Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/316967504

KAJIAN UJI MODEL FISIK TERHADAP HASIL RIVEW DISAIN BENDUNG


KARANGDORO

Article · December 2011

CITATIONS READS

0 689

2 authors, including:

Nanang Saiful Rizal


Universitas Muhammadiyah Jember
8 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

TEKNIK MODIFIKASI STASIUN PENAKAR HUJAN UNTUK SENSOR PERINGATAN DINI BENCANA BANJIR View project

PEMODELAN HIDROLIS ALIRAN PADA BENDUNG TYROL DENGAN SARINGAN DARI PLAT BERLUBANG LINGKARAN View project

All content following this page was uploaded by Nanang Saiful Rizal on 16 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KAJIAN UJI MODEL FISIK TERHADAP
HASIL RIVEW DISAIN BENDUNG KARANGDORO

Nanang Saiful Rizal*)

ABSTRAK

Kondisi Bendung Karangdoro saat ini mengalami scouring yang dalam di bagian hilir bangunan pelimpah
utama akibat usia dan banjir yang terjadi pada wilayah tersebut dan sangat membahayakan stabilitasnya, oleh
sebab itu perlu adanya langkah-langkah pengamanan dan perbaikan agar tidak menimbulkan kerusakan yang
parah khususnya pada tubuh bendung. Berdasarkan rivew desain diperoleh dua alternatif kemiringan hilir
pelimpah selanjutnya dilakukan uji model fisik di Laboratorium Hidroteknik dengan skala 1 : 3. Hasilnya
menunjukkan pada pelimpah dengan model 2 (kemiringan hilir 1 : 0,6) aliran di hilir pelimpah kecepatannya
lebih rendah karena peredaman energi oleh lantai kolam olak lebih besar daripada hilir pelimpah model 1
(kemiringan hilir 1 : 1) sehingga loncatan hidrolis lebih pendek dan pusaran air lebih kecil. Untuk mencegah
terjadinya gerusan di hilir endsill maka sebaiknya peralihan dari endsill ke penampang asli sungai diperkuat
dengan pasangan batu bronjong.

Kata Kunci : Uji, Model, Fisik, Bendung

1. LATAR BELAKANG
Bendung Karangdoro dibangun pada zaman Belanda tepatnya tahun 1936 dengan
membendung Sungai Kalibaru dengan konstruksi pasangan batu kali dan berfungsi untuk
mengairi areal pada daerah irigasi baru seluas 16.442 Ha dan berdasarkan data pada tahun
2007 tinggal 15.910 ha. Kondisi Bendung Karangdoro saat ini mengalami kerusakan/terjadi
scouring yang dalam di bagian hilir bangunan pelimpah utama akibat usia dan banjir yang
terjadi pada wilayah tersebut dan sangat membahayakan stabilitasnya, oleh sebab itu perlu
adanya langkah-langkah pengamanan dan perbaikan agar tidak menimbulkan kerusakan yang
parah khususnya pada tubuh bendung. Dalam rangka perencanaan rehabilitasi Bendung
Karangdoro dan mengetahui pola aliran air pada spillway/bendung termasuk check dam dihilir
bendung tersebut, maka diperlukan perencanaan rivew desain bendung selanjutnya dilakukan
kegiatan uji model fisik untuk menentukan bentuk dan konstruksi yang sesuai dengan daerah
setempat berdasarkan pada azas stabilitas, ekonomi dan keamanan.
Maksud dari kegiatan Uji Model Fisik Bendung Karangdoro adalah membuat model
Bendung Karangdoro di Laboratorium Hidroteknik dengan skala 1 : 30 (max) yang secara
keilmuan dapat dijamin keakuratannya dengan melakukan pemgukuran parameter-parameter
geometris dan hidrolis. Adapun tujuan dari Kegiatan Uji Model Fisik Bendung Karangdoro
adalah mengadakan simulasi terhadap model fisik yaitu dengan mengalirakan debit yang
bervariasi untuk mendapatkan prilaku aliran pada model. Berdasarkan hasil pengukuran dan
pengamatan aliran pada model selanjutnya perilaku aliran pada tiap bagian konstruksi model
dianalisa untuk memperoleh gambaranpada type prototype. Apabila dari hasil analisa tersebut
diketahui ada perilaku aliran yang kurang menguntungkan, maka dapat disarankan perbaikan
terhadap konstruksi bendung, konstruksi penunjangnya maupun pada sungainya agar bendung
dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Desain Hidrolika
Menurut Laporan nota desain Bendung Karangdoro, diketahui tipe bendung adalah
Ogee dengan rumus aliran sebagai berikut:
2
Q  Cd .2 / 3. g .Be.H 1..5
3
di mana Q = debit (m3/dt)
Be = lebar efektif (m)
H = tinggi air di atas mercu (m)
Harga koefisien debit 1.4 ditetapkan berdasarkan perkiraan. Dalam pekerjaan model
ini, profil penampang bendung dibuat menurut teori (Desain of Small Dams) dengan skala 1 :
30. Koefisien C (model ) akan diperoleh dari kalibrasi dengan alat ukur yang berada di hilir
bendung.

2.2. Skala Model


Untuk pembuatan model fisik diperlukan skala model, yaitu perbandingan parameter
antara prototip (keadaan sebenarnya di lapangan) dengan model (di laboratorium), dalam hal
ini skala yang diperlukan meliputi skala panjang, kecepatan, waktu dan debit. Uji model yang
hendak dibuat adalah undistorted yaitu skala panjang arah vertikal dan horisontal adalah
sama. Skala model mengikuti kesamaan dinamik aliran antara prototip dengan model.
a. Skala Panjang, nl
Skala panjang yang digunakan dalam pembuatan model dalam studi ini adalah
1:30
Untuk skala panjang ini diberi notasi, nL
Lp
nL   30 atau L p  n L x L m  30 x L m
Lm
dimana :
Lp = panjang di prototip
Lm = panjang model
nL =skala model

b. Skala kecepatan, n V
Skala kecepatan dapat diperoleh dengan menganggap adanya kesamaan dinamik aliran
yang terjadi antara di model dan di prototip. Pendekatan kesamaan ini dilakukan
melalui angka Froude menunjukkan pada pola aliran yang terjadi terhadap efek
gravitasi. Angka Froude dalam bentuk persamaan :
v
FR 
g .L
dimana :
Fr = Angka Froude
v = kecepatan aliran (m/dt)
g = gravitasi (m/dt2)
L = panjang karakteristik (m)

Untuk kesamaan angka Froud antara model dan prototip diperoleh :


vm vp
 atau v p  L p .vm
g .Lm g .L p Lm
vp Lp

vm Lm
nv = skala kecepatan
nL = skala panjang
vp= kecepatan aliran (m/dt)
vm= kecepatan aliran dimodel (m/dt)
Lp= panjang karakteristik diprototip (m)
Lm= panjang karakteristik dimodel (m)
Dari persamaan diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya skala kecepatan adalah:
nv = 30 = 5.48
Dengan demikian untuk kecepatan aliran dalam model sebesar 10 cm/dt maka di
prototip adalah sebesar 0.548 m/dt

c. Skala waktu, nT
Skala waktu dapat diperoleh dari skala kecepatan sebagai berikut :
Lp Lm
tp  nT 
tp

L p vm
. 
L p vm
.  nL .
1
 n1L/ 2 tm 
vp tm v p Lm Lm v p nL vm

L p xt m 1
nv = atau n L  nl x dannt  nl
Lm xt p nt

d. Skala Debit, nQ
Dari skala panjang dan kecepatan dapat dihitung skala debit. Sedang besarnya debit
sendiri adalah :
Q = A xV
dimana :
Q = debit aliran (m3 /dt )
A = luas penampang aliran (m3)
V = kecepatan aliran (m/dt)

Skala debit adalah sebagai berikut :


2
Qp Lp vp
nQ   ataun Q  nl x nl
2
2 x
Qm Lm vm
nQ  n 2.5
L

3. METODOLOGI PENELITIAN
Ruang lingkup Kegiatan Uji Model Fisik Rehabilitasi Bendung Karangdoro terdiri
atas :
1. Persiapan meliputi survey pendahuluan dan studi literatur
2. Pembangunan fisik model meliputi :
- Perencanaan lay-out model di laboratorium
- Pembuatan instalasi penunjang (reservoir bendung, saluran pengelak, saluran kantong
limpur, intake, jembatan inspeksi, pintu-pintu baja dan bangunan fasilitas lainnya yang
menunjang proyek)
- Pembuatan model utama
- Penempatan instrumentasi
3. Simulasi model dan pengumpulan data
- persiapan meliputi uji coba model dan kalibrasi
- pengukuran (debit, muka air, kecepatan aliran dan kedalaman gerusan) dan
pengamanan pola aliran dan pola gerusan
4. Analisa data
5. Kesimpulan

Gambar 1. Sketsa Denah Bendung Karangdoro

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Jenis Model
Denah model fisik dibuat di Laboratorium Hidroteknik Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS.
Denah model dibuat sedemikian sehingga dapat menggambarkan keadaan sesuai dengan
prototipenya, dalam denah tersebut nampak bagian- bagian yang penting untuk
mengoperasikan model, di mana perlu diperhitungkan waktu yang diperlukan untuk sirkulasi
air dari reservoar hilir - reservoar hulu - saluran penghantar hulu - model - saluran pembuang
hilir. Selama pengaliran diperhitungkan agar air tersedia di semua bagian saluran dan elevasi
muka air yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Alat ukur yang ditempakan tepat di hilir reservoar
hulu diperlukan untuk mengukur debit yang akan melalui pelimpah. Adapun denah model
disajikan pada gambar 2.
Dalam kajian ini pelimpah bendung dibuat menjadi 2 buah model, yaitu :
Model-1 : Kemiringan hilir pelimpah bendung 1 : 1
Model-2 : Kemiringan hilir pelimpah bendung 1 : 0,6
Gambar 3. Model 1 (Kemiringan hilir pelimpah bendung 1 : 1)

Gambar 4. Model 2 (Kemiringan hilir pelimpah bendung 1 : 0,6)

4.2. Pengamatan Kondisi Awal


Pada pengujian awal pada model fisik, air yang dialirkan mengisi palung sungai yang
ada di hulu bendung. Setelah elevasi air melewati lantai di hulu bendung maka bila pintu
pembilas dalam kondisi dibuka maka air akan mengalir melalui pintu pembilas ke hilir.
Namun bila pintu dalam kondisi tertutup maka air akan melimpah di atas mercu. Setelah
melimpah air mengalir dalam kolam olak menuju ke hilir. Pada debit kecil energi yang timbul
akibat limpahan air dapat teredam oleh kolam olak yang ada sehingga setelah mengalir ke
hilir dalam kondisi tenang. Namun pada saat debit diperbesar maka energi dari air yang
melimpah menjadi besar pula sehingga kolam golak yang ada tidak dapat meredam energi
sampai air yang mengalir ke hilir menjadi tenang. setelah air melewati kolam olak dan saluran
dihilir kolam golak maka air sungai terjun akibat elevasi penampang sungai yang ada lebih
rendah. Terjunan ini secara alami dengan energinya yang besar membentuk suatu kolam yang
dalam dan memecah energi sehingga air yang mengalir ke sungai kecepatannya berkurang.
4.3. Pengamatan Kecepatan
Untuk membandingkan secara hidrolis kinerja dari pelimpah model-1 dan model-2,
maka dilakukan perhitungan kecepatan aliran di tiap-tiap titik pengukuran. Hasil
perbandingan kecepatan aliran antara pelimpah model-1 dan model-2 pada titik-titik
pengukuran disajikan pada gambar-gambar berikut.

Gambar 5. Kecepatan aliran pada titik pengukuran 3 dan 4 antara model 1 dan 2
Hasil perbandingan kecepatan aliran di tiap titik pengukuran diperoleh bahwa dari titik
pengukuran 3 dan 4, pelimpah model-1 menghasilkan aliran dengan kecepatan lebih tinggi dari
pelimpah model-2.

