Indonesia merupakan negara yang dulunya dikenal sebagai negara yang suka akan
bergotong-royong. Kehidupan bermusyawarah yang kental di dalam
masyarakatnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk membalik kenyataan itu
menjadi 180 ke arah yang lebih buruk. Indoneisa kini berubah, banyak terjadi
kekerasan dan kerusuhan dimana-mana. Kehidupan antar masyarakat bagaikan
kompetisi, persaingan terjadi dimana-mana baik dilakukan secara adil maupun
tidak.
Hak-hak asasi politik dan sipil tidak ada artinya apabila rakyat masih harus bergelut
dengan penderitaan dan kemiskinan. Tetapi, dilain pihak, persoalan keamanan
kemiskinan, dan alasan lainnya, tidak dapat digunakan secara sadar untuk
melakukan pelanggaran HAM dan kebebasan politik serta sosial masyarakat. Hak
asasi manusia tidak mendukung individualisme, melainkan membendungnya
dengan melindungi individu, golongan maupun kelompok, ditengah-tengah
kekerasan kehidupan modern. HAM merupakan tanda solidaritas nyata sebuah
bangsa dengan warganya yang lemah.
Contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus
dukun santet di kota Banyuwangi, Jawa Timur. Kasus pelanggaran HAM di
Indonesia ini terjadi pada sekitar tahun 1998 di daerah Banyuwangi. Pada kala itu
sedang terkenal kasus praktek dukun santet di Banyuwangi. Karena dianggap
meresahkan warga akhirnya warga mulai melakukan tindakan kerusuhan dengan
menangkap dan membunuh orang yang dianggapnya sebagai dukun santet.
Sejumlah warga telah menjadi korban atas peristiwa ini. Pembunuhan dilakukan
dengan berbagai cara yaitu, dipenggal, digantung, di bacok dengan senjata tajam
hingga dibakar hidup hidup. Polri, TNI, beserta ABRI tentunya tidak tinggal diam.
Dengan sigap mereka dapat menyelamatkan orang-orang yang telah dituduh
sebagai dukun santet dari amukan warga. Sangat jelas sekali bahwa peristiwa ini
termasuk dalam contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang patut ditindak
lanjuti. Sebagai warga negara kita harus taat terhadap aturan hukum yang berlaku
dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri.
Kurangnya komunikasi antar warga negara membuat mereka sulit untuk
mempercayai satu sama lain. Kepercayaan merupakan sumber dari kerukunan
antar masyarakat. Maka dari itu, kita sebagai pemuda-pemudi penerus bangsa
Indonesia harus bisa membangun HAM seperti sedia kala. Kita bisa membangun
HAM dengan hal-hal kecil seperti tidak melakukan bullying. Bullying merupakan
peristiwa yang sering terjadi pada zaman sekarang. Peristiwa bullying banyak
terjadi di lingkungan sekitar kita seperti lingkungan sekolah.
Hak Asasi Manusia, begitulah panggilannya. Sakral dan kuat. Sesuatu yang
menjadi hakikat milik atas manusia sedari lahir. Kalau saya sebut HAM itu adalah
sebuah kesadaran akan diri sendiri bahwa ia memiliki sesuatu yang patut
didapatkan karena keberadaanya, untuk berkehendak, untuk berbicara, berkumpul,
mengemukakan pendapat dll tanpa memaksakan keberadaan HAM orang lain
disekitarnya.
Di dunia lampau, berbeda kata tetapi memiliki maksud dan makna sama. HAM
sedari purba sebenarnya telah ada berikut semua orang-orang berkepentingan dan
berkekuasaan yang juga ada untuk menekan hak-hak manusia sedari dulu. Dan
untuk itu kita sanjung-sanjung manusia-manusia dari waktu-waktu yang dahulu
yang telah melawan orang-orang yang menekan hak-hak manusia itu.
Jika ditilik dengan melihat Indonesia sebagai suku bangsa satu sedari dulu. Akar-
akar akan perjuangan untuk melahirkan ham yang haqiqi agar tercetus sebuah
hukum yang adil telah muncul dalam berbagai bentuk. Tetapi tentu akan terlalu
menyesakkan dalam sebuah artikel ham di Indonesia ini untuk ditulis semua
maupun saya yang mencari seluruh referensinya.
Seperti perjuangan Kartini untuk menyampaikan bahwa wanita memiliki hak lain
juga daripada yang dianggap oleh orang-orang saat itu. Lalu
ada Surosentiko yang memperlihatkan bahwa nasib saudara-saudaranya itu
tidaklah harus menderita seperti itu, dengan melawan Belanda tanpa kekerasan
seperti ajaran Mahatma Gandhi. Multatuli, seorang Belanda yang awalnya adalah
asisten-residen di Lebak, Banten kemudian berubah menjadi pejuang kemanusian
karena dia melihat bahwa rakyat-rakyat Indonesia menderita, “de Javaans adalah
manusia juga, de Javaans teraniaya”. Ia mengatakan bahwa orang-orang jawa
pribumi itu menderita karena peraturan pemerintah Hindia-Belanda saat itu.
Setelah perjalanan panjang dengan penuh penderitaan rakyat yang kebablasan itu
akhirnya disadarilah bahwa hak manusia di Indonesia tidak akan diberikan oleh
Belanda tetapi dengan perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Beberapa dekade
sebelum kemerdekaan, orang-orang pribumi berintelek yang memiliki pandangan
progresif membangun sebuah organisasi untuk memperjuangkan hak-hak yang
seharusnya sedari dulu dimiliki saudara-saudara mereka itu.
Baca Juga :
Awal gelombang perjuangan hak-hak bangsa kita untuk menjadi satu nama
Indonesia melewati fase-fase pembangunan organisasi. Organisasi-organisasi
tersebut berguna mengumpulkan orang-orang agar dapat berkesadaran bahwa
dengan bergerak bersama-sama didalam organisasi itulah hak-hak yang
sepantasnya dimiliki dapat tercapai.
Setelah pergulatan dengan penjajah yang mengambil hak-hak kita, akhirnya kita
dapat menikmati nama dan identitas satu bangsa dan dapat memperjuangkannya
bersama. Pada periode ini pemikiran HAM berkutat dengan masalah kemerdekaan,
dimana kemerdekaan berbicara dan mengemukakan pendapat dan juga
membentuk partai politik telah mendapatkan legitimasi yang sah dari UUD 1945.
Kita menjadi penentu hak bangsa kita ini sendiri.
b) Periode 1950 – 1959
Periode yang membanggakan dari berbagai wacana yang saya baca. Periode ini
dianggap sebagai saat-saat pasang kemajuan atas HAM kita ini, ditandai dengan
makin maraknya partai-partai dengan ideology masing-masing, dan pers memiliki
kebebasan yang mensejahterakan, situasi pemahaman HAM yang kondusif, pemilu
pun berjalan secara demokratis sesuai yang diidam-idamkan.
Masa awal Suharto memimpin setelah Suharto sering kali diadakan kajian-kajian
dan seminar-seminar mengenai HAM. Tetapi setelah selang beberapa waktu sikap
pemerintah berubah dan menjadi defensive serta represif. Dan saat-saat itulah
terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM, dan dosa-dosa itu tidak lah dapat di adili
sampai sekarang.
Pada awal 1990-an kemudian dibentuklah Komnas HAM, yang bertugas menangani
masalah pelanggaran-pelangkaran HAM di Indonesia serta memberikan pendapat
perihal pelaksanaan mengenai pelaksanaan HAM di Indonesia.
Sejarah panjang pergualatan hak kemanusiaan itu tidaklah berakhir, tetapi tetap
harus diperjuangkan. Meski penjajah sudah tidak lagi mendiami tanah ini sebagai
penentu keputusan. Pelanggaran HAM tetap ada, dan kasus itu belumlah selesai
teradili. HAM dan poiltik kekuasaan memanglah berkesinambungan, dimana setelah
terjadi peristiwa besar yang mengubah kadang tanpa dimaui hak-hak tersebut
berubah ada yang tertekan dan ada yang melayang bebas. Ternyata meski bangsa
sendiripun yang lahir dari tanah yang sama ini, ada yang mau melakukan
pelanggaran hak orang lain. Dan menjadi sebuah keismpulan bahwa hak-hak
manusia harus diperjuangKan dari masing-masing infividu secara bersama-sama
dengan tujuan menyingkirkan yang berusaha melanggar seenaknya.