Anda di halaman 1dari 36

KELOMPOK 1

Evani Napitupulu 25010115120019


Windayani Sitindaon 25010115120028
Monalisa 25010115120043
Intannia Islami Dewi 25010115120045
Hery Setiawan 25010115120052
Regi Aromdillah Prabawati 25010115120088
Bella Risca Monica 25010115120092
Citra Anandya K 25010115120112
Kika Dwi Kurniawati 25010115120131
Chaterina Novelle Turnip 25010115120137
Rahayu Sitorus 25010115120172
Puri Fatma Sari 25010115120173
Sabrina Gayatri 25010115140181
Rahmat Wahab 25010115130187
Kezia Albertha 25010115130196
Meity Aisyah Dwiriani P. S. 25010115140199
Ututya Lisya Wijaya 25010115130206
Heni Purnamasari 25010115130210
Frida Kusumaningtyas 25010115140226
Alif Insan Al Farisi 25010115140240
Rana Chika Lantyani 25010115130255
Muhammad Aldi Taufiq 25010115130264
Vita Permatasari 25010115130278
Erdelia Herdanindita 25010115130312
Intan Hardian 25010115140325
Yoshef Arieka M 2501017183020
 Pengertian Gender
 Peran Gender
 Perbedaan Gender dan Seks
 Perspektif Gender
 Gender dalam Kesehatan
 Perbedaan Gender pada Suku di Indonesia
 Perbedaan Gender di Indonesia dan Luar Negeri
Kata “gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada
laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam
lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah
hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati.

Gender mengidentifikasi hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki, yang tidak ditetapkan
oleh perbedaan biologis, tetapi lebih dipertajam oleh pembedaan pembelajaran dan nilai-nilai
budaya. Pembedaan biologis menetapkan apa yang dapat dan apa yang tidak dapat dilakukan
oleh perempuan menurut kesepakatan masyarakat. Gender yang didasarkan pada pembedaan
nilai-nilai menentukan peran perempuan dalam semua aspek kehidupan dan kesetaraan
perempuan.
Women’s Studies Encyclopedia menyatakan bahwa :
Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat
perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari nilai dan
perilaku.
Peran gender adalah sekumpulan pola-pola tingkah laku atau sikap-sikap yang dituntut oleh
lingkungan dan budaya tempat individu itu berada untuk ditampilkan secara berbeda oleh laki-
laki dan perempuan sesuai jenis kelaminnya.

• Keluarga tradisional menganggap kedudukan laki-laki lebih dominan daripada perempuan dan
mengharapkan perempuan untuk berperan sebagai isteri dan ibu di rumah.
• Konsep androgini juga memiliki cara pandang yang lebih egaliter karena individu tersebut
memiliki sifat yang cenderung lebih fleksibel dan lebih kaya dalam tingkah laku.
 Teori Psikoanalisa  perkembangan peran
gender pada anak terjadi karena adanya proses
identifikasi anak pada orang tua yang berjenis
kelamin sama.

 Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) 


anak belajar mengabstraksikan informasi dan
perilaku orang lain, mengambil keputusan
mengenai perilaku mana yang akan ditiru
(imitasi), kemudian melakukan perilaku yang telah
dipilih.
Pandangan peran gender dari setiap orang akan berbeda tergantung
dari :

• Orang tua
• Guru
• Teman sebaya
• Media massa
• Pendidikan
• Perkawinan
• Tempat kerja
Gender Sex (Jenis Kelamin)
Merupakan perbedaan peran, hak dan kewajiban, Merupakan perbedaan biologis antara laki – laki
kuasa dan kesempatan antara laki – laki dan dan perempuan.
perempuan dalam kehidupan masyarakat.

Gender tidak sama di seluruh dunia, tergantung Perbedaan sex sama di seluruh dunia bahwa
dari budaya dan perkembangan masyarakat di perempuan bisa hamil sementara laki – laki tidak,
satu wilayah, sifatnya lokal. sifatnya universal.
Gender berubah dari waktu ke waktu. Setiap Prbedaan sex tidak berubah dari waktu ke waktu.
peristiwa dapat merubah hubungan antara laki – Dari dulu hingga sekarang dan masa datang, laki
laki dan perempuan dalam masyarakat. – laki tidak mengalami menstruasi dan tidak
dapat hamil.
Kesetaraan Gender
Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan (politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan lainnya).

Keadilan Gender
perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki, sehingga tidak ada
marginalisasi, subordinasi, pembakuan peran, beban ganda, dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
• Marginalisasi  proses peminggiran
• Subordinasi  menilai peran jenis kelamin lain lebih rendah
• Pelabelan/Citra Baku/Stereotype  pelabelan/citra baku yang
bersifat negatif
• Beban Ganda/Double Burden  beban ganda pada salah satu jenis
kelamin
• Tindak Kekerasan/Violence  tindak kekerasan, baik fisik maupun
nonfisik
Tingginya AKI di Indonesia karena lemahnya posisi tawar perempuan perempuan
dalam kesehatan kesehatan reproduksi.
• Hak mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi
• Hak menentukan kapan dan jarak antar kehamilan/kelahiran,
menentukan jumlah anak,
• Hak pelayanan keluarga berencana
Pelayanan Keluarga Berencana
Perempuan dikorbankan untuk pencapaian target kependudukan dan penelitian
penelitian di puskesmas-puskesmas.

Kekerasan domestik pada keluarga Jawa


• “Bapak merupakan sumber kekuasaan utama, sementara sementara ibu
berada dalam posisi subordinat, hanya merupakan saluran kekuasaan yang
dimiliki bapak”
• PKK adalah gambaran subordinasi laki‐laki terhadap perempuan; karena
perempuan adalah pendamping suami sekaligus pendukung tugas‐ tugas
suami dengan menciptakan menciptakan suasana suasana yang selaras di
rumah
Penyakit Menular
Perempuan miskin lebih banyak memiliki anak yang tidak diinginkan
karena kurang mendapatkan akses terhadap pelayanan dan informasi
kesehatan reproduksi. Kemungkinan terkena infeksi menular seksual,
termasuk HIV/AIDS, menambah risiko yang akan dihadapi oleh
perempuan; ketidakadilan gender sering menghilangkan kemampuan
perempuan untuk menolak praktekpraktek berisiko kekerasan seksual
dan perilaku seksual
Aborsi
Kasus pelecehan, kekerasan seksual pada perempuan berdampak
meningkatnya kasus aborsi. Fakta mengenai aborsi dalam
penelitiannya di 10 kota besar dan 6 kabupaten, menemukan bahwa
pertahun terdapat 2 juta kasus aborsi, atau 37 aborsi per 1000
perempuan usia 15-49 tahun, atau 43 aborsi per 100 kelahiran
hidup, atau 30% kehamilan.
• Dalam masyarakat Toraja, terlebih di daerah Bori, posisi perempuan
memang berada pada kelas dua dalam strata kehidupan bermasyarakat.
perempuan dianggap tidak bisa melakukan pekerjaan yang sama dengan
laki-laki atau tidak mampu berdiri di depan menjadi pemimpin seperti
laki-laki.
• Di Suku Toraja ada sebutan untuk gender ke 3 yaitu to burake atau orang
burake Ia biasanya berjenis kelamin lelaki dengan dandanan layaknya
perempuan Toraja atau sebaliknya. (sudah tidak ada karena perannya
hilang oleh dogma agama)
Masyarakat suku Bugis mempercayai ada 5 sistem gender dengan peran yang
berbeda-beda, yaitu
• Oroane (laki-laki),
• Makkunrai (perempuan),
• Calalai(perempuan dengan peran dan fungsi lakilaki),
• Calabai (laki-laki dengan peran dan fungsi perempuan), dan
• Bissu (perpaduan dua gender yaitu perempuan dan laki-laki dalam satu tubuh)
1. Halabelan adalah persepsi, asumsi, maupun nilai dalam sebuah masyarakat.
Terdapat dua macam pelabelan berbasis gender di dalam masyarakat, yaitu
pelabelan negatif dan positif. Dan ironisnya pelabelan negatif banyak
dilekatkan kepada perempuan.Misalnya, perempuan diasumsikan
makhluklemah, selalu tergantung pada orang lain, tidak tegas, mudah
terpengaruh, emosional, mudah ditundukkan dan irrasional.

2. Penomorduaan (subordination) yaitu perlakuan menomor duakan yang


mengakibatkanseseorang menempati posisi lebih rendah dibandingkan
dengan orang lain, sehingga tidak mendapatkan prioritas. Juga termasuk
praktik penomorduaanadalah mengganggap seseorang tidak mampu atau
tidak penting, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun kegiatan
lain. Penomorduaan berbasis gender lebih banyak dialami perempuan
daripada laki-laki.
3. Pemiskinan (marginalizstion), yaitu menempatkan seseorang karena
jenis kelaminnya sebagai pihak yangtidak dianggap penting karena
faktor ekonomi, sekalipun sebenarnya perannya sangat krusial. Salah
satu contoh proses marginalisasi bagi perempuan adalah kontribusinya
untuk menopang ekonomi keluarga sering kali diabaikan, tidak
diperhitungkan, bahkan tidak dihargai.

4. Beban ganda (double bourden). Beban ganda terjadi karena adanya


dikotomi peran publik dan peran domistik terhadap laki-laki dan
perempuan yang membuat perempuan mau tak mau harus
mengemban beban ganda. Peran ganda adalah adanya dua pekerjaan
bahkan lebih yang harus diemban oleh perempuan.
1. Istri sebagai kanca wingking, artinya teman belakang, sebagai teman dalam
mengelola urusan rumah tangga, khususnya urusan anak, memasak,
mencuci dan lain-lain.
2. Istri sebagai suwarga nunut neraka katut. Istilah itu juga diperuntukkan bagi
para istri, bahwa suami adalah yang menentukanistri akan masuk surga
atau neraka. Kalau suami masuk surga, berarti istri juga akan masuk surga,
tetapi kalau suami masuk neraka.
3. Istri harus bisa manak, macak, masak dan berapa kata yang berawal ‘m’
yang lain lagi. Bahwa seorang istri itu harus bisa memberikan keturunan,
harus selalu berdandan untuk suaminya dan harus bisa memasak untuk
suaminya. Istilah lain yang melekat pada diri seorang perempuan atas istri
yakni dapur, pupur, kasur, sumur.
4. Citra yang dibuat untuk laki-laki antara lain, “serba tahu”, sebagai panutan
harus “lebih” dari perempuan, rasional, agresif.

5. Peran laki-laki yang ideal adalah sebagai pencari nafkah keluarga,


pelindung, “mengayomi”, sedangkan status idealnya adalah kepala keluarga.

6. Perempuan masih dianggap the second class yang sering disebut sebagai
“warga kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan
 Suku Banjar menganut sistem patrilineal, dimana pria mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari pada wanita baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
 Ajaran agama Islam sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat
banjar. Salah satu ajaran islam yang banyak dianut oleh
masyarakat banjar adalah, keutamaan memilih pemimpin laki-laki
dibanding perempuan.
 Keluarga suku dayak mengenal sistem parental/bilateral
 Tempat tinggal pasangan setelah perkawinan pada umumnya
adalah matrilokal (suami mengikuti istri)
 Peran perempuan Dayak lebih mendominasi pekerjaan domestik,
sedangkan laki-laki mendominasi pekerjaan publik.
 Kehadiran seorang laki-laki baru dalam keluarga perempuan
memiliki nilai positif karena dapat menjadi tenaga kerja tambahan
dalam keluarga perempuan.
 Identik dengan sistem kekerabatan patrilineal
 Perbedaan status serta peran laki-laki dan perempuan pada masyarakat
Bali sudah diperlihatkan sejak masih kecil atau anak-anak.
 Masyarakat memberi nilai yang lebih tinggi terhadap anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan.
 Perempuan Bali menjadi kajian utama dalam permasalahan gender ini
karena adat dan tradisi Bali sangat membelenggu kaum perempuan,
bahkan anak perempuan Bali boleh disebutkan sebagai “kelas dua”
setelah lelaki.
Masyarakat mengenal dua bentuk budaya yaitu patriarkhi atau
patrilineal dan matriarkhi atau matrilineal. Pada budaya patriarkhi
misalnya budaya Batak, lebih mengunggulkan laki-laki dari pada
perempuan. Selain itu, Perempuan dianggap lebih rendah daripada
laki-laki, dan perempuan bukan merupaka individu yang bebas dan
otonom, namun sebagai sub-ordinat atau perpanjangan tangan laki-
laki.
 Sistem patriarki yang ada di masyarakat Batak tidak membuat peran
perempuan di Suku Batak tidak penting

