analisis gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas
dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan
pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.1
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru
lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral.
Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak
diperkenankan. 3
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat
komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan masker.
Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga
tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki
oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.3
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat
asidosis respiratorik.
c. Respiratory arrest.
d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan
terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.3
3. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke
oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah
infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih
rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran
pencernaan berfungsi normal. 4
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 3
1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik
2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
KOMPLIKASI

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial
akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%.
S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae
sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis.
Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan
ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat
adanya kolestasis intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman
anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu
akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia,
tuberkulosis, atau pneumonia
PROGNOSIS

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.


Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara
umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3
atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman
gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali
bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m, tekanan
diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)
BAB III
KESIMPULAN

Dewasa ini, kasus pneumonia masih merupakan tantangan bagi bidang kesehatan terlepas
dari perkembangan teknologi dan temuan-temuan terbaru. Hal ini tentu saja berhubungan dengan
tingginya angka kasus dan resistensi antibiotik yang semakin meningkat. Diagnosa awal dan
administrasi antibiotik segera merupakan prioritas utama dapat mengurangi angka mortalitas
secara signifikan.

Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dapat digunakan untuk membantu menegakan
diagnosis bahkan juga dapat membantu membedakan berbagai jenis pneumonia berdasarkan
temuan yang didapatkan dari hasil foto tersebut.

Dengan berpegangan pada prinsip-prinsip diatas diharapkan dokter-dokter dapat


memberikan perawatan optimal dan efektif untuk pasien dan menekan angka morbiditas dan
mortalitas serendah mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan. Jakarta.

2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines
for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31:
347-82
6. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205
9. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila. Vol 1. No 2.
September 2014. h. 185-9
10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson
J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children
Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7):
617-630
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
12. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Cetakan ke-11. Badan Penerbit FK-UI
Jakarta:2018.hal 101
13. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview. (27 Juli 2020)

Anda mungkin juga menyukai