Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
OLEH :
NI LUH PUTU INTAN SARI
(NIM. P07120320007)
NERS A
D. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut:
1. Katarak perkembangan (developmental) dan degenerative
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
3. Katarak komplikata (sekunder): penyakit infeksi tertentu dan penyakit
seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang
akan menimbulkan katarak komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien , katarak dapat dibagi dalam :
a. Katarak kongenital , katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir
( sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
b. Katarak juvenil , katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan
dibawah usia 40 tahun
c. Katarak presentil ,katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, katarak yang terjdi pada usia lebih dari 40 tahun.
Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ) dan
yang paling sering ditemukan
Adapun tahapan katarak senilis
1) Katarak insipien: pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal , ahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat perriksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-
bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini
sering kali tidak merasa akan keluhan atau gangguan pada
pengelihatannya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh bagian lensa
sehngga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak
pada saat ini adalah kesulitan membaca , penglihatan kabur dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari- hari
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan
pada struktur mata yang lainnya.
E. Pathway
Terlampir
F. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina, sehingga terjadi gangguan penerimaan
sensori dan timbul masalah keperawatan risiko cedera. Gangguan masalah
sensori menyebabkan menurunnya ketajaman penglihatan sehingga muncul
masalah keperawatan gangguan persepsi sensori. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Pada pasien katarak biasanya dilakukan
prosedur invasive pengangkatan katarak, muncul masalah keperawatan risiko
infeksi sehingga setelah dilakukan proses pembedahan pasien akan mengalami
nyeri pada area pembedahan dan muncul masalah keperawatan nyeri akut.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
e. Tes Provokatif: menentukan adanya/ tipe glaucoma
f. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H. Penatalaksanaan Medis
Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan yaitu
ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang
menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
Katarak diangkat dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan
penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan
pembedahan (Baughman, 2000, hal 320).
a. Secara Medis
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya
dengan jalan operasi.penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan
kepadatan katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai
bagian dari lensa mata atau katarak total.Lapisan mata diangkat dan
diganti lensa buatan(lensa intraokuler).pembedahan katarak bertujuan
untuk mengeluarkan lensa yang keruh.Lensa dapat dikeluarkan dengan
pinset atau batang kecil yang dibekukan.kadang kadang dilakukan dengan
menghancurkan lensa dan mengisap keluar.Adapun tekhnik yang
digunakan pada operasi katarak adalah :
1) Fakoemulsifikasi
Merupakan teknologi terkini,hanya dengan melakukan sayatan
(3mm) pada kornea. Getaran ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi
dipergunakan untuk mengambil lensa yang mengalami katarak,lalu
kemudian diganti dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat.
Luka hasil sayatan pada kornea kadang tidak memerlukan
penjahitan, shg pemulihan penglihatan segera dapat dirasakan.
Teknik fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30 menit dan hanya
memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama operasi.
2) Ekstra kapsuler
Dengan teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang,
agar dapat mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa
dilakukan aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan
dengan lensa tanam permanent. Diakhiri dengan menutup luka
dengan beberapa jahitan.
a) Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie(ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior
ditinggalkan untuk mencegah prolaps vitreus, melindungi
retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk
implantasi lensa intra okuler.
b) Intra Capsular Catarak Ekstraktie(ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya
Keuntungannya prosedur mudah dilakukan
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment
(lepasnya retina )
b. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu keparahan.
Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab
terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Saponin ini
memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome yaitu protein yang
mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida pendek
dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi
lensa mata penderita katarak secara bertahap “diicuci” shg lepas dari
lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih
kekuningan.
SARAN
Untuk pencegahan penyakit katarak dianjurkan untuk banyak
mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C, vit.A, dan
vit E.