 Budaya matriarkhi misalnya budaya Minangkabau lebih mengunggulkan


perempuan. Masyarakat Minangkabau menetapkan silsilah keturunan
berdasarkan garis ibu yang disebut sistem matrilineal.

 Pandangan masyarakat suku Palembang terhadap nilai gender dan keluarga


sangat terpengaruh oleh pandangan Islam yang patriarkhi. Suku Palembang
menggunakan hukum waris sesuai dengan syari’at Islam. Nilai anak: kehadiran
anak laki-laki dalam keluarga suku Palembang sedikit lebih diharapkan
dibandingkan dengan anak perempuan.
Masyarakat di Tanah Papua menganut budaya Patriarki. Budaya
Patriarki juga sangat tampak nyata dalam kehidupan pernikahan
pada masyarakat Papua. Berbicara mengenai budaya Patriarki tak
terlepas dari perbedaan peran gender, dimana perempuan papua
terbiasa dinomor duakan atau bahkan tidak mendapat tempat yang
sama dengan laki-laki Papua. Dalam budaya Papua perempuan
dibiasakan untuk bekerja diluar, mencari makan untuk keluarganya,
bekerja diladang, mencari untuk denda apabila suaminya melakukan
pelanggaran. Tugas laki-laki Papua hanya melakukan perang,
negosiasi perdamaian perang dan membuka ladang.
Perempuan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala besar untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka sebagai warga negara, diperlukan undang-
undang yang khusus melindungi dan mengatur pemenuhan hak-hak perempuan.
Komisi Wanita Nasional India

Untuk mengkaji ulang usaha-usaha perlindungan konstitusi dan hukum bagi wanita,
menyarankan langkah-langkah penanggulangan legislatif, memfasilitasi pemberian
ganti rugi atas pengaduan; dan memberikan nasihat kepada Pemerintah tentang semua
masalah kebijakan yang mempengaruhi wanita
Kegiatan Komisi ini meliputi:
• Penilaian negara keadilan gender
• Penilaian pernikahan anak-anak
• Program kesadaran hukum
• Pengkajian ulang undang-undang
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia
(Komnas Perempuan)

Dibentuk sebagai tanggapan terhadap tuntutan masyarakat atas


pertanggungjawaban negara terhadap pemerkosaan massal yang terjadi selama
kerusuhan tahun 1998
Komnas Perempuan menyusun data tahunan tentang kasus kekerasan terhadap
perempuan yang ditangani oleh pemerintah (misalnya, kepolisian, kejaksaan
agung, pengadilan, rumah sakit) dan LSM-LSM di seluruh daerah di negara
tersebut.
Komisi Kesetaraan Gender Afrika Selatan

• Untuk mempromosikan perlindungan kesetaraan gender dan memantau


serta mengevaluasi lembaga-lembaga negara, didasarkan secara langsung
pada pasal ke - setaraan dalam Konstitusi.
• Mempunyai kekuasaan memanggil orang untuk hadir di pengadilan dan
menyerahkan dokumen dan bertanggung jawab kepada Majelis Nasional.
Anastasya, Ayu dkk. 2014. Policy Brief. Jakarta: Women Research
Institute.
Dar, Rahat. 2008. Reformasi Keadilan dan Kesetaraan Gender. Jakarta:
IDSPS Press.
Supriyantini, Sri. 2002. Hubungan Antara Pandangan Peran Gender
dengan Keterlibatan Suami Dalam Kegiatan Rumah Tangga.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3631/
psikosri.pdf;jsessionid=B7A3CF0163E3D00ED736468288CEECDF
?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai