Disusun untuk memenuhi mata kuliah Studi Hadis Dan Hadis Tarbawi
yang dibimbing oleh: Mahrus Zainul Umam,M.Pd.
Oleh :
Kelas C4
1. M. SYARIF HIDAYATULLAH (204101030015)
2. SAIFUL HADI (205101030011)
3. ETIKA YULIA PUTRI (205101030008)
4. ANINDA NUR AFITA (204101030008)
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Manajemen Pendidkan Islam dengan
judul “MASA KODIFIKASI HADIST’'
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu mengenal tentang
Kepemimpinan Pendidikan Islam, yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai
sumber. Makalah ini kami buat sebagian mengambil dari berbagai sumber yang ada
kemudian saya ambil hal-hal yang penting atau kami rangkum sesingkat mungkin.
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan serta masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kondifikasi Hadist....................................................................2
2.2 Hadist Pada Masa Rosulullah SAW...........................................................2
2.3 Hadist Pada Masa Sahabat..........................................................................4
2.4 Hadist Pada Masa Tabi’in...........................................................................5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits merupakan pedoman kedua bagi umat islam didunia setelah Al-Qur’an yang
tentunya memiliki peranan sangat penting dalam disiplin ajaran islam. Dengan demikian,
keberadaan Al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al-Quran. Hadits
butuh waktu 3 abad untuk pengkodifikasinya. Secara menyeluruh perjalanan hadits dalam
setiap priode mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapi, antara satu priode
dengan priode lainya tidak sama.
Diantara ulama tidak sependapat dalam penyususan priodesasi pertumbuhan dan
perkembangan hadits. Ada yang membaginya menjadi 3 priode, yaitu masa Rasullah, masa
sahabat, dan masa tabi’in. Begitu pula ada yang membaginya menjadi 2 priode yaitu masa
prakodifikasi dan masa kondifikasi. Atas dasar masalah yang diuraikan diatas makalah ini
disusun. Disamping itu adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah study
hadits dan hadits tarbawi.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian masa kondifikasi hadits .
2. Untuk mengetahui pengkodifikasian hadits pada masa rosul.
3. Untuk mengetahui pengkodifikasian hadits pada masa sahabat.
4. Untuk mengetahui pengkodifikasia haduts pada masa tabi’in.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
menghafal hadis rasul, misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang
darisahabat lain, sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin
Malik, Abdullah bin Abbas. Demikian juga ada sahabat yang mempunyai hubungan erat
dengan Nabi SAW, seperti Aisyah, Ummu Salamah dan Khulafaurrasyidin. Semakin erat dan lama
bergaul semakin banyak pula Hadits yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.
Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap
kali lahir sebuah hadis disaksikan langsung oleh seluruh sahabat. Sehingga sebagian sahabat
menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar langsungu
capan Nabi atau melihat langsung tindakannya. Apalagi sahabat yang berdomisili didaerah yang jauh
dari Madinah seringkali hanya memperoleh hadits dari sesama sahabat. Rasul membina umatnya
selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya
hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris
pertama ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut
ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
a. Cara rosulullah menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul
untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim.
Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat
dalam urusan agama dan dunia.
Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-
patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi
mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada
saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada
sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir
(ikhadz) .
b. Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini
disebabkan oleh dua factor ;
1. para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang.
2. karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
ال تكتبوا عني شيٌا اال القران ومن كتب شيُا فليمحه
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku
hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
3
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan al-
Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya
hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau
mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
4
ال تكقبو اعنّي سيئا غيرالقران فمن كتب عنّي سيئا غير القران فليمح
“Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya
selain Al-Qur’an hendaklah menhapusnya.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry).
Namun disamping itu, ada hadits yang membolehkan dalam penulisannya yaitu:
اكتب عنّي فو الذى نفس بيد ه ما خرج من فمن االالح
“Tulislah dari saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNya, tidak keluar dari mulutku
kecuali yang hak.
Dua hadits diatas bertentangan, sehingga para ulama mengkompromikan sebagai berikut.
1. Bahwa larangan menulis hadits terjadi pada awal-awal islam untuk memelihara agar
hadits tidak tercampur dengan Al-Qur’an. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin
semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
2. Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat
khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan
dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin
Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada
menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat
hafalannya.
5
1. Al-Qur’an telah dikodifikasikan (dikumpulkan/terjaga/aman)
2. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh ummat Islam telah makin banyak. Dan ini
berarti memerlukan petunjuk-petunjuk dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang lebih
banyak lagi, disamping petunjuk al-Qu’ran yang mereka tetap dipegang.
3. Jumlah Sahabat yang meninggal dunia telah bertambah banyak dan yang masih hidup
telah banyak yang terpencar tempatnya di daerah-daerah. Keadaan demikian
mendorong para Sahabat kecil dan Tabi’in Besar melawat ke daerah-daerah dimana
Sahabat besar berada untuk memperoleh hadits-hadits Rasulullah SAW.
Cara Ummat Islam dalam periwayatan hadits
1. Para Sahabat lebih berhati-hati dalam meriwayatkan dan menerima hadits, demikian
pula para Tabi’in. hal ini dapat dimengerti, karena pada periode ini pemalsuan hadits
telah berkembang.
2. Bentuk periwayatan pada periode ini masih sama dengan periode sebelumnya.
c. Penulisan hadits pada masa tabi’in
Keengganan para Tabi’in dalam penulisan hadits ini semakin meningkat tatkala mereka
menyadari bahwa banyak di antara ahli hadits di masa itu menyertakan pendapatnya ketika
meriwayatkan hadits, dan kebanyakan ahli hadits pada masa Tabi’in adalalah juga ahli fiqh,
dan ahli fiqh cenderung menggabungkan hadits dengan pendapatnya sehingga dikhawatirkan
pendapat dan ijtihadnya tersebut disatukan dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Tujuan
utamanya pelarangan dalam menulis hadits ialah agar tidak terjadinya percampuran antara
hadits dengan al-Qur’an. (Drs. H. Ahmad Izzan)
Oleh karena itu, ketika kekhawatiran akan terjadinya percampuran antara penulisanhadits
dengan pendapat perawinya telah dapat diatasi, maka sebagian besar Tabi’in memberikan
kelonggaran bahkan mendorong murid-murid mereka untuk menuliskan hadits-hadits yang
mereka ajarkan. Terdapat kalangan Tabi’in itu sendiri mereka terima dari para Sahabat
adalah: Said ibn Zubair, yang diterimanya dari ibn Abbas (w. 95 H), dan juga Said ibn Al-
Mussayab (w. 94 H). Penulisan hadits di masa Tabi’in semakin meluas pada akhir abad
pertama dan awal abad kedua Hijriyah. (Drs. H. Ahmad Izzan)
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dalam kodifikasi pada zaman ulama-ulama muqoddimin seperti masa Nabi Muhammad
SAW, shahabat, dan tabi’in kenyakan masih menggunakan metode hafalan terutama
pada zaman Nabi SAW. Pada masa beliau hadits tidak diperbolehkan untuk ditulis
karena takut akan tercampur dengan Al-Quran, sebab lain karena shahabat tidak terlalu
fokus dengan hadits yang merupakan sunnah beliau. Kodifikasi secara tertulis terjadi
pada masa tabi’in, tepatnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pada saat
itu masyarakat arab banyak yang berkelana dan menikah dengan bangsa lain yang
kekuatan hafalannya berbeda dengan masyarakat arab.
b. Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw.,
melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-
Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-
Quran.Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor yaitu,para sahabat
mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang dan karena adanya larangan menulis hadis nabi.
c. Sahabat adalah orang yang menemani atau berjumpa dengan Nabi SAW dan mengabil
pelajaran darinya, beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan memeluk agama Islam.
d. Hadits mulai banyak menulis pada masa Tabi’in, dikarenakan takut akan tercampurnya
al-Qur’an dengan hadits dan juga semakin banyak hadit palsu yang bermunculan,
sehingga Murid dari Tabi’in menulis hadits-hadits Nabi SAW yang telah di ajarkannya.
7
DAFTAR PUSTAKA