Anda di halaman 1dari 14

407

RESTORATIVE JUSTICE UNTUK PERADILAN DI INDONESIA


(Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakan Hukum In Concreto)

Kuat Puji Prayitno


Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
E-mail: kuatunsoed@yahoo.com

Abstract

Restorative justice is a philosophy, a process, an idea, a theory and an intervention, that


emphasizes repairing the harm caused or revealed by criminal behaviour. This process is in stark
contrast to the established way of addressing crime which are seen as offences committed against
the State. Restorative justice finds its footing in the basic philosophy of the four precepts of
Pancasila, namely prioritizing deliberation in decision making. Purpose of the settlement with the
Victim Offender Mediation is to "humanize" the justice system, that fairness is able to answer what
the actual needs of victims, offenders and communities.

Key words: Restorative justice, victim offender mediation, repairing the harm

Abstrak

Restorative justice merupakan filsafat, proses, ide, teori dan intervensi, yang menekankan dalam
memperbaiki kerugian yang disebabkan atau diungkapkan oleh perilaku kriminal. Proses ini sangat
kontras dengan cara standar menangani kejahatan yang dipandang sebagai pelanggaran yang
dilakukan terhadap Negara. Restorative Justice menemukan pijakan dalam filosofi dasar dari sila
keempat Pancasila, yaitu musyawarah prioritas dalam pengambilan keputusan. Tujuan penyelesaian
dengan Mediasi Korban pelanggar adalah untuk "memanusiakan" sistem peradilan, keadilan yang
mampu menjawab apa kebutuhan yang sebenarnya dari korban, pelaku dan masyarakat.

Kata kunci: Restorative justice, mediasi korban pelanggar, memperbaiki kesalahan.

Pendahuluan pelaku kejahatan.


Ketika berbicara tentang kejahatan, ma- Faktanya, banyak ditemukan kekerasan
ka seringnya yang pertama muncul dalam be- dan penyalahgunaan kekuasaan yang menye-
nak kita adalah pelaku kejahatan. Kita biasa babkan viktimisasi terhadap para terpidana.
menyebut mereka penjahat, kriminal, atau le- Konsep Lembaga Pemasyarakatan pada level
bih buruk lagi, sampah masyarakat, dan masih empirisnya, sesungguhnya, tak ada bedanya de-
banyak lagi. Masyarakat sudah terbiasa, atau ngan penjara. Bahkan ada tudingan bahwa
dibiasakan, memandang pelaku sebagai satu- Lembaga Pemasyarakatan adalah “sekolah ke-
satunya faktor dalam kejahatan. Tidak menghe- jahatan”. Sebab orang justru menjadi lebih ja-
rankan bila upaya penanganan kejahatan masih hat setelah menjalani pidana penjara di Lem-
terfokus hanya pada tindakan penghukuman baga Pemasyarakatan. Ini menjadi salah satu
terhadap pelaku. Memberikan hukuman kepada faktor dominan munculnya seorang bekas na-
pelaku masih dianggap sebagai “obat manjur” rapidana melakukan kejahatan lagi, yang biasa
untuk “menyembuhkan” baik luka atau derita disebut dengan residivis.
korban maupun kelainan perilaku yang “diidap” Secara ekstrim dikatakan oleh Hulsman
bahwa “the criminal justice system as a social

Artikel ini merupakan artikel hasil peneitian yang dibia- problem”. Kritiknya antara lain ditujukan pada
yai oleh DIPA UNDIP No. 0160.0/023-04.2/XIII/2009
tanggal 18 Maret 2009, dan Surat Perjanjian Pelaksana- penerapan sanksi yang hanya akan menyisakan
an Hibah Penelitian Program Doktor No/ 124B/H7.2/ penderitaan, masalah ekonomi, keluarga dan
KP/2009, tanggal 18 Maret 2009.
stigma. Pendekan dalam peradilan selama ini
408 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

sulit terkontrol bahkan cacat (criminal justice lah yang menjadi moral etik restorative justice,
approach is fundamentally flawed), dibilang oleh karena itu keadilannya dikatakan sebagai
“does not work in terms of its own declared "Just Peace Principle". Prinsip ini mengingatkan
aims” atau tidak bekerja untuk tujuan yang dia kita bahwa keadilan dan perdamaian pada da-
nyatakan sendiri. sarnya tidak dapat dipisahkan. Perdamaian tan-
Menurut John Delaney, pengintegrasian pa keadilan adalah penindasan, keadilan tanpa
kembali narapidana ke dalam masyarakat harus perdamaian adalah bentuk baru penganiayaan/
dilakukan lewat tahapan self realisation pro- tekanan. Dikatakan sebagai JustPeace Princip-
cess, yaitu satu proses yang memperhatikan le atau JustPeace Ethics karena pendekatan
dengan seksama pengalaman, nilai-nilai, peng- terhadap kejahatan dalam Restorative Justice
harapan dan cita-cita narapidana, termasuk di bertujuan untuk pemulihan kerusakan akibat
dalamnya latar belakang budayanya, kelemba- kejahatan (it is an attempt to recovery justi-
gaannya dan kondisi masyarakat dari mana ia ce), upaya ini dilakukan dengan mempertemu-
berasal,1 sedangkan David Rothman mengata- kan korban, pelaku dan masyarakat.
kan bahwa rehabilitasi adalah kebohongan yang Persoalannya adalah selama ini peradilan
diagung-agungkan. Pernyataan Rothman ini sudah terpola dengan retributive justice yang
muncul setelah ia melihat kenyataan yang se- memandang kejahatan sebagai pelanggaran
benarnya bahwa penjara mengasingkan penja- yang dilakukan terhadap negara. Pendekatan
hat dari cara hidup yang wajar sehingga la ti- ini berfokus pada masa lalu dan tujuannya ada-
dak siap untuk hidup di jalan yang benar se- lah untuk menentukan siapa yang harus disalah-
telah ia dibebaskan dari penjara. kan dan pidana apa yang akan dijatuhkan. Lain
Ironisnya, hampir seluruh tindak kejaha- halnya dengan restorative justice, sehingga
tan yang ditangani oleh Sistem Peradilan Pida- mungkinkah secara yuridis ilmiah peradilan res-
na Indonesia selalu berakhir di penjara. Pada- toratif ini dapat diterapkan dalam penegakan
hal penjara bukan solusi terbaik dalam menye- hukum in concreto.
lesaikan masalah-masalah kejahatan, khusus-
nya tindak kejahatan di mana "kerusakan" yang Permasalahan
ditimbulkan kepada korban dan masyarakat ma- Permasalahan yang akan dibahas pada ar-
sih bisa di restorasi sehingga kondisi yang telah tikel ini adalah sebagai berikut. Pertama, ba-
"rusak" dapat dikembalikan ke keadaan semula, gaimanakah karakteristik peradilan restoratif
sekaligus penghilangan dampak buruk penjara. kaitannya dengan rambu-rambu penegakan hu-
Dalam menyikapi tindak kejahatan yang diang- kum nasional?, kedua, mungkinkah peradilan
gap dapat di restorasi kembali, dikenal suatu restoratif ini diaplika-sikan dalam peradilan di
paradigma penghukuman yang disebut sebagai Indonesia?
restorative justice, di mana pelaku di dorong
untuk memperbaiki kerugian yang telah ditim- Metode Penelitian
bulkannya kepada korban, keluarganya dan ju- Penelitian ini adalah penelitian induktif
ga masyatakat. Untuk itu program utamanya kualitatif yang menekankan pada penelitian
adalah “a meeting place for people” guna me- mendalam terhadap konsep-konsep, teori-teo-
nemukan solusi perbaikan hubungan dan keru- ri, pandangan para ahli, kaitannya dengan tu-
sakan akibat kejahatan (peace). juan menunjang tercapainya tujuan, visi, dan
Keadilan yang dilandasi perdamaian (pea- misi pembangunan hukum nasional (Bangkum-
ce) antara pelaku, korban dan masyarakat itu- nas), khusunya pembangunan hukum pidana na-
sional. Pendekatan yang digunakan adalah yuri-
1
Muhammad Mustofa dan Adrianus Meliala, 2008, Loka- dis filosofis, yaitu melihat perspektif nilai-nilai
karya Menghukum Tanpa Memenjarakan: Mengaktuali-
sasikan Gagasan "Restorative Justice" di Indonesia, di
filosofis peradilan restoratif sebagai ide dalam
Depok, Kamis (26/2-2008). Diskusi yang diselenggara- pemuliaan proses peradilan berdasar rambu-
kan Departemen Kriminologi UI dan Australia Agency
for International Development.
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 409