I. Komplikasi
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang
merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi
dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun
jarang terjadi.
c. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005)
d. Pegkajian pola fungsi kesehatan :
1) Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
2) Respirasi
Pada pasien dengan penyakit katarak tidak terjadi masalah pada sistem
respirasi, pernapasan normal 16-20 x/menit, tidak ada bunyi napas
tambahan, tidak ada tarikan otot bantu pernapasan
3) Sirkulasi
Pada pasien dengan katarak tidak ada masalah sirkulasi. Capilary
Refill Time (CRT) < 3 detik, warna kulit normal, tidak terjadi edema.
4) Nutrisi dan cairan
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah
sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan
muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir. Mengkaji kebutuhan cairan pasien
5) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
6) Pola aktifitas dan istirahat
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2=
perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4=
tergantung/ tidak mampu. Mengkaji pola istirahat pasien selama sakit.
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
7) Neurosensori
Pada pasien dengan penyakit katarak biasanya terjadi gangguan
penglihatan (kabur atau tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau,
dan kehilangan bertahap penglihatan perifer, tampak lingkaran cahaya
disekita mata, tampak kecokelatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah, peningkatan air mata.
8) Pola seksual reproduksi
Pada pasien dengan penyakit katarak tidak ada masalah reproduksi.
Pengkajian mengenai pola seksual pasien selama di rumah sakit,
menstruasi terakhir dan adakah masalh saat menstruasi.
9) Nyeri dan kenyamanan
Pada pasien dengan penyakit katarak biasanya terjadi
ketidaknyamanan ringan seperti mata berair, nyeri tiba-tiba, tekanan
pada sekitar mata dan sakit kepala.
10) Integritas ego
Perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif
11) Pertumbuhan dan perkembangan
Apabila terjadi pada bayi dengan kelainan penglihatan bawaan, hal
tersebut memungkinkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Namun pada pasien dewasa biasanya tidak ditemukan
masalah pada pertumbuhan dan perkembangan
12) Kebersihan diri
Pada pasien dengan penyakit katarak kebutuhan perawatan diri
biasanya dibantu karena keterbatasan dalam penglihatan.
13) Penyuluhan dan pembelajaran
Pada klien dengan katarak penting diberikan edukasi baik kepada
pasien dan keluarga pasien mengenai penyakitnya dan juga perawatan
pasien dengan katarak untuk menghindari risiko jatuh atau risiko
cedera.
14) Interaksi sosial
Pada klien dengan katarak tidak ditemukan masalah interaksi sosial,
baik masalah individu maupun keluarga
15) Keamanan dan proteksi
Di setiap rumah sakit akan selalu meningkatkan keamanan dan
menurunkan risiko cedera akibat ancaman dari lingkungan, misalnya
pemasangan palang pengaman pada bed untuk mengurangi risiko jatuh
pada pasien.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata Snellen / mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan lensa,
system saraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisme.
3) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED): menunjukkan anemi
sistemik / infeksi
4) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
5) Tes toleransi glukosa / FBS: menentukan adanya/ kontrol diabetes.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
ditandai dengan respon tidak sesuai, distorsi sensori
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan merasa
bingung, merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, frekuensi nadi meningkat,
palpitasi, anoreksia
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran, menunjukkan persepsi keliru terhadap masalah, menunjukkan
perilaku yang berlebihan
e. Risiko cedera dibuktikan dengan disfungsi biokimia
f. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
g. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KEPERAWATAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama I
keperawatan selama .... x .... jam Minimalisasi Rangsangan
diharapkan Gangguan Persepsi Observasi
Sensori membaik dengan kriteria Periksa status mental
hasil : Status memori dan
Persepsi Sensori : tingkat kenyamanan
Verbalisasi mendengar bisikan (5) (mis. nyeri, kelelahan)
Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik
melalui indra (5) Diskusikan tingkat
Verbalisasi melihat bayangan (5) toleransi terhadap beban
Verbalisasi merasakan sesuatu sensori (mis. bising,
melalui indra pengecapan (5) terlalu terang)
Distorsi sensori (5) Batasi stimulasi
Perilaku halusinasi (5) lingkungan (mis. cahaya,
Intervesnsi Utama II
Pemberian Analgesik
Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
Intervensi Pendukung I
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
Jelaskan tujuan manfaat
batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis. musik meditasi
napas dalam relaksasi
otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih anjurkan
mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi misalnya
nafas dalam peregangan
atau imajinasi terbimbing
Intervensi Utama II
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
Intervensi Pendukung I
Persiapan Pmbedahan
Observasi
Identifikasi kondisi
umum pasien (mis.
kesadaran, hemodinamik,
konsumsi antikoagulan,
jenis operasi, jenis
anestesi, penyakit
peserta)
Monitor tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu
tubuh, BB, EKG
Monitor kadar gula darah
Terapeutik
Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan kimia
darah (mis. darah
lengkap, fungsi ginjal.
Fungsi hati)
Fasilitasi pemeriksaan
penunjang
Puasakan minimal 6 jam
sebelum pembedahan
Bebaskan area kulit yang
akan dioperasi dari
rambut atau bulu tubuh
Mandikan dengan cairan
antiseptik
Pastikan kelemgkapan
dokumen – dokumen
preoperasi
Transfer ke kamar
operasi dengan alat
transfer yang sesuai
Edukasi
Jelaskan tentang
prosedur, waktu dan
lamanya operasi
Jelaskan waktu puasa
dan pemberian obat
premedikasi
Latih teknik batuk efektif
Latih mengurangi nyeri
pasca operatif
Anjurkan menghentikan
obat antikoagulan
Ajarkan cara mandi
dengan antiseptik
Intervensi Pendukung II
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
Intervenai Utama II
Pencegahan Cedera
Observasi
Identifikasi area
lingkungan yang
berpotensi menyebabkan
cedera
Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
Identifikasi kesesuaian
alas kaki atau stoking
elastis pada ektremitas
bawah
Terapeutik
Sediakan pencahayaan
yang memadai
Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis. penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi)
Gunakan alas lantai jika
berisiko mengalami
cedera serius
Sediakan alas kaki
antislip
Sediakan pispot atau
urinal untuk eliminasi di
tempat tidur
Pertahankan posisi
tempat tidur diposisi
terendah
Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan
fasilitas pelayanan
kesehatan
Diskusikan mengenai
alat bantu mobilitas yang
sesuai
Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi
pasien
Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi
Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan
duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
Intervensi Pendukung I
Pencegahan Jatuh
Observasi
Identifikasi faktor risiko
jatuh (mis. usia diatas 65,
penurunan tingkat
kesadaran, defisit
kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap
shiftnatau sesai dengan
kebijakan institusi
Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh (mis. lantai licin,
penerangan kurang)
Hitung risiko jatuh
dengan skala (mis. Fall
morse scala, humpty
dumpty scale), jika perlu
Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
Orientasikan ruangan
pada pasien dan keluarga
Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda
selalu dalam keadaan
terkunci
Pasang handral tempat
tidur
Tempatkan pasien risiko
jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari
nurse station
Gunakan alat bantu
berjalan (mis. kursi roda,
walker)
Dekatkan alat pemanggil
dalam jangkuauan pasien
Edukasi
Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri
Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
Intervensi Pendukung II
Pencegahan Risiko
Lingkungan
Observasi
5 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan Intervensi Utama I
selama …x...jam diharapkan dapat Pencegahan Infeksi
mengatasi Resiko Infeksi dengan kriteria Observasi
hasil: Monitor tanda dan gejela
Tingkat infeksi infeksi local dan sitemik
Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik
Kebersihan badan meningkat (5) Batasi jumlah pengunjung
Nafsu makan meningkat (5) Berikan perawatan kulit
Demam menurun (5) pada area edema
Kemerahanmenurun (5) Cuci tangan sebelum dan
Nyeri menurun (5) sesudah kontak dengan
Bengkak menurun (5) pasien dan lingkungan
Vesikel menurun (5) pasien
Cairan berbau busuk menurun (5) Pertahankan kondisi aseptik
Sputum berwarna hijau menurun (5) pada pasien beresiko tinggi
Drainase purulenmenurun (5) Edukasi
Pluria menurun (5) Jelaskan tanda dan gejala
Periode malaise menurun (5) infeksi
Periode menggigil menurun (5) Ajarkan cara mencuci
Letargi menurun (5) tangan dengan benar
Gangguan kognitif menurun (5) Ajarkan etika batuk
Kadar sel darah putih membaik (5) Ajarkan cara memeriksa
Kultur darah membaik (5) kondisi luka atau luka
Kultur urine membaik (5) oprasi
Kultur sputum membaik (5) Anjurkan meningkatkan
Kultur area luka membaik (5) asupan nutrisi
Kultur feses membaik (5) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Intervensi Pendukung I
Perawatan Area Insisi
Observasi
Periksa lokasi inisiasi
adanya kemerahan,
bengkak, atau tanda-
tanda dehisen atau
eviserasi
Identifikasi karakteristik
drainase
Monitor proses
penyembuhan area
insisi
Monitor tanda dan
gejala infeksi
Terapeutik
Bersihkan area insisi
dengan pembersih yang
tepat
Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih
Bersihkan area sekitar
tempat pembuangan
atau tabung drainase
Pertahankan posisi
tabung drainase
Berikan salep antiseptik
Ganti balutan sesuai
jadwal
Edukasi
Jelaskan prosedur kepada
pasien, dengan
menggunakan alat bantu
Ajarkan meminimalkan
tekanan pada tempat
insisi
Ajarkan cara merawat
area insisi
Intervensi Pendukung II
Manajemen Nutrisi
Observasi
Identifikasi nutrisi
Identifikasi alergi dan
intolerasni makanan
Identifikasi makanan yang
disukai
Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet
Sajkan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antimetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC
Denpasar, Oktober 2020
Mengetahui
Clinical Teacher / CT Mahasiswa
OLEH:
OLEH :
NI LUH PUTU INTAN SARI
(NIM. P07120320007)
NERS A
H. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut:
5. Katarak perkembangan (developmental) dan degenerative
6. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
7. Katarak komplikata (sekunder): penyakit infeksi tertentu dan penyakit
seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang
akan menimbulkan katarak komplikata.
8. Berdasarkan usia pasien , katarak dapat dibagi dalam :
e. Katarak kongenital , katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir
( sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
f. Katarak juvenil , katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan
dibawah usia 40 tahun
g. Katarak presentil ,katarak sesudah usia 30-40 tahun
h. Katarak senilis, katarak yang terjdi pada usia lebih dari 40 tahun.
Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ) dan
yang paling sering ditemukan
Adapun tahapan katarak senilis
5) Katarak insipien: pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal , ahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat perriksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-
bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini
sering kali tidak merasa akan keluhan atau gangguan pada
pengelihatannya sehingga cenderung diabaikan.
6) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
7) Katarak matur : pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh bagian lensa
sehngga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak
pada saat ini adalah kesulitan membaca , penglihatan kabur dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari- hari
8) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan
pada struktur mata yang lainnya.
E. Pathway
Terlampir
J. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina, sehingga terjadi gangguan penerimaan
sensori dan timbul masalah keperawatan risiko cedera. Gangguan masalah
sensori menyebabkan menurunnya ketajaman penglihatan sehingga muncul
masalah keperawatan gangguan persepsi sensori. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Pada pasien katarak biasanya dilakukan
prosedur invasive pengangkatan katarak, muncul masalah keperawatan risiko
infeksi sehingga setelah dilakukan proses pembedahan pasien akan mengalami
nyeri pada area pembedahan dan muncul masalah keperawatan nyeri akut.
K. Pemeriksaan Diagnostik
o. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
p. Lapang Penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
q. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
r. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
s. Tes Provokatif: menentukan adanya/ tipe glaucoma
t. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
u. Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
v. EKG, kolesterol serum, lipid
w. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
x. Keratometri.
y. Pemeriksaan lampu slit.
z. A-scan ultrasound (echography).
aa. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
bb. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
L. Penatalaksanaan Medis
Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan yaitu
ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang
menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
Katarak diangkat dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan
penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan
pembedahan (Baughman, 2000, hal 320).
c. Secara Medis
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya
dengan jalan operasi.penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan
kepadatan katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai
bagian dari lensa mata atau katarak total.Lapisan mata diangkat dan
diganti lensa buatan(lensa intraokuler).pembedahan katarak bertujuan
untuk mengeluarkan lensa yang keruh.Lensa dapat dikeluarkan dengan
pinset atau batang kecil yang dibekukan.kadang kadang dilakukan dengan
menghancurkan lensa dan mengisap keluar.Adapun tekhnik yang
digunakan pada operasi katarak adalah :
3) Fakoemulsifikasi
Merupakan teknologi terkini,hanya dengan melakukan sayatan
(3mm) pada kornea. Getaran ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi
dipergunakan untuk mengambil lensa yang mengalami katarak,lalu
kemudian diganti dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat.
Luka hasil sayatan pada kornea kadang tidak memerlukan
penjahitan, shg pemulihan penglihatan segera dapat dirasakan.
Teknik fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30 menit dan hanya
memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama operasi.
4) Ekstra kapsuler
Dengan teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang,
agar dapat mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa
dilakukan aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan
dengan lensa tanam permanent. Diakhiri dengan menutup luka
dengan beberapa jahitan.
a) Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie(ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior
ditinggalkan untuk mencegah prolaps vitreus, melindungi
retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk
implantasi lensa intra okuler.
b) Intra Capsular Catarak Ekstraktie(ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya
Keuntungannya prosedur mudah dilakukan
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment
(lepasnya retina )
d. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu keparahan.
Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab
terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Saponin ini
memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome yaitu protein yang
mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida pendek
dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi
lensa mata penderita katarak secara bertahap “diicuci” shg lepas dari
lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih
kekuningan.
SARAN
Untuk pencegahan penyakit katarak dianjurkan untuk banyak
mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C, vit.A, dan
vit E.
M. Komplikasi
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang
merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi
dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun
jarang terjadi.
h. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005)
i. Pegkajian pola fungsi kesehatan :
16) Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
17) Respirasi
Pada pasien dengan penyakit katarak tidak terjadi masalah pada sistem
respirasi, pernapasan normal 16-20 x/menit, tidak ada bunyi napas
tambahan, tidak ada tarikan otot bantu pernapasan
18) Sirkulasi
Pada pasien dengan katarak tidak ada masalah sirkulasi. Capilary
Refill Time (CRT) < 3 detik, warna kulit normal, tidak terjadi edema.
19) Nutrisi dan cairan
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah
sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan
muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir. Mengkaji kebutuhan cairan pasien
20) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
21) Pola aktifitas dan istirahat
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2=
perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4=
tergantung/ tidak mampu. Mengkaji pola istirahat pasien selama sakit.
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
22) Neurosensori
Pada pasien dengan penyakit katarak biasanya terjadi gangguan
penglihatan (kabur atau tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau,
dan kehilangan bertahap penglihatan perifer, tampak lingkaran cahaya
disekita mata, tampak kecokelatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah, peningkatan air mata.
23) Pola seksual reproduksi
Pada pasien dengan penyakit katarak tidak ada masalah reproduksi.
Pengkajian mengenai pola seksual pasien selama di rumah sakit,
menstruasi terakhir dan adakah masalh saat menstruasi.
24) Nyeri dan kenyamanan
Pada pasien dengan penyakit katarak biasanya terjadi
ketidaknyamanan ringan seperti mata berair, nyeri tiba-tiba, tekanan
pada sekitar mata dan sakit kepala.
25) Integritas ego
Perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif
26) Pertumbuhan dan perkembangan
Apabila terjadi pada bayi dengan kelainan penglihatan bawaan, hal
tersebut memungkinkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Namun pada pasien dewasa biasanya tidak ditemukan
masalah pada pertumbuhan dan perkembangan
27) Kebersihan diri
Pada pasien dengan penyakit katarak kebutuhan perawatan diri
biasanya dibantu karena keterbatasan dalam penglihatan.
28) Penyuluhan dan pembelajaran
Pada klien dengan katarak penting diberikan edukasi baik kepada
pasien dan keluarga pasien mengenai penyakitnya dan juga perawatan
pasien dengan katarak untuk menghindari risiko jatuh atau risiko
cedera.
29) Interaksi sosial
Pada klien dengan katarak tidak ditemukan masalah interaksi sosial,
baik masalah individu maupun keluarga
30) Keamanan dan proteksi
Di setiap rumah sakit akan selalu meningkatkan keamanan dan
menurunkan risiko cedera akibat ancaman dari lingkungan, misalnya
pemasangan palang pengaman pada bed untuk mengurangi risiko jatuh
pada pasien.
j. Pemeriksaan Diagnostik
6) Kartu mata Snellen / mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan lensa,
system saraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
7) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisme.
8) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED): menunjukkan anemi
sistemik / infeksi
9) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
10) Tes toleransi glukosa / FBS: menentukan adanya/ kontrol diabetes.
4. Diagnosa Keperawatan
h. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
ditandai dengan respon tidak sesuai, distorsi sensori
i. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat
j. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan merasa
bingung, merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, frekuensi nadi meningkat,
palpitasi, anoreksia
k. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
l. Risiko cedera dibuktikan dengan disfungsi biokimia
m. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
n. Risiko perdarahan tindakan pembedahan
3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KEPERAWATAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama I
keperawatan selama .... x .... jam Minimalisasi Rangsangan
diharapkan Gangguan Persepsi Observasi
Sensori membaik dengan kriteria Periksa status mental
hasil : Status memori dan
Persepsi Sensori : tingkat kenyamanan
Verbalisasi mendengar bisikan (5) (mis. nyeri, kelelahan)
Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik
melalui indra (5) Diskusikan tingkat
Verbalisasi melihat bayangan (5) toleransi terhadap beban
Verbalisasi merasakan sesuatu sensori (mis. bising,
melalui indra pengecapan (5) terlalu terang)
Distorsi sensori (5) Batasi stimulasi
Perilaku halusinasi (5) lingkungan (mis. cahaya,
Intervesnsi Utama II
Pemberian Analgesik
Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
Intervensi Pendukung I
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
Jelaskan tujuan manfaat
batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis. musik meditasi
napas dalam relaksasi
otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih anjurkan
mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi misalnya
nafas dalam peregangan
atau imajinasi terbimbing
Intervensi Utama II
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
Intervensi Pendukung I
Persiapan Pmbedahan
Observasi
Identifikasi kondisi
umum pasien (mis.
kesadaran, hemodinamik,
konsumsi antikoagulan,
jenis operasi, jenis
anestesi, penyakit
peserta)
Monitor tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu
tubuh, BB, EKG
Monitor kadar gula darah
Terapeutik
Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan kimia
darah (mis. darah
lengkap, fungsi ginjal.
