Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MASA KODIFIKASI HADIST

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Studi Hadis Dan Hadis Tarbawi
yang dibimbing oleh: Mahrus Zainul Umam,M.Pd.

Oleh :
Kelas C4
1. M. SYARIF HIDAYATULLAH (204101030015)
2. SAIFUL HADI (205101030011)
3. ETIKA YULIA PUTRI (205101030008)
4. ANINDA NUR AFITA (204101030008)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI JEMBER
2020

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Manajemen Pendidkan Islam dengan
judul “MASA KODIFIKASI HADIST’'
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu mengenal tentang
Kepemimpinan Pendidikan Islam, yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai
sumber. Makalah ini kami buat sebagian mengambil dari berbagai sumber yang ada
kemudian saya ambil hal-hal yang penting atau kami rangkum sesingkat mungkin.
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan serta masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan.

Jember,24 September 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kondifikasi Hadist....................................................................2
2.2 Hadist Pada Masa Rosulullah SAW...........................................................2
2.3 Hadist Pada Masa Sahabat..........................................................................4
2.4 Hadist Pada Masa Tabi’in...........................................................................5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits merupakan pedoman kedua bagi umat islam didunia setelah Al-Qur’an yang
tentunya memiliki peranan sangat penting dalam disiplin ajaran islam. Dengan demikian,
keberadaan Al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al-Quran. Hadits
butuh waktu 3 abad untuk pengkodifikasinya. Secara menyeluruh perjalanan hadits dalam
setiap priode mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapi, antara satu priode
dengan priode lainya tidak sama.
Diantara ulama tidak sependapat dalam penyususan priodesasi pertumbuhan dan
perkembangan hadits. Ada yang membaginya menjadi 3 priode, yaitu masa Rasullah, masa
sahabat, dan masa tabi’in. Begitu pula ada yang membaginya menjadi 2 priode yaitu masa
prakodifikasi dan masa kondifikasi. Atas dasar masalah yang diuraikan diatas makalah ini
disusun. Disamping itu adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah study
hadits dan hadits tarbawi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa tujuan pengertian kodifikasi hadits ?
2. Bagaimana pengkodifikasian hadits pada masa rasul ?
3. Bagaimana pengkodifikasian hadits pada masa sahabat ?
4. Bagaimana pengkodifikasian hadits pada masa tabi’in ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian masa kondifikasi hadits .
2. Untuk mengetahui pengkodifikasian hadits pada masa rosul.
3. Untuk mengetahui pengkodifikasian hadits pada masa sahabat.
4. Untuk mengetahui pengkodifikasia haduts pada masa tabi’in.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian masa kondifikasi hadist


Sejarah mencatat bahwa pada masa rasul Hadis belum banyak ditulis apalagi dibukukan.
Menurut data sejarah, awal mula kodifikasi hadis secara resmi diperkasai oleh Umar Abdul Aziz. Ia
adalah khalifah  ke 8 dari dinasti Ummayah. Kodifikasi Hadis yang dilakukan pada masa ini
dilatarbelakangi oleh kekhawatiranUmar Bin Abdul Aziz terhadap berbagai persoalan selama masa
pemerintahannya akibat pergolakan politik yang sudah terjadi sejak lama yang mengakibatkan
perpecahan umat islam kepada beberapa kelompok. Hal ini secara tidak langsung memberikan
pengaruh negatif kepada orientasi hadis-hadis nabi dan menimbulkan kehawatiran. Kehawatiran itu
pada tiga hal, yaitu: pertama, hilangnya Hadis dan dengan meninggalnya para ulama. Hal ini
kemudian memicu para ulama untuk segera membukukan hadis sesuai petunjuk sahabat yang
mendengar langsung dari nabi. Kedua, bercampurnya antara Hadis yang sahih dan yang
palsu. Ketiga, semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan para tabi’in antara
yang szatu dengan yang lainnya tidak sama. Demikianlah persoalan yang menentukan bangkitnya
semangat para muslim khususnya Umar bin Abdul Aziz selaku khalifah dan segera mengambil
tindakan positif guna menyelamatkan Hadis dari kemusnahan dan pemalsuan melalui pembukuannya
Kondifikasi adalah penetapan undang-undang secara tertulis, pembukaan hukum. Jadi
kondifikasi hadist adalah pendewanan hadist, pembukaan hadist. Sebagaimana Al-Qur’an,Hadist juga
mengalami proses panjang dalam pembukuannya, prose pembukuan hadis. Sebenarnya terlambat
sampai seratus tahun lebih dikarenakan 3 faktor :
a. Kebanyakan para sahabat tidak dapat menulis.
b. Kekuatan hafalan dan kecerdasan mereka sudah dapat di andalkan sehingga mereka tidak perlu
menulis hadist
c. Semula, adanya larangan dari nabi untuk menulis hadist, seperti terdapat dalam sohih muslim.
Hal itu karena di khawatirkan sejumlah hadist akan bercampur dengan Al-Qur’an sehingga Al-
Qur’an tidak murni lagi.

2.2 Hadist Pada Masa Rosulullah SAW


Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian para sahabat apapun yang di datangkan oleh
Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan,  perbuatan  maupun ketetapan merupakan referensi yang
dibuat pedoman dalam kehidupan para sahabat.
Setiap  sahabat  mempunyai  kedudukan  tersendiri  dihadapan  rasulullah. Adakalanya yang
disebut dengan “al-sabiqun al-awwalun” yakni para sahabat yang pertama-tama masuk Islam, seperti
Khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu Mas’ud. Ada  juga  sahabat  yang  sungguh-sungguh 

2
menghafal hadis rasul, misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang
darisahabat lain, sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin
Malik, Abdullah bin Abbas. Demikian juga ada sahabat yang mempunyai hubungan erat
dengan Nabi SAW, seperti Aisyah, Ummu Salamah  dan Khulafaurrasyidin. Semakin erat dan lama
bergaul semakin banyak pula Hadits yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.
Namun  demikian  sahabat  juga adalah  manusia  biasa,  harus mengurus rumah tangga, bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap
kali lahir sebuah hadis disaksikan langsung oleh seluruh sahabat. Sehingga sebagian sahabat
menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar         langsungu
capan Nabi atau melihat langsung tindakannya. Apalagi sahabat yang  berdomisili didaerah yang jauh
dari Madinah seringkali hanya memperoleh hadits dari sesama sahabat. Rasul membina umatnya
selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya
hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris
pertama ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut
ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
a. Cara rosulullah menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul
untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim.
Ucapan dan perilaku beliau  selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat
dalam urusan agama dan dunia.
Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-
patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi
mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada
saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada
sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir
(ikhadz) .
b.  Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini
disebabkan oleh dua factor ;
1. para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang.
2. karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
‫ال تكتبوا عني شيٌا اال القران ومن كتب شيُا فليمحه‬
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku
hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )

3
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan al-
Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya
hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau
mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.

2.3 Hadist Pada Masa Sahabat


a. Pengertian Sahabat
Secara etimologis, kata sahabat adalah kata bentukan dari kata Ash-Shuhbah artinya
persahabatan (Muhdlor, 1996). Pengertian sahabat menurut ulama ahli hadits ialah sebagai
berikut.
1. Orang yang berjumpa dengan Nabi SAW, beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan
memeluk agama Islam (Anis dkk, 1972)
2. Orang Islam yang pernah menemani Nabi SAW atau melihatnya (Al-Khatib, 1971)
3. Orang yang lama menemani Nabi SAW, berulangkali berjumpa dengan beliau dalam
rangka mengikuti dan mengambil pelajarannya (Mustafa Amin, 1971).
Menurut ‘Ajaj Al-Khatib (1975), cara mengetahui sahabat dapat diketahui dengan
indikasi berikut.
1.  Khabar Mutawatir, seperti Abu Bakar, Usman, Ali dan sahabat-sahabat lain yang
mendapat jaminan surga secara tegas.
2. Khabar Masyhur atau Mustafid, yang berada di bawah status Mutawattir, seperti
Akasyah bin Muhsan dan Dhaman bin Tsa’labah.
3. Salah seorang sahabat memberikan khabar bahwa seseorang berstatus sahabat,
misalnya Hamamah ibn Abu Hamamah Al-Dausi yang meninggal di Ashbahan karena
sakit perut, lalu Abu Musa Al-Asy’ari memberikan kesaksian bahwa ia mendengar
Nabi SAW.
4. Seseorang mengabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilan dan sejamannya
dengan Nabi SAW.
5. Seorang Thabi’iy mengabarkan bahwa seseorang berstatus sebagai sahabat. Ini
didasarkan pada diterimanya Tazkiyah dari saru orang.
b. Perkembangan Hadist Pada Masa Sahabat
Keadaan sunnah pada masa Rasulullah belum ditulis ataupun dibukukan secara resmi,
walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan adanya larangan
menulis hadits dari Rasulullah SAW lewat sabdanya:

4
‫ال تكقبو اعنّي سيئا غيرالقران فمن كتب عنّي سيئا غير القران فليمح‬

“Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya
selain Al-Qur’an hendaklah menhapusnya.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry).

Namun disamping itu, ada hadits yang membolehkan dalam penulisannya yaitu:
‫اكتب عنّي فو الذى نفس بيد ه ما خرج من فمن االالح‬

“Tulislah dari saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNya, tidak keluar dari mulutku
kecuali yang hak.
Dua hadits diatas bertentangan, sehingga para ulama mengkompromikan sebagai berikut.
1. Bahwa larangan menulis hadits terjadi pada awal-awal islam untuk memelihara agar
hadits tidak tercampur dengan Al-Qur’an. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
2. Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat
khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan
dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin
Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada
menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat
hafalannya.

2.4 Hadist Pada Masa Tabi’in


a. Pengertian Tabi’in
Tabi’in adalah orang yang pernah berjumpa dengan Sahabat dalam keadaan beriman,
serta meninggal dalam keadaan beriman juga. Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعون‬, pengikut), adalah
orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa
hidup Nabi Muhammad SAW. Usianya tentu saja lebih muda dari Sahabat Nabi, bahkan ada
yang masih anak-anak atau remaja pada masa Sahabat masih hidup. Tabi'in merupakan murid
Sahabat Nabi. (Drs. H. Ahmad Izzani).
b. Sikap Dan Cara Ummat dalam Periwayatan Hadist Pada masa tabi’in
 Sikap Umat Islam Terhadap Periwayatan Hadits Umat Islam pada periode ini telah
mulai mencurahkan perhatiannya terhadap periwayatan hadits. Hal ini disebabkan:

5
1. Al-Qur’an telah dikodifikasikan (dikumpulkan/terjaga/aman)
2. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam telah makin banyak. Dan ini
berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang lebih
banyak lagi, disamping petunjuk al-Qu’ran yang mereka tetap dipegang.
3. Jumlah Sahabat yang meninggal dunia telah bertambah banyak dan yang masih hidup
telah banyak yang terpencar tempatnya di daerah-daerah. Keadaan demikian
mendorong para Sahabat kecil dan Tabi’in Besar melawat ke daerah-daerah dimana
Sahabat besar berada untuk memperoleh hadits-hadits Rasulullah SAW.
 Cara Ummat Islam dalam periwayatan hadits
1. Para Sahabat lebih berhati-hati dalam meriwayatkan dan menerima hadits, demikian
pula para Tabi’in. hal ini dapat dimengerti, karena pada periode ini pemalsuan hadits
telah berkembang.
2. Bentuk periwayatan pada periode ini masih sama dengan periode sebelumnya.
c. Penulisan hadits pada masa tabi’in
Keengganan para Tabi’in dalam penulisan hadits ini semakin meningkat tatkala mereka
menyadari bahwa banyak di antara ahli hadits di masa itu menyertakan pendapatnya ketika
meriwayatkan hadits, dan kebanyakan ahli hadits pada masa Tabi’in adalalah juga ahli fiqh,
dan ahli fiqh cenderung menggabungkan hadits dengan pendapatnya sehingga dikhawatirkan
pendapat dan ijtihadnya tersebut disatukan dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Tujuan
utamanya pelarangan dalam menulis hadits ialah agar tidak terjadinya percampuran antara
hadits dengan al-Qur’an. (Drs. H. Ahmad Izzan)
Oleh karena itu, ketika kekhawatiran akan terjadinya percampuran antara penulisanhadits
dengan pendapat perawinya telah dapat diatasi, maka sebagian besar Tabi’in memberikan
kelonggaran bahkan mendorong murid-murid mereka untuk menuliskan hadits-hadits yang
mereka ajarkan. Terdapat kalangan Tabi’in itu sendiri mereka terima dari para Sahabat
adalah: Said ibn Zubair, yang diterimanya dari ibn Abbas (w. 95 H), dan juga Said ibn Al-
Mussayab (w. 94 H). Penulisan hadits di masa Tabi’in semakin meluas pada akhir abad
pertama dan awal abad kedua Hijriyah. (Drs. H. Ahmad Izzan)

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dalam kodifikasi pada zaman ulama-ulama muqoddimin seperti masa Nabi Muhammad
SAW, shahabat, dan tabi’in kenyakan masih menggunakan metode hafalan terutama
pada zaman Nabi SAW. Pada masa beliau hadits tidak diperbolehkan untuk ditulis
karena takut akan tercampur dengan Al-Quran, sebab lain karena shahabat tidak terlalu
fokus dengan hadits yang merupakan sunnah beliau. Kodifikasi secara tertulis terjadi
pada masa tabi’in, tepatnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pada saat
itu masyarakat arab banyak yang berkelana dan menikah dengan bangsa lain yang
kekuatan hafalannya berbeda dengan masyarakat arab.
b. Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw.,
melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-
Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-
Quran.Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor yaitu,para sahabat
mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang dan karena adanya larangan menulis hadis nabi.
c. Sahabat adalah orang yang menemani atau berjumpa dengan Nabi SAW dan mengabil
pelajaran darinya, beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan memeluk agama Islam.
d. Hadits mulai banyak menulis pada masa Tabi’in, dikarenakan takut akan tercampurnya
al-Qur’an dengan hadits dan juga semakin banyak hadit palsu yang bermunculan,
sehingga Murid dari Tabi’in menulis hadits-hadits Nabi SAW yang telah di ajarkannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Octoberrinsyah, Al- Hadis, (Yogyakarta  : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm


42.
 Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si,  Kawasandan
wawasan studi Islam (Cet 1 : Jakarta, Kencana, 2005) h. 147
Ibid hal. 1484
Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodelogis, (Cet 11, Yogyakarta: Tiara wacana
Yogya, 2003) h. 29
Mushtafa al-Suba’i. Assunnah. Kairo: Dar-Assalam. 2003. Hlm. 66.
Ibid.hlm. 67.
Mana’ al-Qathan. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah. 1989. hlm. 106
Ulum al-hadist wa Mushtalahuhu.Beirut: Dar al-Ilmi Li al-malayin. 1997. hlm. 23-30.
Muhammad Ajjaj al-Khatib. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah wahbah.
1998.hlm. 303-309.
M.Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis,  (Jakarta:Referensi, 2012),  29.
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 51
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 52
Sri Wahyuni Dini, Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat dan Tabi’in, online,
(http://dini.blogspot.co.id/2013/03031170021/Sejarah- Perkembangan-Hadits-pada-
Masa-Sahabat-dan-Tabi’in.html).Diakses 1 Maret 2016
Izzan, Ahmad. 2011. Ulumul Hadis. Bandung: Tafakur
Ismail, Syuhudi. 1987. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: ANGKASA

Anda mungkin juga menyukai