450 882 1 SM
450 882 1 SM
ABSTRACT
One of the potential areas for developing mariculture in Raja Ampat Regency is Yensawai. This research aim to
determine biophysical parameter for seaweed culture. The parameters were proped in to four classes; high suitable,
suitble, currently not suitable and permanently not suitable. The result showed that the cultivation area size were 14
hectares, where Ramon 1 and Ramon 2 Stations were categorized as currently not suitable, while Warkabas and
Metabai stations were grouped into suitable for seawed cultivation.
ditentukan. Pemilihan metode yang tepat dan dan skoring (Tabel 1). Parameter yang
komoditas yang diperlukan, akan menentukan menentukan diberikan bobot terbesar sedangkan
tingkat keberhasilannya. Dengan demikian usaha kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor
pendistribusian produk dapat disesuaikan dengan yang tertinggi. Pemberian nilai (skoring) ditujukan
permintaaan atau pemanfaatannya. Menurut untuk menilai beberapa faktor pembatas (para-
Hidayat (1990) dan Indriani & Sumiarsih (1991) meter) yang menjadi kriteria terhadap evaluasi
usaha peningkatan produk laut melalui budidaya kesesuaian. Tahap Kedua, penghitungan nilai
perlu mendapat perhatian karena budidaya kesesuaian. Nilai kesesuaian didasarkan pada total
merupakan kegiatan yang mempunyai sifat hasil perkalian bobot dan skor dibagi dengan nilai
pengelolaan yang berbeda dengan pola menang- bobot dikalikan 100%. Ketiga, pembagian kelas
kap atau mengambil dari alam yang dibatasi oleh kesesuaian dan nilainya. Dalam penelitian ini,
produk lestari. kelas kesesuaian dibagi dalam empat kelas, yakni:
PEMDA Raja Ampat saat ini sedang Kelas S1 (Sangat Sesuai), lahan tidak mempunyai
menggalakkan kegiatan budidaya hasil laut. Salah pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
satunya adalah budidaya rumput laut tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai
(Bartholomeus, 2013). Keberhasilan budidaya pembatas yang kurang berarti dan tidak
rumput laut tidak lepas dari berbagai faktor berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas
pendukung. Untuk itu perlu dilakukan suatu lahan tersebut, serta tidak menambah masukan
studi kelayakan dan pemetaan lahan yang sesuai (input) dari pengusahaan lahan tersebut. Semua
untuk budidaya, karena hal ini akan memperbesar kriteria biofisik lingkungan dicapai pada tingkat
peluang keberhasilan. Penelitian ini bertujuan tertinggi (maksimal).
untuk melakukan studi kelayakan lahan bididaya Kelas S2 (Sesuai), yaitu lahan mempunyai
rumput laut berdasarkan parameter biofisik. pembatas yang agak berat untuk suatu
penggunaan secara lestari. Pembatas tersebut akan
berpengaruh terhadap produktivitas, serta perlu
METODE PENELITIAN menaikkan masukan untuk mengusahakan lahan
tersebut. Kelas S3 (Sesuai Bersyarat), lahan
Waktu dan Tempat Penelitian mempunyai pembatas- pembatas sangat berat
Penelitian dilakukan di Yensawai Distrik akan tetapi masih memungkinkan diatasi,
Batanta Utara, Kabupaten Raja Ampat pada bulan artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai,
September–Oktober 2013. Metode penelitian yang jika dilakukan perbaikan dengan tingkat
digunakan adalah metode survey. Penelitian ini introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat
terdiri dari tiga tahap yaitu, (i) pengumpulan data dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan
sekunder meliputi informasi awal yang diperoleh biaya rasional. Kelas N (Tidak Sesuai Permanen),
dari instansi terkait (Dinas Kelautan dan lahan mempunyai pembatas yang sangat berat,
Perikanan Kab. Raja Ampat). (ii) survey awal sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi
untuk menentukan stasiun pengamatan yang suatu penggunaan yang lestari.
