1. PENDAHULUAN
Uni Eropa, melalui the First Action Plan for Innovation in Europe 1996 pada
awalnya menetapkan tiga prioritas, yaitu:
1. Menumbuhkembangkan budaya inovasi;
2. Menciptakan suatu kerangka legal regulasi, dan keuangan yang kondusif
bagi inovasi; dan
3. Mendorong/menggerakkan riset lebih erat dengan inovasi baik pada tataran
nasional maupun Komunitas Eropa.
302 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Semangat mengejar ketertinggalan Uni Eropa, terutama dari Amerika Serikat, memotivasi
upaya-upaya bersama dari the Innovation Action Plan, yang pada intinya mendorong tujuan bersama
terutama mendorong inovasi di seluruh Eropa, mengembangkan regulasi yang lebih baik bagi
perkembangan inovasi, mendorong pasar yang dinamis bagi pengetahuan, meningkatkan investasi
dalam inovasi, meningkatkan keterampilan bagi inovasi, dan mengembangkan penadbiran inovasi
yang efisien.
Selanjutnya menindaklanjuti the Lisbon Strategy di tahun 2000, Uni Eropa (EC, 2000),
menetapkan lima agenda utama kebijakan, yaitu:
1. Koherensi kebijakan inovasi.
2. Kerangka regulasi yang kondusif bagi inovasi.
3. Mendorong penciptaan dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan inovatif.
4. Memperbaiki antarmuka (interface) yang penting dalam sistem inovasi.
5. Masyarakat yang terbuka terhadap inovasi.
Uni Eropa juga mengungkapkan beberapa contoh praktik baik negara (tahun 2000) dalam
konteks tertentu. Untuk klaster dan jaringan misalnya adalah Belanda (kebijakan klaster yang relatif
termaju), Belgia (diseminasi trans-nasional yang aktif, PLATO). Sedangkan menyangkut penadbiran
inovasi, misalnya adalah Finlandia (dewan inovasi sebagai struktur koordinasi), Denmark
(reorganisasi administratif), Inggris (praktik foresight), dan Irlandia (penggunaan program-program
eksperimental).
Sementara itu, Bank Dunia mendorong negara-negara menyikapi kecenderungan
perkembangan ekonomi pengetahuan dengan kerangka K4D (Knowledge for Development) dan
menekankan pada elemen:
1. Insentif ekonomi dan rejim kelembagaan yang memberikan insentif bagi pemanfaatan
pengetahuan yang ada dan yang baru secara efisien serta menyuburkan kewirausahaan.
2. Pengembangan SDM yang terdidik, kreatif dan terampil.
3. Pengembangan infrastruktur informasi yang dinamis.
4. Penguatan sistem inovasi nasional yang efektif.
Diskusi sebelumnya juga membahas contoh praktik kebijakan inovasi di beberapa negara, yang
secara formal ditetapkan melalui dokumen formal maupun diskusi para pakar yang menyarankan
beberapa agenda utama kebijakan inovasi. Untuk Amerika Serikat misalnya, Branscomb dan Keller
(1997) menyarankan enam langkah utama kebijakan, yaitu:
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 303
Bab ini selanjutnya akan mendiskusikan kerangka kebijakan daerah secara umum, dengan
memetik pelajaran dari praktik di beberapa negara, dan menyesuaikannya dengan konteks Indonesia
secara nasional maupun daerah pada umumnya. Kerangka kebijakan yang diajukan di sini lebih
dilandaskan pada penelaahan sistem inovasi Indonesia (Bab 6), penggalian isu-isu kebijakan (Bab 7),
dan pokok-pokok pikiran tentang strategi inovasi daerah seperti yang telah disampaikan pada Bab 8.
2. KERANGKA LEGISLASI
Kerangka legislasi sangat penting sebagai landasan legal bagi para aktor dalam sistem inovasi
untuk berperan efektif. Kerangka legislasi seyogyanya memberikan pijakan apa yang dinilai penting
dan memungkinkan berkembangnya sinyal-sinyal ekonomi yang tepat bagi para pelaku untuk
berfungsi dan berkontribusi bagi perkembangan sistem inovasi daerah yang maju dan dinamis, sesuai
dengan potensi terbaik setempat.
Secara konsep, sistem ilmu pengetahuan dan teknologi (sistem iptek) merupakan bagian
integral dari sistem inovasi (pada beragam tataran). Karena itu sangat logis menempatkan kebijakan
strategis pembangunan sistem iptek di daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan
strategis pembangunan sistem inovasi daerah yang bersangkutan. UU No. 18/2002 tentunya
merupakan salah satu acuan dalam menyusun kebijakan strategis daerah berkaitan dengan
pembangunan sistem iptek di daerah. Dengan memahami konsep tersebut dan mengacu kepada UU
No. 18/2002, maka beberapa hal penting berikut merupakan hal yang patut dipertimbangkan dalam
perancangan kebijakan daerah.
Namun tentu perlu diingat bahwa sistem iptek (pada tingkat daerah ataupun nasional)
merupakan bagian integral dari sistem inovasi (pada tingkat daerah ataupun nasional). Karena itu
sangat logis bila muncul anggapan bahwa kebijakan strategis iptek (pada tingkat daerah ataupun
nasional) merupakan bagian integral dari kebijakan strategis inovasi atau strategi inovasi (pada tingkat
daerah ataupun nasional).
Walaupun perundangan yang ada ”baru” mewajibkan perlunya kebijakan strategis
pembangunan iptek, namun ini baru merupakan prasyarat minimal bagi peningkatan daya saing
daerah. Yang sangat diperlukan adalah kebijakan strategis berkaitan dengan sistem inovasi (daerah).
Dalam kaitan ini, perundangan terbaru tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) dan
beberapa perundangan lainnya merupakan komplemen (bagi UU No. 18 tahun 2002) untuk
perumusan kebijakan strategis inovasi daerah.
Simplifikasi tentang bagaimana keterkaitan, kesejalanan dan koherensi kebijakan inovasi
nasional dan daerah dalam pengembangan sistem inovasi, serta bagaimana keterpaduan kebijakan
inovasi perlu dikembangkan di daerah ditunjukkan pada Gambar 9.1 dan 9.2.
304 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Perundangan
terkait lain
Perpres No.7/2005
Legislasi Nasional
(Khususnya UU No.18/2002)
Strategi Inovasi Nasional
Kebijakan Strategis
Landasan
Bangnas Iptek
bagi
Koherensi
kebijakan
Legislasi di Tingkat Daerah
(misalnya Perda, jika Strategi Inovasi Daerah
dipandang perlu)
Kebijakan Strategis
Bangda Iptek
Sisda P3Iptek
Sisnas P3iptek
Gambar 9.1
Kerangka Keterkaitan, Kesejalanan dan Koherensi
Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengembangan Sistem Inovasi.
Perundangan
UU No.20/2003 Perundangan
Lain yang
Kebijakan Strategis SISDIKNAS “Sektoral”
Relevan
Bangnas Iptek
Koherensi
kebijakan
Kebijakan Strategis
Bangda Iptek Bagian
Integral
RPJMD
Strategi Inovasi Daerah
(Kebijakan Strategis RENCANA PEMBANGUNAN
Pengembangan JANGKA MENENGAH DAERAH
Sistem Inovasi Daerah) (RPJPMD)
Gambar 9.2
Simplifikasi Kerangka Keterpaduan Legislasi di Daerah Terkait dengan Sistem Inovasi Daerah.
Dalam UU No. 18 tahun 2002 tidak dijelaskan secara spesifik yang dimaksud dengan ”daerah”
dalam konteks ini, apakah ”daerah provinsi” saja atau ”daerah kabupaten/kota” saja atau keduanya.
Tetapi disebutkan dalam UU tersebut bahwa yang dimaksud dengan ”pemerintah daerah” adalah
kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Ini artinya
pengertian daerah menyangkut "provinsi” maupun ”kabupaten dan kota.” Selain itu, tentunya
mengingat pembangunan bidang iptek khususnya dan sistem inovasi umumnya juga merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam arti pada seluruh tataran, maka pengertian ”daerah” dalam hal ini
menyangkut baik ”pemerintah provinsi” maupun ”pemerintah kabupaten/kota.”
Dalam Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009, disebutkan dalam Bab 22 (Peningkatan Kemampuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi), diungkapkan beberapa permasalahan lemahnya daya saing bangsa
dan kemampuan iptek, yaitu:
1. Rendahnya kemampuan iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global menuju KBE.
2. Rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi.
3. Belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas
penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna.
4. Lemahnya sinergi kebijakan iptek, sehingga kegiatan iptek belum sanggup memberikan hasil
yang signifikan.
306 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
5. Masih terbatasnya sumber daya iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan
kesenjangan pendidikan di bidang iptek.
6. Belum berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat.
7. Belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup.
8. Masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam.
Berkaitan dengan itu, Perpres No. 7 tahun 2005 tersebut juga menetapkan bahwa sasaran dari
“Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” adalah:
1. Tumbuhnya penemuan iptek baru sebagai hasil litbang nasional yang dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan nilai tambah dalam sistem produksi dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan secara lestari dan bertanggung jawab.
2. Meningkatnya ketersediaan, hasil guna, dan daya guna sumber daya (SDM, sarana, prasarana
dan kelembagaan) iptek.
3. Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil litbang oleh dunia
usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi dalam industri nasional, serta
tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka sistem inovasi nasional.
4. Terwujudnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya kreativitas, sistem pembinaan dan
pengelolaan hak atas kekayaan intelektual, pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, arah kebijakan dalam “Peningkatan Kemampuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi” adalah untuk:
1. Mempertajam prioritas penelitian, pengembangan dan rekayasa iptek yang berorientasi pada
permintaan dan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha dengan roadmap yang jelas.
2. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas iptek dengan memperkuat kelembagaan, sumber daya
dan jaringan iptek di pusat dan daerah.
3. Menciptakan iklim inovasi dalam bentuk pengembangan skema insentif yang tepat untuk
mendorong perkuatan struktur industri.
4. Menanamkan dan menumbuhkembangkan budaya iptek untuk meningkatkan peradaban.
Detail setiap program selanjutnya dapat dilihat dalam dokumen Perpres No. 7 tahun 2005
tersebut.
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 307
KRT (didukung oleh DRN) merumuskan dan menetapkan tujuan strategis dalam ”Kebijakan
Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2000 – 2004” (versi revisi dari dokumen sebelumnya), yaitu:
1. Penguatan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
2. Pemantapan tatanan sosial politik.
3. Reposisi kelembagaan iptek.
4. Peningkatan kemandirian dan keunggulan.
5. Penyelarasan dengan perkembangan global.
Saat buku ini disusun, Jakstra Iptek terbaru masih dalam proses perumusan.
Beberapa pokok pikiran dalam UU No. 18 tahun 2002 dengan implikasi pentingnya bagi daerah
adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 9.1. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 18 tahun 2002,
daerah perlu membentuk Dewan Riset Daerah (DRD). Mengingat DRD merupakan kelembagaan non-
struktural yang peran utamanya dalam penadbiran kebijakan inovasi adalah sebagai ”badan
penasihat” (advisory body), maka daerah perlu mengembangkan bentuk yang dinilai paling sesuai
untuk menghindari tumpang tindih kelembagaan yang tidak efisien. Bagi daerah yang telah
mengembangkan kelembagaan dengan fungsi sejenis atau lebih luas dari bidang riset, maka salah
satu alternatif adalah memperkaya fungsi kelembagaan tersebut dengan fungsi yang perlu
dilaksanakan oleh DRD. Pilihan ini perlu dikaji misalnya untuk daerah yang telah mengembangkan
forum/dewan peningkatan daya saing daerah (lihat Bab 8).
Tabel 9.1 Beberapa Pokok Pikiran dalam Kerangka Kebijakan Iptek di Daerah
(UU No. 18/2002, Pasal 20).
Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya (terutama dalam Bab 7), terdapat 6 (enam)
kelompok isu umum sangat penting yang perlu memperoleh perhatian dan penanganan prioritas
berkaitan dengan pengembangan sistem inovasi daerah, sebagai berikut:
1. Kelemahan kerangka umum. Ini antara lain terkait dengan:
Isu umum mendasar yang terkait dengan sistem inovasi, seperti:
Regulasi yang menghambat;
Kelemahan lingkungan legal dan regulasi (yang diperlukan);
Kelemahan infra- dan supra-struktur pendukung perkembangan inovasi;
Administrasi yang birokratif;
Keterbatasan pembiayaan/pendanaan inovasi;
Isu perpajakan yang tidak kompetitif bagi aktivitas inovasi;
Kelemahan keperdulian dan implementasi perlindungan HKI.
4. Persoalan budaya inovasi. Beragam isu yang diungkapkan tersebut pada dasarnya juga
menunjukkan belum berkembangnya kultur dalam masyarakat (pelaku bisnis, pembuat
kebijakan, aktor-aktor litbang, lingkungan akademis dan masyarakat secara umum) yang
mendukung bagi kemajuan inovasi dan kewirausahaan secara umum. Ini antara lain berkaitan
dengan:
Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap pentingnya semangat kreativitas/inovasi
dan profesi kewirausahaan;
Belum berkembangnya pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan dan sistem
pendidikan yang belum mendukung perkembangan hal ini;
Keterbatasan SDM bertalenta di daerah, dan masih rendahnya mobilitas dan interaksi
dari dan antaraktor penting bagi perkembangan kewirausahaan dalam masyarakat;
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 309
5. Kelemahan fokus, rantai nilai, kompetensi dan sumber pembaruan ekonomi dan sosial.
Kelemahan dalam bisnis maupun non bisnis yang saling terkait, yang sangat penting bagi
dinamika ekonomi dan sebagai landasan bagi pembentukan keunggulan daya saing yang khas:
Keragaman aktivitas bisnis yang belum mengarah pada, dan belum berkembangnya
kompetensi daerah yang penting bagi, pembentukan potensi keunggulan yang lebih
terfokus;
Struktur dan keterkaitan dalam bisnis beserta aktivitas non-bisnis pendukungnya yang
lemah;
Masih rendahnya kepemimpinan dan kepeloporan dalam pemajuan inovasi dan
difusinya;
Relatif rendahnya perkembangan/regenerasi perusahaan-perusahaan baru (pemula)
yang inovatif;
Ketertinggalan mayoritas pelaku bisnis (UKM) untuk dapat memanfaatkan dan
mengembangkan peluang dari kemajuan/perkembangan yang terjadi.
6. Tantangan global. Seperti telah didiskusikan, berbagai kelemahan yang dimiliki pada akhirnya
mempengaruhi tingkat kesiapan Indonesia (pada tataran nasional maupuan daerah) berperan
di arena global beserta beragam kecenderungan perubahan yang berkembang untuk dapat
meminimalisasi dampak negatifnya dan memaksimumkan kemanfaatan bagi masyarakat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan menjabarkan pokok-pokok pikiran tentang strategi
inovasi yang didiskusikan dalam Bab 8, maka diajukan 6 (enam) kelompok ”tema” utama (agenda
utama) kebijakan inovasi yang menurut hemat penulis perlu dikembangkan di daerah. Ini tentu tidak
perlu ditafsirkan bahwa seluruhnya merupakan ranah monopoli daerah dan harus dilakukan dengan
sumber daya dan kapabilitas daerah sendiri sepenuhnya. Namun tentu saja, sikap proaktif dan
keprakarsaan/kepeloporan daerah sendiri merupakan kunci bagi implementasi agenda ini dalam
pemajuan/pengembangan sistem inovasi dan daya saing daerah yang bersangkutan. Keenam tema
utama ini, yang juga merupakan tujuan strategis pengembangan sistem inovasi daerah adalah:
1. Mengembangkan kerangka umum yang kondusif bagi inovasi.
2. Memperkuat kelembagaan dan daya dukung iptek/litbang serta mengembangkan
kemampuan absorpsi UKM.
3. Menumbuhkembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik
baik/terbaik dan/atau hasil litbang.
4. Mendorong budaya inovasi.
5. Menumbuhkembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan
klaster industri daerah dan nasional.
6. Penyelarasan dengan perkembangan global.
310 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Tujuan strategis kebijakan inovasi daerah tentu akan sangat kontekstual dengan daerah
masing-masing. Apa yang disampaikan di sini lebih merupakan tujuan strategis yang dipandang
umum (generik) bagi hampir semua daerah. Hal ini didasarkan pada persoalan umum yang
berkembang di Indonesia sejauh ini dan isu-isu ”universal” serta praktik-praktik baik (terbaik) terkait
dengan sistem inovasi yang dapat dipetik dari beragam pelajaran negara lain.
Pada dasarnya setiap pemerintah (pusat maupun daerah) perlu memecahkan persoalan/
tantangan yang dihadapi melalui struktur administratif dan instrumen-instrumen kebijakan yang
dikembangkan sebagai respons terhadap persoalan-persoalan di masa lalu. Umumnya, intervensi
dilakukan lebih pada bidang teknologi untuk mengatasi persoalan kegagalan pasar. Namun, seperti
telah dibahas pada bagian-bagian sebelumnya, persoalan kegagalan sistemik perlu dipecahkan
karena persoalan-persoalan inilah yang umumnya menentukan berfungsinya sistem inovasi,
menghambat aliran efektif teknologi, pengetahuan dan/atau praktik baik/terbaik dan tentunya juga
mengurangi efektivitas maupun efisiensi upaya dan hasil-hasil litbang.
Ada 2 (dua) bagian utama yang terkait dengan kebijakan inovasi daerah yang perlu
dikembangkan. Bagian pertama berkaitan dengan kerangka dasar kebijakan inovasi daerah, dan
bagian kedua berkaitan dengan tema/agenda kebijakan inovasi yang bersifat khusus untuk beberapa
tujuan strategis daerah, yang secara ringkas adalah seperti berikut.
Tujuan utama agenda ini pada dasarnya adalah mengembangkan kerangka umum yang
kondusif bagi perkembangan inovasi. Bagian pertama yang perlu dibenahi di daerah secara umum
adalah berkaitan dengan kerangka mendasar bagi pengembangan sistem inovasi. Penataan
mendasar termasuk penataan/pengembangan basisdata daerah berkaitan dengan sistem inovasi
daerah. “Kelemahan data” merupakan kelemahan umum bagi perencanaan dan kebijakan di
Indonesia, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Tatanan kelembagaan (dalam arti luas) yang tepat penting untuk memecahkan persoalan ini,
terutama berkaitan dengan: “mengembangkan kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan
inovasi.” Pemajuan inovasi di daerah tidak semata mendorong peningkatan litbang, difusi hasilnya
atau aktivitas inovasi sektor swasta, tetapi juga inovasi atau perbaikan di lingkungan pemerintahan
dan perbaikan kebijakannya. Agenda ini pada intinya berkaitan dengan tujuan menciptakan iklim
daerah yang kondusif, khususnya bagi bisnis, dan perkembangan sistem inovasi daerah pada
umumnya. Pada dasarnya, hal ini berkaitan dengan konteks ekonomi makro, kebijakan fiskal, dan
beberapa hal lain yang menjadi ”ranah” pemerintah pusat. Walaupun begitu pada konteks tertentu,
pemerintah daerah memiliki peran sangat penting misalnya berkaitan dengan perijinan bisnis dan
investasi, penyediaan infrastruktur dasar, dukungan aksesibilitas, kualitas hidup, dan lainnya. Selain
itu, terkait dengan ini, daerah dipandang perlu untuk mengembangkan landasan legal khusus yang
berkaitan dengan pengembangan sistem inovasi daerah masing-masing.
Tindakan yang diperlukan dan dinilai mendesak antara lain adalah:
a. Perbaikan (reformasi) kebijakan inovasi daerah. Prakarsa yang perlu diprioritaskan
terutama adalah:
1. Penghapusan regulasi daerah yang menghambat. Upaya peninjauan (review)
tentang regulasi daerah merupakan langkah awal sangat penting dalam
memastikan tidak adanya hambatan regulasi yang bersifat kontra produktif bagi
perkembangan inovasi di daerah, dan untuk menentukan urgensi memelihara,
menghapus dan/atau memperbaiki regulasi yang ada.
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 311
2. Pengembangan lingkungan legal dan regulasi yang kondusif. Ini berkaitan dengan
kerangka legislasi (misalnya ”Perda”) untuk kebijakan strategis daerah, atau
strategi inovasi daerah (atau kebijakan strategis pengembangan sistem inovasi
daerah, atau setidaknya kerangka legislasi daerah tentang kebijakan strategis
pembangunan daerah di bidang iptek). Kejelasan dan ketegasan legislasi yang
melandasi secara eksplisit strategi inovasi daerah dan hubungannya dengan
kebijakan strategis pembangunan daerah perlu diperhatikan oleh daerah.
Selain itu, setiap daerah perlu melakukan penataan dan pengembangan sistem
basisdata daerah, terutama yang relevan bagi sistem inovasi daerah. Tindakan
yang perlu diprioritaskan adalah penyusunan basisdata daerah (misalnya
pengayaan statistik ”daerah dalam angka” dengan data/indikator penting tertentu
yang relevan dengan sistem inovasi daerah).
Pengembangan lembaga pendukung yang khusus/terspesialisasi dan sangat
dibutuhkan oleh daerah untuk mengembangkan potensi terbaiknya (potensi
keunggulannya) perlu didorong. Ini merupakan salah satu faktor penentu
(determinan) dalam menumbuhkembangkan daya saing atas faktor-faktor lokalitas.
3. Pengembangan penadbiran kebijakan inovasi, termasuk kelembagaan bagi
koherensi kebijakan inovasi. Mekanisme penadbiran yang perlu dikembangkan,
menurut hemat penulis perlu diarahkan untuk menata/mengembangkan/
memperbaiki beberapa pola mekanisme, terutama:
; Kelembagaan kebijakan. Bagaimana penataan pengambilan keputusan
tertinggi di daerah dan peran badan penasihat (advisory body), serta
pelaksana dan aktor lainnya dalam sistem inovasi daerah. Suatu
kelembagaan kolaboratif daerah bagi pengembangan sistem inovasi daerah,
peningkatan daya saing daerah atau sejenisnya (setidaknya bentuk ”Dewan
Riset Daerah/DRD” sebagaimana ketentuan UU No. 18 tahun 2002). Mungkin
bentuk ”Dewan Peningkatan Daya Saing Daerah” juga diperlukan sebagai
suatu bentuk kolaborasi multipihak dan forum pakar di daerah yang juga
berperan dalam perbaikan koordinasi, fasilitasi dan pemikiran tentang arah,
kebijakan strategis dan program utama di daerah berkaitan dengan
pengembangan sistem inovasi daerah atau peningkatan daya saing daerah.
Mekanisme koordinasi kebijakan inovasi perlu dikembangkan, baik di setiap
daerah, maupun antara suatu daerah dengan ”pihak luar” (daerah lain,
pusat/nasional, internasional).
; Strategi Inovasi Daerah (Kebijakan Strategis Inovasi Daerah). Ini terkait
dengan yang disampaikan pada butir 2, adanya dokumen strategis sangat
penting agar semua pihak yang berkepentingan dapat memahami arah,
prioritas, serta kerangka kebijakan pemerintah daerah di dalam
pengembangan sistem inovasi daerah (atau setidaknya di bidang iptek).
Dokumen strategis ini juga berfungsi sebagai acuan/pedoman bagi para
pemangku kepentingan dalam melaksanakan perannya dalam
pengembangan/penguatan sistem inovasi daerah. Dengan demikian
pengembangan/penguatan sistem inovasi menjadi agenda bersama para
pihak di daerah (termasuk peran-peran lembaga lain di daerah yang
bersangkutan).
; Program payung (umbrella program) yang menjadi alat pengarah fokus,
koordinasi dan kolaborasi di daerah maupun antara daerah dengan pihak lain
(termasuk pusat). Menjadikan pengembangan/penguatan sistem inovasi dan
daya saing daerah sebagai salah satu tema utama/sentral daerah (”Gerakan
Membangun Inovasi dan Daya Saing Daerah ~ GERBANG INDAH”)
merupakan salah satu contoh yang dapat dikembangkan. Prakarsa dari tema
312 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Penetapan target/sasaran investasi litbang 3% (terhadap PDB) seperti dilakukan oleh Uni
Eropa, atau 2% seperti disarankan UNESCO atau besaran tertentu yang ditetapkan oleh
masing-masing negara, mungkin masih merupakan ukuran kuantitatif yang terlalu
”ambisius” bagi Indonesia, atau daerah-daerah umumnya di Indonesia. Namun, investasi
inovasi yang memadai sangatlah penting bagi pemajuan sistem inovasi. Penetapan
sasaran proporsi dana litbang terhadap PDB atau PDRB sebesar 1 – 2% atau lebih, atau
sasaran proporsi dana aktivitas inovasi terhadap PDB atau PDRB (termasuk iptek)
sebesar 2 – 3% atau lebih dalam kurun waktu 5 – 10 tahun mendatang nampaknya
merupakan salah satu upaya perbaikan investasi inovasi yang perlu dipertimbangkan.
Jika tidak, potensi semakin melebarnya ketertinggalan dari negara/daerah lain di masa
datang akan sangat besar.
Tentu ini tidak serta-merta harus diartikan bahwa seluruhnya perlu dilakukan oleh
pemerintah (termasuk pemerintah daerah), walaupun peran pemerintah dan pemerintah
daerah terutama di masa-masa awal pengembangan, sangatlah menentukan. Upaya
peningkatan inovasi justru perlu semakin didorong pula melalui investasi inovasi di
kalangan pelaku bisnis. Untuk itu, pemerintah, pemerintah daerah dan para pemangku
kepentingan perlu terus menggali dan mengembangkan alternatif terbaik bagi tujuan ini.
Ketersediaan “pembiayaan/pendanaan berisiko”, merupakan di antara yang selalu dinilai
sebagai faktor penentu perkembangan inovasi dan difusi di berbagai negara. Secara
umum upaya kebijakan untuk ini dilakukan melalui peran pemerintah (secara langsung,
misalnya melalui program/kegiatan iptek atau litbang) dan pengembangan/penguatan
lembaga pembiayaan berisiko, selain tentunya perbaikan sistem pembiayaan yang telah
dikenal luas (perbankan). Walaupun ini umumnya juga merupakan agenda nasional,
namun peran proaktif daerah dalam mengatasi tantangan ini akan sangat menentukan
seberapa cepat daerah yang bersangkutan kelak mampu memanfaatkan kemajuan
inovasi/pengetahuan/teknologi dibanding dengan daerah lain.
d. Peningkatan perlindungan dan pemanfaatan HKI. Keragaman sosial budaya, potensi
alam dan karakteristik daerah lainnya merupakan modal penting bagi daerah bukan saja
dalam memajukan perekonomian daerah, tetapi juga membangun citra daerah (regional
image) dan memposisikan daerah di arena nasional maupun internasional. Peningkatan
perlindungan dan pemanfaatan HKI sangat penting dalam meningkatkan keperdulian
para pihak di daerah tentang pentingnya HKI, memberikan perlindungan hukum dan
meningkatkan kemanfaatan potensi (aset-aset) terbaik setempat serta membangun
keungulan daerah (peningkatan daya saing daerah).
e. Perpajakan dan pengelolaan risiko inovasi. Tujuan yang relevan bagi daerah dalam hal
ini antara lain adalah mengembangkan sistem pajak/retribusi daerah dan pengelolaan
risiko inovasi secara kreatif untuk mendorong investasi inovasi di daerah.
f. Persaingan bisnis yang sehat dan adil. Dalam konteks ini, peran daerah bertujuan
”memastikan” persaingan bisnis yang sehat dan adil secara konsisten di daerah.
Termasuk dalam hal ini misalnya sistem pengadaan pemerintah, perkuatan kelembagaan
pelaku bisnis mikro, kecil, dan menengah, memfasilitasi tindakan-tindakan kolektif
(misalnya litbang kolektif), dan sejenisnya.
Hubungan antardaerah perlu dikembangkan. Penetapan pungutan oleh suatu daerah
yang berpotensi saling merugikan bagi pelaku bisnis dari daerah lain perlu dihindari
karena akan menjadi kontra produktif bagi perkembangan kemitraan yang penting bagi
perkembangan inovasi.
314 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Seperti telah disampaikan, setiap daerah perlu mempertimbangkan beberapa tujuan kebijakan
strategis berikut yang juga sebenarnya merupakan agenda universal, walaupun tentu perlu
memerlukan penyesuaian secara kontekstual. Kelompok ini disebut ”khusus’ dalam arti memiliki
tujuan yang lebih terfokus/spesifik dalam pengembangan sistem inovasi daerah. Beberapa tujuan
kebijakan strategis tersebut adalah sebagai berikut:145
Sehubungan dengan itu, setiap daerah perlu berinisiatif melakukan dan/atau mendorong kajian-
kajian yang sangat dibutuhkan terutama dalam pemajuan/pengembangan sistem inovasi dan daya
saing daerah masing-masing.
145
Tujuan-tujuan kebijakan strategis tersebut tentu hingga batas tertentu akan saling berkaitan satu dengan lainnya.
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 315
UKM adalah kelompok pelaku bisnis di setiap daerah. Perbaikan (upgrading) UKM juga
membutuhkan peningkatan kemampuannya dalam mengakses dan memanfaatkan pengetahuan
(termasuk teknologi, manajemen, praktik-praktik baik, dan lainnya) dan hasil litbang/inovasi serta
mengembangkannya dalam membangun/memperkuat kompetensinya. Karena itu, ”modernisasi UKM”
setempat perlu menjadi salah satu program prioritas setiap daerah.
SDM bertalenta sangat penting bagi perkembangan inovasi dan daya saing daerah. Menarik
dan mempertahankan talenta yang diperlukan oleh daerah merupakan agenda yang perlu
dipertimbangkan. Dalam kerangka jangka panjang, pengembangan SDM bukan sebatas memberikan
pelatihan-pelatihan, tetapi juga peningkatan dan penyebarluasan talenta di daerah secara lebih
mendasar, terutama untuk menyuburkan perkembangan generasi baru yang kreatif-inovatif di daerah.
“Pembelajaran sumur hidup” (life-long learning) merupakan agenda penting jangka menengah-
panjang bagi daerah dalam mengembangkan sistem inovasi dan daya saing daerah.
Beberapa tindakan untuk menumbuhkembangkan perusahaan-perusahaan baru (pemula) yang
inovatif di daerah perlu dikembangkan atas inisiatif daerah sendiri. Pengenalan/pendidikan dini di
bidang kewirausahaan, pengembangan kewirausahaan di lingkungan pendidikan tinggi dan lembaga
litbang, model inkubator, taman iptek, pelatihan dan pola magang (internship/apprenticeship),
pengembangan lembaga keuangan modal ventura, pengembangan skema-skema insentif keuangan,
pengelolaan risiko, dan pengadaan pemerintah adalah di antara beberapa tindakan (kombinasi
tindakan) yang perlu dipertimbangkan untuk ini.
Sistem inovasi yang kuat dan sesuai dengan karakteristik sosial budaya setempat tidak saja
akan menyuburkan proses peningkatan nilai tambah bisnis dan ekonomi (added value), tetapi juga
lebih memungkinkan bagi penguatan nilai terintegrasi (integrated value), memperbesar modal sosial
(social capital) bagi pemajuan sosial budaya dalam masyarakat, yang secara timbal-balik juga
memperkuat sistem inovasi. Karena itu, nilai-nilai sosial budaya setempat yang positif perlu
dikembangkan dan memperoleh perhatian dan upaya lebih sungguh-sungguh. Di antara tindakan
yang perlu dilakukan adalah inventarisasi (dan dokumentasi), pengembangan/inovasi dan
pemanfaatan pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/technology), serta
perlindungan hukumnya. Langkah-langkah yang mendorong kerjasama/kolaborasi antar berbagai
komponen masyarakat dalam aktivitas pengetahuan/inovasi (termasuk yang bersifat “non-teknologi”)
sangat penting untuk agenda ini.
5. PENJABARAN
Seperti telah dibahas, selain perkembangan perundangan iptek (seperti UU No. 18 tahun 2002
misalnya), beberapa produk hukum lain yang terkait dengan iptek di Indonesia juga ditetapkan
(contoh: perundangan yang berkaitan dengan HKI). Namun tampaknya produk-produk legal tersebut,
selain sebagian masih dalam proses penjabaran yang lebih operasional (misalnya UU No. 18 tahun
2002), masih belumlah cukup untuk dapat mendorong aktivitas iptek dalam memenuhi berbagai
harapan dan kebutuhan masyarakat.
Di antara tantangan ke depan, upaya ”penataan/perbaikan” kebijakan dalam beragam tataran
merupakan prioritas yang perlu terus dilakukan. Upaya tersebut perlu mencakup perbaikan secara
signifikan koordinasi dan koherensi kebijakan, baik antarsektor dan antarpemerintahan daerah
maupun antarpemerintahan yang berbeda (Kabupaten/Kota dengan Provinsi dan Pusat).
Selain itu, semua pihak perlu mendorong prakarsa pengembangan/penguatan atau perbaikan
(kebijakan dan program operasional). Sebab, tanpa ada tindakan, semuanya hanya akan berhenti
pada sekedar ”wacana.” Bagi setiap daerah, isu/tantangan urgen yang tidak dapat diabaikan juga
berkaitan dengan “keperdulian” (awareness), pemahaman dan usulan masukan terkait dengan kedua
hal yang telah disampaikan tersebut, serta prakarsa/inisiatif atau kepeloporan, terutama dalam
konteks masing-masing daerah.
Agenda mengembangkan/memperkuat sistem inovasi daerah bukanlah sekedar agenda satu
instansi semata, melainkan harus dilakukan pada keseluruhan kelembagaan di daerah (bukan
kerangka satu lembaga saja), dan potensi kolaborasi sinergis dengan pihak lain (misalnya lembaga
nasional, perguruan tinggi, daerah lain, pihak internasional) sesuai potensi terbaik daerah. Untuk
maksud tersebut, cakupan bidang kebijakan juga sebaiknya berfokus pada ”pemajuan
pengetahuan/teknologi, inovasi dan daya saing daerah” bukan sekedar bidang iptek. Sementara itu,
cakupan bidang isu sebaiknya berfokus pada tantangan di depan untuk pemajuan daerah, bukan
sekedar persoalan yang dihadapi di masa lalu.
Dalam kaitan ini, pelajaran dari pengalaman praktik pihak lain (termasuk contoh prakarsa) dan
kerangka umum/generik dapat dimanfaatkan, namun perlu disesuaikan dengan konteks masing-
masing daerah.
Kerangka kebijakan sangat penting. Namun hal ini belum menjamin bahwa setiap kebijakan
atau keseluruhan kebijakan akan memberikan dampak signifikan di daerah sesuai dengan harapan.
Untuk itu, setiap kebijakan sebaiknya dirancang instrumennya sebaik mungkin agar dapat memenuhi
“kriteria kebijakan yang baik” sebagaimana telah disampaikan dalam Bab 3. Seperti diilustrasikan
pada Gambar 9.3, para pihak pemangku kepentingan juga perlu terus mengembangkan pola-pola
implementasi untuk meningkatkan proses pembelajaran kebijakan yang lebih baik di daerah. Karena
melalui proses demikianlah perbaikan kebijakan inovasi dapat dikembangkan.
318 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Agenda Rekomendasi
Kebijakan Kebijakan • RANCANGAN
• KAJIAN PENDUKUNG
• ANALISIS DAERAH • RUMUSAN &
• MASUKAN-MASUKAN
• STRATEGI DAERAH KEPUTUSAN
• REKOMENDASI
KEBIJAKAN
• Instrumen kebijakan:
– Aspek legal
Masukan- – Pengorganisasian/
masukan kelembagaan
– Mekanisme operasional
• Manajemen pelaksanaan
Gambar 9.3
Kerangka Kerja Umum bagi Proses Kebijakan dalam Pengembangan Sistem Inovasi Daerah.
Penjabaran kerangka dan indikasi tindakan kebijakan yang disampaikan pada bagian
sebelumnya, biasanya perlu dituangkan dalam bentuk rencana tindak (program dan/atau kegiatan)
dengan periode waktu tertentu (misalnya tahunan). Suatu kerangka logis (logical framework) yang
dikenal cukup luas biasanya perlu disusun untuk merencanakan suatu/serangkaian program dan
kegiatan beserta aspek-aspek pentingnya. Mengingat ini akan lebih bersifat ”kasus spesifik” (termasuk
kemungkinan spesifik tempat), detail tentang hal ini tidak akan didiskusikan dalam buku ini. Kerangka
kebijakan seperti yang didiskusikan dalam Bab 3 (lihat misalnya simplifikasinya dalam ilustrasi
Gambar 3.4 – 3.7) merupakan salah satu alat/cara yang dapat dipertimbangkan dalam analisis dan
desain instrumen kebijakan tertentu yang direncanakan oleh daerah.
Disarankan bahwa daerah mempertimbangkan pengembangan ”program payung” yang
dijabarkan dari strategi inovasi daerah (beserta kerangka dan instrumen kebijakannya) sebagai fokus
agenda utama di daerah, dan dapat berfungsi sebagai alat koordinasi, keterpaduan dan
pengembangan sinergi para pihak, baik di daerah maupun antara daerah dengan pihak dari ”luar”
daerah (ilustrasi Gambar 9.4).
320 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Prioritas
• TUJUAN STRATEGIS • RANCANGAN
• KERANGKA DAN PROGRAM & KEGIATAN
INSTRUMEN • MEKANISME, DSB.
KEBIJAKAN
Tematik “Sektoral/Klaster”
“Daerah”
Program/Kegiatan
Peran
Aktor 1
Aktor 2
Program/Kegiatan
Peran dari
Daerah”
“Luar
Aktor A
Aktor B
Tematik “Horisontal”
“Daerah”
Program/Kegiatan
Peran
Aktor 3
Aktor 4
Peran dari
Program/Kegiatan
Daerah”
“Luar
Aktor C
Aktor D
Gambar 9.4
Ilustrasi Kerangka Program dalam Pengembangan Sistem Inovasi Daerah.
6. CATATAN PENUTUP
Dalam upaya membangun keunggulan daya saing daerah, pengembangan sistem inovasi
daerah kini semakin urgen. Dalam kaitan inilah kebijakan strategis pengembangan inovasi daerah
sangat diperlukan sebagai pendorong, pemerkuat, dan pemercepat proses aliran inovasi dan difusi di
daerah dalam mendukung pemajuan/modernisasi ekonomi daerah. Sehubungan dengan itu, perlu
ditekankan kembali di sini bahwa setiap daerah perlu proaktif berprakarsa untuk:
Membuat/menetapkan inovasi sebagai “jantung” pembaruan/pembangunan dalam keseluruhan
bidang ekonomi di setiap daerah;
Memperbaiki kerangka dan instrumen legislasi serta iklim daerah yang mendukung/kondusif
bagi perkembangan inovasi;
BAB 9 KERANGKA KEBIJAKAN INOVASI DAERAH 321
Agar prakarsa kebijakan inovasi daerah dapat efektif, efisien dan memberikan dampak
bangkitan yang signifikan bagi pemajuan daerah, seyogyanya setiap daerah melakukan hal berikut:
1. Menempatkan kebijakan inovasi sebagai salah satu prioritas dan bagian integral dari kebijakan
daerah, dan mengembangkan:
a. Kerangka kebijakan inovasi daerah.
b. Koherensi pengembangan sistem inovasi daerah (SID) sejalan dengan pengembangan
struktur dan kelembagaan ekonomi dan sosial-budaya daerah.
c. Koherensi kebijakan dan kelembagaan SID yang selaras dan saling memperkuat dengan
kebijakan dan kelembagaan ekonomi dan sosial-budaya daerah.
d. Koherensi kebijakan inovasi daerah dengan kebijakan inovasi nasional.
2. Mengembangkan instrumen-instrumen kebijakan inovasi daerah secara selektif sesuai dengan
kebutuhan dan potensi terbaik daerah:
a. Peningkatan intensitas pembelajaran: jaringan dan interaksi antardaerah, nasional,
regional dan internasional.
b. Investasi dalam pengetahuan/teknologi/inovasi (termasuk litbang) di sektor pemerintah,
swasta, dan non-pemerintah lain di daerah.
c. Mendorong inovasi oleh swasta.
d. Penentuan selektif program/aktivitas inovasi daerah sesuai dengan potensi terbaik
daerah.
3. Melakukan pemutakhiran kerangka dan instrumen kebijakan inovasi daerah sejalan dengan
perkembangan.
Banyak pihak yang berkompeten (termasuk lembaga litbang nasional dan perguruan tinggi,
serta pihak-pihak internasional) yang seyogyanya proaktif membantu daerah dalam upaya/prakarsa-
prakarsa untuk mendukung proses tindakan kebijakan inovasi daerah. Keterlibatannya di daerah
dalam hal ini terutama dalam bentuk:
Mengkaji kekhususan sistem;
Memahami basis pengetahuan yang relevan;
Mengkaji dinamika sistem;
Koordinasi sistem;
Identifikasi eksternalitas pengetahuan, terutama berkaitan dengan untraded aliran
pengetahuan.
322 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Kekhasan faktor lokalitas, yang dinilai semakin menentukan daya saing global merupakan
aspek yang perlu mendapat perhatian berbagai pihak. Generalisasi yang berlebihan dan
mengabaikan faktor lokal yang penting dalam pengembangan sistem inovasi akan sangat berpotensi
membuat upaya yang dilakukan menjadi sia-sia. Pendekatan sistem inovasi pada intinya mempunyai
arti pragmatis perlunya prakarsa-prakarsa yang efektif pada berbagai dimensi:
Daerah: Prakarsa harus disesuaikan dengan lingkungan/karakteristik khusus dari keragaman
daerah (kekhasan lokasional);
“Sektoral”: Setiap prakarsa perlu mempertimbangkan bahwa kenyataannya sektor (aktivitas
bisnis) mempunyai pola (bisnis maupun non bisnis) yang berbeda;
“Lintas sektor (klaster industri)”: Setiap klaster yang berbeda pada dasarnya memiliki arah
fokus, jaringan, dan rantai nilai atas peran dan interaksi para aktor, maupun pola (bisnis
maupun non bisnis) yang berbeda pula yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan
prakarsa;
Nasional: Bagaimanapun, Indonesia mempunyai karakteristik dan lingkungan (beserta
keragaman dan kekhasannya) serta kondisi yang berbeda dengan negara lain, yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangkan prakarsa pengembangan sistem inovasi.
Upaya pemajuan sistem inovasi daerah semakin penting dalam peningkatan daya saing daerah
yang sekaligus juga merupakan pilar daya saing nasional. Oleh karena itu, pembuat kebijakan dan
para pemangku kepentingan (pada tataran daerah maupun nasional) perlu meningkatkan prakarsa-
prakarsa bersama (kolaboratif) terutama dalam mendorong:
Intensifikasi aktivitas inovasi dan kebijakan inovasi di seluruh daerah di Indonesia;
Perbaikan kerangka dan koordinasi kebijakan inovasi;
Pendinamisan pasar pengetahuan/teknologi/inovasi domestik dan internasional;
Peningkatan investasi dalam pengetahuan/inovasi;
Peningkatan keterampilan bagi inovasi;
Efisiensi penadbiran inovasi.
Sebagaimana diskusi pada bab-bab lainnya dalam buku ini, kerangka kebijakan dalam bab ini
lebih merupakan kerangka kebijakan yang masih bersifat umum. Walaupun begitu diharapkan dapat
memberikan masukan sebagai bahan perumusan kebijakan inovasi daerah. Mutatis mutandis apa
yang dibahas dapat menjadi bahan pertimbangan untuk prakarsa-prakarsa kongkrit di daerah di
seluruh wilayah Nusantara.