Anda di halaman 1dari 13

1

KEPATUHAN DALAM PEMBAYARAN DAN PELAPORAN


PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
(STUDI KASUS PADA PT GRAZINDO ASIA PERKASA)

Putu Angelina Parassari Ningrum


Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Ganesha
Jalan Udayana No. 11 Singaraja
Email : aparassari@gmail.com

Abstract
Tax is a compulsory contribution to a country owed by an individual or a
coercive body under the Act, By not reciprocating directly and used for the
purposes of the state for the greatest prosperity of the people. The compliance of
PT Grazindo Asia Perkasa in calculating, depositing, reporting to recording
income tax article 21 can be a role model for readers to do calculation, deposit,
reporting until recording is conducted in accordance with Taxation Law no. 36 of
2008 and for listing in accordance with PSAK No. 46.

Keywords : Tax , PPh Pasal 21

Abstrak

Pajak merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan
tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kepatuhan PT Grazindo Asia
Perkasa dalam melakukan perhitungan, penyetoran, pelaporan hingga pencatatan
pajak penghasilan pasal 21 dapat menjadi panutan untuk pembaca agar
melakukan perhitungan, penyetoran, pelaporan hingga pencatatan yang
diselenggarakan sesuai UU Perpajakan No. 36 Tahun 2008 dan untuk pencatatan
sesuai dengan PSAK no 46.
2

Kata Kunci : Pajak, PPh Pasal 21

I. PENDAHULUAN

Salah satu sumber penerimaan terbesar untuk negara saat ini adalah pajak.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran umum seperti perbaikan
jalan raya, pembangunan sekolah, serta fasilitas umum lainnya. Penerimaan pajak
ini diharapkan dapat terus meningkat agar dapat membiayai pembangunan negara
sehingga dapat berjalan dengan baik.

Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin


meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab peningkatan penerimaan
pajak adalah karena sejak tahun fiskal 1984 pemerintah memberlakukan reformasi
perpajakan dengan menerapkan sistem self assessment. Sistem self assessment
menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan
faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. Kepatuhan memenuhi
kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self
assessment. Wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban
perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan
melaporkan pajak tersebut.

Namun, Dalam sistem perpajakan terdapat etika wajib pajak yang dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya untuk
membayar pajak. Menurut Wangsa (2012), etika wajib pajak sangat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Bertens (2013), mengungkapkan bahwa
etika dalam arti umum itu dapat dilukiskan sebagai nilai-nilai dan norma-norma
moral yang dipakai oleh seseorang atau suatu kelompok sebagai pegangan bagi
tingkah lakunya. Setiap orang memiliki nilai etika yang berbeda-beda, termasuk
juga etika dalam pajak. Ada yang menerapkan etika dalam kehidupannya dengan
baik karena beranggapan bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi.
3

Tapi disisi lain ada yang menerapkan etika dalam kehidupan tetapi penerapan
etika tidak dimaknai sehingga kesadaran dalam perpajakan menjadi rendah.

Etika Wajib Pajak juga harus diikuti dengan adanya pengetahuan yang memadai.
Pengetahuan yang dimiliki Wajib Pajak dapat membantu Wajib Pajak untuk
cenderung melakukan etika yang baik pula. Komponen kognitif merupakan salah
satu komponen dalam teori sikap yang dikemukakan oleh Allport dalam Liliweri
(2011:166) yang dapat membentuk etika seseorang. Komponen tersebut
merupakan komponen yang menekankan pada aspek kepercayaan serta
pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Dengan demikian, pengetahuan
cenderung dapat memperkuat etika seseorang untuk melakukan kewajibannya
dalam membayar pajak.

Berdasarkan uraian di atas, maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul
“Kepatuhan Pt Grazindo Asia Perkasa dalam Pembayaran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21” sebagai materi pembahasan pada Tugas Akhir. Dengan
begitu para pembaca dapat menirukan kepatuhan dalam melakukan pembayaran
pajak serta mengetahui bagaimana tahapan-tahapan dalam melakukan pembayaran
dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.

II. PEMBAHASAN
A. Kepatuhan Perpajakan
Ismawan (2001:82) mengemukakan prinsip administrasi pajak yang
diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah
kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self
assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban
pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan
pajak tersebut.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan
material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang
perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa
4

undang- undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan


formal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000,
wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis
pajak dalam dua tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah
dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-
tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh
akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat
dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan
auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak
yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik di per syaratkan
untuk memenuhi ketentuan di atas.
B. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 adalah kontribusi
wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan UU yang terutang oleh
orang pribadi atau badan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
dapat digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran
rakyat. Dari pengertian pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur
yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang
2. Sifatnya dapat dipaksakan
5

3. Tidak ada imbalan yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, oleh pemerintah pusat maupun
daerah
5. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah dan bagi
kepentingan masyarakat umum.
C. Pajak Penghasilan
Menurut Nurdin Hidayat dan Dedi Purwana (2017:73), Undang-undang
Pajak Penghasilan terbaru diatur melalui Undang-undang Perpajakan No. 36
Tahun 2008. Dalam UU tersebut diatur pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi maupun badan. UU ini juga mengatur subjek pajak, objek
pajak serta cara menghitung dan melunasi pajak yang terutang. Selain itu juga
memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan. UU Pajak Penghasilan (PPh) ini menganut
asas materiil, artinya penentuan pajak yang terutang tidak tergantung kepada Surat
Ketetapan Pajak (SKP). Pajak penghasilan sebagaimana telah diuraikan,
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun
pajak. Adapun yang menjadi subjek dari pajak penghasilan adalah:
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang berhak
3. badan seperti PT, Firma, CV,
4. Perseroan, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun; dan
5. Badan Usaha Tetap.
D. Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut undang-undang No.36 tahun 2008 PPh Pasal 21 merupakan pajak
yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak
pribadi dalam negeri. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 adalah
penghasilan yang diterima dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Subjek pajak PPh pasal 21 adalah setiap
penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 terdiri dari pegawai tetap,
pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima upah serta
6

Lapisan Penghasilan/Tahun Tarif Pajak


orang 0-50 Juta 5% pribadi
50-250 Juta 15%
lainnya 250-500 Juta 25% yang
menerima >500 Juta 30% atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dari
pemotong pajak.
E. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang No.36 Tahun 2008 Tentang pajak
penghasilan, dijelaskan bahwa tarif PPh Pasal 21 bersifat progresif artinya tarif
yang dikenakan semakin tinggi tergantung dari tingkat penghasilan yang
diperoleh dalam 1 tahun. Perhitungan tarif dimulai dari tarif paling rendah sampai
dengan tingkat paling tinggi tergantung dari jumlah penghasilan yang diterima.
Tarif dan lapisan penghasilan atas PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Lapisan Tarif PPh Pasal 21


(Sumber : Undang-undang No.36/2008)
F. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong oleh pemotong, disetorkan
dengan kode akun pajak 411125 dan kode jenis setoran 100, dengan tanggal jatuh
tempo penyetoran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir
pelaporan PPh Pasal 21 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau
hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Menurut Pasal 9 Ayat 2a apabila pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atas penyetoran pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran
7

sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan.
Ada beberapa ketentuan dalam tata cara penyetoran PPh Pasal 21 yang
dikutip dalam Buku Bijak oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, antara
lain:
a. Pembayaran dan penyetoran PPh dilakukan ke Kas Negara melalui:
1) layanan pada loket/ teller (over the counter); dan/atau
2) layanan dengan menggunakan sistem elektronik lainnya pada Bank
Persepsi atau Pos Persepsi.
b. Pembayaran dan penyetoran PPh dilakukan dengan Surat Setoran Pajak (SSP)
atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, yaitu dilakukan
melalui sistem pembayaran secara elektronik dengan menggunakan Kode
Billing di teller bank/pos persepsi, anjungan tunai mandiri (ATM), internet
banking, atau EDC.
c. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dan penyetoran dengan sistem
pembayaran pajak secara elektronik tersebut diberikan Bukti Penerimaan
Negara (BPN) sebagai bukti setoran. BPN diterbitkan dalam bentuk:
1) Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi,
untuk
pembayaran/penyetoran melalui teller dengan Kode Billing
2) Struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan
EDC
3) Dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui
internet
banking
4) teraan BPN pada SSP, untuk pembayaran melalui teller Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan SSP.
d. SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP tersebut
dinyatakan sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN)
G. Pelaporan Atas Pajak Penghasilan Pasal 21
8