Fungsi hati)
Fasilitasi pemeriksaan
penunjang
Puasakan minimal 6 jam
sebelum pembedahan
Bebaskan area kulit yang
akan dioperasi dari
rambut atau bulu tubuh
Mandikan dengan cairan
antiseptik
Pastikan kelemgkapan
dokumen – dokumen
preoperasi
Transfer ke kamar
operasi dengan alat
transfer yang sesuai
Edukasi
Jelaskan tentang
prosedur, waktu dan
lamanya operasi
Jelaskan waktu puasa
dan pemberian obat
premedikasi
Latih teknik batuk efektif
Latih mengurangi nyeri
pasca operatif
Anjurkan menghentikan
obat antikoagulan
Ajarkan cara mandi
dengan antiseptik
Intervensi Pendukung II
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
Intervenai Utama II
Pencegahan Cedera
Observasi
Identifikasi area
lingkungan yang
berpotensi menyebabkan
cedera
Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
Identifikasi kesesuaian
alas kaki atau stoking
elastis pada ektremitas
bawah
Terapeutik
Sediakan pencahayaan
yang memadai
Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis. penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi)
Gunakan alas lantai jika
berisiko mengalami
cedera serius
Sediakan alas kaki
antislip
Sediakan pispot atau
urinal untuk eliminasi di
tempat tidur
Pertahankan posisi
tempat tidur diposisi
terendah
Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan
fasilitas pelayanan
kesehatan
Diskusikan mengenai
alat bantu mobilitas yang
sesuai
Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi
pasien
Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi
Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan
duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
Intervensi Pendukung I
Pencegahan Jatuh
Observasi
Identifikasi faktor risiko
jatuh (mis. usia diatas 65,
penurunan tingkat
kesadaran, defisit
kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap
shiftnatau sesai dengan
kebijakan institusi
Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh (mis. lantai licin,
penerangan kurang)
Hitung risiko jatuh
dengan skala (mis. Fall
morse scala, humpty
dumpty scale), jika perlu
Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
Orientasikan ruangan
pada pasien dan keluarga
Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda
selalu dalam keadaan
terkunci
Pasang handral tempat
tidur
Tempatkan pasien risiko
jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari
nurse station
Gunakan alat bantu
berjalan (mis. kursi roda,
walker)
Dekatkan alat pemanggil
dalam jangkuauan pasien
Edukasi
Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri
Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
Intervensi Pendukung II
Pencegahan Risiko
Lingkungan
Observasi
5 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan Intervensi Utama I
selama …x...jam diharapkan dapat Pencegahan Infeksi
mengatasi Resiko Infeksi dengan kriteria Observasi
hasil: Monitor tanda dan gejela
Tingkat infeksi infeksi local dan sitemik
Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik
Kebersihan badan meningkat (5) Batasi jumlah pengunjung
Nafsu makan meningkat (5) Berikan perawatan kulit
Demam menurun (5) pada area edema
Kemerahanmenurun (5) Cuci tangan sebelum dan
Nyeri menurun (5) sesudah kontak dengan
Bengkak menurun (5) pasien dan lingkungan
Vesikel menurun (5) pasien
Cairan berbau busuk menurun (5) Pertahankan kondisi aseptik
Sputum berwarna hijau menurun (5) pada pasien beresiko tinggi
Drainase purulenmenurun (5) Edukasi
Pluria menurun (5) Jelaskan tanda dan gejala
Periode malaise menurun (5) infeksi
Periode menggigil menurun (5) Ajarkan cara mencuci
Letargi menurun (5) tangan dengan benar
Gangguan kognitif menurun (5) Ajarkan etika batuk
Kadar sel darah putih membaik (5) Ajarkan cara memeriksa
Kultur darah membaik (5) kondisi luka atau luka
Kultur urine membaik (5) oprasi
Kultur sputum membaik (5) Anjurkan meningkatkan
Kultur area luka membaik (5) asupan nutrisi
Kultur feses membaik (5) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Intervensi Pendukung I
Perawatan Area Insisi
Observasi
Periksa lokasi inisiasi
adanya kemerahan,
bengkak, atau tanda-
tanda dehisen atau
eviserasi
Identifikasi karakteristik
drainase
Monitor proses
penyembuhan area
insisi
Monitor tanda dan
gejala infeksi
Terapeutik
Bersihkan area insisi
dengan pembersih yang
tepat
Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih
Bersihkan area sekitar
tempat pembuangan
atau tabung drainase
Pertahankan posisi
tabung drainase
Berikan salep antiseptik
Ganti balutan sesuai
jadwal
Edukasi
Jelaskan prosedur kepada
pasien, dengan
menggunakan alat bantu
Ajarkan meminimalkan
tekanan pada tempat
insisi
Ajarkan cara merawat
area insisi
Intervensi Pendukung II
Manajemen Nutrisi
Observasi
Identifikasi nutrisi
Identifikasi alergi dan
intolerasni makanan
Identifikasi makanan yang
disukai
Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet
Sajkan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antimetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
6. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC
Denpasar, Oktober 2020
Mengetahui
Clinical Teacher / CT Mahasiswa