rambu kebijakan hukum nasional (national le- person harmed, the person causing the
gal framework). harm, and the affected community.4
Data utama yang dipergunakan dalam pe-
Restorative justice merupakan alternatif
nelitian ini adalah data sekunder dan sebagai
atau cara lain peradilan kriminal dengan me-
penambah digunakan data primer. Data primer
ngedepankan pendekatan integrasi pelaku di
diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan
satu sisi dan korban/ masyarakat di lain sisi se-
data sekunder diperoleh dari sumber kepusta-
bagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta
kaan antara lain dokumen, buku literatur, lapo-
kembali pada pola hubungan baik dalam ma-
ran penelitian, dan jurnal. Teknik pengumpulan
syarakat.
data dengan melakukan kajian kepustakaan
Kata kunci dari restorative justice ada-
mendalam terhadap peraturan perundang-un-
lah “empowerment”, bahkan empowerment ini
dangan, putusan-putusan hakim, dan studi ter-
adalah jantungnya restoratif (the heart of the
hadap hasil penelitian, buku-buku, dan jurnal
restorative ideology), oleh karena itu restora-
yang berkaitan dengan permasalahan peneliti-
tive justice keberhasilannya ditentukan oleh
an. Analisis dilakukan dengan cara mendeskrip-
pemberdayaan ini.5 Dalam konsep tradisional,
tifkan hasil kajian untuk membangun konsep
korban diharapkan untuk tetap diam, menerima
peradilan restoratif dalam sistem peradilan
dan tidak ikut campur dalam proses pidana. Se-
pidana Indonesia.
cara fundamental ide restorative justice hen-
dak mengatur kembali peran korban yang de-
Pembahasan
mikian itu, dari semula yang pasif menunggu
Pengertian Restorative Justice
dan melihat bagaimana sistem peradilan pidana
Restorative justice dilihat banyak orang
menangani kejahatan “mereka”, diberdayakan
as a philosophy, a process, an idea, a theory
sehingga korban mempunyai hak pribadi untuk
and an intervention.2 Restorative justice ada-
berpartisipasi dalam proses pidana. Dalam lite-
lah peradilan yang menekankan perbaikan atas
ratur tentang restorative justice, dikatakan
kerugian yang disebabkan atau terkait dengan
bahwa “empowerment” berkaitan dengan pi-
tindak pidana. Restorativ justice dilakukan me-
hak-pihak dalam perkara pidana (korban, pela-
lalui proses kooperatif yang melibatkan semua
ku dan masyarakat).6 Para sarjana memak-
pihak (stakeholders).
nainya sebagai berikut:
Restorative justice is a theory of justice
that emphasizes repairing the harm cau- has described empowerment as the ac-
sed or revealed by criminal beha-viour. It tion of meeting, discussing and resolving
is best accomplished through cooperative criminal justice matters in order to meet
processes that include all stakeholders.3 material and emotional needs. To him,
empowerment is the power for people
to choose between the different alter-
Definisi yang dikemukakan oleh Dignan sebagai natives that are available to resolve
berikut: one’s own matter. The option to make
Restorative justice is a valued-based ap- such decisions should be present during
proach to responding to wrongdoing and the whole process.7
conflict, with a balanced focus on the

4
Ibid
5
C. Barton, Empowerment and Retribution ini Criminal
2
Mereka yang berpendapat seperti ini antara lain Braith- Justice. In: H. Strang, J. Braitwaite (eds), “Restorati-
waite, Umbreit and Cary, Richardson, Umbreit and ve Justice: Philosophy to Practice”. Journal TEMIDA
Coates, Graef, dan Du Pont. Lihat dalam Darrell Fox, Mart 2011. Aldershot: Ashgate/Dartmouth, hlm.
“Social Welfare and Restorative Justice”, Journal Kri- 55-76.
6
minologija Socijalna Integracija Year 2009 Vol 17 Issue Ketiga pihak tersebut oleh Mc Cold dikatakan sebagai
1 Pagesrecord No. 55-68, 2009, London Metropolitan stakeholder perkara pidana.
7
University Department of Applied Social Sciences, hlm. Lihat berbagai definisi lainnya dalam Ivo Aertsen, et.al,
56 “Restorative Justice and the Active Victim: Exploring
3
lihat dalam http://152.118.58.226 - Powered by Mambo the Concept of Empowerment”, Journal TEMIDA, Mart
Open Source Generated: 7 November, 2008, 18:00 2011; hlm. 8-9
410 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

Kongkritnya, empowerment atau pember- eks to build partnerships) untuk mengokohkan


dayaan dalam konteks restorative justice ada- kembali pertanggungjawaban yang saling meng-
lah proses pertemuan dalam hal ini antara pe- untungkan (mutual responsibility) untuk meres-
laku dengan korban atau masyarakat untuk pon secara konstruktif atas tindak pidana yang
membahas dan secara aktif berpartisipasi da- terjadi dalam masyarakat; ketiga, restorative
lam penyelesaian masalah pidana (resolution of Justice mencari pendekatan yang seimbang
the criminal matter). Hal ini merupakan alter- (seek a balanced approach) terhadap kebutuh-
natif atau pilihan lain dari pengaruh respon ter- an korban, pelaku dan masyarakat melalui pro-
hadap kejahatan. ses yang memelihara keamanan dan martabat
Respon terhadap kejahatan yang semula bagi semua pihak (that preserve the safety and
dilakukan dengan menggelar peradilan pidana dignity of all).
oleh negara untuk mencari kesalahan pelaku, Praktik dan program restorative justice
kemudian diikuti dengan pengenaan sanksi guna tercermin pada tujuannya yang menyikapi tin-
mencela dan mengenakan penderitaan atau dak pidana dengan:9 pertama, identifying and
nestapa kepadanya yang pada prinsipnya adalah taking steps to repair harm ( mengidentifikasi
pengasingan/disintegrasi. Restorative justice dan mengambil langkah-langkah untuk mem-
justru sebaliknya mengusung falsafah intergrasi perbaiki kerugian/kerusakan); kedua, involving
yang solutif, masing-masing pihak berperan all stakeholders (melibatkan semua pihak yang
aktif untuk menyelesaikan masalah. Oleh kare- berkepentingan) dan; ketiga, transforming the
na itu konsep restorative justice bisa dibilang traditional relationship between communities
mengintegrasikan prinsip musya-warah dalam and their governments in responding to crime.
penyelesaian perkara pidana. Transforming the traditional relationship yaitu
Konsep teori restorative justice mena- transformasi dari pola dimana masyarakat dan
warkan jawaban atas isu-isu penting dalam pe- negara menghadapi pelaku dengan pengenaan
nyelesaian perkara pidana, yaitu: pertama, kri- sanksi pidana menjadi pola hubungan koopera-
tik terhadap sistem peradilan pidana yang tidak tif antara pelaku di satu sisi dengan masyara-
memberikan kesempatan khususnya bagi korban kat/korban dalam menyelesaikan masalah aki-
(criminal justice system that disempowers indi- bat kejahatan.
vidu); kedua, menghilangkan konflik khususnya Peradilan restoratif dalam hal ini merubah
antara pelaku dengan korban dan masyarakat paradigma dari pola berhadap-hadapan antara
(taking away the conflict from them); ketiga, pelaku dengan korban dan negara menjadi pola
fakta bahwa perasaan ketidakberdayaan yang kooperatif atau integrasi, persoalan kejahatan
dialami sebagai akibat dari tindak pidana harus sebagai tindakan oleh pelaku terhadap individu
diatasi untuk mencapai perbaikan (in order to atau masyarakat bukan terhadap negara.
achieve reparation).8 Restorative Justice is commonly known
Program yang terkandung dalam resto- as a theory of criminal justice that fo-
rative justice dalam upaya mengatasi persoalan cuses on crime as an act by an offender
against another individual or commu-
kejahatan, adalah sebagai berikut. Pertama, nity rather than the state. 10
restorative justice adalah perluasan konsep pe-
mikiran seiring perkembangan sosial yang ber-
geser untuk melembagakan pendekatan dengan
cara-cara damai (to institutionalize peaceful 9
McCold and Wachtel, “Restorative practices, The Inter-
approaches) terhadap kerugian akibat tindak national Institute for Restorative Practices (IIRP)”,
New York: Criminal Justice Press & Amsterdam: Kugler
pidana, pemecahan masalah, dan pelanggaran
Publications Journal, Vol. 85-101, 2003, hlm. 7
hukum dan HAM; kedua, restorative justice 10
Lihat pula pendapat Jarem Sawatsky sebagai berikut:
The criminal justice system never asks what the victim
mencari/membangun hubungan kemitraan (se- needs, what the offender needs or what the immediate
community needs. It focuses on what the state needs
at the exclusion of other’s needs. It is interested in
8
Ibid. assessing guilt and handing out punishment.
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 411

