Anda di halaman 1dari 77

PROPOSAL

EFEKTIFITAS STRETCHING TERHADAP PENURUNAN


NYERI SENDI PADA LANSIA

LITERATUR REVIEW

OLEH :

MIRIAM BAERSADY
NIM. 1608.14201.503

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA
HUSADA MALANG
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada
Pada Tanggal : 28 Januari 2020

EFEKTIFITAS STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SENDI PADA


LANSIA

LITERATUR REVIEW

Miriam Baersady
1608.14201.503

Malang, 28 Januari 2020

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(Mizam Ari K. S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Ari Damayanti W. S.Kep.,Ners.,M.Kep)

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada
Pada Tanggal : 2020

EFEKTIFITAS STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SENDI PADA


LANSIA

LITERATUR REVIEW

Miriam Baersady
1608.14201.503

Frengki Apriyanto S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


Penguji I

Mizam Ari K. S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


Penguji II

Ari Damayanti W. S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


Penguji III

Mengetahui
Wakil Ketua 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
STIKES Widyagama Husada

(Jiarti Kusbandiyah, S.SiT.,M.Kes)


NDP.2003.04

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia – Nya sehingga dapat terselesaikan Proposal dengan judul
“Efektifitas Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia” sebagai
salah satu persyaratan Akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di
Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama
Husada Malang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang penuh kepada bapak ibu dosen yang turut serta dalam membantu
memberikan bimbingan, petunjuk, koreksi, serta saran sehingga terwujudnya
Proposal ini. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada yang
terhormat :
1. Bapak Rudy Joegyjantoro, dr.,MMRS selaku ketua STIKES Widyagama
Husada Malang
2. Bapak Abdul Qodir, S.Kep.,Ners., M.Kep selaku ketua Prodi Pendidikan
Ners STIKES Widyagama Husada Malang, yang telah memberikan
pengarahan dalam penyusunan Proposal.
3. Bapak Frengki Apriyanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep. selaku penguji I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Proposal ini.
4. Mizam Ari K. S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku penguji II yang memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Proposal ini.
5. Ari Damayanti W. S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku penguji III yang memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Proposal ini
6. Kedua Orang tua yang kucinta. Terima kasih atas doa, perhatian,
dukungan, motivasi dan sayangnya yang takpernah putus asa untuk
keberhasilan penulis.
7. Teman – teman S1 Keperawatan angkatan 2016 yang memberikan
masukan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
ini.

iv
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, memberikan balasan pahala atas segala
amal baik yang telah diberikan semoga proposal ini berguna bagi kita
semua.

Malang, 31 Januari 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Konsep Lansia...........................................................................................6
1. Definisi Lansia........................................................................................7
2. Batasan – batasan Lansia....................................................................15
3. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia.............................15
B. Konsep Nyeri...........................................................................................15
1. Definisi Nyeri Sendi..............................................................................16
2. Mekanisme Nyeri..................................................................................18
3. Penyebab Timbulnya Rasa Nyeri.........................................................19
4. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Nyeri...........................................21
5. Klasifikasi Nyeri....................................................................................25
6. Pengukuran Skala Nyeri.......................................................................29
7. Penatalaksanaan Nyeri.........................................................................29
C. Konsep Dasar Stretching.........................................................................30
1. Definisi Latihan Stretching....................................................................32
2. Manfaat Latihan Stretching...................................................................36
3. Metode Latihan Stretching....................................................................40
4. SOP Latihan Stretching........................................................................44
5. Konsep Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Sendi..........................44
6. Pathway Stretching………..………………………………………………..44

vi
D. Kerangka Teori.........................................................................................44
BAB III METODE ...............................................................................................45
A. Strategi Pencarian Literatur......................................................................45
B. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi.....................................................................46
C. Seleksi Studi Dan Penilaian Kualitas........................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53
LAMPIRAN.........................................................................................................55

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman


2.1 Fisiologi Nyeri 17
2.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif 21
2.3 Wong-Baker Faces Pain Rating Scale 22
2.4 Numerical Rating Scale 22
2.5 Kuisioner Paindetect 25
2.6 Teknik Peregangan Statik 32
2.7 Teknik Peregangan Balistik 33
2.8 Teknik Peregangan Pasif 34
2.9 Teknik Peregangan Aktif 35
2.10 Teknik Proprioceptive Neuromuscular Facilitation 36
2.11 Gerakan Plantar Fleksi dan Dorsi Fleksi 37
2.12 Gerakan Knee Joint 38
2.13 Gerakan Abduksi dan Aduksi 42
2.14 Gerakan Internal dan Eksternal 43

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran Halaman


1 Lampiran 1 Lembar Konsultasi Pembimbing 1 53
2 Lampiran 2 Lembar Konsultasi Pembimbing 2 54
3 Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur Stretching 55

viii
4 Lampiran 4 Kuisioner Pain Detect 58
5 Lampiran 5 Lembar Rekomendasi Penguji I 62
6 Lampiran 6 Lembar Rekomendasi Penguji II 63
7 Lampiran 7 Lembar Rekomendasi Penguji III 64
8 Lampiran 8 Lembar Plagiarism 65

DAFTAR SINGKATAN

AHHS Angka Harapan Hidup Sehat


IQ Intellegent Quocient
NSAID Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs
PDQ Paindetect Questonnari
PNF Proprioceptive Neuromuscular
Facilitation
SSP Susunan Saraf Pusat
SA Sinoatrial

ix
WHO World Health Organization

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan populasi lanjut usia di dunia saat ini sejalan dengan

peningkatan kasus nyeri sendi (Eliopoulus,2013). Pada sensus penduduk

Indonesia tahun 2018 persentase lansia mencapai 9,27% atau sekitar

24,49 juta orang. Adapun persentase lansia di Indonesia di dominasi oleh

lansia muda (kelompok umur 60-69 tahun) persentasenya mencapai

63,39%, sisanya lansia madya (kelompok umur 70-79 tahun) sebesar

27,92%, dan lansia tua (kelompok umur 80+) sebesar 8,69% (Badan

pusat statistik Indonesia, 2018). Hasil survey badan kesehatan World

Health Organization (WHO) Angka Harapan Hidup Sehat (AHHS)

Indonesia pada tahun 2016 adalah 12,7 tahun menandakan lansia

Indonesia dapat menjalani hidup mereka dalam kondisi sehat sampai usia

72-73 tahun. Adapun presentasi lansia di Jawa Timur pada tahun 2012

adalah 10,40%. Proses penuaan ditandai dengan perubahan fisiologis

yang terjadi pada beberapa organ dan sistem. Perubahan yang terjadi

menyebabkan penurunan fungsi tubuh untuk melakukan aktifitas. Seiring

dengan peningkatan presentasi lansia terjadi peningkatan jumlah dan

tingkat kejadian penyakit kronis yang disebabkan oleh penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan serta

kelemahan pada lansia (Nurhidayah, 2012).

Gangguan pada muskuloskeletal yang di alami lansia pada umumnya

memberikan gejala atau keluhan nyeri, dari tingkat ringan sampai berat.

Keluhan nyeri yang timbul dapat mengganggu lansia sehingga penderita

tidak dapat bekerja atau beraktifitas dengan nyaman bahkan juga tidak

1
dapat merasakan kenyamanan dalam hidupnya (Maryam, dalam syarifah

fauziah, 2018). Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat

mengenai sistem muskuloskeletal yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas

adalah keluhan yang paling sering muncul pada lansia. Gangguan dari

rasa nyeri dapat memicu terjadinya bengkak pada kaki atau sendi,

gangguan berjalan dan aktivitas keseharian lainnya (Azizah, 2011).

Perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia salah satunya dapat

mempengaruhi sistem muskuloskeletal. Perubahan pada sistem

muskuloskeletal antara lain pada jaringan penyambung (kolagen dan

elastin), kartilago, tulang, otot, dan sendi. Pada lansia jaringan ikat sekitar

sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami perubahan

elastisitas. Ligamen, kartilago, dan jaringan pratikular mengalami

penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan

klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan

fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi, dan muncul

nyeri sendi (Azizah, 2011).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual dan potensial. Nyeri

disebabkan adanya kerusakan jaringan dalam tubuh yang diakibatkan

oleh beberapa faktor, Sedangkan nyeri sendi adalah nyeri yang

disebabkan karena perubahan pada sistem muskuluskeletal yang ditandai

dengan nyeri dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada

tangan, pergelangan tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah

(Nijs, 2013). Nyeri sendi pada lanjut usia termasuk nyeri kronik karena

sifatnya menetap. Nyeri kronik pada lansia dapat menyebabkan lansia

sangat tergantung pada orang lain, kehilangan rasa percaya diri, dan pola

aktivitas sehari-hari terganggu (Prawesti, 2015).

2
Nyeri sendi muncul dengan adanya hambatan pada sendi saat

dilakukan gerakan. Data dari World Health Organization (2011)

menunjukan jumlah nyeri sendi diseluruh dunia sebanyak 335 juta jiwa

dan diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan

indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Di wilayah

Indonesia sekitar 56,3% terjadi pada penduduk yang berusia 45 tahun ke

atas (Kemenkes RI, 2013), dan di Jawa Timur terdapat 25,8% mengalami

nyeri sendi (Riskesda, 2013). Nyeri sendi memiliki prevalensi nyeri

muskuloskeletal paling banyak terjadi pada lansia. Fenomena ini terjadi

karena lanjut usia merupakan usia paling rentan terkait dengan disabilitas

dan perubahan degeneratif (Hopman, 2013).

Upaya untuk mengatasi nyeri sendi pada lansia, dapat dilakukan

dengan tindakan farmakologi maupun nonfarmakologi. Pengobatan

secara farmakologi bagi lansia sering menimbulkan efek samping pada

sistem gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Secara nonfarmakologi,

dapat dilakukan dengan latihan-latihan ringan untuk mempertahankan

pergerakan dan kekuatan sehingga mencegah deformitas pada lansia

yang mengalami nyeri sendi seperti latihan relaksasi (Stanley, 2012).

Pendekatan non farmakologis merupakan pengobatan yang efektif untuk

rasa nyeri ringan dan sedikit terjadi efek samping serta lebih murah

seperti message, relaksasi dan guide imagery, stimulasi saraf dengan

listrik transkutan, penggunaan kompres panas dan dingin, sentuhan

terapeutik, meditasi, hipnotis dan akupresur (Mickey dalam Aisyah Siti

2017). Terapi non farmakologi yang saya teliti untuk menurunkan nyeri

sendi adalah olahraga ringan seperti Stretching (latihan gerak kaki).

Stretching atau peregangan adalah penghubung penting antara

kehidupan statis dan kehidupan aktif, yang membuat otot tetap lentur,

3
membuat siap bergerak dan membantu tubuh beralih dari kehidupan

kurang gerak ke aktivitas banyak gerak tanpa menimbulkan ketegangan.

Stretching pada lansia dilakukan untuk meningkatkan elastisitas otot,

karena lansia selalu dihubungkan dengan perubahan elastisitas otot

(Suwardana, W. 2012). Stretching lebih efektif dilakukan ketika rentang

gerak sendi dalam keadaan rileks pada akhirnya akan memberikan efek

fleksibiltas. Oleh karena itu latihan stretching sangat efektif dilakukan

untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan sendi sehingga dapat

memberikan efek penurunan atau hilangnya rasa nyeri sendi pada lansia

latihan ini juga dapat meningkatkan aliran darah, memperkuat tulang.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati Cut & Yelni Septria (2017)

dengan judul “Efektifitas Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Sendi

Lutut Pada Lansia” menyimpulkan bahwa Hasil penelitian terdapat

perbedaan skala nyeri sendi lutut sebelum dan sesudah diberikan

stretching pada lansia dengan p value= 0.014. Maka stretching dapat

digunakan sebagai salah satu terapi alternatif untuk mengurangi rasa

nyeri sendi pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Sari &

Pamungkas (2010) tentang pengaruh latihan gerak kaki (stretching)

terhadap penurunan nyeri sendi ekstremitas bawah pada lansia di

posyandu lansia sejahtera GBI setia bakti kediri didapatkan sebelum

diberikan stretching terdapat 57% responden mengalami nyeri sedang,

sedangkan setelah stretching terdapat 94,2% responden mengalami

penurunan nyeri sendi ekstremitas bawah, sehingga hasil dari penelitian

adalah terdapat pengaruh stretching terhadap penurunan nyeri sendi

ekstremitas bawah pada lansia dengan uji statistik.

4
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

literatur review mengenai “Efektifitas Stretching Terhadap Penurunan

Nyeri Sendi Pada Lansia”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efektifitas stretching terhadap penurunan nyeri sendi

berdasarkan literature review ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas stretching terhadap penurunan nyeri sendi

berdasarkan literature review ?

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri pada lansia sebelum diberikan

stretching berdasarkan literatur review

b. Mengidentifikasi skala nyeri pada lansia setelah diberikan

stretching berdasarkan literatur review

c. Menganalisis efektifitas stretching terhadap penurunan nyeri sendi

berdasarkan literatur review

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia adalah kelompok manusia berusia 60 tahun ke atas.

Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi

(Sunaryo, 2016).

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Menurut UU No 13/Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi S. Rhosma, 2014).

Lanjut usia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari

suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan

lingkungan (Azizah & lilik, 2011).

Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga

terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem

organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum

akan berpengaruh pada activity of daily living (Nugroho, 2010)

6
2. Batasan – batasan Lansia

Menurut WHO Tahun 2012, batasan lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 Tahun

b. Usia lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 Tahun

c. Usia lanjut tua (Old), adalah usia antara 75-90 Tahun

d. Usia sangat tua (Very Old), adalah usia 90 Tahun ke atas

3. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan

pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi kognitif,

perasaan, sosial, dan seksual diantaranya (Azizah, 2011) yaitu:

a. Perubahan fisik

1) Sistem indera

a) Sistem penglihatan

Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot

penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang.

Penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik.

b) Sistem pendengaran

Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh

karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada

telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata,

50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.

7
2) Sistem integument

Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis,

kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi

glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan

antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra violet.

3) Sistem muskuloskeletal

a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit,

tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami

perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab

turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan

dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk

meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk

ke berdiri, jongkok dan berjalan, hambatan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari.

b) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian lunak akan

mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi

menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk

regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi

cenderung ke arah progresif, konsekuensinya kartilago

pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.

Perubahan tersebut seiring terjadi pada sendi besar

8
penempuh berat badan akibat perubahan itu sendi

mengalami peredangan, nyeri kekakuan, keterbatasan

gerak, dan tergangunya aktivitas sehari-hari.

c) Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang setelah

diobservasi adalah bagian dari penuaan fisiologis trabekula

longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal

terabsorpsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan

akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut

mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur.

d) Otot

Dampak perubahan morfologis pada otot adalah

penurunan kekuatan penurunan fleksiblitas, peningkatan

waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot.

e) Sendi

Terjadinya degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada

kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan

fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak

sendi.

4) Sistem kardiovaskuler

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertrofi dan kemampuan perenggan jantung berkurang

karena perubahan pada jaringan ikat, penumpukan lipofusin,

klasifikasi SA node, dan jaringan konduksi berubah menjadi

jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal

berkurang sehingga kapasitas paru menurun.

9
5) Sistem respirasi

Penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas

total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah

untuk mengkompensasi kenaikan ke paru udara yang mengalir

ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi

thoraxs mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan

kemampuan perengangan thoraxs berkurang.

6) Sistem pencernaan dan metabolisme

Beberapa hal yang dapat terjadi pada sistem pencernaan

dan metabolisme :

a) Kehilangan gigi : penyebab utama adalah periodontal

disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,

penyebab lain meliputi kesehatan gigi buruk dan gizi buruk.

b) Indera pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dari

selaput lendir, atrofi indera pengecap (80%), hilangnya

sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa asin,

asam, dan pahit.

c) Pada lambung : rasa lapar menurun (sensitifitas lapar

menurun), waktu mengosongkan menurun. Peristaltik

lemah dan biasanya timbul kontisipasi.

7) Sistem perkemihan

Fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju

filtrasi eksresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan

memberikan efek dalam pemberian obat, mereka kehilangan

kemampuan untuk mengekskresikan obat atau produk

metabolisme obat. Pola perkemihan tidak normal, seperti

banyak berkemih dimalam hari sehingga mengharuskan

10
mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukan

inkontinensia urine meningkat.

8) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan

penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan

saraf pusat dan penurunan reseptor propioseptif, terjadi

karena SSP pada lansia mengalami perubahan morfologis

dan, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi

kognitif.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi ditandai dengan munculnya

ovari dan uterus terjadinya atrofi payudara. Pada laki- laki

testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun

adanya penurunan secara berangsur-angsur. Dorongan

seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun.

b. Perubahan kognitif (Kushariyadi, 2010) yaitu :

1) Memory (Daya ingatan)

Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima,

mencamkan, menyimpan, dan menghadirkan kembali

rangsangan atau peristiwa yang pernah dialami seseorang.

Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu

fungsi kognitif yang sering kali paling awal mengalami

penurunan, ingatan jangka panjang (long term memory)

kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka

11
pendek (short term memory) atau seketika 0-10 menit

memburuk.

2) IQ (Intellegent Quocient)

Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi

matematika, dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya

membayangkan menurun. Walaupun mengalami kontrovensi,

tes intelegensia kurang memperlihatkan adanya penurunan

kecerdasan pada lansia. Hal ini terutama dalam bidang

vokabular (koza kata), keterampilan praktisi, dan pengetahuan

umum.

3) Kemampuan belajar (Learning)

Lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami dimensia

masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Bahkan di

Negara industry maju didirikan University of the third age. Hal

ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (life long

learning), bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk

belajar sejak dilahirkan sampai akhir hayat.

4) Kemampuan pemahaman

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian

pada lansia mengalami penurunan. hal ini dipengaruhi oleh

konsentrasi dan fungsi pendengaran lansia yang mengalami

penurunan.

5) Pemecahan masalah (Problem Solving)

Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu

semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan muda

dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan

fungsi indera pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat

12
berhubungan dengan penurunan daya ingat, pemahaman dan

lain-lain yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi

lama.

6) Pengambilan keputusan (Dicision Making)

Pengambilan keputusan umumnya berdasarkan data yang

terkumpul kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan dipilih

alternatif yang dinilai positif (menguntungkan), kemudian baru

diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut

usia sering lambat atau seolah-olah terjadi penundaan.

7) Kebijaksanaan (wisdom)

Kebijaksanaan menggambarkan sifat dan sikap individu

yang mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk serta

untung ruginya sehingga dapat bertindak secara adil atau

bijaksana. Pada lansia semakin bijaksana dalam menghadapi

suatu permasalahan kebijaksanaan sangat tergantung dari

tingkat kematangan, kepribadian seseorang dan pengalaman

hidup yang di jalani.

c. Perubahan spiritual (Azizah, 2011) yaitu :

Agama atau kepercayaan lansia semakin berintegritas

dalam kehidupannya (Lilik 2011). Lansia makin teratur dalam

kehidupan keagamaanya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan

bertindak sehari-hari.

Spritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik, dan

merupakan proses individual yang berkembang sepanjang

rentang kehidupan. Lansia yang telah mempelajari cara

menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan

akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian.

13
d. Perubahan psikososial (Widuri, 2010) yaitu :

1) Pensiun

Meskipun tujuan ideal adalah agar lansia dapat menikmati

hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya

sering dirasakan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan

sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, status dan harga

diri.

2) Perubahan aspek kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia

mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan

adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia mengalami

perubahan kepribadian. kepribadian lansia dibedakan menjadi

5 tipe kepribadian yaitu : tipe kepribadian konstruktif, tipe

kepribadian mandiri, tipe kepribadian tergantung, tipe

kepribadian bermusuhan, tipe kepribadian desfensif, dan tipe

keribadian kritik diri.

3) Perubahan dalam peran sosial masyarakat

Akibat kurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,

gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan

fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran

berkurang, penglihatan kabur, sehingga sering menimbulkan

keterasingkan. Jika keterasingan maka lansia semakin

menolak berkomunikasi.

14
B. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri Sendi

Nyeri merupakan keadaan yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke

otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional. Nyeri dapat

ditandai dengan pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas,

nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat

terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang (Handono,

2013).

Nyeri sendi merupakan gangguan yang paling sering terjadi pada

sendi lutut setelah berjalan kaki. Resiko yang dihadapi oleh

perempuan cukup besar, terlebih saat memasuki masa menopause.

Nyeri sendi sesungguhnya terjadi karena pengumpulan cytokine yang

berlebihan pada sendi, yang dipicu oleh kerusakan jaringan ikat pada

sendi (Erpandi, 2014).

Nyeri sendi merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan

maupun berat dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat

dirasakan oleh orang lain, mencakup pola pikir, aktivitas seseorang

secara langsung dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan

tanda dan gejala penting dapat menunjukan telah terjadinya

gangguan fisiologis (Priyoto, 2015).

2. Mekanisme Nyeri

Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan

respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri akan

15
melibatkan empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan

persepsi.

a. Transduksi

Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonversi kedalam

bentuk yang dapat diakses oleh otak.

b. Transmisi

Transmisi adalah serangkaian kejadian – kejadian yang membawa

implus listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi

melibatkan saraf aferen.

c. Modulasi

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas dalam upaya

mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Implus nyeri yang

sampai di sistem saraf pusat, transmisi nyeri akan di kontrol oleh

sistem saraf pusat dan mentransmisikan implus nyeri ke bagian

lain dari SSP seperti bagian korteks dan kemudian ditransmisikan

melalui saraf – saraf turunan ke tulang belakang untuk

memodulasi efektor.

d. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak

hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis

saja namun juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory

(mengingat).

3. Penyebab Timbulnya Rasa Nyeri

Adanya rangsangan - rangsangan mekanis / kimiawi (kalor atau

listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan

melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.

16
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin,

prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor -

reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan

jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat

(SSP) melalui sum - sum tulang belakang ke hipotalamus dan ke

pusat nyeri di otak besar rangsangan sebagai nyeri.

Gambar 2.1 Fisiologi Nyeri (Alvianto, 2011)

Kebanyakan penyebab rasa sakit yang berasal dari beberapa

sendi adalah radang sendi. Penyebab lainnya dapat berupa infeksi

virus, gejala awal gangguan sendi atau timbulnya gangguan sendi

kronis yang sudah ada (seperti rheumatoid arthritis atau psoriatic

arthritis), gout atau arthritis kalsium pirofosfat (pseudogout). Adapun

penyebab lainnya yang kurang umum termasuk penyakit Lyme

(hanya satu sendi), infeksi bakteri gonore dan streptokokus, arthritis

reaktif (arthritis yang berkembang setelah infeksi saluran pencernaan

atau saluran kemih), dan asam urat.

17
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap

nyeri menurut (Prasetyo, 2010) yaitu :

a. Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi

nyeri pada individu anak yang masih kecil mempunyai kesulitan

dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat

menyebabkan nyeri, pada pasien lansia sering kali memiliki

sumber nyeri lebih dari satu.

b. Jenis kelamin

Secara umum baik pria maupun wanita tidak berbeda

signifikan dalam berespon terhadap nyeri

c. Kebudayaan

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya

mereka berespon terhadap nyeri

d. Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman dan

bagaimana cara seseorang beradaptasi terhadap kondisi tersebut.

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara mereka yang

berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman,

suatu kehilangan, hukuman dan tantangan.

e. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat

keparahan pada masing-masing individu dalam kaitannya dengan

kualitas nyeri.

18
f. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang akan mempengaruhi persepsi

nyeri, perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan

meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan

(distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri.

g. Kecemasan

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,

ansietas yang dirasakan oleh seseorang seringkali meningkat

persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

perasaan ansietas.

h. Keletihan

Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.

i. Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan

mudah mengantisipasi nyeri dari pada individu yang mempunyai

pengalaman sedikit tentang nyeri.

j. Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan

dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain dan

orang terdekat, walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien,

kehadiran terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

5. Klasifikasi nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut

dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi

terjadinya nyeri (Prasetyo, 2010) :

19
a. Nyeri Akut

Terjadi setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau

intervensi bedah dan memiliki kaitan yang cepat dengan intensitas

nyeri yang bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk

waktu singkat biasanya kurang dari 6 bulan.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari

6 bulan. Nyeri kronis berlangsung di luar waktu penyembuhan

yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.

Biasanya nyeri kronis berlangsung lebih dari 6 bulan.

c. Nyeri Superficial

Nyeri ini dapat dirasakan pada seluruh permukaan tubuh atau

kulit.

d. Nyeri Somatik

Nyeri ini biasanya bersifat menyebar berbedah dengan nyeri

supervicial yang mudah untuk dilokalisir.

e. Nyeri Visceral

Nyeri yang berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga

abdomen, kranium dan toraks. Nyeri viseral cenderung menyebar

dan seringkali terasa seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa

terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan. Nyeri viseral

seringkali disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemia atau

spasme otot (Kozier, 2010).

20
6. Pengukuran Skala Nyeri

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri

itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007 dalam Andarmoyo, 2013).

Pengukuran skala nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan

skala sebagai berikut (Yudiyanta, dkk 2015) :

a. Skala deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskriptif verbal

(Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai disepanjang garis pendeskriptif di rangkin dari

tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak bisa tertahankan.

Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih intensitas nyeri yang dirasakan.

Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

b. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang

berbedah-bedah, dimulai dari senyum sampai menangis karena

kesakitan. Skala ini berguna pada pasien yang dengan gangguan

21
komunikasi, seperti anak - anak, orang tua, pasien yang

kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan

bahasa lokasi setempat.

Gambar 2.3 Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

c. Numerical Rating Scale

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan

dengan menunjukan angka 0-5 atau 0-10 dimana angka 0

menunjukan nyeri ringan, 4-6 menunjukan nyeri sedang dan

angka 7-10 menunjukan nyeri berat.

Gambar 2.4 Numerical Rating Scale

Keterangan :

0 : Tidak ada nyeri

1-3 : Nyeri ringan

Secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

22
4-6 : Nyeri sedang

Secara objektif klien mendesis, meringis, dapat

menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya dan

dapat mengikuti perinta dengan baik.

7-10 : Nyeri berat

Secara objektif tidak dapat mengikuti perintah tapi masih

respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri,

tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan berganti posisi napas panjang dan distraksi.

d. Kuisioner Pain Detect

Kuisioner ini bersifat self-report sederhana dan sangat

bermanfaat dalam mendekati komponen nyeri pada pasien

dengan nyeri kronik. Pain Detect Questionnari (PDQ)

dikembangkan di jerman pada populasi nyeri sendi. PDQ ini

terdiri atas empat sesi pertanyaan. Deskripsi sesi pertanyaan

pertama terdiri atas tiga item dengan ketentuan 0 = tidak nyeri,

10 = nyeri maksimal. Disebut sebagai skala penilaian

intensitas nyeri sewaktu, yang umum kita kenal dengan VAS

dan NRS. Item-item pada pertanyaan ini menilai nyeri

sewaktu, intensitas rata-rata nyeri beberapa minggu terakhir

dan nyeri terberat beberapa minggu terakhir. Sesi pertama ini

untuk mengetahui adanya keluhan nyeri meskipun tidak

termasuk dalam sistem skoring kuisioner (Margareta, 2014).

Pertanyaan sesi kedua, pasien diminta untuk menandai

satu dari empat gambaran pola nyeri yang diderita. Gambaran

pola dan besar scoring ditentukan dengan penilaian sebagai

berikut : nyeri menetap dengan sedikit fluktuasi (0), nyeri

23
persisten dengan nyeri lebih kuat (-1), serangan nyeri tanpa

ada rasa nyeri diantaranya hilang timbul (1 poin), serangan

nyeri diantara rasa nyeri yang ada (1 poin).

Pertanyaan sesi ketiga, meliputi pemetaan sensori sesuai

dermatom. Pasien diminta untuk memberi tanda pada gambar,

area nyeri yang dirasakan pada bagian tubuhnya dan

menjawab pertanyaan di kolom ya atau tidak adanya

penjalaran nyeri. Jawaban positif adanya penjalaran diberi

skor 2 dan tidak ada penjalaran skornya 0.

Sesi pertanyaan terakhir terdiri atas 7 butir pertanyaan

sensorik. Butir-butir ini dinilai 6 poin dalam bentuk ordinal

responden dengan batasan 0 = tidak ada, 1 = hampir tidak

terasa, 2 = sedikit, 3 = sedang, 4 = kuat, 5 = sangat kuat. Poin

jawaban tersebut berlaku pada pertanyaan sensorik : rasa

terbakar, tertusuk-tusuk, serangan nyeri, mati rasa dan

stimulus tekan. Jumlah skor pada blok terakhir berkisar antara

19 – hingga 35. Kisaran total skor kuisioner antara -1 sampai

38, dengan total scoring :

1) 0-12 = tidak nyeri

2) 13-18 = nyeri ringan

3) 19-38 = nyeri sedang sampai berat

Kuisioner Pain Detect memiliki keunggulan yang lebih

dilihat dari bentuk kuisioner murni tanpa disertai dengan

pemeriksaan fisik sehingga menjadikan Pain Detct mudah,

singkat dan dapat digunakan secara mandiri baik oleh klinis

maupun penderita ditingkat pelayanan kesehatan primer. Pain

Detect memiliki sensitivitas dan spesifitasi yang cukup tinggi

24
dalam mengukur komponen nyeri. Pain Detect alat pengukur

nyeri yang mudah diimplementasikan pada survei skala besar

nyeri dibandingkan dengan alat ukur lainnya. Pain Detect ini

cocok di teliti karena semua pertanyaan tertera yang diberikan

dan akurat untuk diteliti.

Gambar 2.5 Tabel Kuisioner Pain Detect

7. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri antara lain dapat dilakukan dengan

tindakan farmakologi dan non farmakologi (Tamsuri, 2012).

a. Penatalaksanaan farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi yang dilakukan adalah dengan

menggunakan obat analgesik. Analgesik merupakan metode yang

paling untuk menghilangkan nyeri dengan efektif. Ada tiga jenis

analgesik, yakni : non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid

(NSAID), analgesik narkotik atau opiate, dan obat tambahan

(adjuvan) atau koanalgesik.

1) Analgesik narkotika (opioid)

Analgesik opioid terdiri dari berbagai derivat opium seperti

morfin dan kodein. Opioid berfungsi sebagai pereda nyeri yang

25
akan memberikan efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini

menyebabkan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan

penekan nyeri endogen yang terdapat disusunan saraf pusat.

Narkotik tidak hanya menekan stimulasi nyeri, namun juga

akan menekan pusat pernafasan dan batuk yang terdapat

dimedula batang otak. Dampak penggunaan analgesik

narkotika adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat

sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat (Tamsuri,

2012).

a) Morfina

Sifat analgetik dan morfina berdasarkan

penekanannya pada susunan saraf sentral yang disertai

dengan perasaan nyaman, menghambat pernafasan dan

dapat menimbulkan batuk. Penggunaannya : untuk

mengobati rasa sakit yang tidak dapat disembuhkan

dengan analgetika antipiretik, misalnya pada kanker,

menahan rasa sakit pada waktu operasi, dan sebagainya.

b) Codein

Dapat menekan batuk dan sering digunakan

sebagai obat batuk. Codein sering dikombinasi dengan

asetosal, fanasetina dan cofeina untuk mengurangi rasa

sakit yang tidak begitu keras.

Dan obat-obat yang termasuk opioid analgesik

adalah metadon, meperidin (petidin), fentanil, buprenorfin,

desozin, butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentasozin.

Jenis obat tersebut memiliki rata-rata waktu paruh selama

4 jam.

26
2) Analgesik non narkotika (non opioid)

Analgesik non narkotika sering disebut Nonsteroid Anti

Inflammatory Drugs (NSAID) seperti aspirin, asetamonifen,

dan ibuprofen. Obat jenis ini tidak hanya memiliki efek

antiinflamasi dan antipiretik. Efek samping yang paling sering

terjadi pada pengguna adalah gangguan pencernaan seperti

adanya ulkus gaster, dan perdarahan gaster. NSAID mungkin

dikontraindikasikan pada klien yang memiliki gangguan pada

proses pembekuan darah, perdarahan gaster atau tukak

lambung, penyakit ginjal, trombositopenia, dan mungkin juga

infeksi (Tamsuri, 2012).

Menurut (Puspitasari, 2010) walaupun analgetik jenis ini

dapat dibeli secara bebas, bukan berarti semua jenis NSAID

ini aman dan pas untuk semua individu. NSAID digolongkan

berdasarkan sifat kimianya, yakni :

a) Golongan narkotik

(Hanya dipasarkan secara bebas di Australia) : codein

(biasanya dalam bentuk kombinasi dengan analgetik

nonsteroid lain seperti parasetamol, asetosal atau

ibuprofen).

b) Golongan salisilat

Asetosal atau aspirin, piroksikam, fenilbutazon, asam

mefenamat, ibu profen, diklofenak untuk sakit kepala, nyeri

otot, demam dan lain-lain. Semua jenis obat dalam

golongan obat ini bersifat sangat asam sehingga harus

dihindari oleh penderita yang mempunyai gangguan

dilambung dan usus (dispensia, gastritis / maag, ulkus /

27
tukak peptikum). Keasaman yang sangat tinggi akan

memicu, bahkan memperparah gangguan dilambung dan

usus tersebut.

c) Golongan parasetamol

Parasetamol juga tidak selamanya aman, terutama

bagi penderita yang telah memilki gangguan di hati /

hepar / liver. Penderita hepatitis, serosis hepatic sebaiknya

menghindari parasetamol jika tidak ingin heparnya makin

rusak. Parasetamol jika dikonsumsi dalam jumlah besar

akan menyebabkan rusak hingga kematian sel-sel dihepar.

Efek analgesik golongan ini serupa dengan salisilat yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai

sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam

keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral.

Fenasetin karena toksisitasnya terhadap hati dan ginjal

saat ini sudah dilarang penggunaannya. Efek samping

parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis

besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan

hati.

d) Golongan dypyron : metampiron / antalgin

Antalgin ini selain memiliki sifat analgetik, juga

menonjol sifat antispasmusnya. Spasmus adalah kejang

otot yang menyertai nyeri. Namun antalgin ini juga memiliki

efek samping mengganggu pembentukan komponen

darah, seperti : sulitnya darah menggumpal, anemia,

penurunan trombosit. Penderita yang memiliki gangguan

darah sebaiknya menghindari analgetik golongan ini.

28
e) Golongan pirazolon (dipiron)

Fenilbutazon dan turunannya saat ini yang digunakan

adalah dipiron sebagai analgesik antipiretik, karena efek

inflamasinya lemah. Efek samping semua derivat pirazolon

dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan

trombositopenia. Fenilbutazon digunakan untuk mengobati

arthritis rheumatoid.

f) Golongan antranilat (asam mefenamat)

Digunakan sebagai analgesik karena sebagai anti

inflamasi kurang efektif dibanding dengan aspirin. Efek

samping seperti gejala iritasi mukosa lambung dan

gangguan saluran cerna sering timbul.

3) Ketolorak

Merupakan salah satu obat NSAID sebagai analgesik, anti

inflamasi dan antipiretik. Ketorolak mudah diserap secara

cepat dan lengkap.

C. Konsep Dasar Stretching (Latihan Gerak Kaki)

1. Definisi Latihan Stretching (Latihan Gerak Kaki)

Stretching atau peregangan adalah penghubung penting antara

kehidupan statis dan kehidupan aktif, yang membuat otot tetap lentur,

membuat siap bergerak dan membantu tubuh beralih dari kehidupan

kurang gerak ke aktivitas banyak gerak tanpa menimbulkan

ketegangan.

Stretching pada lansia dilakukan untuk meningkatkan elastisitas

otot, karena lansia selalu dihubungkan dengan perubahan elastisitas

otot (Suwardana, W. 2012).

29
2. Manfaat Latihan Stretching

Menurut fauziah (2015), manfaat stretching antara lain :

a. Meningkatkan kelenturan (Fleksibilitas)

Kelenturan (fleksibilitas) adalah derajat peregangan otot.

Kelenturan tubuh yang kurang baik dapat menyebabkan gerakan

lebih lamban dan rentan terhadap cedera otot, ligamen, dan

jaringan lembut lainnya. Cara terbaik meningkatkan fleksibilitas

adalah dengan latihan peregangan.

b. Meningkatkan sirkulasi darah

Peregangan meningkatkan aliran darah ke otot. Hal ini akan

meningkatkan aliran darah yang membawah nutrisi ke otot dan

membuang limbah metabolisme dari otot. Meningkatnya aliran

darah juga mempercepat pemulihan cedera otot atau cedera

sendi.

c. Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi

Meningkatnya fleksibilitas karena latihan peregangan akan

meningkatkan keseimbangan dan koordinasi. Keseimbangan dan

koordinasi yang baik akan mengurangi resiko jatuh dan membuat

gerakan lebih gesit.

d. Mengurangi nyeri punggung bagian bawah

Otot yang kaku dan tegang pada punggung bagian bawah,

pinggul dan bokong adalah salah satu penyebab umum nyeri

punggung bagian bawah. Meregangkan otot-otot ini akan

meredakan nyeri tersebut.

e. Mengurangi stress

Mengurangi kekakuan dan ketegangan otot melalui

peregangan akan membantu relaksasi syaraf dan mengurangi

30
tensi pikiran. Hal ini dapat mengurangi stress karena berbagai

aktivitas harian.

f. Meningkatkan kemampuan fisik

Atlit secara umum seringkali mengandalkan kontraksi otot

secara maksimal. Setiap atlit harus melakukan peregangan

sebelum latihan atau bertanding.

g. Mempercepat pemulihan setelah berolahraga

Peregangan selain meningkatkan fleksibilitas juga dapat

mempercepat pemulihan fisik setelah berolahraga.

h. Mempercepat produksi cairan synovial persendian

Cairan synovial yang terdapat pada persendian berperan

sebagai pelumnas yang mengurangi gesekan persendian yang

bergerak. Cairan synovial juga membantu membawa nutrient

dalam jaringan persendian. Salah satu manfaat latihan

peregangan adalah membantu meningkatkan produksi cairan

synovial.

i. Meningkatkan postur

Latihan peregangan dapat meningkatkan postur terutama

latihan yang melibatkan otot punggung bagian bawah, pundak dan

dada.

j. Meningkatkan kebugaran

Latihan peregangan membuat gerakan anggota tubuh

menjadi lebih luwes (tidak kaku) sehingga tidak mudah capek

karena melakukan aktivitas fisik.

31
3. Metode latihan Stretching

Terdapat lima (5) teknik peregangan dasar dalam melakukan

latihan stretching yaitu :

a. Teknik peregangan statik (Static Stretching)

Teknik peregangan dengan posisi tubuh bertahan (tubuh tetap

bertahan dengan posisi semula), otot-otot diregangkan pada titik

paling jauh kemudian bertahan pada posisi meregang.

Keuntungan dari teknik peregangan ini antara lain : merupakan

teknik peregangan yang paling aman, memerlukan energi sedikit,

memberi waktu cukup untuk mengulang kembali kepekaan

(Sensitivity stretch reflex), boleh dilakukan perubahan jangka

waktu secara semipermanen, dapat menyebabkan relaksasi pada

otot melalui pembakaran apabila peregangan tersebut dilakukan

cukup lama.

Gambar 2.6 Teknik Peregangan Statik

b. Teknik peregangan Ballistik (Ballistic Stretching)

Gerakan - gerakan bobbing, bouncing, ritmis merupakan jenis

latihan Ballistic Stretching. Teknik ini merupakan teknik

peregangan paling kontroversial, sebab sering menyebabkan rasa

sakit dan cedera pada otot. Kekurangan-kekurangan dalam

menggunakan teknik ini antara lain : menyesuaikan diri

32
(beradaptasi) pada peregangan yang sedang dilakukan.

Mengawalinya dengan stretch reflex dengan meningkatkan

tegangan pada otot akan meregangkan jaringan-jaringan

penghubung yang ada pada otot, tidak memberikan waktu yang

cukup bagi terjadinya penyesuian secara neurologi (neurologic

adaptation) misalnya penyesuaian secara dalam stretc reflex.

Gambar 2.7 Teknik Peregangan Balistik

c. Teknik peregangan pasif (Passive Stretching)

Peregangan pasif merupakan suatu teknik peregangan yang

dilakukan dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi

pada daerah gerakan. Tenaga atau kekuatan eksternal dapat

dibangkitkan baik dengan cara manual maupun mekanis. Manfaat

yang bisa diperoleh dari peregangan pasif yaitu : teknik ini efektif

apabila otot agonist (yaitu otot utama yang berperan dalam

gerakan yang terjadi) dalam kondisi ini efektif apabila percobaan-

percobaan tidak berhasil untuk menghalangi otot-otot yang ketat

(otot-otot antagonist). Arah lamanya waktu melakukan

peregangan dan intensitasnya dapat diukur, dapat memajukan

mengompakan tim bila peregangan tersebut dilakukan secara

bersama-sama.

Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko

adanya rasa sakit maupun mengalami luka-luka (cedera) yang

33
lebih besar apabila anggota yang lain mempergunakan tenaga

eksternal secara tidak tepat. Teknik ini dapat menimbulkan

adanya stretch reflex, apabila peregangan dilakukan dengan

cepat, serta meningkatkan kemungkinan terjadi cedera (luka)

karena adanya perbedaan yang lebih besar diantara daerah

peregangan aktif dan pasif. Tetapi pemakaian peregangan pasif

dapat juga membangun fleksibilitas aktif tubuh.

Gambar 2.8 Teknik Peregangan Pasif

d. Teknik peragangan aktif (Active Stretching)

Peragangan aktif dilakukan dengan menggunakan otot-otot

tanpa mendapat bantuan kekuatan eksternal. peregangan aktif

penting karena akan membangun fleksibilitas otot secara aktif.

Kelemahan-kelemahan utama peregangan aktif adalah bahwa

peregangan ini dapat menginisiasi stretch reflex, serta mungkin

saja peregangan ini terjadi tidak efektif dikarenakan adanya

cedera seperti keseleo yang akut, peradangan atau patah tulang

(retak tulang).

34
Gambar 2.9 Teknik Peregangan Aktif

e. Teknik Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

Peregangan ini dapat dipergunakan untuk memperbaiki

jangkauan gerak. Dua bentuk PNF yang lazim dipergunakan

adalah Contract-Relax Technique dan Relax-Contract Technque

1) Contract-Relax Technique (Hold-Relax)

Teknik ini diawali dengan melibatkan sekelompok otot

yang ketat (rapat) dalam posisi diregangkan (memanjang).

Otot-otot hamstring diasumsikan dalam keadaan mengencang,

dan ditempatkan dengan tekanan yang lebih rendah

(dikurangi), kemudian berangsur-angsur dikontrakan secara

isometric, sehingga mencapai usaha maksimal selama 6

sampai 15 kali sesuai daya tahan teman latihan.

2) Contract Relax-Contract Technique (Hold-Relax-Contract)

Teknik ini hampir sama dengan contract-relax technique,

perbedaanya bahwa setelah fase relaksasi, dikontraksikan

otot-otot agonist secara aktif (otot-otot antagonist dari

kelompok otot paha, dalam hal ini otot quadriceps). Pada fase

terakhir dapat dibantu oleh teman, kemudian diulangi cara ini

secara keseluruhan.

35
Gambar 2.10 Teknik Proprioceptive Neuromuscular

Facilitation

4. SOP Stretching Sendi Lutut

Pelaksanaan intervensi stretching sendi lutut pada lansia menurut

(Arti Lukitasari, Cut Rahmiati, Endang Mutiawati, 2015) stretching

dilakukan pada nyeri sendi lutut didapatkan hasil efektif dimana

stretching dilakukan selama 40-60 menit dengan 5 kali pengulangan 3

kali dalam seminggu dan dilakukan selama 2 minggu. Dampak negatif

dari terapi stretching adalah kekuatan otot akan semakin berkurang

jika peregangan dilakukan selama lebih dari 90 menit, kelelahan, sakit

punggung bila stretching dilakukan lebih dari waktu yang ditentukan.

Adapun Standar Oprasional Prosudur Stretching dibawah ini adalah :

a. Passive anggota gerak bawah bilateral, dimana tindakannya

terdiri dari tindakan berikut :

1) Untuk gerakan Angkle joint, dilakukan dengan inversi dan

eversi, yaitu gerakan memiringkan telapak kaki kedalam

tubuh dan keluar tubuh. Selanjutnya dilakukan gerakan

plantar fleksi dan dorasi fleksi, yaitu gerakan menekuk ke

36
bawah dan keatas dari telapak kaki pada pergelangan kaki,

selanjutnya dilakukan gerakan rotasi pada pergelangan kaki.

Untuk setiap gerakan dilakukan 8 kali gerakan.

2) Untuk gerakan knee joint, dilakukan dengan gerakan fleksi

dan ekstensi, yaitu dengan cara menekuk dan meluruskan

sendi lutut. Untuk setiap gerakan dilakukan 8 kali

3) Untuk gerakn HIP Joint, dilakukan dengan gerakan fleksi dan

ekstensi sendi pinggul, selanjutnya dilakukan gerakan

abduksi dan adduksi, yaitu gerakan mendekatkan dan

menjauhkan dari tubuh, selanjutnya gerakan internal dan

eksternal rotasi, yaitu gerakan memutar paha kedalam dan

keluar. Setiap gerakan dilakukan 8 kali gerakan.

b. Stretching anggota gerak bawah bilateral

Gerakan stretching untuk sendi lutut dilakukan dengan

langkah-langkah berikut, dimana setiap gerakan dilakukan

selama 10 detik dengan 5 kali pengulangan.

1) Ankle Joint, dilakukan gerakan sebagai berikut :

a) Gerakan plantar fleksi dan gerakan dorsi fleksi

Gambar 2.11 Gerakan Plantar Fleksi dan Dorsi Fleksi

(1) Gerakan plantar fleksi yaitu : lansia tidur terlentang,

tangan terapi berada pada telapak kaki lansia dan

pergelangan kaki, selanjutnya dilakukan gerakan

37
menekuk ke bawah dari telapak kaki pada

pergelangan kaki.

(2) Gerakan dorsi flkesi yaitu : Lansia tidur terlentang,

tangan terapi berada pada lutut lansia dan kaki, serta

tangan terapi juga menahan telapak kaki lansia,

selanjutnya dilakukan gerakan menekuk ke telapak

kaki ke atas.

2) Knee joint, dilakukan gerakan fleksi lutut dan HIP yaitu

dengan melakukan gerakan fleksi lutut dan sendi HIP, lansia

dalam posisi terlentang, tangan terapi pada lutut dan telapak

kaki, selanjutnya lutut ditekuk, sedangkan untuk fleksi HIP

dilakukan dengan cara tangan terapi menopang paha lansia

hingga dalam posisi lurus dan tekuk pada sendi pinggul.

Gambar 2.12 Gerakan Knee Joint

3) HIP joint, dilakukan gerakan sebagai berikut :

a) Abduksi dan aduksi

38
Gambar 2.13 Gerakan Abduksi dan Aduksi

Lansia tidur terlentang, tangan terapis berada pada

pergelangan kaki dan pergelangan pinggul, selanjutnya

dilakukan gerakan adduksi dan abduksi yaitu gerakan

mendekati dan menjauhi tubuh.

b) Internal dan eksternal rotasi

Gambar 2.14 Gerakan Internal dan Eksternal

Lansia tidur terlentang, dilakukan gerakan rotasi kedalam

maupun keluar pada sendi pinggul

4) Posisi duduk, lansia diminta untuk duduk dengan kedua kaki

lurus kemudian disuruh menjulurkan kedua tangannya

menyentuh kaki.

39
5. Konsep Stretching Dalam Menurunkan Nyeri Sendi

Pada proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan

sinovial pada persendian dan tonus otot. Kartilago sendi menjadi lebih

tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan

kelenturan, sehingga mengurangi gerakan persendian (Admin, 2010).

Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan

kenormalan pergerakan persendian, tonus otot dan mengurangi

masalah kelenturan. Dengan menggunakan streching merupakan

salah satu indikator fisik yang berhubungan dengan pergerakan.

Latihan stretching adalah latihan yang menggerakan persendian

seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang

tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakan. Adanya

pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya

peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi. Ketika sendi

digerakan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling

bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang

menempel pada asam hialuronat yang bersifat hidrophilik, sehingga

kartilago banyak mengandung air sebanyak 70-75%. Adanya

penekanan pada kartilago akan mendesak air keluar dari matrik

kartilago ke cairan sinovia akan ditarik kembali dengan membawa

nutrisi dari cairan sinovia.

Latihan stretching merupakan salah satu alternatif latihan yang

dapat dilakukan oleh lansia dengan keterbatasan gerak sendi. Latihan

stretching dapat dilakukan dengan posisi terlentang di tempat tidur.

Dari peningkatan produksi cairan sendi sinovial tersebut gerakan

setiap yang terjadi menjadi lebih fleksibel dan tanpa ada rasa kaku

dan nyeri. Jika latihan fisik tersebut diberikan pada penderita nyeri

40
sendi maka akan memberikan dampak yang sangat baik yaitu berupa

peningkatan rentang gerak sendi, tentunya hal tersebut harus

didahului oleh konsumsi obat anti nyeri untuk mencegah timbulnya

cidera dan komplikasi.

41
Pathway Stretching

Penurunan cairan sinovial


pada persendian

Kartilago menjadi tipis

Menurunnya gerakan
persendian

Nyeri Sendi

Intervensi Stretching

Gerakan plantar Gerakan knee joint Gerakan abduksi Gerakan internal dan
fleksi dan dorsi dan aduksi eksternal
fleksi

Peningkatan cairan sinovial pada


persendian

Kartilago menjadi tebal

Peningkatan gerakan persendian

Nyeri berkurang

Gambar 2.1 Pathway Stretching

42
D. Kerangka Teori

Lansia Perubahan Pada Lansia : Perubahan fisik

1. Perubahan fisik 1. Sistem indera


2. Perubahan kognitif 2. Sistem integument
3. Perubahan spiritual 3. Sistem
Faktor-faktor yang 4. Perubahan psikososial muskuloskeletal
mempengaruhi nyeri 4. Sistem
sendi : kardiovaskuler
Masalah-masalah yang terjadi di 5. Sistem respirasi
1. Usia
sistem muskuloskeletal 6. Sistem
2. Jenis kelamin
pencernaan dan
3. Kebudayaan
1. Fraktur metabolisme
4. Makna nyeri
2. Nyeri sendi 7. Sistem
5. Lokasi dan
perkemihan
tingkat
8. Sistem saraf
keparahan nyeri
9. Sistem reproduksi
6. perhatian
Penanganan
Terapi farmakologi

1. Analgesik
Instrumen pengukuran
1. Terapi farmakologi narkotika
nyeri sendi :
2. Terapi non farmakologi 2. Analgesik non
1. Skala deskriptif narkotika
2. Wong-Baker
Faces Pain
Ranting Scale
Streching : Manfaat streching adalah
3. Numeric
Ranting Scale Kelenturan (fleksibilitas) yaitu derajat
4. Paindetect peregangan otot. Kelenturan tubuh
yang kurang baik dapat menyebabkan
gerakan lebih lamban dan rentan
terhadap cedera otot, ligamen, dan
jaringan lembut lainnya. Cara terbaik
meningkatkan fleksibilitas adalah
dengan latihan peregangan.

Gambar 2.3 Kerangka Teori Efektifitas Stretching Terhadap Penurunan Nyeri

Sendi Pada Lansia

43
BAB III

METODE

A. Strategi Pencarian Literatur

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

framework.

a. Population/problem, populasi atau masalah yang akan di analisis

b. Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang

penatalaksanaan

c. Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding

d. Outcome, hasil atau luaran yang diperolah pada penelitian

e. Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang

akan di review

2. Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan bolean

operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk

memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga

mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan.

Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, “Stretching”

AND “joint pain” AND “elderly”

44
3. Database atau Search engine

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi

diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-

peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel

atau jurnal yang relevan dengan topic dilakukan menggunakan

database melalui Scopus, ProQuest, Scient Direct dan Google

Scholar.

B. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 3.1 Kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICOS

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population/proble Jurnal internasional dan nasional Jurnal internasional dan nasional yang
m yang berhubungan dengan topik tidak berhubungan dengan topik
yakni efektifitas stretching terhadap penelitian yakni efektifitas stretching
penurunan nyeri sendi pada lansia terhadap penurunan nyeri sendi pada
lansia
Intervention Terapi stretching Selain terapi stretching
Comparation Tidak ada terapi pembanding Tidak ada terapi pembanding
Outcome Ada efektif Terapi stretching untuk Tidak ada efektif terapi stretching dalam
menurunkan nyeri sendi pada lansia menurunkan nyeri sendi pada lansia
Study design mix methods study, exsperimental Systematic/literatur review
study,survey study, cross-sectional,
analisis korelasi, komparasi dan
studi kualitatif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang setelah Artikel atau jurnal yang terbit sebelum
tahun 2011 tahun 2011
Bahasa Bahasa inggris dan bahasa Selain bahasa inggris dan bahasa
Indonesia Indonesia

C. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

1. Hasil pencarian dan seleksi studi

45
Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui publikasi Scopus,

Scient Direct dan Google Scholar menggunakan kata kunci

“stretching” AND “joint pain” AND “elderly” , peneliti menemukan 120

jurnal yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Jurnal penelitian

tersebut kemudian diskrining,sebanyak 20 jurnal di ekslusi karena

terbitan tahun 2011 ke bawah dan menggunakan bahasa selain

bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Assessment kelayakan

terhadap jurnal 30 jurnal, jurnal yang dipublikasi dan tidak sesuai

dengan kriteria inklusi dilakukan ekslusi, sehingga didapatkan 10

jurnal yang dilakukan review.

Pencarian menggunakan keyword


melalui database Scopus, Scient
Direct dan Google Scholar

N = 120
46
Seleksi jurnal 10 tahun terakhir dan
menggunakan bahasa inggris dan Excluded (n = 64)
bahasa Indonesia
Problem/populasi :
N = 100
- Tidak sesuai dengan topik (n = 20)

Intervention :
Seleksi judul dan duplikat - Tidak ada terapi stretching (n = 10)
N = 86 Outcome :

- Tidak ada hubungan dengan nyeri


sendi (n = 14)

Study design :

Identifikasi abstrak - Systematic review (n = 3 )


- Literatur review (2)
N= 22 - Book chapters (n = 6)
- Conference abstrac (n = 9)

Excluded (n = 13)

- Tidak pada Lansia (n = 7 )


- Tujuan penelitian tidak sesuai (n = 6)
Jurnal akhir yang dapat dianalisa
sesuai rrumusan masalah dan
tujuan

N= 9

Gambar 3.1 Diagram alur review jurnal

2. Daftar artikel hasil pencarian

47
Literatur review ini disintesis menggunakan metode naratif

dengan mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis

sesuai dengan hasil yang diukur untuk menjawab tujuan. Jurnal

penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dikumpulkan

dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit, judul,

metode hasil penelitian serta database.

3.2 Daftar artikel hasil pencarian

48
No Author Judul Metode Hasil Penelitian Database
(Desain,Sampel,Variabel,
Instrumen, Analisis)
1 Anil R Muragod Effects of static D : Eksperimental trial Hasil dari penelitian DOAJ
Tanvi Pathania stretching and S : Simple random sampling tersebut menyatakan
(2017) neurodynamic V : Usia, nyeri, tinggi dan berat bahwa 20 responden
mobilization on I : Passive Knee Extension menunjukan bahwa
hamstring flexibility (PKE) and Passive Straight efek stretching dapat
in elderly Leg Raise (PSLR) meningkatkan
population – A A : the kolmogorov smirnov fleksibilitas hamstring
randomized clinical dan mendapatkan
trial rentang gerak yang
normal
2 Cut Rahmiati Efektivitas D : Quasi eksperimental Hasil dari penelitian Google
Septria Yelni stretching terhadap S : Total Sampling tersebut menyatakan Scholar
(2017) penurunan nyeri V : usia, jenis kelamin, tingkat bahwa dari 33
sendi pada lansia nyeri responden ada 5
I : Visual Analog Scale (VAS) lansia yang mengalami
A : the non-parametrc, nyeri sedang, 29
marginal homogeneity lansia mengalami nyeri
sedang dan 4 lansia
tidak mengalami nyeri
dan terbukti bahwa
latihan stretching
dapat menguragi nyeri
sendi.
3 Yoga Indra Efektifitas D : Quasi eksperimental Hasil penelitian Goggle
Pamungkas pemberian S : Total Sampling tersebut menyatakan Scholar
Elis Hartati stretching terhadap V : usia, jenis kelamin, bahwa dari 20
Mamat Supriyono penurunan skala intensitas nyeri sendi sebelum responden di dapatkan
(2019) nyeri sendi pada stretching dan sesudah nilai p-value sebesar
lansia di unit stretching 0,0001 (p value ≤
pelayanan sosial I : lembar observasi 0.05), ini menunjukan
lanjut usia wening A : Wilcoxon bahwa adanya
wardoyo ungaran efektivitas dan
perbedaan yang
signifikan latihan
stretching terhadap
penurunan skala nyeri
sendi pada lansia di

49
Unit Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Wening
Wardoyo Ungaran
4 Arul Pragassame A Comparative D : Eksperimental Hasil penelitian IJRPS
S study on the S : purposive sampling tersebut menyatakan
Mohandas Kurup effectiveness of V : usia, jenis kelamin dan bahwa dari 30 lansia
VK PNF stretching batasan kaki kaku 20 derajat peregangan PNF dan
Soundarya N versus static I : Numerical Pain Rating peregangan statis
(2019) stretching on pain Scale (NPRS), Active Knee efektif dalam
and hamstring Exten – sion Test (AKET), mengurangi rasa sakit,
flexibility on Timed up and Go test (TUG) meningkatkan
osteoarthritis knee A : non-parametric, Wilcoxon, fleksibilitas hamstring
patients Mann Whitney dan mobilitas
fungsional pada
pasien lutut OA.
5 Edwina R Monayo Pengaruh D : Pre Eksperimental Hasil penelitian Google
Fenti Akuba stretching exercise S : accidental sampling tersebut menyatakan Scholar
(2019) terhadap V : usia, jenis kelamin, didapatkan bahwa dari
penurunan skala pendidikan terakhir, pekerjaan, 15 responden dengan
nyeri sendi lutut kategori nyeri dan distribusi osteoarthritis sebelum
pada pasien nyeri diberikan perlakuan
osteoarthritis I : lembar observasi stretching exercise
A : uji t-test terdapat 7 orang
berada di kategori
nyeri berat dan 8
orang lainnya berada
di kategori nyeri
sedang dan setelah
diberikan perlakuan
terdapat perubahan
atau penurunan tingkat
nyeri yaitu 7 orang
berada di kategori
nyeri sedang dan 8
orang lainnya berada
di kategori nyeri
ringan. Maka
efektivitas stretching
dapat menurunkan

50
nyeri sendi.
6 Paramitha I A Pengaruh D : Quasi eksperimental Hasil tersebut E-Jurnal
Made Mertha peregangan statis S : Purposive Sampling menyatakan bahwada
Kadek Eka dinamis terhadap V : usia, jenis kelamin, dan dimana menurunkan
Swedarma perubahan tingkat nyeri nilai rata-rata sebesar
(2014) intensitas nyeri I : Numerical Pain Ranting 1,10 pada kelompok
sendi lutut pada Scale (NPRS) perlakuan, sedangkan
lansia dengan A : Saphiro Wilk pada kelompok kontrol
osetoarthritis yang tidak diberikan
intervensi latihan
terjadi peningkatan
nilai rata-rata sebesar
0,30. Berdasarkan
analisis perbedaan
intensitas nyeri sendi
lututantara kelompok
perlakuan dan
kelompok kontrol
menggunakan uji
independent sehingga
terdapat perbedaan
intensitas nyeri sendi
lutut yang signifikan
antara kelompok
perlakuan dan
kelompok kontrol
7 Erika Dewi Penurunan nyeri D : Quasi Eksperimen Hasil tersebut Google
Noorratri lutut lansia dengan S : Total Sampling menyatakan bahwa Scholar
Sri Hartutik latihan stretching di V : usia, jenis kelamin, perlakuan latihan
(2020) Panti Werdha kategori nyeri stretching secara
Dharma Bakti I : lembar observasi signifikan berpengaruh
Surakarta A : Mann Whitney, Kruskall signifikan menurunkan
Wallis nyeri lutut pada lansia,
perlakuan kontrol tidak
signifikan menurunkan
nyeri lutut pada lansia
dan perlakuan latihan
stretching lebih baik
dalam menurunkan

51
nyeri lutut lansia
dibandingkan kontrol.
8 Syarifah Fauziah Efektivitas latihan D : Pre Eksperiment Hasil tersebut Google
Erni Rita stretching terhadap S : Purposive Sampling menyatakan bahwa Scholar
(2018) penurunan skala V : Usia, jenis kelamin, skala Ada penurunan skala
nyeri sendi lansia nyeri nyeri sendi pada lansia
dengan keluhan I : Visual Analog Scale (VAS) antara pre intervensi
nyyeri di posyandu A : Wilcoxon dan post intervensi
02 Rawa Badak sebesar 0,857 dengan
Utara Tahun 2018 standar deviasi 0,363
dengan uji statistic
didapatkan P value
0,000 < 0,05.
9 Cut Rahmiati Efektivitas D : Quasi Eksperiment Hasil penelitian Google
Endang Mutiawati stretching terhadap S : Total Sampling terdapat perbedaan Scholar
Arti Lukitasari penurunan nyeri V : umur, jenis kelamin, tingkat antara sebelum dan
(2014) sendi lutut pada nyeri sesudah diberikan
lansia I : Visual Analog Scale (VAS) stretching dengan p
A : Marginal Homogenity value 0,014 dimana
Ho ditolak yang berarti
terdapat perbedaan
nilai rata-rata skala
nyeri yang signifikan
antara sebelum dan
sesudah stretching.
sehingga latihan
stretching dapat
digunakan sebagai
salah satu terapi
alternatif untuk
mengurangi rasa nyeri
sendi pada lansia

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo, (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.

Yogyakarta : Ar-Ruzz

52
Azizah, Lilik M. (2011). Kerawatan Lanjut Usia. Surabaya : Graha Ilmu

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2018. Alvailable at.https://www.bps.go.id

De Andreas J, Cajaravile PJ, Alarjom L. (2012). Cultural Adaptation and

Validation of the Paindetect scale into Spanish. Clin J Pain

Dewi S. Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 1.Yogyakarta :

Deepublish

Erpandi.(2014). Posyandu Lansia.Jakarta : EGC

Handono, Sri & Selvia David Richard. (2013). Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri

Sendi Lutut Pada Lansia Di Posyandu Lansia Sejahtera. Kediri : STIKES

RS Baptis

Kementrian Kesehatan RI, (2013). Gambaran Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta

Kozier, B., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni,

dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan

Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC

Notoadmojo, S, (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Nugroho, W. (2014). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC

Nurhidayah, S., & Agustini, R. (2012). Kebahagiaan Lansia Di Tinjau Dari

Dukungan Sosial Dan Spritualitas. Jurnal Soul

Nursalam.(2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis

Edisi.4.Jakarta : Salemba Medika.

Prasetyo, (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha

Ilmu

Priyoto.(2015). NIC Dalam Keperawatan Gerontik.Jakarta : Salemba Medika

Pamungkas Yohanita. (2010). Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching)

Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia.

Volume 3, Edisi 1

53
Rahmiati, Mutiawati, Lukitasari. (2015). Jurnal Ilmu Kesehatan. Efektifitas

Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Lutut Pada Lansia

Soewondo, S. (2012). Stres, Manajemen Stres, dan Relaksasi Progresif.

Jakarta : LPSP3 UI

Stanley, dkk, 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontiked 2. Jakarta : EGC

Sunaryo, Wijayanti, Rahayu. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta

: CV ANDI OFSET.

Sugiyono.(2017). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung :

Alfabeta

Supriyono M.,Hartati E.,Pamungkas I.Y. 2016. Efektifitas Pemberian Stretching

Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Wening Wardoyo Ungaran. Jurna lIlmu Keperawatan

dan Kebidanan

Suwardana, W. (2012). Jurnal Pengaruh Pemberian Latihan Peregangan

Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Pasien di Praktik Pelayanan

Keperawatan Latu Usdha Abiansemal Bandung. Volume 3

Sunaryo.(2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi

Tamsuri, Anas. (2012). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Widuri, H. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan Klinik.

Yogyakarta : Fitramaya.

World Health Organization (WHO), 2011. Available at :http://www.who.int/en/

Novitasari, R. W., Khoirunnisa, N., & Yudiyanta. (2015). Assessment Nyeri.

Kalbemed.

Lampiran 1 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1

54
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Pembimbing 2

55
56
57
58
Lampiran 3 : Standar Operasional Prosedur Stretching

SOP STRETCHING

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP)


STRETCHING

STIKES
WIDYAGAMA
HUSADA MALANG
NO. DOKUMEN: NO. REVISI: HALAMAN:
TGL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

PROSEDURE
TETAP
PENGERTIAN Stretching atau peregangan adalah penghubung penting
antara kehidupan statis dan kehidupan aktif, yang
membuat otot tetap lentur, membuat siap bergerak dan
membantu tubuh beralih dari kehidupan kurang gerak ke
aktivitas banyak gerak tanpa menimbulkan ketegangan.
Stretching pada lansia dilakukan untuk meningkatkan
elastisitas otot, karena lansia selalu dihubungkan dengan
perubahan elastisitas otot (Suwardana, W. 2012).
TUJUAN Tujuan stretching adalah :
1) Meningkatkan kelenturan (Fleksibilitas)
2) Meningkatkan sirkulasi darah
3) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi
4) Mengurangi nyeri punggung bagian bawah
5) Mengurangi stress
6) Meningkatkan kemampuan fisik
7) Mempercepat pemulihan setelah berolahraga
8) Mempercepat produksi cairan synovial persendian
9) Meningkatkan postur
10) Meningkatkan kebugaran
INDIKASI 1) Klien yang mengalami nyeri
2) Kelemahan dan penurunan ketahanan otot

59
3) Pengurangan jangkauan gerak yang dapat
dikarenakan oleh kekakuan kapsul sendi maupun
pengurangan panjang otot
4) Mobilitas sendi yang berlebihan
5) Postur tubuh yang abnormal
KONTRAINDIKASI 1) Fraktur tidak stabil
2) Adanya hematoma dan infeksi jaringan
3) Pasca operasi seperti cangkok kulit dan perbaikan
tendo
PERSIAPAN 1) Memberikan salam, memperkenalkan nama
2) Menjelasan pada klien tentang tindakan yang akan di
lakukan
3) Memposisikan klien senyaman mungkin
4) Kontrak waktu dan tempat
PERSIAPAN ALAT Tempat tidur
PERSIAPAN 1) Menjaga lingkungan agar tetap nyaman dan aman.
LINGKUNGAN 2) Menjaga privasi klien.
PROSEDUR Gerakan stretching untuk sendi lutut dilakukan dengan
langkah-langkah berikut, dimana setiap gerakan
dilakukan selama 10 detik dengan 5 kali pengulangan.
5) Ankle Joint, dilakukan gerakan sebagai berikut :
a) Gerakan plantar fleksi yaitu : lansia tidur
terlentang, tangan terapi berada pada telapak kaki
lansia dan pergelangan kaki, selanjutnya
dilakukan gerakan menekuk ke bawah dari telapak
kaki pada pergelangan kaki.
b) Gerakan dorsi flkesi yaitu : Lansia tidur terlentang,
tangan terapi berada pada lutut lansia dan kaki,
serta tangan terapi juga menahan telapak kaki
lansia, selanjutnya dilakukan gerakan menekuk ke
telapak kaki ke atas.

60
6) Knee joint, dilakukan gerakan fleksi lutut dan HIP
yaitu dengan melakukan gerakan fleksi lutut dan
sendi HIP, lansia dalam posisi terlentang, tangan
terapi pada lutut dan telapak kaki, selanjutnya lutut
ditekuk, sedangkan untuk fleksi HIP dilakukan dengan
cara tangan terapi menopang paha lansia hingga
dalam posisi lurus dan tekuk pada sendi pinggul.

7) HIP joint, dilakukan gerakan sebagai berikut :


a) Abduksi dan aduksi yaitu Lansia tidur terlentang,
tangan terapis berada pada pergelangan kaki dan
pergelangan pinggul, selanjutnya dilakukan
gerakan adduksi dan abduksi yaitu gerakan
mendekati dan menjauhi tubuh.

61
b) Internal dan eksternal rotasi yaitu Lansia tidur
terlentang, dilakukan gerakan rotasi kedalam
maupun keluar pada sendi pinggul

62
8) Posisi duduk, lansia diminta untuk duduk dengan
kedua kaki lurus kemudian disuruh menjulurkan
kedua tangannya menyentuh kaki.
EVALUASI Keadaan pasien, apakah sudah merasa nyaman dan
nyeri berkurang atau tidak
HASIL Setelah dilakukan tindakan selama 1x dalam sehari atau
saat klien mengalami nyeri sendi maka klien diharapkan
dapat merasakan nyaman dan nyeri dapat berkurang
HAL-HAL YANG 1) Dibutuhkan waktu sekitar 40-60 detik
HARUS 2) Perhatikan posisi tubuh, lebih nyaman
DIPERHATIKAN 3) Memeriksa apakah klien benar-benar rileks
4) Terus menerus memberikan instruksi
5) Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lambat

63
Lampiran 4 : Lembar Pengkajian PAINDETECT

LEMBAR PENGKAJIAN PAINDETECT


LANSIA YANG MENGALAMI NYERI SENDI

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Tanggal :

Petunjuk pengisian : berikan tanda check list (√) pada kolom jawaban yang
tersedia di bawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang anda alami.
Keterangan :
1 = Tidak Nyeri
1-3 = Nyeri Ringan
4-7 = Nyeri Sedang
8-10 = Nyeri Berat

1. Keluhan nyeri
a. Bagaimana penilaian rasa nyeri anda sekarang, pada saat ini ?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Seberapa kuat rasa nyeri yang terberat selama 4 minggu terakhir ?


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c. Seberapa kuat rata-rata rasa nyeri selama 4 minggu terakhir ?


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Petunjuk : Bacalah setiap pernyataan dari gambar tersebut dan beri tanda
(√) disebelah kanan pernyataan, check list salah satu pernyataan dari 4
gambaran pola nyeri.

64
2. Tandai gambar yang paling tepat menggambarkan rasa nyeri yang anda
alami

Nyeri menetap, terus menerus sedikit fluktuasi

Nyeri menetap, disertai dengan serangan nyeri yang lebih kuat

Nyeri hilang dan timbul tanpa ada rasa sakit diantaranya

Serangan-serangan nyeri diantara rasa nyeri yang ada

Petunjuk : anda memberi tanda pada gambar, area nyeri yang dirasakan
pada bagian tubuh.
3. Tandai lokasi nyeri pada tubuh anda

65
Apakah rasa nyeri menjalar kebagian lain dari tubuh anda ?
YA / TIDAK, jika ya gambarkan arah penjalaran itu

Petunjuk : berikan tanda check list (√) pada kolom jawaban yang tersedia
di bawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang anda alami.
4. Pertanyaan nyeri
1. Apakah anda menderita sensasi seperti terbakar (panas menyengat)
di daerah nyeri ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat
2. Apakah anda merasa kesemutan seperti ditusuk-tusuk di daerah nyeri
(seperti semut merayap atau kesetrum) ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat
3. Adakah sentuhan ringan (seperti pakaian atau selimut) memberi rasa
nyeri ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat
4. Apakah anda merasakan serangan nyeri mendadak seperti
sengatan / kesetrum ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat
5. Apakah (air mandi) yang dingin atau panas dapat menimbulkan rasa
nyeri ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang

66
Kuat Sangat kuat
6. Apakah anda menderita ba’al/rasa tebal/mati rasa pada daerah nyeri?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat
7. Apakah tekanan ringan seperti tekanan jari pada area sakit
menimbulkan rasa nyeri ?
Tak pernah Hampir tidak terasa Sedikit Sedang
Kuat Sangat kuat

67

Anda mungkin juga menyukai