Kelas : 3A
NIM : 1841111078
Mata Kuliah : Kegawatdaruratan
Tanggal : 5 November 2020
3. Etiologi / Penyebab
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori
yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat
diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin
dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi
normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada
eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak
terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi,
menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan
peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan
ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap
angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat
labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan
adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan
timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak
berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan
kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta,
karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan
bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel,
sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi
daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali
karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari
pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari
terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam
lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada
eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak
adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik
dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”.
Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti
adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio
utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal
bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta
yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot
jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah
menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan
menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan
tekanan darah.
4. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan
berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural
pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium
yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki
sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan
produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan
vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron
mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima
pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya
hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas
dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh
yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation.
5. Pathway
7. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
a. Eklampsia gravidarum
1) Kejadian 50% sampai 60%
2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
1) Kejadian sekitar 30% sampai 35%
2) Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
1) Kejadian jarang yaitu 10%
2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
8. Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu
dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia
dapat menerangkan ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan
lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita
eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit
diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ;
penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita harus
disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan
kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak
mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya
mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:
Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan
yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial
dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan
40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella
masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari;
selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial
yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-
lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai
antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu,
tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan
sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan,
injeksi, atau pemeriksaan dalam.
f. Data Obyektif :
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edema
3) Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui adanya
fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks + )
g. Pemeriksaan penunjang ;
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
2) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit
menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml
h. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
i. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
j. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
k. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
3. Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
4. Evaluasi
a. Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau
aspirasi dicegah
b. Dx 2 :
- DJJ ( + ) : 12-12-12
- Hasil NST : Normal
- Hasil USG : Normal
c. Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
d. Dx 4 :
- Ibu tampak tenang
- Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
- Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran