Anda di halaman 1dari 7

CLINICAL SCIENCE SESSION

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

“Obstetri Sosial Pada Infeksi PascaSalim”

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter

(P3D) SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Disusun Oleh:

Nura Asri Faradillah 12100118576

Preseptor:

Jeffry Iman G, dr.,Sp.OG, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2020
Obstetri Sosial Infeksi PascaSalin

Di Indonesia 90% kematian ibu terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. penyebab utamanya karena perdarahan, hipertensi, dan infeksi.
Berdasarkan analisis WHO, 27,1% penyebab kematian maternal terutama disebabkan
karena perdarahan, lebih dari 2/3-nya merupakan kematian akibat perdarahan
postpartum. Kematian akibat PPH rata-rata tinggi terjadi di negara-negara dengan
human development indeks (HDI) rendah atau sedang. Kejadian PPH bersifat
multifaktorial yang meliputi obstetri klinis maupun obstetri sosial
Tingginya angka kematian maternal yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan dipengaruhi oleh faktor- faktor di dalam dan di luar kesehatan / medis.
Pelayanan obstetri yang tepat guna dan memadai bila tersedia belum menjamin
pemanfaatannya oleh masyarakat karena adanya hambatan jarak , biaya dan budaya.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengenalan tanda bahaya dan
pencarian pertolongan profesional seringkali belum memadai.
Di banyak negara berkembang masih ditemukan hambatan akses yaitu berupa
ketidakberdayaan wanita dalam pengambilan keputusan sementara peran suami, ibu
atau mertua sangat dominan dan banyak faktor lain yang menyebabkan keterlambatan
dalam rujukan.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap masa nifas masa yang tidak perlu mendapatkan perhatian khusus
karena masa itu sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak
perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya
ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan masa nifas ke bidan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami
oleh mereka.
Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian infeksi nifas,
sebagai berikut :
1. Faktor Pengetahuan Ibu :
Faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam menggunakan jasa dukun adalah
tingkat pengetahuan ibu karena semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka akan
mempengaruhi seseorang dalam menggunakan jasa dukun. Sedangkan pendidikan
yang lebih tinggi akan mudah mendapatkan informasi tentang kesehatan baik dari
bidan ataupun dari media elektronik maupun media cetak. Perempuan dengan
pendidikan tinggi akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan
selama kehamilan, persalinan, maupun nifasnya. Sedangkan pekerjaan merupakan
suatu hal yang kuat dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan, perempuan yang
menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja diluar rumah secara finansial akan
bergantung pada suaminya, sehingga ketika suaminya berpenghasilan sedikit juga
akan berdampak terhadap tabungan mereka untuk melahirkan dan menggunakan
jasa dukun.
2. Jarak tempuh ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan
Jarak tempuh yang jauh dari rumah pasien menuju ke tempat fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas menyebabkan masyarakat lebih memilih
untuk melakukan proses persalinan dirumah yang biasanya dibantu oleh dukun
bayi yang ada di wilayah tempat tinggalnya sendiri. Tetapi terkadang terdapat
proses persalinan yang disertai dengan ibu yang memiliki hamil risiko tinggi
sehingga hal ini seharusnya dirujuk/dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan
penangan tertentu sehingga menghindari kejadian seperti infeksi pascasalin.
3. Kepatuhan Tenaga Medis untuk melakukan proses rujukan
Hasil identifikasi terhadap sampel kasus penelitian menunjukkan bahwa
persalinan ibu hamil risiko tinggi dengan riwayat obstetri buruk (riwayat PPH,
riwayat IUFD, kelahiran prematur), anemia, abortus berulang, kehamilan kembar
ditolong oleh bidan di BPM. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan bidan
dalam rujukan pertolongan persalinan lebih awal ke fasyankes rujukan, dimana
persalinan ibu hamil risiko tinggi seharusnya persalinannya di rumah sakit tetapi
persalinannya ditolong oleh bidan di BPM, menurut standar prosedur persalinan di
bidan dilakukan terhadap ibu hamil dengan risiko rendah. Persalinan terhadap
kasus-kasus ibu hamil risiko tinggi tersebut seharusnya dirujuk/dikirm ke rumah
sakit untuk mendapat penanganan dokter spesialis dengan sarana dan prasarana
lengkap. Dalam upaya pertolongan persalinan bidan perlu berkonsultasi dengan
tenaga medis spesialis apabila persalinan ibu hamil risiko tinggi tersebut
dilakukan di BPM/PKM.
4. Faktor Adat Istiadat dan Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi
geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal
ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior
dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia (Muhammad, 1996). Hal ini
dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya
sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar
yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan
pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya
Beberapa faktor adat istiadat dan sosial budaya yang dianut oleh masyarakat :
a. Faktor pengambilan keputusan
Faktor kekerabatan (suami, orang tua, nenek) masih memberikan peran yang
penting dalam tindakan-tindakan si ibu berkaitan dengan kehamilan, persalinan
dan pasca persalinan, baik dalam memberikan nasehat (karena mereka sudah
berpengalaman menjalani peristiwa tersebut) maupun pengambilan keputusan
siapa penolong persalinan dan sarana pelayanan apakah yang akan dipergunakan.
b. Dukun bayi dipercaya untuk membantu dalam persalinan dan setelah
persalinan
Didaerah pedesaan masih banyak ibu hamil yang mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan dirumah. dukun bayi dirasakan mempunyai beberapa
kelebihan disbanding bidan / dokter yaitu dukun bayi mampu memberikan
pelayanan yang paripurna mulai dari menolong persalinan sampai memimpin
upacara kelahiran bayi. Dukun bayi juga siap setiap saat dibutuhkan, memberikan
rasa nyaman dan aman karena mereka kebanyakan dituakan, begitu juga
hubungan kekeluargaan membuat kehadiran dukun bayi dalam hal tertentu sulit
digantikan oleh bidan.
Dalam masa nifas, dukun biasa dipakai untuk melakukan pijatan pada bagian
perut, kebanyakan masyarakat mempercayai hal tersebut sebagai salah satu cara
agar rahim pulih lebih cepat namun, hal ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah.
Bedanya dengan tenaga kesehatan para bidan memiliki beberapa tugas dalam
mengelola masa nifas yakni, mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia
uteri, mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan
rujukan bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling pada ibu dan keluarga
tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
c. Adat Istiadat yang berlaku di setiap wilayah
Begitu banyak praktik pantangan – pantangan yang masih dianut dimasyarakat
yang merugikan kesehatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan kurangnya informasi serta adat istiadat yang dapat
merugikan kesehatan khususnya ibu nifas. Mitos atau disebut juga kepercayaan
banyak berkembang dikalangan masyarakat kita. Mitos sekitar ibu nifas yang
berkembang di masyarakat.
Penelitian (Iskandar dkk 1996 dalam Afshawati,2013) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi
Vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan)”Kodok”
(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk mengeluarkan plasenta)
atau “nyanda” (setelah persalinan ,ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki
diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan).
Soal UKMPPD dan Pembahasan

1. Seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke dokter untuk kunjungan


kehamilan, diberi edukasi tentang nifas dan pasca salin. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, frekuensi nafas
20 x/menit dan suhu 36,50C. Berapa kali minimal kunjungan pada saat masa
nifas?
A. 1 kali
B. 2 kali
C. 3 kali
D. 4 kali
E. 5 kali
 Pembahasan
Asuhan Ibu selama Masa Nifas
 Kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali
 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
 6 hari setelah persalinan
 2 minggu setelah persalinan
 6 minggu setelah persalinan
 Pemeriksaan : tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum,
tandda infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus dan temperatur secara rutin
2. Ny.W, 28 tahun, nyeri pada payudara kanan sejak 1 hari yang lalu. Saat ini
pasien sedang menyusui anaknya yang baru berumur 3 bulan. Pada pemeriksaan
status lokalis tampak kemerahan, batas tidak tegas, nyeri (+). Apa diagnosis yang
tepat?
a. Abses mammae
b. Mastitis
c. Bendungan payudara
d. Penyakit Fibrokistik
e. Karsinoma mammae
 Pembahasan
3. Ny. Q , 25 tahun datang dengan keluhan nyeri pada payudara. Pasien baru saja
melahirkan 1 minggu yang lalu dengan janin meninggal dalam kandungan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan payudara keras, permukaan rata, nyeri saat diraba.
Obat yang terpilih untuk menghentikan produksi ASI pada pasien adalah?
a. Bromokriptin
b. NSAID
c. Progesteron
d. Paracetamol
e. Agonis Luteinizing Hormone
 Pembahasan
 Bromocriptine sebagai anti kolinergik
 Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala dari beberapa kondisi
kesehatan tertentu, yaitu:
1. Hiperprolaktinemia
 Hiperprolaktinemia adalah kondisi ketika tubuh memroduksi prolaktin
terlalu banyak. Gangguan ini akan menyebabkan wanita mengalami
amenorhea, masalah kesuburan, atau hipogonadisme.
 Obat bromokriptin berperan dalam menurunkan kadar prolaktin yang
terlalu tinggi.
2. Penyakit Parkinson
 Pada pasien yang mengalami parkinson, obat bromokriptin akan mengatasi
otot kaki yang kaku dan meredakan tremor.
 Obat ini juga bisa membuat pasien Parkinson lebih mudah berjalan
ketimbang sebelumnya. Bromocriptine juga dapat menurunkan kondisi
tidak bisa bergerak (on-off syndrome).
3. Akromegali
 • Obat ini juga digunakan dapat digunakan sendiri atau dengan pengobatan
lain untuk menurunkan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi
(akromegali).
4. Seorang wanita berumur 28 tahun, datang dengan keluhan perdarahan dari jalan
lahir dan demam. Menurut keterangan pasien, pasien telah melahirkan 1 minggu
yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan lendir bercampur darah dengan bau
yang menyengat, dari pemeriksaan temperatur axila 39,3°C. Diagnosis yang
paling tepat adalah ?
a. Endometrosis
b. Endometriosis
c. Endometritis
d. Hiperplasia endimetrium e. Carcinoma endometrium
 Pembahasan
 Berikan Antibiotik Kombinasi selama 48 jam sampai bebas demam :
 Ampicilin 2 gr/6 jam Metronidazole 500 mg/8 jam Gentamisin 5
mg/kgBB/24 jam
 Endometritis
 Infeksi puerperalis yang paling sering terjadi adalah endometritis. Setelah
masa inkubasi, mikroorganisme menyerbu ke dalam luka endometrium
bekas pelekatan plasenta. Leukosit segera membuat pagar pertahanan,
sehingga keluar serum yang mengandung zat anti, sedangkan otot-otot
berkontribusi kuat untuk menutup aliran darah dan limfe. Endometritis
dapat menghambat involusi. (Obstetri Patologi FK Unpad Edisi 3)
 Endometriosis : terdapat jaringan menyerupai endometrium baik kelenjar
maupun stroma diluar uterus
 Carcinoma endometrium : keganasan primer yang tumbuh di endometrium

Anda mungkin juga menyukai