Ada beberapa prinsip dasar yang menon- prinsip dasar restorative justice tersebut ada-
jol dari restorative justice terkait hubungan lah: terjadi pemulihan kepada mereka yang
antara kejahatan, pelaku, korban, masyarakat menderita kerugian akibat kejahatan; pelaku
dan negara. Pertama, kejahatan ditempatkan memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pe-
sebagai gejala yang menjadi bagian tindakan mulihan keadaan (restorasi); dan pengadilan
sosial dan bukan sekedar pelanggaran hukum berperan untuk menjaga ketertiban umum dan
pidana; kedua, restorative Justice adalah teori masyarakat berperan untuk melestarikan per-
pera-dilan pidana yang fokusnya pada pandang- damaian yang adil.
an yang melihat bahwa kejahatan adalah seba- Keadilan dalam restorative justice meng-
gai tindakan oleh pelaku terhadap orang lain haruskan untuk adanya upaya memulihkan/me-
atau masyarakat daripada terhadap negara. Ja- ngembalikan kerugian atau akibat yang ditim-
di lebih menekankan bagaimana hubungan/ bulkan oleh tindak pidana, dan pelaku dalam
tanggungjawab pelaku (individu) dalam menye- hal ini diberi kesempatan untuk dilibatkan da-
lesaikan masalahnya dengan korban dan atau lam upaya pemulihan tersebut, semua itu da-
masyarakat; ketiga, kejahatan dipandang seba- lam rangka memelihara ketertiban masyarakat
gai tindakan yang merugikan orang dan meru- dan memelihara perdamaian yang adil. Dengan
sak hubungan sosial. "Ini jelas berbeda dengan kata lain ketiga prinsip tersebut mengandung
hukum pidana yang telah menarik kejahatan unsur-unsur sebagai berikut. Pertama, justice
sebagai masalah negara, hanya negara yang requires that we work to restore those who ha-
berhak menghukum”; keempat, munculnya ide ve been injured; kedua, those most directly in-
restorative justice sebagai kritik atas penerap- volved and affecttted by crime should have the
an sistem peradilan pidana dengan pemenjara- opportunity to participate fully in the response
an yang dianggap tidak efektif menyelesaikan if they wish; dan ketiga, government’s role is
konflik sosial. to preserve a just public order, and the com-
Identifikasi beberapa ciri/tipikal dari munity’s is to build and maintain a just peace.
program-program atau hasil (outcomes) resto- Justice Peace dalam restorative justice
rative justice antara lain meliputi: victim of- ditempuh dengan “restorative conferencing”
fender mediation (memediasi antara pelaku yaitu mempertemukan antara pelaku-korban
dan korban); conferencing (mempertemukan dan masyarakat untuk mencari atau memutus-
para pihak); circles (saling menunjang); Victim kan cara yang terbaik mengatasi dampak atau
assistance (membantu korban); ex-offender as- akibat dari kejahatan (decide how best to re-
sistance (membantu orang yang pernah melaku- pair the harm). Selain itu pertemuan (confe-
kan kejahatan); restitution (memberi ganti rencing) juga dimaksudkan untuk: memberi ke-
rugi/menyembuhkan); community service (pe- sempatan kepada korban untuk menghadapi pe-
layanan masyara-kat). laku guna mengungkapkan perasaannya, me-
nanyakan sesuatu dan menyampaikan keingi-
Prinsip Dasar Restorative Justice nannya; pelaku dapat mendengar langsung ba-
Ada tiga prinsip dasar untuk memben-tuk gaimana perilakunya atau perbuatannya telah
restorative justice, yaitu there be a restorati- menimbulkan dampak/kerugian pada orang
on to those who have been injured, the offen- lain; pelaku kemudian dapat meminta maaf
der has an opportunity to be involved in the dengan memperbaiki kerusakan atau kerugian
restoration if they desire and the court sys- dari akibat perbuatannya, memperbaiki kesa-
tem’s role is to preserve the public order and lahan dan menyetujui ganti rugi keuangan atau
the community’s role is to preserve a just melakukan pekerjaan pelaya-nan.12
peace.11 Dengan demikian kata kunci ketiga

11 12
From Wikipedia, the free encyclopedia http://en.wiki- Bandingkan dengan O'Connell, 1998 & Morris and Max-
pedia.org/wiki/Restorative_justice well, 2001, Restorative or Community Conferencing,
The IIRP, hlm. 17
412 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