Pelaporan pajak saat ini menggunakan elektronik sistem yang disebut e-


Filling. Sebelum e-Filling ini diwajibkan pelaporan pajak menggunakan surat
pemberitahuan SPT secara manual yang disampaikan kepada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di mana wajib pajak terdaftar. Terkait pelaporan pajak, jenis
pelaporan untuk PPh pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pelaporan Masa dengan menggunakan SPT masa 1721. Pelaporan masa ini
dilaporkan oleh pemotong PPh pasal 21 setiap bulannya paling lambat
tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak
b. Pelaporan tahunan PPh Pasal 21 orang pribadi. Untuk pelaporan PPh pasal
21 tahun formulir yang digunakan tergantung dari jumlah penghasilan
yang diterima berdasarkan jenis pekerjaan dari penerima penghasilan yang
merupakan objek pajak PPh pasal 21. Adapun jenis formulir yang
digunakan adalah:
1. Formulir 1770SS. Formulir 1770 SS merupakan formulir yang
digunakan oleh wajib pajak orang pribadi karyawan yang jumlah
penghasilan bruto setahun tidak melebihi Rp. 60 Juta dan
bersumber dari 1 pemberi kerja.
2. Formulir 1770S. Formulir 1770 S merupakan formulir yang
digunakan karyawan yang jumlah penghasilannya melebihi Rp. 60
Juta dan bersumber dari 1 atau lebih pemberi kerja.
3. Formulir 1770. Merupakan formulir yang digunakan oleh orang
pribadi pekerja bebas ataupun karyawan yang bertindak sebagai
pekerja bebas.
Terkait dengan pelaporan pajak adapun batas waktu paling lambat menyampaikan
SPT masa adalah paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya sedangkan untuk
tahunan adalah paling lambat 3 bulan semenjak berakhirnya tahun pajak.
9

H. Perhitungan PPh Pasal 21 PT Grazindo Asia Perkasa


Perhitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan pada PT Grazindo Asia Perkasa
dengan menggunakan Tarif PTKP PMK Nomor 122/PMK.010/2015, antara lain:

1. Perhitungan PPh Pasal 21 Direktur PT GAP


Seorang Direktur di PT Grazindo Asia Perkasa menerima gaji pada bulan
Januari 2016 sebesar Rp3.441.900,-. Adapun status Direktur adalah Tidak

Gaji perbulan Rp. 3.414.900


Pengurangan :
Biaya Jabatan 5% × 3.414.900 Rp. 170.745 -
Gaji bersih perbulan Rp. 3.254.155
Gaji bersih disetahunkan
Rp. 3.244.155 × 12 bulan Rp. 38.929.860
PTKP:
Tidak Kawin (TK/0) Rp. 36.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 2.929.860
PPh 21 Terutang Setahun
5% × Rp. 2.929.860 Rp. 146.493
PPh 21 Terutang Sebulan Rp. 12.208

Kawin dan tidak memiliki tanggungan (TK/0).


10

2. Perhitungan PPh Pasal 21 Sekretaris PT GAP


Seorang Sekretaris di PT Grazindo Asia Perkasa menerima gaji pada
bulan Januari 2016 sebesar Rp4.774.900,-. Adapun status Direktur adalah Tidak
Kawin dan tidak memiliki tanggungan (TK/0).

Gaji perbulan Rp. 4.774.900


Pengurangan :
Biaya Jabatan 5% × Rp. 4.774.900 Rp. 238.745 -
Gaji bersih perbulan Rp. 4. 536.155
Gaji bersih disetahunkan
Rp. 4.536.155 × 12 bulan Rp. 54.433.860
PTKP:
Tidak Kawin (TK/0) Rp. 36.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 18.433.860
PPh 21 Terutang Setahun
5% × Rp. 18.433.860 Rp. 921.693
PPh 21 Terutang Sebulan Rp. 76.808

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa Wajib Pajak memiliki utang
PPh Pasal 21 bulan Januari. 2016 dan harus melakukan penyetoran dan pelaporan
sesuai dengan cara penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21.
I. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21
Dalam penyetoran PPh Pasal 21 bulan Januari 2016, PT Grazindo Asia
Perkasa sebagai pemotong pajak juga sebagai penyetor pajak karyawan, yang
artinya PPh Pasal 21 ini ditanggung oleh perusahaan. Pada saat hendak melakukan
penyetoran pajak, perusahaan mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) terlebih dahulu
secara online dengan menggunakan online ebilling yang terdiri dari rincian atas
PPh Pasal 21. Adapun data-data yang diperlukan untuk mengisi SSP adalah
sebagai berikut:
11

1. NPWP Wajib Pajak


NPWP diisi dengan NPWP PT Grazindo Asia Perkasa, yaitu 02.429.479.5-
412.000
2. Nama dan Alamat Wajib Pajak
Nama diisi dengan nama perusahaan yaitu PT Grazindo Asia Perkasa dan
alamat diisi dengan alamat perusahaan yang tercantum dalam Surat
Keterangan Terdaftar (SKT)
3. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Untuk PPh Pasal 21 menggunakan kode jenis pajak 411121 dan kode jenis
setoran 100
4. Masa dan Tahun Pembayaran Pajak
Untuk masa pajak yaitu bulan Januari maka diisi 0101 dan tahun pajak adalah
2016
5. Jumlah Setoran
Jumlah setoran diisi sesuai dengan jumlah terutang pajak penghasilan pasal 21
6. ID Biliing
ID Billing diisi dengan kode billing yang telah didapatkan melalui online
billing
Setelah membuat SSP, perusahaan melakukan setoran ke Bank atau Kantor
Pos yang telah ditunjuk dan dianggap sah setelah mendapatkan validasi NTPN
(Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dari Bank atau Kantor Pos.

Dalam proses penyetoran PPh Pasal 21, PT Grazindo Asia Perkasa telah
melakukan sesuai dengan prosedur dan membayarkan kewajiban pajak
terutangnya karena perusahaan telah menyetorkan pajaknya di bawah tanggal 10
bulan berikutnya.

J. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21


Tahapan ketiga dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP)
adalah Pelaporan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP menggunakan Surat Pemberitahuan
(SPT) sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
12

penghitungan jumlah pajak yang terutang. PT Grazindo Asia Perkasa melakukan


pelaporan pajak dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:

a. Bukti setoran pajak melalui kantor pos


b. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Januari 2016
Pada saat dilaporkan, dokumen-dokumen tersebut yakni yang telah
ditandatangani oleh Manajer Keuangan, dan telah melakukan proses verifikasi
perhitungan oleh bagian pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di mana WP terdaftar dengan melampirkan SPT masa PPh 21 yaitu
formulir 1721 yang telah diisi dengan data-data perusahaan, dan gaji karyawan.
III. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas
pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas
harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan,
kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepatuhan
dalam pembayaran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 studi kasus pada PT
Grazindo Asia Perkasa. Berdasarkan studi kasus di atas perhitungan pajak
penghasilan pasal 21 di PT Grazindo Asia Perkasa sudah sesuai dengan tarif yang
berlaku sesuai Peraturan Menteri Keuangan. Penyetoran pajak penghasilan pasal
21 di PT Grazindo Asia Perkasa telah mengikuti tata cara yang diberlakukan
dalam prosedur penyetoran pajak penghasilan pasal 21. Pelaporan pajak
penghasilan pasal 21 di PT Grazindo Asia Perkasa dilakukan sesuai Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Kepatuhan PT Grazindo Asia Perkasa
dalam melakukan perhitungan, penyetoran, pelaporan hingga pencatatan pajak
penghasilan pasal 21 dapat menjadi panutan untuk pembaca agar melakukan
perhitungan, penyetoran, pelaporan hingga pencatatan yang diselenggarakan
sesuai UU Perpajakan No. 36 Tahun 2008 dan untuk pencatatan sesuai dengan
PSAK no 46.
13

Daftar Pustaka

Anonim. 2020. Istilah Perpajakan. Dikutip melalui


https://www.pajak.go.id/id/istilah-umum-perpajakan dikutip pada tanggal
14 Desember 2020.

Anonim. 2020. PPh Pasal 21/26. Dikutip melalui https://www.pajak.go.id/id/pph-


pasal-2126 dikutip pada tanggal 15 Desember 2020.

Hartoko, M.Setiadi. 2016. Pajak Penghasilan Pasal 21 (Studi Kasus Pada PT


Grazindo Asia Perkasa Jakarta). Jurnal Lentera Akuntansi.
Kautsar, Muslim Al. 2017. Pengaruh Etika Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Dengan Pengetahuan Wajib Pajak Sebagai Variabel
Moderating (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di
KPP Pratama Garut. Jurnal Wacana Ekonomi.
Yasa, I.N.P. 2020. Perpajakan. Undiksha Press: Buleleng,Bali.

Anda mungkin juga menyukai