respresentatif (iii) survey utama untuk mengukur
parameter biofisik dalam rangka menentukan
kesesuaian lahan budidaya rumput laut. HASIL DAN PEMBAHASAN
kurang
subur
723”BT, sedangkan secara administratif berada laut berlangsung, (iii) tidak adanya survey awal
pada Distrik Batanta Utara (BPS Kab Raja Ampat, untuk menentukan lokasi budidaya yang sesuai
2013). Budidaya rumput laut dimulai pada tahun sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal, (iv)
2009, yakni jenis Euchema cottonii. Metode yang penentuan lokasi budidaya ditentukan sendiri
digunakan adalah metode long line. Berdasarkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan Hak
hasil wawancara dengan masyarakat setempat Ulayat Laut (HUL) yang dimiliki masing-masing
terdapat beberapa kendala yang dialami oleh marga (keret).
petani rumput laut antara lain: (i) bercak-bercak
putih (ice-ice) setelah beberapa hari bibit ditebar, Penentuan Stasiun Pengamatan
(ii) banyaknya biota pemakan rumput laut, Pengukuran parameter biofisik di
antara lain: ikan siganid, penyu, bulu babi, Kampung Yensawai hanya dilakukan pada
dugong, dan ikan samandar serta kurangnya empat lokasi yang secara visual memungkinkan
pendampingan selama kegiatan budidaya rumput untuk dilakukan budidaya rumput laut yaitu
34 JU R NA L BI OL O GI PA PU A 6(1): 31–37
Tabel 3. Hasil pengukuran dan pegamatan parameter biofisik di lahan budidaya Yensawai.
No. Parameter Satuan Hasil Pengukuran dan Pengamatan
Rumon 1 Rumon 2 Warkabas Metabai
1. Kedalaman M 1.5 6.5 1.2 1.5
2. Keterlindungan* Posisi terhadap Cukup Cukup Cukup Cukup
gelombang Terlindung terlindung terlindung Terlindung
3. Tinggi Gelombang M 0.01 0.01 0.01 0.15
4. Kecepatan Arus m/detik 0.06 0.06 0.06 0.06
5. Substrat perairan Jenis pasir Pasir pasir karang pasir
berlumpur berlumpur karang
6. Salinitas 0 28 30 32 31
/00
7. Suhu 0 30 30 30 30
C
8. pH - 8.12 8.14 8.00 8.00
9. Kecerahan M 100% 100% 100% 100%
10. Kesuburan perairan vegetasi subur Subur subur Subur
11. Herbivora keberadaan Banyak Banyak Banyak Banyak
Sumber: Hasil survey 2013. Ket.: *) Pada saat survey dilakukan sedang berlangsung musim selatan.
Rumon_1, Rumon_2, Warkabas dan Metabai salinitas, kecerahan ikut mendukung. Kedalaman
(Tabel 1). Beberapa tempat lainnya diabaikan yang kurang dari kriteria yang ditentukan akan
karena parameter kunci kesesuaian perairan tidak mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman
dipenuhi, terutama kedalaman yang dangkal dan rumput laut, misalnya rumput laut menjadi
letak lokasi yang sangat terbuka sehingga terkena sangat mudah dijangkau oleh herbivora bentik
dampak langsung dari gelombang laut. Menurut atau menjadi kering pada saat surut demikian
Djurnani (1999) dan Ditjen P3K-DKP (2002) pula sebaliknnya jika terlalu dalam akan sangat
penentuan lokasi dalam usaha budidaya yang menyulitkan pada proses penanaman, pemelihara-
berkaitan dengan pengembangan daerah pesisir an maupun panen yang berdampak pada
laut harus dilakukan agar tepat sasaran. meningkatnya biaya operasional atau investasi.
Keterlindungan. Stasiun Rumon 1, Rumon 2,
Parameter Biofisik Perairan Warkabas dan Metabai memiliki skor keter-
Kedalaman. Kedalaman perairan di lindungan dalam kategori sedang, yakni 3 atau
Rumon_1 dan Rumon 2 memiliki skor/kategori cukup terlindung pada musim Selatan dan musim
rendah, yakni 1 dengan kedalaman masing-masing Barat berbeda dengan stasiun Metabai yang
15 m dan 6,5 m. Sedangkan Warkabas dan memiliki keterlindungan dengan kategori sangat
Metabai memiliki skore sedang, yakni 3 dengan rendah yakni 1. Hal ini disebabkan karena perairan
kedalaman masing-masing 1,2_m dan 1,5 m (Tabel stasiun Metabai ter-expose ke arah Utara Timur
3). Kedalaman yang sesuai untuk budidaya Laut. Perairan untuk budidaya rumput laut
rumput laut yaitu 0,6–2,1_m. Namun kisaran sebaiknya terlindung dari hempasan gelombang
dengan kedalaman maksimun 2,1_m ini hanya besar, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
untuk keperluan praktis dalam penanaman, kemungkinan terjadinya kerusakan pada kons-
pemeliharaan dan pemanenan. Bila tingkat truksi budidaya yang pada akhirnya menyebab-
kedalaman-nya > 2,1 m, sebaiknya menggunakan kan kerugian finansial (Adipu et al., 2013).
metode apung (rakit) dengan syarat bahwa Tinggi Gelombang. Hasil pengamatan
parameter lingkungan lainnya seperti, suhu, pH, terhadap tinggi gelombang menunjukkan bahwa
RUNTUBOI et al., Studi Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut 35
ketiga stasiun yaitu Rumon_1, Rumon_2 dan untuk budidaya rumput laut karena partikel
Warkabas memiliki tinggi gelombang yang dapat lumpur akan cepat menempel pada rumput laut
dikategorikan rendah yaitu 0,01_m, hal tersebut sehingga mudah terserang penyakit. Sedangkan
dapat juga dipengaruhi oleh kondisi pada saat substrat di Warkabas dan Metabai memiliki skor
survey dilakukan yaitu sedang berlangsung yang masuk dalam kategori sedang dimana
musim Angin Selatan sehingga stasiun-stasiun komposisi substrat terdiri atas pasir karang.
pengamatan lebih terlindung demikian juga Kondisi subtrat ini tergolong baik bagi
dengan stasium Metabai yang terletak ke arah pertumbuhan rumput laut (Anggadiredja et al.,
Timur Laut masuk kategori sedang yaitu 0,15_m. 2006). Lokasi seperti ini biasanya berarus sedang,
Menurut Ariyati et al. (2007), sebaiknya tinggi sehingga memungkinkan tanaman tumbuh
gelombang tidak lebih dari 0,5_m. Gelombang dengan baik dan tidak mudah terancam oleh
sangat diperlukan untuk pertumbuhan rumput faktor lingkungan serta konstruksi budidaya
laut terutama untuk membantu mempercepat dapat dipasang dengan mudah (Aslan, 1998;
masuknya zat-zat makanan ke dalam sel Adipu et al., 2013).
tanaman. Namun, gelombang yang besar Salinitas. Sebaran salinitas laut dipengaruhi
melebihi batas kategori (kriteria) maksimum dapat oleh beberapa faktor seperti suplai air tawar dari
mengakibatkan kerusakan pada tanaman rumput sungai, hujan maupun penguapan (Nontji, 1987).
laut maupun pada konstruksi budidaya serta Hasil pengukuran salinitas di masing-masing
menyebabkan dasar perairan teraduk sehingga stasiun selama penelitian berlangsung berkisar
menimbulkan kekeruhan dan menghambat proses antara 31–32‰. Kisaran nilai yang diperoleh ini
fotosintesis. Namun jika gelombang terlalu kecil relatif homogen. Hal tersebut dikarenakan
(kurang dari kriteria) justru dapat menghambat pengaruh dari sungai maupun sumber air tawar
pertumbuhan rumput laut. lainnya sangat sedikit. Nilai salinitas tersebut
Kecepatan Arus. Kecepatan arus di semua termasuk ke dalam kategori yang sangat sesuai
lokasi memiliki skor yang rendah, yakni hanya untuk budidaya rumput laut. Menurut Aslan
sebesar 0.06 m/detik. Hal ini dimungkinkan (1998), salinitas yang sesuai untuk budidaya
karena letak lokasi perairan yang berada di dalam rumput laut adalah 28–30‰. Sedangkan me-
teluk dan relatif terlindung. Kecepatan arus yang nurut Sulistijo (1996), salinitas yang paling baik
sesuai untuk lokasi budidaya rumput laut adalah adalah 30-34‰. Namun salinitas 28–34‰ masih
0,20–0,40 m/dtk (Aslan, 1998; Anggadiredja et al., merupakan kisaran yang cukup baik untuk
2006) karena akan mempermudah penggantian budidaya rumput laut terutama jenis Eucheuma.
dan penyerapan hara yang diperlukan oleh Hasil pengukuran salinitas di Rumon 1, Rumon 2,
tanaman, namun tidak merusak tanaman. Arus Warkabas dan Metabai secara berurutan adalah
selain berfungsi untuk membawa nutrisi/hara ke 28‰, 30‰, 32‰ dan 31‰ (Weno & Thenu, 2010;
tanaman rumput laut juga diperlukan untuk Adipu et al., 2013).
membersihkan tanaman dari biota-biota pe- Suhu. Suhu di Rumon 1 dan Rumon 2,
nempel. Penyakit bercak putih (ice-ice) merupa- Warkabas dan Metabai adalah 300C, nilai ini
kan penyakit yang biasanya muncul saat laut termasuk kategori sangat sesuai sehingga
tenang dan arus lemah (Serdiati & Widiastuti, diberikan skor yang tinggi. Menurut Afrianto
2010). & Liviawaty (1993), bahwa suhu yang optimal
Substrat. Jenis substrat perairan di Rumon 1 untuk budidaya rumput laut berkisar 26–330C.
dan Rumon 2 memiliki skor yang masuk dalam Sedangkan Anggadiredja et al. (2006) suhu yang
kategori rendah karena komposisi substrat terdiri optimal untuk tanaman rumput laut antara 260C
dari pasir bercampur lumpur (Tabel 3). Kondisi sampai 300C. Suhu di laut adalah salah satu faktor
ini disebabkan lokasi berada di depan mang- yang amat penting bagi kehidupan organisme di
rove, dan dekat dengan muara sungai. Pada lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktifitas
dasarnya subtrat pasir berlumpur kurang sesuai metabolisme maupun perkembangbiakan dari
36 JU R NA L BI OL O GI PA PU A 6(1): 31–37
Indriani, H. dan E. Sumiarsih, 1991. Budidaya, p engelolaan Senoaji, G. 2009. Daya dukung lingkungan dan kesesuaian
dan p emasaran r umput l aut. Penebar Swadaya, Jakarta. lahan dalam pengembangan pulai Enggano Bengkulu.
Neksidin, U., K. Pangeran dan Emiyarti. 2013. Studi kualitas Jurnal Bumi Lestari. 9(2): 159–166.
air untuk budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Serdiati, N. dan I.M. Widiastuti. 2010. Pertumbuhan dan
di perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. produksi rumput laut Eucheuma cottonii pada kedalaman
Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12): 147–155. penanaman yang berbeda. Media Litbang Sulteng. 3(1):
Nontji. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. 21–26.
Omkarsba. 2013. Konservasi sumberdaya kelautan dalam Sirajuddin, M. 2009. Informasi awal tentang kulaitas perairan
perspektif kearifan masyarakat kampung Yensawai di Teluk Waworoada untuk budidaya rumput laut
Kabupaten Raja Ampat. [Thesis]. Universitas (Echeuma cottonii). Jurnal Akuakultur Indonesia. 8(1): 1–10.
Cenderawasih, Jayapura. Sulistijo, 1996. Perkembangan budidaya rumput laut di
Pong-Masak, P.R., A.I.J. Asaad, Hansnawi, A.M. Pirzan, dan M. Indonesia dalam Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo dan
Lanuru. 2010. Analisis kesesuaian lahan untuk Rachmaniar (Eds). Pengenalan jenis-jenis rumput laut
pengembangan budidaya rumput laut di Gusung Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Batua, Pulau Badi Kabupaten Pangkep, Sulawesi Wenno, M.R dan J.L. Thenu. 2010. Kajian pertumbuhan
Selatan. Jurnal Ris. Akuakulutur. 5(2): 299–316. harian, produksi berat kering dan kandungan karaginan
Sediadi, A. dan U. Budihardjo, 2000. Rumput laut, Komoditas dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat
unggulan. Grasindo, Jakarta. bibit dan umur panen. Jurnal Ichthyos. 9(1): 55–59.