Memahami restorative justice pastinya kan); Who has the obligation and responsibility
akan menemukan semangat lebih pada penye- to address this hurt and meet these needs?
lesaian masalah antara para pihak dalam hu- (Siapa yang memiliki kewajiban dan tanggung-
bungan sosial dari pada mengedepankan pe- jawab terhadap pemulihan kerugian dan pe-
nerapan aturan/hukum yang menghadapkan pe- menuhan kebutuhan tersebut); What can we as
laku dengan aparat pemerintah. Adapun se- a community do to make sure this does not
mangat yang terkandung di dalamnya meliputi: happen again? (Apa yang dapat kita lakukan se-
search solutions (mencari solusi); repair (mem- bagai anggota masyarakat untuk meyakinkan
perbaiki); reconciliation (perdamaian); dan the bahwa hal tersebut tidak terjadi lagi).
rebuilding of relationships (membangun kem- Braithwaite mengemukakan konsep Sha-
bali hubungan). ming and Reintegration atau ‘reintegrative
Semangat restorative justice itu kemudi- shaming’ adalah aspek inti dari teori restora-
an memunculkan standar program sebagai beri- tive justice yaitu kaitan dengan pelaku untuk
kut.13 Pertama, encounter, yaitu menciptakan membantu korban dan anggota masyarakat lain
peluang bagi korban, pelaku dan anggota ma- dalam pertanggungjawaban mereka atas perila-
syarakat yang ingin melakukannya untuk berte- ku yang tidak bisa diterima. Reintegrative sha-
mu membicarakan tindak pidana dan bagaima- ming dimana pelaku menerima tanggung jawab
na sesudahnya; kedua amends, yaitu mengha- atas tindakan mereka (malu) dan berusaha un-
rapkan pelaku untuk mengambil langkah-lang- tuk menebus kesalahan (reintegrasi) kepada
kah guna memperbaiki kerugian yang telah di- korban dan terkadang masyarakat. 14
sebabkannya termasuk pemberian ganti rugi; Cara yang ditempuh dalam peradilan res-
ketiga, reintegration, yaitu baik korban mau toratif jelas kontras dengan penanganan tindak
pun pelaku sama-sama dipulihkan/disembuh- pidana yang selama ini dilakukan, sebagai
kan/diperbaiki, serta berkontribusi sebagai dikemukakan oleh Morris sebagai berikut:
anggota masyarakat; keempat, inclusion, yaitu This process is in stark contrast to the
memberi kesempatan kepada para pihak yang established way of addressing crime
terkait dengan tindak pidana (all stakeholders) which are seen as offences committed
against the State, rather than on the ac-
dapat berpartisipasi dalam mencari pemecah- tual victim and community where it oc-
an masalah. curred. 15
Dibanding dengan pengadilan retribu-tive
yang bersifat menghukum, restorative justice Restorative justice lebih memposisikan
mempunyai perbedaan dalam pertanyaan dasar para pihak secara bersama-sama daripada me-
sebagai berikut. Retributive Justice (our cur- nempatkan mereka terpisah, lebih menjalin
rent justice system) asks: What laws have been kembali hubungan/harmoni daripada memecah
broken? (Hukum apa yang telah dilanggar); Who belah, lebih berupaya menciptakan keutuhan
did it? (Siapa yang melakukannya); What do daripada terpecah belah. Pendekatan pemeca-
they deserve? (Apa yang pantas/selayaknya han masalahnya bertujuan untuk menyatukan
mereka terima). Restorative justice requires dan menggabungkan pandangan dari semua in-
that we (community) ask: Who has been hurt? dividu atau kelompok yang memiliki kepen-
(Siapa yang telah disakiti/terluka/dirugikan); tingan dalam tindak pidana itu, apakah ini me-
What do they need? (Apa yang mereka butuh- rupakan masalah kesejahteraan atau masalah
kriminal. Kebajikan dan prinsip panduan yang
13
Lihat pula http://en.wikipedia.org/wiki/Restorative mengikuti dalam restorative justice harus dili-
_justice. Create opportunities for victims, offenders
and community members who want to do so to meet to
14
discuss the crime and its aftermath; Expect offenders Braithwaite dalam Darrell Fox, “Social Welfare And
to take steps to repair the harm they have caused Restorative Justice”, Journal Kriminologija i Socijalna
including restitution; that both victims and offenders Integracija Year 2009 Vol 17 Issue 1 Pagesrecord No.
are restored to whole, contributing members of socie- 55-68, London Metropolitan University Department of
ty; Provide opportunities for parties/that all stakehol- Applied Social Sciences, London, hlm. 57
15
ders in a crime can participate in its resolution. Morris dalam Darrell Fox, op.cit.
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 413

hat tidak secara linear atau hirarkis (yang me- Perubahan paradigma berpikir ini perlu di
rupakan cara dari sistem modern) melainkan dukung dengan kebijakan legislasi nasional ser-
sebagai kesatuan dari bagian yang saling berhu- ta pemahaman perkembangan keilmuan di du-
bungan. nia peradilan. Di Brasil model penyelesaian de-
ngan restorative ini dibangun melalui pendidi-
kan sosial (sosial-pedagogis).16 Artinya bahwa
Empowerment model ‘restorative circles’ dibangun dari so-
cial-pedagogical point of view atau melalui
pandangan edukasi sosial bahwa sebab dan aki-
Respect, Care-Response
bat masalah kejahatan adalah sebagai persoal-
an sosial.
Transformation

Nonviolent
Needs-focused

Inter- Laporan Kongres PBB ke-11 di Bangkok-


Humility

connectedness
& Thailand (Report of the Eleventh United Nati-
Particularity ons Congress on Crime Prevention and Criminal
Justice Bangkok, 18-25 April 2005), merumus-
Generational kan bahwa, there was general agreement on
the need for innovative approaches in the ad-
ministration of justice, including the use of al-
ternatives to imprisonment for minor offences,
especially by first-time offenders, juvenile of-
fenders and drug abusers, the use of restora-
Perspektif Restorative justice Dalam Peradil- tive justice, including mediation and concilia-
an di Indonesia tion, and the need to take into consideration
Eksistensi proses restorative justice seba- the rights of victims, in particular those of wo-
gai alternatif penyelesaian perkara pidana sa- men and children.
ngat ditentukan oleh kesadaran dan pengeta- Kongres PBB ke-12 di Brasil, Report of
huan masyarakat itu sendiri, termasuk aparat the Twelfth United Nations Congress on Crime
penegak hukumnya. Pemahaman peradilan yang Prevention and Criminal Justice Salvador, Bra-
hanya mengedepankan penerapan aturan mem- zil, 12-19 April 2010, juga merekomendasikan
buktikan kesalahan pelaku dan lalu menghu- negara anggota untuk mengevaluasi dan meng-
kumnya tidak akan bisa menerima konsep ini. adakan pembaharuan kebijakan peradilan pida-
Baginya peradilan adalah hak negara untuk me- nanya dengan pengembangan strategi kompre-
ngenakan sanksi kepada warganya yang telah hensif, mengurangi penggunaan sanksi penjara,
melanggar aturan. Penjeraan dan atau rehabili- dan meningkatkan penggunaan alternatif lain
tasi menjadi faktor yang sangat populis di da- selain penjara termasuk program restorative
lamnya, perhatian peradilan didominasi oleh justice.
kepentingan pelaku, masyarakat dan negara. Dunia internasional telah memberi guide-
Restorative justice lebih pada penyele- lines on criminal Justice tentang strategi pen-
saian masalah antara para pihak dalam hubu- dekatan inovasi, komprehensif dan integral
ngan sosial dari pada menghadapkan pelaku de- dengan meningkatkan penggunaan program pe-
ngan aparat pemerintah. Falsafah just peace radilan restoratif. Evaluasi untuk mendesain
principle diintegrasikan dengan the process of kembali pelaksanaan peradilan yang lebih efek-
meeting, discussing and actively participating tif perlu di lakukan di Indonesia, dan Kongres
in the resolution of the criminal matter. Inte-
grasi pelaku di satu sisi dan korban, masyarakat 16
Hasil penelitian Bolívar, D., Brancher, L., Navarro, I.,
di lain sisi sebagai satu kesatuan untuk mencari Vega, M. (2010) Restorative Justice in Latin America:
Reflections from three countries. Paper presented at
solusi serta kembali pada pola hubungan baik Expert Seminar ‘Conferencing: A Way Forward for Res-
dalam masyarakat. torative Justice in Europe’. Leuven: European Forum
for Restorative Justice.
414 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

