Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PENURUNAN KESADARAN
( ee/dd MENINGOENCEPHALITIS)

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis


1. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang


mengelilingi otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah
peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi
& Yuliani, 2010).

Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat


infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera
traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal
juga muncul sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai
komplikasi dari penyakit limfe (Brunner & Suddart, 2013).
2. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai
dengan faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis,
sepsis dan tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis
ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus
seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang
biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis
virus dan tidak di temukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan
terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau
respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis
sel yang terlibat.
b. Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme
bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis
(meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan
haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich &
McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi
biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam
rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis
tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

3. Penyebab
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau
kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora
dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia
collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada
anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di
sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
 Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
 Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin
dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
 Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).
4. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui
sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat
melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral
atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur
dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan
antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya
mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel,
dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan
obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus.
Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya
merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF
akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan
otak yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).
5. Tanda dan Gejala
Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a. Meningitis bakteri
 Neonatus: tanda-tanda Spesifik
• Sangat sulit menegakkan diagnosis
• Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
• Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
• Menolak pemberian susu/makan
• Kemampuan menghisap buruk
• Diare
• Tonus otot buruk
• Penurunan gerakan
• Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada
akhir perjalanan penyakit
• Leher biasanya lemas (supel)
 Neonatus: tanda-tanda non spesifik
• Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
• Ikterus
• Iritabilitas
• Mengantuk
• Kejang
• Pernapasan ireguler atau apnea
• Sianosis
• Penurunan berat badan
 Bayi dan anak yang masih kecil
• Demam
• Pemberian makan buruk
• Vomitus
• Iritabilitas yang nyata
• Serangan kejang (sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)
• Fontanela menonjol
• Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
• Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu
dalam penegakan diagnosis
 Anak-anak dan remaja
• Demam
• Menggigil
• Sakit kepala
• Vomitus
• Perubahan sensorik
• Kejang
• Iritabilitas
• Agitasi
• Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
• Dapat berlanjut menjadi opistotonus
• Tanda kernig dan brudzinski positif
• Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya
jika disertai dengan keadaan mirip syok
• Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak
atau bertahap. Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam,
malaise, gejala gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen
yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri
abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering
ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta
nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam
mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara
spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari
tanpa dampak yang tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :


Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal
berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –
lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja.
Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis
dantidur nya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri
kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering di jumpai.
Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan
meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan
timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun
menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata
sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh
menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul
stupor.Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih
dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan
pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernapasan cheyne
Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa
kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak
mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya,
namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum
anak meninggal (Ngastiyah, 2012).

6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan
pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada
jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi peningkatan TIK
yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien koma
pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan
kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi
sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam
terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh
secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami
vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi &
Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi
pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang
muncul pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan penurunan
kesadaran serta positifnya pemeriksaan ransangan meningeal pada
anak (Muttaqin, 2008).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
 Meningitis purulenta
1. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
2. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang dengan
dosis yang sama 15 menit kemudian.
3. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya
(yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara
intramuskular.
4. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75
mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital
dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan
selama 2 hari.
5. Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi
dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena
dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi
lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal
pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum
normal pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas
atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji
resisten kuman.
 Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis
adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa
aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
 Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan
O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma
juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung
urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia
dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang
kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan
khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat hasil
observasi pasien.
 Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi
cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam
perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat
dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar
mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan,
teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada sendi-
sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar
kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
 Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap
lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah
satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut
menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu
terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan
baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan
tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan
tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012).
 Penatalaksanaan kejang
a. Airway
- Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
- Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
- berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
- Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
- Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
- Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
8. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak
mengalami kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan
dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan
pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah
terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib
(Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat
komplikasi dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu
vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit
TBC, pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis
a. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
1. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
 Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala
dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya
kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan
apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut. Terkadang pada sebagian anak mengalami penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi
letargi, tidak responsif dan koma.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang
meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat
sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian
imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian
tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil
(Muttaqin, 2008).
 Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan
adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan
seperti retardasi mental,gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
3. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS
yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
 Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-
37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50
x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
 Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada
anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan
ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan
lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak (Wong, dkk, 2009).
 Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui
pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
 Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
 Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
 Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.
 Dada
- Thoraks
a. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
b. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan
biasanya tidak ditemukan kelainan.
c. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer
dari paru.
- Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).
 Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
 Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan
pada alat gerak.
 Genitalia, jarang di temukan kelainan.
 Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
- Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis
yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang
tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
- Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
- Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
- Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
- Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
- Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk.
- Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
 Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
 Pemeriksaan ransangan meningeal
 Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
 Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
 Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
• Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
• Pewarnaan gram CSS
• Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
• Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.
Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak
Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak
Normal Meningitis Meningitis
viral bakterial
Penampakan Jernih Jernih atau Berkabut atau
agak purulen
keruh
Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑
Glukosa 3-6 3-6 ↓
mmol/L

Sumber : Meadow & Newell (2006).

e. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan
leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi
bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis
yang buruk terutama pada penyakit akibat meningokokus dan
pneumokokus. Sama halnya dengan memanjangnya waktu
protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal :
5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-400.000/mm3, Hb
normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
 Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).
 Pemeriksaan cairan dan elektrolit
- Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L, K+
normal : 3,5-5,1 mmol/L).
- Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
 Pemeriksaan kultur
- Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
- Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
- Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali
faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri
atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017, diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses
inflamasi, edema pada otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan kesadaran.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.

c. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009),menjelaskan teori
rencana keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan
diatas adalah :
Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis. 5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida Hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien
7) Urine output terhadap oksi
8) Capillary refill.
b. Status neurologi Manajemen edema
1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik 1. Monitor adanya
dan motorik kranial kebingungan, perubahan
3) Tekanan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang sesuai
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada
pasien
9. Posisikan tinggi
o
kepala 30 atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai dan
karakteristik pengeluaran
cairan serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
Kriteria hasil : hari dan monitor status
Batasan 1) Tekanan darah pasien
karakteristik 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang
a. Haus intake output dalam popok dengan baik
b. Kelemahan 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung hemodinamik
kosentrasi urine dan lembek 7. Monitor tanda-tanda
h. Peningkatan 10) Kehausan vital
suhu tubuh 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
i. Penurunan berat seperti yang
badan tiba-tiba b. Dehidrasi ditentukan
j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
haluan urine 1) Warna urine keruh tepat
k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral
l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan
tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk
m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam
turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan
tubuh. dengan baik
Faktor yang 12. Berikan produk-
berhubungan produk darah.
a. Kegagalan
mekanisme Manajemen elektrolit
regulasi 1. Monitor nilai serum
b. Kehilangan elektrolit abnormal
cairan aktif. 2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Pertahankan
kepatenan akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat melakukan
analisis level elektrolit
(ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan
dan prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.

3. Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi trakea dengan tepat
karakteristik pernapasan 2. Pertahankan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan kepatenan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang
otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan
penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat
kapasitas vital tambahan pemberian oksigen
e. Penurunan 6) Retraksi dinding secara berkala untuk
tekanan dada memastikan bahwa
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat kosentrasi yang telah
f. Penurunan 8) Atelektasis. di tentukan sedang di
tekanan berikan
inpsirasi b. Status pernapasan : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan kepatenan jalan masker oksigen/kanul
bibir nafas nasal setiap kali
h. Pernapasan Kriteria Hasil : perangkat diganti
cuping hidung 1) frekuensi pernapasan 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas 2) pernapasan cuping tanda keracunan
abnormal hidung oksigen dan kejadian
j. Takipnea. 3) mendesah atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi sebelum dan sesudah
a. Batuk yang pernapasan suctioning
tidak efektif 2) Irama pernapasan 3. Informasikan pada
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk klien dan keluarga
c. Dispnea mengeluarkan tentang suctioning
d. Mata terbuka sekret 4. Monitor status oksigen
lebar 4) Penggunaan otot pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan
f. Sianosis nasal untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan
berhubungan nafas ventilasi.
a. Infeksi 4) Kapasitas vital 3. Lakukan fisioterapi
b. Difungsi dada bila perlu
neuromuskular 4. Auskultasi suara nafas
c. Mukus , catat adanya suara
berlebihan tambahan
d. Benda asing di 5. Monitor respirasi dan
jalan nafas. status O2

Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan
nafas dalam
3. Dorong pasien untuk
tarik nafas dalam
selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut
turut

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-
karakteristik tanda vital
1) Merasa merinding
a. Apnea lainya
saat dingin
b. Bayi tidak dapat 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
mempertahanka dan suhu
panas
n menyusu 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
c. Gelisah keluaran, sadari
4) Melaporkan
d. Hipotensi perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
e. Kulit cairan yang tak di
5) Perubahan warna
kemerahan rasakan
kulit
f. Kulit terasa 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
hangat IV
g. Latergi 5. Tutup pasien dengan
h. Kejang selimut atau pakaian
i. Koma ringan
j. Stupor 6. Dorong konsumsi
k. Takikardia cairan
l. Takipnea 7. Fasilitasi istirahat,
m. Vasodilatasi terapkan pembatasan
aktivitas jika di
Faktor yang perlukan
berhubungan 8. Berikan oksigen yang
a. Peningkatan sesuai
laju 9. Tingkatkan sirkulasi
metabolisme udara
b. Penyakit 10. Mandikan pasien
c. Sepsis dengan spon hangat
dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)


DAFTAR PUTAKA

Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi


Andareto Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu
Semesta

Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator


Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Sari Pediatri,vol5.

Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas


2007.http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional
%20Riskesdas%202007.pdf. Diakses pada tanggal 10 ferbruari
2021, Pukul 11.05

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan
Pediatri: Edisi 5. Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta:
EGC. Bulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC) Edisi Ke-6.

Kemenkes. 2015. Buku Ajar Imunisasi Cetakan II. Jakarta selatan: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005, Pediatrika. Jakarta: Erlangga
Meisadona, dkk, 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterialis.

Moorhead,et.al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Ke-5.


Singapore: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai