PNEUMONIA
Pembimbing :
dr. Faida Susantinah , Sp. Rad
Penyusun:
Victor Morando Nainggolan 112018038
Hermita Octoviagnes Buarlele 112018072
DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang semua umur terutama pada
bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang yang mempunyai penyakit pemberat lain
seperti penyakit jantung kongestif, diabetes dan penyakit paru kronis.
ETIOLOGI PNEUMONIA
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia
streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
FAKTOR RESIKO
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena pneumonia antara
lain :
a. Usia lebih dari 65 tahun
b. Riwayat merokok
c. Malnutrisi
d. Pasien dengan penyakit paru seperti asma, PPOK dan emfisema
e. Diabetes Mellitus
f. Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
g. Kanker
h. Trakeostomi dan pemakaian endotrakeal tube
i. Tindakan Bedah pada regio abdominal atau toraks
j. Fraktur tulang iga
k. AIDS, pengobatan immunosuppresan dan pasien immunocompromised.
KLASIFIKASI PNEUMONIA
Klasifikasi pneumonia didasarkan pada faktor lingkungan pasien, keadaan pasien dan
mikroorganisme, atau mengaitkannya dengan data-data klinis, epdemiologi dan pemeriksaan
penunjang.5
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
1. Pneumonia Tipikal, yang bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris klasik. Gambaran
radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris yang disebabkan oleh kuman tipikal
terutama S.pneumonia, K.pneumonia, atau H.Influenza
2. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat dengan gambaran
infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya adalah Mycoplasma pneumonia, virus
Legionella pneumophila dan Clamidia psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi
karena ditemukan bahwa gambaran radiologis atau laboratorium saling tumpang tindih
dan tidak mencakup pneumonia gambaran yang khas.
Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya:
1. Pneumonia alveolar. Misalnya Pneumonia pneumococal. Eksudat pada alveolar memberi
gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang terbentang menuju hilus dan cenderung
memotong garis segmental. air-bronkogram biasanya di temukan pada pneumonia jenis
ini.
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang lazim dipakai.
Mengingat gambaran pneumonia nosokomial yang khas berbeda dari pneumonia komunitas,
maka diagnosis pneumonia jenis ini menggunakan kriteria Centre for Disease and Preventoin,
USA.
DIAGNOSIS PNEUMONIA
Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.7
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul
kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.6
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.7
Gambaran pneumonia pada foto toraks sama seperti gambaran konsolidasi karena
radang. Bila udara di dalam alveoli digantikan oleh cairan eksudat, bagian paru tersebut
terlihat putih pada foto. Kondisi tersebut bisa mengenai seluruh lobus (pneumonia lobaris)
atau beberapa bercak-bercak, mengenai alveoli (bronchopneumonia).8
Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus
(lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang
tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.9
Gambaran radiologisnya memperlihatkan bayangan homogen berdensitas tinggi pada satu
segmen, lobus paru atau pada sekumpulan segmen lobus yang berdekatan, berbatas tegas.
Gambaran ini dapat dibedakan dari atelektasis, yaitu tidak terdapat pengurangan volume dan
daerah paru yang terserang. Gambaran roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu sama,
yaitu berupa ukuran besar dan jumlah corakan paru yang bertambah atau konsolidasi, atau
berupa campuran dan keduanya.12
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di Amerika, pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi
saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di
negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.13
Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko bronkopneumonia.
Faktor risiko yang sudah teridentifikasi meliputi : usia, jenis kelamin,status gizi, berat lahir
rendah (kurang dari 2.500 gram saat lahir), kurangnya pemberian ASI eksklusif pada enam bulan
pertama kehidupan, imunisasi campak, malnutrisi dan kepadatan rumah. Kemungkinan faktor
risiko lain adalah orang tua yang merokok, kekurangan zinc, pengalaman Ibu sebagai pengasuh,
penyakit penyerta misalnyadiare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu,penitipan anak,
kelembaban udara, udara dingin, kekurangan vitamin A, dan polusi udara diluar rumah.13
Etiologi
Manifestasi Klinis
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. 13
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang
semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.13
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.13 Sedangkan pada pemeriksaan
penunjang dapat yang dapat dilakukan Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral
dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di
pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.13
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi kuman
penyebab dapat dilakukan melalui :
A. Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus.13
- Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas
darah ≥ 60 torr.
- Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan
berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 11
1. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi.
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.
Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena
adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari
seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 1,2,3
1. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial
akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%.
S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae
sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis.
Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan
ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat
adanya kolestasis intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman
anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu
akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia,
tuberkulosis, atau pneumonia
PROGNOSIS
Dewasa ini, kasus pneumonia masih merupakan tantangan bagi bidang kesehatan terlepas
dari perkembangan teknologi dan temuan-temuan terbaru. Hal ini tentu saja berhubungan dengan
tingginya angka kasus dan resistensi antibiotik yang semakin meningkat. Diagnosa awal dan
administrasi antibiotik segera merupakan prioritas utama dapat mengurangi angka mortalitas
secara signifikan.
Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dapat digunakan untuk membantu menegakan
diagnosis bahkan juga dapat membantu membedakan berbagai jenis pneumonia berdasarkan
temuan yang didapatkan dari hasil foto tersebut.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines
for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31:
347-82
6. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205
9. Samuel A. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. J Agromed Unila. Vol 1. No 2.
September 2014. h. 185-9
10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson
J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children
Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7):
617-630
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
12. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Cetakan ke-11. Badan Penerbit FK-UI
Jakarta:2018.hal 101
13. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview. (27 Juli 2020)