PBB cukup menjadi salah satu aspirasi untuk pijakan itu kalau diimplementasikan dalam pola
membangun atau mengupdate/reform kebijak- penyelesaian perkara pidana mengandung prin-
an peradilan ke arah model restorative justice. sip yang disebut dengan istilah VOC (Victim Of-
Dalam kebijakan nasional ada Pancasila yang fender Conferencing). Target dalam pertemuan
merupakan core philosopy bangsa. Sebagai core VOC (Victim Offender Conferencing) adalah
philosopy Pancasila dengan begitu merupakan mediasi atau VOM (Victim-Offender Mediation),
sumber nilai bagi adanya sistem hukum di Indo- yaitu kesempatan untuk berdamai dan saling
nesia.17 Dalam sila ke-4 Pancasila: “Kerakyatan menyepakati perbaikan. Tujuannya adalah un-
Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan da- tuk menangani kejahatan sebagai konflik yang
lam Permusyawaratan/ Perwakilan” terkandung harus diselesaikan antara orang terkena dam-
falsafah permusyawaratan atau musyawarah, pak langsung bukan sebagai konflik antara ne-
makna yang terkandung adalah: mengutamakan gara dan terdakwa.
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk Umbreit dan Coates menyatakan bahwa
kepentingan bersama, dan menghormati setiap tujuan penyelesaian perkara dengan VOM ada-
keputusan musyawarah, keputusan yang diam- lah to "humanize" the justice system.19 Pende-
bil harus dapat dipertanggungjawabkan secara katan dikatakan lebih humanis karena berusaha
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjun- mengeliminir beberapa masalah. Pertama, ti-
jung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai- dak lagi mengasingkan hubungan dengan korban
nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan pasca proses peradilan ke tempat sekunder se-
persatuan dan kesatuan demi kepentingan ber- hingga konsekuensi kejahatan yang dialaminya
sama. seolah tidak diperhatikan. Di sisi lain masuknya
Sila ke-4 Pancasila ini mengajarkan ke- para pihak dalam menyelesaikan masalah ada-
pada kita untuk menentukan sebuah pilihan lah significant part dan menjadi ciri khas mo-
melalui cara musyawarah. Mengutamakan mu- del restoratif. Kedua, secara efektif bertangg-
syawarah dalam mengambil keputusan untuk ung jawab kepada korban atas pemulihan ke-
kepentingan bersama. Musyawarah untuk men- rugian material dan moral dan menyediakan
capai mufakat diliputi semangat kekeluargaan, berbagai kesempatan untuk dialog, negosiasi,
sehingga kalau di breakdown falsafah “musya- dan resolusi masalah. Ketiga, memberi rasa
warah” mengandung 5 (lima) prinsip sebagai hormat terhadap martabat manusia (the res-
berikut. Pertama, conferencing (bertemu untuk pect for human dignity), karena peradilan res-
saling mendengar dan mengungkapkan keingin- toratif tidak terpisah dari model perlindungan
an); kedua, search solutions (mencari solusi hak asasi manusia bahkan mereka berdua men-
atau titik temu atas masalah yang sedang diha- cari kebaikan bersama (they both seek a com-
dapi); ketiga, reconciliation (berdamai dengan mon good).
tanggungjawab masing-masing); keempat, re- Ada perubahan paradigma mendasar atau
pair (memperbaiki atas semua akibat yang tim- redifinisi yang harus dilakukan, yaitu cara kita
bul); dan kelima, circles (saling menunjang). memandang kejahatan hakikatnya sebagai ma-
Prinsip-prinsip ini persis seperti yang di
butuhkan dan menjadi kata kunci dalam resto- perkara dengan restorative justice bisa disamakan
dengan istilah Pinto sebagai “Participative democracy
rative justice, sehingga secara ketatanegaraan
in Restorative Justice” di mana korban, pelaku, dan
restorative justice menemukan dasar pijakan- masyarakat berperan penting dalam proses pengam-
bilan keputusan,. Lihat Pinto, 2005, “Is Restorative
nya dalam falsafah sila ke-4 Pancasila.18 Dasar
Justice Possible in Brazil?” Dalam Daniel Achutti, 2011,
“The Strangers in Criminal Procedure: Restorative Jus-
tice as a Possibility to Overcome the Simplicity of the
17
Prayitno, Kuat Puji, 2007, Pancasila Sebagai Bintang Modern Paradigm of Criminal Justice”, Journal: Oñati
Pemandu (Leitstern) dalam Pembinaan Lembaga dan Socio-Legal Series, Vol. 1, No. 2, Brazil, hlm. 12
19
Pranata Hukum di Indonesia, Jurnal Media Hukum, Umbreit, Mark and Robert Coates dalam Mara F. Schiff,
Akreditasi: No. 26/DIKTI/Kep/2005 Vo. 14 No. 3, Yogya- 1998, Restorative Justice Interventions for Juvenile
karta, hlm. 152 Offenders: A Research Agenda for the Next Decade,
18
Sila kerakyatan yang bermakna prinsip demokrasi ini Online Journal, Available: http://wcr.sonoma.edu/
kalau diimpementasikan dalam pola penyelesaian v1n1/schiff.html.
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 415

salah kemanusiaan sehingga tidak melakukan consequences. Focusing on the possible solu-
pendekatan formalitas yang berlebihan (exces- tion of the problem through a dialogue bet-
sive formality) dan hanya mencari kesalahan ween the parties.21
seseorang, akan tetapi berpikir untuk meme- Pola ini lantas tergambar dalam skema:
cahkan situasi/masalah, dan harus menyentuh
sampai pada konteksnya, dengan begitu res- Restora-
tive Pelaku Dampak
pons kejahatan mestinya mencari solusi proble- justice
= + + Korban
Perbuatan
ma hubungan kemanusiaan tadi (care for real
people and relationships). Paradigma ini meng-
geser anggapan selama ini dari kejahatan seba-
JustPeace
gai masalah negara menjadi kejahatan sebagai Conferencing &
Principle
masalah perorangan, oleh karena itu keadilan Mediation
yang diperjuangkan adalah yang mampu menja-
wab apa yang senyatanya dibutuhkan korban, Redifinisi kejahatan untuk restoratif jus-
pelaku dan masyarakat (experienced within a tice menjadi penting mengingat dalam KUHP
context). Keadilan yang demikian dikatakan dan KUHAP orientasi kejahatan dirumus-kan se-
sebagai “experiencing justice”. bagai perbuatan terlarang yang diatur dalam
Kaidah musyawarah (sila ke-4 Pancasila) UU dan diancam pidana bagi mereka yang me-
dengan prinsip musyawarah untuk mufakat yang langgar larangan tersebut (Pasal 1 ayat (1) KU-
diliputi semangat kekeluargaan mengandung HP). Proses penyidikan dirumuskan sebagai
esensi experiencing justice. Hal ini sejalan de- rangkaian tindakan penyidik dalam hal dan me-
ngan pemikiran yang dikemukakan oleh Jarem nurut cara yang diatur dalam undang-undang
Sawatsky pengkaji restorative justice yang be- untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
kerja di the Institute for Justice and Peace dengan bukti itu membuat terang tentang tin-
building at Eastern Mennonite University in dak pidana yang terjadi dan guna menemukan
Virginia sebagai berikut: tersangkanya (Pasal 1 angka (2) KUHAP). Putus-
Needs of victims, offenders and commu- an pengadilan sebagai pernyataan hakim yang
nities are central for Restorative Justice. diucapkan dalam sidang pengadilan dapat beru-
Justice is about participation. This has a pa pemidanaan, bebas atau lepas dari segala
huge implication for justice. If needs are
central then justice is always ad hoc. tuntutan hukum (Pasal 1 angka (11) KUHAP).
Justice must respond and be experienced Morris menyatakan bahwa tanggapan ter-
within a context. That means justice will hadap kejahatan yang demikian dianggap se-
look different and be arrived at differen- bagai peradilan dengan sistem konvensional
tly dependent on the needs, the culture, yang memandang keadilan terutama secara
the history, the future, and the people
involved.20 eksklusif sebagai pelanggaran terhadap kepen-
tingan negara (state law), dan tanggapan ter-
Menurut Jaccould redifinisi kejahatan ka- hadap pelanggaran tersebut dirumuskan oleh
itannya dengan restorative justice tidak dilihat para profesional yang mewakili negara.22
sesuatu yang general/umum atau standar akan Perbedaan mendasar restorative justice
tetapi bagaimana dampak kejahatan itu dan dengan peradilan menurut hukum acara KUHAP
dialog yang terjadi sesudahnya (Crime is no antara lain:
longer conceived as a violation against the sta- Peradilan KUHAP Peradilan Restorative
te or as a transgression against a legal stan- 1. Mendasarkan pada 1. Menunjuk pada keke-
dard, but as an event that causes harm and kejahatan yang liruan (eror) yang di-
dilakukan; sebabkan karena pe-
langgaran
20
Jarem Sawatsky, “Restorative value: Where Means And
Ends Converge”, Restorative Justice Online Journal,
21
Vol. IX, 2010, http://www.restorativejustice.org/arti- Daniel Achutti, op.cit, hlm. 12
22
clesdb/articles/3681, Manitoba, Canada, hlm. 12 Ibid
416 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

2. Menempatkan kor- 2. Menempatkan korban serta wajib menggali dan menjunjung tinggi ni-
ban dalam kedudu- pada posisi yang se- lai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masya-
kan yang sentral; kunder
3. Tujuannya berpusat 3. Dasar tujuannya rakat, serta senantiasa menjaga kehormatan
pada gagasan bagai- memberi kepuasan dan martabat profesinya (Pasal 8 ayat (4) UU
mana menghukum yang dialami para pi- No.16 tahun 2004).
yang bersalah hak yang terlibat da-
dengan adil; lam pelanggaran Ketiga, Kekuasaan Kehakiman adalah ke-
4. Retributive Justice 4. Restorative Justice kuasaan negara yang merdeka untuk menye-
5. Result in prison for 5. Dialogue, negotiati- lenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
the accused; on, and resolution
6. Ditentukan oleh 6. Ditentukan oleh para dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD
profesional hukum pihak dalam Confe- 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Re-
rencing publik Indonesia (Pasal 1 angka (1) UU 48 tahun
2009). Keempat, Pasal 50 ayat (1) UU 48/2009):
Kongres PBB ke XI di Bangkok, 18-25 April
segala putusan pengadilan selain harus memuat
2005 on Crime Prevention and Criminal Justice
alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pu-
mengambil tema pokok upaya “responsif dan
la pasal tertentu dari peraturan perundang-un-
sinergis” dengan strategi yang kombinatif da-
dangan yang bersangkutan atau sumber hukum
lam cara-cara pencegahan kejahatan dan per-
tak tertulis yang dijadikan dasar untuk meng-
adilan pidana (the main theme of the Eleventh
adili. Kelima, Pasal 5 ayat (1) UU 48 Tahun
Congress would be “Synergies and responses:
2009, Hakim wajib menggali, mengikuti, dan
strategic alliances in crime prevention and
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
criminal justice”).23 Sejalan dengan itu pula
yang hidup dalam masyarakat.
perlu kiranya kebijakan peradilan pidana Indo-
Di Indonesia ada LPSK (Lembaga Perlindu-
nesia mengambil langkah-langkah responsif, si-
ngan Saksi dan Korban). LPSK adalah lembaga
nergis dan kombinatif yaitu selain cara-cara pe-
yang bertugas dan berwenang untuk memberi-
radilan berdasar KUHAP, ditempuh pula pera-
kan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi
dilan restorative justice.
dan/atau korban sebagaimana diatur dalam UU
Ketentuan dalam rambu-rambu kebijakan
No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
hukum nasional yang dapat dijadikan sebagai
dan Korban. Ketentuan Pasal 7 UU No. 13 Ta-
sandaran peradilan restoratif antara lain seba-
hun 2006 menyatakan bahwa Korban melalui
gai berikut. Pertama, UU No 2 Tahun 2002 ten-
LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa
tang Kepolisian RI merumuskan bahwa tugas po-
hak atas restitusi atau ganti kerugian yang
kok Kepolisian Negara Republik Indonesia anta-
menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana.
ra lain memberikan perlindungan, pengayoman
Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi
dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13
diberikan oleh pengadilan.
huruf c). Dalam rangka menyelenggarakan tu-
Restitusi adalah ganti kerugian yang dibe-
gasnya itu kepolisian berwenang melaksanakan
rikan kepada korban atau keluarganya oleh pe-
kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup
laku atau pihak ketiga, dapat berupa pengem-
tugasnya (Pasal 15 ayat (2) huruf k). Berwenang
balian harta milik, pembayaran ganti kerugian
untuk mengadakan tindakan lain menurut hu-
untuk kehilangan atau penderitaan, atau peng-
kum yang bertanggung jawab (Pasal 16 ayat (1)
gantian biaya untuk tindakan tertentu (Pasal 1
huruf l). Kedua, dalam melaksanakan tugas
angka 5 PP No. 44 tahun 2008 tentang Pemberi-
dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak
an Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada
berdasarkan hukum dengan mengindahkan nor-
Saksi dan Korban), akan tetapi proses restitusi
ma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan,
atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud da-
lam UU No. 13 Tahun 2006 maupun PP No. 44
23
Report of the Eleventh United Nations Congress on
Crime Prevention and Criminal Justice Bangkok, 18-25
Tahun 2008 masih dalam konteks pengadilan
April 2005: The main theme of the Eleventh Congress retributive bukan dalam filosofi restorative
would be “Synergies and responses: strategic alliances
in crime prevention and criminal justice”.
justice.
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 417

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Rambu-rambu kebijakan hukum nasional (natio-


kebijakan legislasi nasional yang ada, restora- nal legal framework) nampaknya telah meng-
tive justice dalam penegakan hukum pidana in antisipasi perkembangan masyarakat, ilmu pe-
concreto dapat dilakukan dengan berdasar pe- ngetahuan dan peradaban dunia dengan keten-
mikiran sebagai berikut. Pertama, melalui ke- tuan-ketentuannya yang bersifat responsif da-
wenangan lembaga LPSK, atau Jaksa dan Hakim lam penegakan hukum pidana. Selanjutnya ter-
di pengadilan berdasar ketentuan UU No. 13 gantung kemampuan dan keberanian aparat itu
Tahun 2006 maupun PP No. 44 Tahun 2008, sendiri dalam menggunakannya. Hart meng-
akan tetapi sejak semula pendekatan yang di- ingatkan ketika penegakan hukum pidana tanpa
gunakan adalah proses restorative justice; ke- mengembangkan kaidah secondary rules seba-
dua, menggunakan kaidah secondary rules yang gai primitif. Hart illustrates the need for se-
memberi kewenangan kepada aparat hukum condary rules in a complex legal system by
(polisi, jaksa dan hakim) melakukan creation, imagining a society run only with primary ru-
extinction, and alteration of primary rules. les. He calls these ‘primitive legal systems’
Creation, extinction, atau alteration itu de- and thinks they constitute a borderline legal
ngan proses restorative justice. system.
Menurut H.L.A. Hart, subsatansi hukum Sebagai perbandingan di Hungaria sejak
pidana digolongkan menjadi “primary rules of awal tahun 2007 materi peradilan dengan pen-
obligation” dan “secondary rules of obligati- dekatan restorative justice sudah efektif. Res-
on”. Primary rules sebagai rules of conduct dan torative justice dengan mediasi tersedia untuk
secondary rules sebagai rules about rules atau pelanggar baik dewasa dan remaja jika keja-
sebagai official machinery.24 Primary rules are hatannya adalah kejahatan terhadap orang, pe-
rules of conduct; they tell you what your are langgaran lalu lintas atau kejahatan terhadap
legally obligated to do (or refrain from) and properti yang ancamannya tidak lebih dari lima
what consequences attach to obedience or di- tahun penjara. Syarat lainnya adalah ada per-
sobedience.The rules of criminal law seem to mintaan dari para pihak; tindak pidana itu ada
define standards of conduct; they are about korbannya; pelaku telah mengaku bersalah; pe-
what you can and cannot do, or more precisely, laku bukan pelaku yang biasa melakukan keja-
rules that forbid certain conduct and then at- hatan yang sama untuk kedua kalinya atau resi-
tach punishments for disobedience. Secondary divis; tidak ada acara pidana yang tertunda ter-
rules are legal rules that allow for the create- hadap pelaku pada saat kejahatan tersebut di-
on, extinction, and alteration of primary rules; lakukan; bukan tindak pidana yang menimbul-
Secondary rules are “rules about rules”; they kan kematian.25
regulate how other rules are made, changed, Apabila dijumpai keadaan yang demikian
applied and enforced; They establish official itu maka jaksa dan juga hakim punya kelelua-
machinery for the recognition and enforcement saan (diskresi) untuk menentukan kasus disele-
of primary rules. saikan dengan mediasi/restorasi. Apabila hen-
Kebijakan legislasi nasional dalam batas- dak menggunakan diskresinya, mereka membu-
batas tertentu memberi peluang bagi penegak tuhkan pertimbangan faktor-faktor berikut.
hukum untuk creation, extinction, atau altera- Pertama, pelaku mengaku selama penyelidikan;
tion dalam menegakkan hukum pidana. Lihat kedua, pelaku telah setuju dan dapat memberi
saja seperti Ps. 16 ayat (1) huruf l UU 2 tahun ganti rugi kepada korban untuk kerusakan yang
2002 (dalam penyidikan), Pasal 1 (1) dan Pasal diakibatkan dari tindak pidana itu atau membe-
5 ayat (1) UU 48 Tahun 2009 (dalam pemerik- rikan bentuk lain dari restitusi; ketiga, pelaku
saan). Disebutnya itu merupakan kewenangan dan korban setuju untuk berpartisipasi dalam
diskresi dalam secondary rules of obligation.
25
Borbála Fellegi, “Building And Toning: An Analysis Of
24
H.L.A. Hart, 1997, The Concept of Law, New York: The Institutionalisation Of Mediation In Penal Matters In
Oxford University Press Hungary”, Journal TEMIDA, Mart 2011, hlm. 22
418 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

proses mediasi; keempat, mengingat sifat keja- In restorative justice models, victim needs are
hatan, cara perbuatan tersebut dilakukan dan central, offenders are held accountable, and
keadaan pribadi pelaku sehingga proses peng- the government is a secondary player in the
adilan tidak diperlukan, atau ada alasan subs- process of restoring victims, offenders and
tansial yang dipercaya bahwa pengadilan akan communities to a state of wholeness.28
mempertimbangkan penyesalan pelaku sebagai Keterwakilan masyarakat oleh negara
keadaan yg meringankan. mestinya meliputi kepentingan tersangka/pe-
Di Indonesia dengan kewenangan seperti laku, korban maupun masyarakat. Logika umum
tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Ta- mengatakan pihak yang mewakili pasti akan
hun 2009 sesungguhnya menempatkan penegak menyerap aspirasi, keinginan dan akan mati-
hukum sebagai seorang “judex mediator” arti- matian memperjuangkan kepentingan pihak
nya ia harus dapat menjadi penghubung antara yang diwakilinya. Adapun kepentingan pelaku
pihak yang bertikai. Selanjutnya, dia juga harus adalah rehabilitasi, kepentingan masyarakat
dapat menjadi jembatan antara pihak-pihak adalah perlindungan akan tata nilai (order), se-
tersebut dengan masyarakat, serta dapat me- dangkan kepentingan korban adalah perbaikan/
nimbang beragam kepentingan, norma, dan pemulihan penderitaan sebagai akibat dari tin-
nilai yang ada di dalam masyarakat itu. 26 dak pidana yang terjadi.
Selama ini negara dalam mewakili ke-
Akses Publik dalam Peradilan Pidana pentingan publik diwujudkan dengan menghu-
Perubahan dari paradigma menyalahkan kum pelaku (efek jera) dan lalu merehabilita-
dan memidana (paradigm of blame and punish- sinya, namun sama sekali belum menyentuh ke-
ment) ke paradigma dialog dan konsensus (pa- pentingan korban, negara sepertinya cuci ta-
radigm of dialogue and consensus), hakikatnya ngan terhadap kebutuhan korban. Pelaku yang
mengandung akses publik dalam peradilan, se- terbukti bersalah justru dipenjara atas biaya
bab dialog dan konsensus antara pelaku dan negara sementara korban setelah kasus selesai
korban sebagai the power to participate in tidak lagi jadi perhatian. Untuk itulah akses
the case and to make decisions. Tidak hanya masyarakat dalam sistem peradilan pidana In-
pemerintah, tetapi korban, pelaku dan masya- donesia harus ditingkatkan, khususnya aparat
rakat sejak awal harus secara aktif terlibat da- penegak hukum harus menyadari kesenjangan
lam proses peradilan pidana semaksimal mung- ini.
kin. Tidak seperti bentuk peradilan retributif Salah satu bentuk akses masyarakat ter-
yang pendekatannya terfokus pada masa lalu sebut adalah dalam bentuk pernyataan pende-
dan tujuannya adalah untuk menentukan siapa ritaan korban kepada majelis hakim (victim im-
yang harus disalahkan, dan cenderung meng- pact statement). Melalui pernyataan ini, kor-
asingkan pelanggar, serta akibatnya satu cede- ban dapat menyampaikan apa yang sebenarnya
ra sosial digantikan oleh yang lain.27 diinginkan dari proses persidangan yang dituju-
Pelanggaran dalam pandangan restorati- kan untuk mencari keadilan itu. Dalam Pasal 5
ve justice adalah masalah bersama yang harus ayat (1) UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehaki-
diselesaikan bersama. Bosworth menyatakan: man dirumuskan bahwa “Hakim wajib mengga-
li, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masya-
26 rakat”. Ketentuan ini memberi peluang pada
Kuat Puji Prayitno, 2011, Rekonstruksi pemikiran Hu-
kum Pidana yang Integral (Studi tentang Penegakan penegak hukum untuk menentukan sendiri apa
Hukum Pidana in concreto oleh Hakim dalam Konteks
yang sebaiknya menjadi hukum yang adil untuk
Sistim Hukum Nasional), Disertasi, Undip, Semarang,
hlm. 395 menyelesaikan pelanggaran hukum. Hal ini juga
27
M Reyneke, “The Right to Dignity and Restorative
Justice in Schools”, Potchefstroom Electronic Law
memberi ruang publik atau akses publik dalam
Journal (P.E.R: Potchefstroomse Elektroniese Regsblad
Journal), Vol. 14 No 6, 2011, Southern African: Legal
28
Information Intitute, hlm. 134 Bosworth dalam M. Reyneke, 2011, op cit
Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis… 419

menentukan bentuk keadilan yang bisa mereka tice. Terlepas dari itu semua ke depan model
terima. peradilan restoratif ini memang perlu dihadir-
Ketika masyarakat memaknai keadilan kan dalam ketentuan-ketentuan legislasi secara
dengan Conferencing and Mediation dengan lebih spesifik.
restorative justice, maka sesungguhnya itu
adalah sesuatu yang sah dan legal menurut hu- Penutup
kum Indonesia. Selanjutnya pemerintah ber- Simpulan
tanggung jawab untuk melestarikan ketertiban Karakteristik peradilan restoratif adalah
dan masyarakat sangat bertanggung jawab un- “JustPeace Principle" atau keadilan yang dilan-
tuk membangun perdamaian. Pasal 4 ayat (1) dasi perdamaian (peace) antara pelaku, korban
UU 48 Tahun 2009 juga merumuskan bahwa pe- dan masyarakat, sehingga peradilan ini melihat
ngadilan mengadili menurut hukum dengan ti- bahwa kejahatan adalah sebagai tindakan oleh
dak membeda-bedakan orang. Fakta bahwa pelaku terhadap orang lain atau masyarakat da-
perhatian dalam peradilan pidana selama ini ripada terhadap negara. Kaitannya dengan ram-
yang hanya fokus pada pelaku adalah bentuk bu-rambu penegakan hukum nasional dijumpai
pembedaan orang sebagai pelaku dan orang se- bahwa secara ketatanegaraan restorative justi-
bagai korban tindak pidana. Akan lain masalah- ce menemukan dasar pijakannya dalam falsafah
nya apabila pihak-pihak dalam perkara pidana sila ke-4 Pancasila yaitu prinsip musyawarah
(pelaku-korban-masyarakat) masing-masing di- untuk menyelesaikan masalah.
beri akses melalui media restorative justice. Restorative justice dapat dilakukan da-
Rumusan khusus peraturan yang menga- lam penegakan hukum pidana in concreto de-
tur restorative justice memang belum ada, na- ngan program-program antara lain sebagai beri-
mun bukan berarti penerapan restorative jus- kut. Pertama, melalui kewenangan lembaga LP-
tice tidak ada dasar hukumnya. Terlebih dalam SK, atau Jaksa dan Hakim di pengadilan berda-
teori penemuan hukum yang menjadi tugas pe- sar ketentuan UU No. 13 Tahun 2006 maupun
negak hukum meliputi juga menemukan hukum PP No. 44 tahun 2008, akan tetapi sejak semula
dari putusan hakim terdahulu, dan menemukan pendekatan yang digunakan adalah proses res-
hukum yang hidup dalam masyarakat.29 Kalau torative justice; kedua, menggunakan kaidah
misalnya hukum yang ada (retributive justice) secondary rules yang memberi kewenangan ke-
itu ternyata tidak mampu menyelesaiakan ma- pada aparat hukum (polisi, jaksa dan hakim)
salah yang dialami korban, maka menurut kaji- melakukan creation, extinction, and alteration
an sociolegal studies aparat bukan berarti diam of primary rules. Creation, extinction, atau
(melakukan pembiaran), tapi berupaya bagai- alteration itu dengan proses restorative jus-
mana hukum itu dirubah, diinovasi agar mampu tice.
menciptakan keadilan.30
Berdasarkan kaidah secondary rules yang Daftar Pustaka
memungkinkan aparat melakukan creation, ex-
Achutti, Daniel. “The Strangers in Criminal Pro-
tinction, and alteration of primary rules. Ram- cedure: Restorative Justice as a Possibi-
bu-rambu kebijakan hukum nasional seperti UU lity to Overcome the Simplicity of the
48 Tahun 2009 dapat dikategorikan kaidah se- Modern Paradigm of Criminal Justice”.
condary rules sebagai motor yang menggera- Journal: Oñati Socio-Legal Series. Vol. 1,
No. 2. Year. 2011. Brazil;
kan aparat menempuh langkah restorative jus-
Aertsen, Ivo e.al. “Restorative Justice and the
Active Victim: Exploring the Concept of
29
Lihat Bagir Manan, “Hakim Sebagai Pembaharu Hu- Empowerment”. Journal TEMIDA. March
kum”, Jurnal Varia Peardilan No. 254 Januari 2007, 2011;
IKAHI, Jakarta, hal. 10
30
Lihat Adji Samekto, “Kajian Hukum: Antara Studi D, Bolívar. Brancher, L. Navarro, I. Vega, M.
Normatif dan Keilmuan”, Jurnal Hukum Progresif Vol. 2 2010. Restorative Justice in Latin Ame-
No.2/Oktober 2006, hlm. 66
rica: Reflections from three countries.
420 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 12 No. 3 September 2012

Paper presented at Expert Seminar -------. 2011. Rekonstruksi pemikiran Hukum Pi-
‘Conferencing: A Way Forward for dana yang Integral (Studi tentang Pene-
Restorative Justice in Europe’. Leuven: gakan Hukum Pidana in concreto oleh Ha-
European Forum for Restorative Justice; kim dalam Konteks Sistim Hukum Nasio-
Darrell Fox. “Social Welfare and Restorative nal). Disertasi. Semarang: FH Undip;
Justice”. Journal Kriminologija i Socijal- Report of the Eleventh United Nations Congress
na Integracija. Vol. 17 Issue 1 Year 2009. on Crime Prevention and Criminal Justice
London: Metropolitan University Depart- Bangkok, 18-25 April 2005;
ment of Applied Social Sciences; Reyneke, M. “The Right to Dignity and Restora-
Fellegi, Borbála. “Building and Toning: An Ana- tive Justice in Schools”. Potchefstroom
lysis of the Institutionalisation of Media- Electronic Law Journal (P.E.R: Potchef-
tion in Penal Matters in Hungary”. Jour- stroomse Elektroniese Regsblad Journal.
nal TEMIDA. Mart 2011; Vol. 14 No. 6 Tahun 2011. Southern Af-
Manan, Bagir. “Hakim Sebagai Pembaharu rican: Legal Information Intitute;
Hukum”. Jurnal Varia Peardilan. No. 254 Samekto, Adji. “Kajian Hukum: Antara Studi
Januari 2007. Jakarta: IKAHI; Normatif dan Keilmuan”. Jurnal Hukum
Mara F. Schiff. 1998. “Restorative Justice Inter- Progresif. Vol. 2 No. 2 Oktober 2006. Se-
ventions for Juvenile Offenders: A Re- marang: FH UNDIP;
search Agenda for the Next Decade”. On- Sawatsky, Jarem. “Restorative Value: Where
line Journal. Available: http://wcr.so- Means And Ends Converge”. Restorative
noma.edu/v1n1/schiff.html; Justice Online Journal, http://www.res-
Mustofa, Muhammad dan Adrianus Meliala. torativejustice.org/articlesdb/articles/
2008. Lokakarya Menghukum Tanpa Me- 3681. Vol. IX. Year 2010. Manitoba, Ca-
menjarakan: Mengaktualisasikan Gagasan nada: Lecturer at Menno Simons College
"Restorative Justice" di Indonesia. Depok: and Canadian Mennonite University;
Makalah pada Diskusi yang diselenggara- Strang, H. dan J. Braithwhite (eds). 2001. Res-
kan Departemen Kriminologi UI dan Aus- torative Justice: Philosophy to Practice.
tralia Agency for International Develop- Aldershot: Ashgate/Dartmouth;
ment Kamis, 26 Februari 2008); Wachtel, and McCold. “Restorative practices,
Prayitno, Kuat Puji. “Pancasila Sebagai Bintang The International Institute for Restorative
Pemandu (Leitstern) dalam Pembinaan Practices (IIRP)”. Vol. 85-101 Year 2003.
Lembaga dan Pranata Hukum di Indo- New York: Criminal Justice Press & Ams-
nesia”. Jurnal Media Hukum. Vol. 14 No. terdam: Kugler Publications Journal.
3 Tahun 2007. Yogyakarta: FH Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta;

Anda mungkin juga menyukai