4.4. Pengamatan Gerusan Dasar


Pengamatan gerusan dasar dilakukan secara kualitas untuk mengetahui kemungkinan
lokasi terjadinya gerusan karena pada model ini tidak dilakukan penyekalaan terhadap dasar
sungai maupun sedimennya. Pada pelimpah model 1 terjadi gerusan akibat aliran di hilir
endsill dari kolam olak. Gerusan ini terjadi akibat air yang mengalir di sisi kanan pelimpah
yang belum teredam sebagian besar energinya sehingga menggerus dasar dari sungai di
belakang endsill. Selain itu juga terjadi gerusan di belakang endsill sisi kiri akibat pusaran
arus dari sisi kanan yang memutar ke arah kiri. Selain menyebabkan terjadinya gerusan dasar
akibat pusaran arus juga terjadi angkutan material dasar yang tergerus masuk ke dalam kolam
golak. Gerusan yang terjadi pada aliran pelimpah model 1 cukup dalam.

Gambar 6. gerusan dasar akibat aliran dihilir pelimpah model 1


Pada pelimpah model 2 juga terjadi gerusan akibat aliran di hilir endsill dari kolam
olak. Namun gerusan yang terjadi lebih kecil dan lebih dangkal dibanding yang terjadi pada
pelimpah model 1. Hal ini disebabkan bahwa kemiringan hilir dari pelimpah model 2 lebih
terjal sehingga air yang mengalir ke hilir lebih teredam energinya di kolam golak.

Gambar 7. gerusan dasar akibat aliran dihilir pelimpah model 2

5. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil rivew desain yang telah dilakukan uji model fisik, untuk hilir
pelimpah lebih tegak dengan kemiringan 1 : 1 (model 1) dan hilir pelimpah lebih tegak
dengan kemiringan 1 : 0.6 (model 2) diperoleh hasil bahwa secara hidrolik pada model 2,
aliran di hilir pelimpah dengan kecepatan lebih rendah karena peredaman energi oleh lantai
kolam olak lebih besar daripada model 1, akibatnya maka loncatan hidrolis lebih pendek dan
pusaran air lebih kecil.

5.2. Saran
- Untuk menambah peredaman energi di kolam golak maka elevasi lantai kolam
golak sebaiknya diturunkan.
- untuk menghindari kerusakan lantai akibat benturan energi dari terjunan air
sebaiknya digunakan pelapisan dari bahan kontruksi beton.
- Dihilir kolam bagian tepi kiri dan kanan dilokasi terjadinya gerusan sebaiknya
dipasang perlindungan batu bronjong atau perkuatan lainnya untuk mencegah
gerusan semakin dalam yang menyebabkan terjadinya longsor. Untuk mengetahui
kondisi gerusan dan pasangan yang ada sebaiknya dilakukan pengukuran
melintang sungai di daerah kolam golak
- Panjang loncatan air pada saat banjir melebihi kolam golak maka untuk mencegah
terjadinya gerusan di hilir endsill maka sebaiknya peralihan dari endsill ke
penampang asli sungai diperkuat dengan pasangan batu bronjong.
- Pada peralihan dasar asli sungai ke bangunan terjunan perlu diperkuat dengan
perkuatan lantai beton atau bronjong batu dengan panjang 3 meter dikali lebar
sungai.
- Tebing sungai di sekitar kolam terjunan rawan longsor sehingga diperlukan
perkuatan tebing.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Triadmodjo, B. (1993). Hidraulika I. Yogyakarta : Beta Offset.
2. Triadmodjo, B. (1993). Hidraulika II. Yogyakarta : Beta Offset.
3. Chow, Ven Te, 1985, Hidrolika Saluran Terbuka, terjemahan Suyatman, Kristanto dan
Nensi R, Jakarta, Penerbit : Erlangga.
4. Harto, Sri, 1985, Analisis Hidrologi, Jakarta, penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama.

*
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember,

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai