Anda di halaman 1dari 35

CURRICULUM VITAE

Name Dr. dr. Erwin Astha Triyono, SpPD, KPTI, FINASIM

Contact Address Taman Wisma Menanggal 17 Surabaya

Mobile Phone 08123259941 / Email erwintriyono@yahoo.com

Education
Dokter : FK Unair 1995
Spesialis Penyakit Dalam : FK Unair 2005
Konsultan Penyakit Tropik Infeksi : FK Unair 2011
Doktor : FK Unair 2016

Affiliated Associations
Anggota IDI Cabang Surabaya
Pengurus IDI Wilayah Jawa Timur
Anggota PETRI Surabaya
Wakil Ketua III PAPDI Surabaya

Professional and Teaching Activities


Dosen Divisi Penyakit Tropik Infeksi Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair – RSUD Dr. Soetomo
Ketua Tim Medik AIDS FKUA - RSUD Dr. Soetomo
Wakil Ketua Tim Penyusun DOEN dan Formularium Nasional Kementerian Kesehatan RI
Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan RSUD Dr. Soetomo
Konsultan Medis RS Lapangan KOGABWILHAN II - COVID-19 Indrapura Provinsi Jawa Timur 1
MANAJEMEN KLINIS COVID-19
DENGAN KOMORBID
DEFINISI
MANIFESTASI KLINIS COVID-19

Baj et al., 2020 Review


COVID-19: Specific and Non-
Specific Clinical
Manifestations and Symptoms:
The Current State
of Knowledge
Kondisi Penyerta Positif COVID-19

Prevalensi Hipertensi Indonesia 22 % Prevalensi DM Indonesia 8,5 %


DIABETES MELLITUS

STRATEGI PENGELOLAAN KADAR GLUKOSA BERDASARKAN KLASIFIKASI KONDISI KLINIS

Gejala Ringan Gejala Sedang Berat dan Kritis (HCU/ICU)


(Umumnya di rawat jalan) (Umumnya di rawat inap)

Antidiabetes oral dan insulin Ganti antidiabetes oral Insulin intravena à Lini pertama.
dilanjutkan sesuai dengan dengan insulin pada pasien
regimen awal. dengan gejala covid yang tidak
dapat makan secara teratur
Direkomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi Disarankan mengganti
pengukuran GDS mandiri regimen insulin premix
menjadi insulin basal-bolus
PRINSIP PENGELOLAAN KADAR GLUKOSA

• Pengobatan Insulin à Pilihan pertama (diabetes dengan infeksi berat).

• Insulin subkutan direkomendasikan untuk pasien yang tidak kritis.

• Variable rate intravenous insulin infusion lebih disaranan pada pasien yang kritis.

• Pemantauan glukosa darah 4-7 titik selama pengobatan insulin

• Mengetahui prinsip kerja obat-obat antidiabetes (OAD) yang umum digunakan


sehingga dapat mengetahu risiko gangguan
• Risiko GI (metformin), Risiko hipoglikemia (sulfonilurea), Risiko retensi cairan
(TZD).
PERHATIAN PADA OAD
PERHATIAN PADA OAD
HIPERTENSI
• Komorbid tersering pada pasien dengan COVID
19.

• ACE dan ARB merupakan obat antihipertensi


yang sering digunakan

• Secara teoritis akan meningkatkan ikatan SARS-


Cov-2 ke paru-paru.

• Akan tetapi, ACE2 menunjukkan efek proteksi


dari kerusakan paru pada studi eksperimental.
• Peningkatan ACE2 terlarut dalam sirkulasi
mungkin dapat mengikat SARS-CoV-2,
mengurangi kerusakan pada paru atau organ yang
memiliki ACE2.

Penggunaan obat-obatan ini harus diteruskan untuk mengontrol


tekanan darah dan tidak dihentikan
PENYAKIT GINJAL
• Infeksi COVID 19 berat à Kerusakan ginjal
• PGK merupakan kelompok rentan apabila terkena COVID 19

• Pasien dengan gejala infeksi pernapasan harus memberi tahu staf terlebih
dahulu. HD dilakukan di unit dialisis dengan fasilitias ruang isolasi
airborne.

• Pasien dengan Covid 19 juga harus diberikan jarak minimal 6 kaki (1,8
meter) dari mesin pasien terdekat disemua arah.

• Pasien dengan dialisis peritoneal meminimalkan kunjungan ke unit CAPD.


• Kunjungan dilakukan bila didapatkan tanda peritonitis, infeksi exit site berat
• Diperlukan training penggantian cairan dan pemeliharaan CAPD untuk pasien
baru
Gangguan Ginjal (Chronic Kidney Disease)
TROMBOSIS DAN GANGGUAN KOAGULASI

• Gangguan koagulasi terutama peningkatan


D-dimer dan fibrinogen-degradation
product sering didapatkai pada pasien
pneumonia akibat COVID 19 yang
meninggal.

• Emboli paru ditemukan pada 30% pada


pasien COVID 19.

• Sebanyak 71% pasien COVID 19 yang


meninggal memenuhi kriteria DIC.
DIAGNOSIS GANGGUAN KOAGULASI
• ISTH merekomendasikan pemeriksaan D-dimer, masa prothrombin dan hitung jenis
trombosit pada semua pasien COVID 19.
• Pasien COVID 19 yang berat, pemeriksaan fibrinogen dapat ditambahkan untuk menilai
perburukan atau diagnosis awal terjadinya DIC
• Pemeriksaan PT, D-dimer, trombosit dan fibrinogen dapat dilakukan secara serial

Kriteria DIC berdasarkan The International Society of Thrombosis Haemostasis (ISTH)


• Thromboembolic prophylaxis with subcutaneous low
molecu- lar weight heparin is recommended for all
hospitalized patients with COVID-19.
• Studies are ongoing to assess whether certain patients (ie,
those with elevated D-dimer) benefit from therapeutic
anticoagulation.
TATA-LAKSANA
Risiko Perdarahan IMPROVE

Tromboprofilaksis
• Setiap pasien dengan COVID 19 dilakukan
penilaian apakah memerlukan
tromboprofilaksis? Kontraindikasi?

• Pemberian antikoagulan profilaksis pada


COVID 19 derajat ringan harus didasarkan
hasil pemeriksaan D-dimer.

• Derajat sedang dilakukan pemberian


antikoagulan profilaksis dan dilakukan
penilaian risiko terjadinya perdarahan
ALGORITMA TATALAKSANA KOAGULASI PADA COVID 19 BERDASARKAN
MARKER LABORATORIUM SEDERHANA
Jika tidak terdapat kontraindikasi (absolut/relatif) seperti:
• Perdarahan aktif
• Riwayat alergi heparin,
• Heparin indunced thrombocytopenia
• Riwayat perdarahan sebelumnya,
• Trombosit < 25.000
• Gangguan hati berat

Pemberian LMWH 1 x 0,4 cc subkutan atau UFH 2 x 5000 unit


subkutan dapat dipertimbangkan (jika terdapat gangguan
ginjal atau sesuai dengan ketersediaan dan pertimbangan
klinis dokter) pada pasien COVID 19 berat yang dirawat.

Sebelum pemberian antikoagulan pertimbangkan penyakit


komorbid lainnya seperti gangguan ginjal dan dalam terapi
antiplatelet
ANTIKOAGULAN PROFILAKSIS PADA PASIEN COVID 19 KONDISI KRITIS
Penggunaan antikoagulan pada pasien kritis Peningkatan dosis profilaksis antikoagulan
direkomendasikan pada pasien COVID 19 yang dirawat di
ICU atau post-ICU. Kriteria pemberian antikoagulan
profilaksis pada pasien COVID 19 kondisi kritis:
1. Kriteria Inklusi
• Pasien COVID 19 atau PDP yang membutuhkan ICU atau
post perawatan ICU
• Trombosit > 25.000

2. Kriteria Eksklusi
• Trombosit < 25.000 atau memiliki manifestasi perdarahan
• Pasien bedah saraf

Monitoring anti-Xa dan APTT secara rutin umumnya tidak


diperlukan, namun dapat menjadi pertimbangan untuk
menyesuaikan dosis bila ada risiko perdarahan.
TROMBOEMBOLI VENA (EMBOLI PARU DAN THROMBOSIS VENA DALAM)

Pasien COVID 19 yang mengalam emboli paru atau Dosis modifikasi heparin berdasarkan nilai
thrombosis vena dalam, jika tidak terdapat APTT
kontraindikasi à harus diberikan antikoagulan
dapat berupa :

• LMWH 1 mg/kgBB/jam à 2x sehari s.c, atau

• Heparin dosis loading 80 unit/kgBB i.v à


dilanjutkan drip kontinyu 18 unit/kgBB/jam à
monitor APTT untuk menyesuaikan dosis (target
1,5−2,5x kontrol)

Tidak diperlukan monitoring pada pemberian LMWH kecuali pada kondisi khusus sperti gangguan ginjal,
obesitas, kehamilan.
Gangguan Gastrointestinal
• Pasien Covid-19 dengan gangguan GI memiliki risiko peningkatan SGOT/SGPT

• Reseptor ACE-2 ada di GI

• Prevalensi gejala GI (diare) pada Covid-19 bervariasi; dari 2-10% kasus

• Persistensi RT PCR di GI lebih lama dari swab nasofaring

• SARS-CoV-2 dapat dideteksi dari feses dan traktus gastrointestinal: esophagus, gaster,
duodenum, rektum

• Pada pasien dengan gangguan GI dapat dipertimbangkan swab anal/rektal

• Rekomendasi untuk memisahkan toilet pada pasien isolasi mandiri


Penyakit Paru Obstruktif Kronik
• Peningkatan risiko Covid-19 (terutama dengan VEP1 <50%, riwayat eksaserbasi berat,
membutuhkan oksigen jangka panjang, tidak terkontrol)

• Disarankan pasien PPOK untuk meminimalisasi kontrol tatap muka (telemedicine)

• Disarankan untuk tetap menggunakan inhalasi atau obat oral yang sudah digunakan (ICS,
LABA);

• pasien dengan ICS dosis tinggi disarankan untuk pertimbangan penurunan dosis ke dosis
standar

• ICS (kortikosteroid inhaler) hanya bila riwayat rawat inap karena eksaserbasi >
2x/tahun, eosinophil > 300 sel/ul, atau riwayat atau konkomitan asma

• Hindari steroid tinggi, bila perlu steroid dosis standar : setara Prednison 0,5 - 1
mg/kg BB
Tuberkulosis
PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL?

The rational use of drugs requires that patients receive medications


appropriate to their clinical needs, in doses that meet their own
individual requirements for an adequate period of time, and at
the lowest cost to them and their community.

-WHO conference of experts, Nairobi 1985-


CIRI PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
POLIFARMASI DAN RISIKONYA
PENYEBAB TERJADINYA KECENDERUNGAN
POLIFARMASI PADA TERAPI COVID-19
1. Hingga sekarang tidak diketahui obat anti Covid-19 yang efektif dan aman
à berikan saja banyak obat, mungkin “ada yang kena”
2. Tidak diketahui penyebab kematian pada kasus berat infeksi Covid-19
(Badai sitokin? Disseminated intra vascular coagulation? Penyakit
komorbid? Usia lanjut? Daya tahan lemah? Kurang vitamin? Interaksi obat?)
3. Banyaknya keluhan pasien: sesak, demam, diare, sakit kepala, sulit tidur,
tidak nafsu makan, mual/muntah, gelisah, palpitasi, dll à memicu
pengobatan “per gejala”
4. Penyakit-penyakit yang sudah ada sebelumnya (komorbid)
APA BAHAYA PENGOBATAN BERLEBIHAN?
“LESSON LEARNED”
TATALAKSANA ANTI COVID-19 YANG RASIONAL
1. Pilih salah satu (AGRESIF” ?) yang dipertimbangakan paling aman, efektif,
tersedia, dan terjangkau atau
(“WAIT AND SEE”? - MONITORING)
2. Perhatikan posologinya dengan teliti
3. Hindarkan polifarmasi sedapat mungkin
4. Hindari pengobatan “per gejala”
5. Hindari pemberian profilaksis sampai kelak terbukti ada obatnya
6. Makin banyak jenis obat yang digunakan, makin besar risikonya
Which patients are most at risk of medication error?

• patients on multiple medications


• patients with another condition, e.g. renal impairment, pregnancy
• patients who cannot communicate well
• patients who have more than one doctor
• patients who do not take an active role in their own medication use
• children and babies (dose calculations required)

31
7. Betapapun bagusnya teori mekanisme kerja, data in vitro,
data pada hewan coba dll dari suatu obat, sebelum itu
terbukti dengan EBM, maka bukti itu belum memadai
8. Hindari penggunaan berbagai obat yang belum terbukti
manfaatnya: vitamin-vitamin dosis tinggi, pendongkrak sistem
imun, kortikosteroid, mukolitik, obat herbal, dll
Conclusions
• Many aspects of transmission, infection, and treatment remain unclear.
• Advances in prevention and effective management of COVID-19 will
require basic and clinical investigation and public health and clinical
interventions.
• In therapy for severe infections there is always a tendency to use
excessive drugs
• The principle of the use of rational medicine must be applied in the
conduct of Covid-19
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai