Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN IMUNISASI

Dosen pembimbing : Ernawati, S.Kp, M.Kep

Oleh :
Robiyanti
PO7120200014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021
A. Terapi Bermain

1. Pengertian Terapi Bermain puzzle

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling penting untuk menatalaksanakan stress, karena hospitalisasi menimbulkan krisis
dalam kehidupaan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan,
maka anak- anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka
alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional dan kesejahteraan anak, seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak rawat dirumah sakit (Wong,
2009).

Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari


bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan
media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.

Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa


media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle
berdasarkan pasangannya.

2. Tujuan terapi bermain puzzle


Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak
akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, dan cinta kasih. Bermain
merupakan unsur yang penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual,
kreativitas dan sosial. Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang
dialaminya. Bermain cara yang baik untuk megatasi kemarahan, kekhawatiran, dan
kedukaan. Tujuan brmain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus
dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau
mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental
sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh
inovatif.
3. Manfaat terapi bermain
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress,
baik bagi anak maupun bagi orangtua. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa
lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stress bagi anak dan
orangtuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit, petugas kesehatan, maupun lingkungan
sosial. Perasaan seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak
menyenangkan lainnya. Untuk itu anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan tersebut dan mampu berkerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam
perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan bermain. Permainan yang
terapeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang
sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan memungkinkan
untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan, pikiran, mengalihkan nyeri, dan
relaksasi. Sehingga kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit (Ahmadi, 2008)
Menurut Adriana (2013) menyatakan bahwa aktivitas bermain yang dilakukan di
rumah sakit memberikan manfaat:
a. Membuang energi ekstra.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan sseluruh bagian tubuh.
c. Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.
d. Anak belajar mengontrol diri.
e. Meningkatkan daya kreativitas.
f. Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri hati.
g. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang lain atau anak lainnya.
h. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
i. Dapat mengembagkan kemampuan intelektualnya.

4. Fungsi bermain puzzle


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
a. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak
usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas
motorik baik kasar maupun halus.
b. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih
diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian
bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini,
anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin
sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan
intelektualnya.
c. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan
hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada
saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman,
memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai social yang ada pada
kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun
demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
e. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang
lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya
menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta
belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya,
merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat
permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang
efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan
nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak
melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau
benar/salah.

5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak


Menurut Sujono (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pola bermain pada anak
yaitu:
a. Tahap perkembangan, setiap perkembangan mempunyai potensi atau keterbatasan
dalam permainan. Alat permainan pada tiap umur berbeda.
b. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotor/kognitif
terganggu. Sehingga ada saat-saat dimana anak sangat ambisius pada
permainannya dan ada saat-saat dimana anak sama sekali tidak punya keinginan
untuk bermain.
c. Jenis kelamin, anak laki-laki dan perempuan sudah membentuk komunitas
tersendiri. Tipe dan alat permainan pun berbeda, misalnya anak laki-laki suka main
bola dan anak perempuan suka bermain boneka.
d. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan
anak.
e. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga
anak menjadi senang.

6. Kategori Permainan
Menurut Saputro dan Intan (2017), terapi bermain diklasifkasikan menjadi 2 yaitu:
a. Bermain Aktif
Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukaan anak, apakah
dalam bentuk kesenangan bemain alat misalnya mewarnai gambar, melipat kertas
origami dan menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan
bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak
kata.
b. Bermain pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang
lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati temannya
bermain atau menonton televisi dan membaca buku. Bermain tanpa
mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenangannya hampir sama dengan
bermain aktif.
7. Klasifikasi bermain
Menurut Wong (2009), bahwa permainan dapat diklasifikasikan :
a. Berdasarkan isinya
1) Bermain afektif sosial (social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Anak mendapatkan kesenangan dari hubungannya
dengan orangtuannya.
2) Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure)
Permainan ini akan menimbulkan kesenangan bagi anak- anak. Permainan ini
membutuhkan alat yang mampu memberikan kesenangan pada anak, misalnya
menggunakan pasir untuk membuat gunung-gunung, menggunakan air yang
dipindahkan dari botol, atau menggunakan plastisin untuk membuat sebuah
konstruksi.
3) Permainan keterampilan (skill play)
Permainan ini akan meningkatkan keterampilan bagi anak. Khususnya
keterampilan motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan tersebut
diperoleh melalui pengulangan kegiatan dari permainan yang dilakukan.
b. Berdasarkan karakteristk sosial
1) Solitary Play
Permainan ini dimulai dari usia bayi dan merupakan permainan sendiri atau
independent. Walaupun ada orang disekitarnya bayi atau anak tetap
melakukan permainan sendiri. Hal ini karena keterbatasan mental, fisik, dan
kognitif.
2) Paralel Play
Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang. Permainan ini dilakukan
anak balita atau prasekolah yang masing-masing mempunyai permainan yang
sama tetapi satu sama lainnya.
3) Asosiative play
Permainan kelompok dengan atau tanpa tujuan kelompok. Permainan ini
dimulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah. Permainan
ini merupakan permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang
sama tetapi belum terorganisir secara formal.
4) Cooperative play
Suatu permainan yang dimulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan
pada usia sekolah dan remaja.
5) Therapeutik play
Merupakan pedoman bagi tenaga dan tim kesehatan, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat
membantu dalam mengurangi stress, cemas, memberikan instruksi dan.
8. Prinsip bermain dirumah sakit
Meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit, tugas pekembangan
tidaklah terhenti. Hal ini bertujuan, melanjutkan tumbuh dan kembang selama
perawatan, sehingga kelangsungan tumbuh kembang dapat berjalan, dapat
mengembangkan kreativitas dan pengalaman, anak akan mudah beradaptasi terhadap
stress karena penyakit yang dialami. Prinsip bermain di rumah sakit yaitu:
a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan
sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
c. Kelompok usia yang sebaya.
d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.
e. Melibatkan orang tua atau keluarga (Suriadi & Rita, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba
Medika

Desidel, Z. (2011). Buku Ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: EGC Elvira, Sylvia.
(2008). Gangguan Panik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia
Kaluas, Inggrith, Amatus Yudi I, & Rina Margareth K. (2015). Perbedaan Terapi Bermain
Puzzle dan Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekoah (3-6 tahun)
Selama Hospitalisasi di Ruang Anak RS Tk. III R.W. Mongisidi Manado. e-Journal
Keperawatan (e-Kp). Diakses melalui https://ejournal.unsrat.ac.id pada 28 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai