02a MENGENAL PERADILAN AGAMA
02a MENGENAL PERADILAN AGAMA
1. Pengantar.
Dari beberapa kegiatan yang berinteraksi dengan berbagai instansi
pemerintah, lembaga swasta, kalangan pesantren maupun masyarakat
umum, baik tingkat desa sampai tingkat provinsi, terkesan pengertian
mereka terhadap lembaga peradilan agama masih sangat minim. Ada
kesan mendalam bahwa pengadilan agama adalah kantor yang
mengurusi perceraian dan kedudukannya ibarat kantor urusan agama
kecamatan yang berada dibawah kantor kementerian agama
kabupatan/kota.
Pengertian yang kurang sempurna itu menantang penulis dan
semestinya juga menggelitik kepada setiap aparatur pengadilan
agama untuk meluruskannya, sehingga mendudukkan suatu lembaga
negara yang dalam hal ini adalah pengadilan agama sesuai dengan
kedudukan, tugas dan fungsinya sebagaimana tatanan hukum yang
ada.
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak,
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
memenuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya kehidupan oleh suami
kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi
bekas isteri;
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan anak;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan, dalam
hal kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum
cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua
orang tuanya padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang
tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang
telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang
ada di bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan
pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran; dan
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah, antara lain :
a. Bank syari’ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syaria’ah.
d. Reasuransi syari’ah;
e. Reksadana syari’ah;
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka
menengah syari’ah;
g. Sekuritas syria’ah;
h. Pembiayaan syari’ah;
7
i. Pegadaian syari’ah’;
j. Dana pensiun lembaga keuangan; dan
k. Bisinis syari’ah.
7. Personalitas keislaman.
Maksud personalitas keislaman, adalah patokan yang menjadi
dasar apakah suatu perkara menjadi kewenangan pengadilan
agama atau tidak, dapat dlihat sebagai berikut :
a. Dalam sengketa perkawinan, maka perkara tersebut menjadi
kewenangan pengadilan agama sepanjang perkawinannya
dicatat di kantor urusan agama, meskipun pihak-pihak atau salah
satu pihak yang berperkara tidak beragama Islam.
b. Dalam sengketa waris, maka perkara tersebut menjadi
kewenangan pengadilan agama sepanjang pewaris (orang yang
meninggal dunia) beragama Islam.
c. Dalam sengketa ekonomi syari’ah, maka perkara tersebut menjadi
kewenangan pengadilan agama sepanjang akad atau
perjanjiannya berdasarkan syari’ah.
d. Dalam sengketa hibah dan wasiat, maka perkara tersebut menjadi
kewenangan pengadilan agama sepanjang akadnya
berdasarkan hukum Islam.
e. Dalam sengketa wakaf, maka pihak-pihak yang berperkara tidak
harus beragama Islam.
8. Jiwa Korp Hakim Indonesia.
Timbulnya konspirasi dari pihak tertentu yang berkeinginan
menggiring dan menempatkan Hakim pada kedudukan yang tidak
sesuai dengan ketentuan Undang Undang Dasar 1945, mendorong para
Hakim untuk menggagas adanya sebuah organisasi profesi bagi Hakim
Indonesia.
Pada tahun 1952 Hakim seluruh Jawa berkumpul di Surabaya
untuk merancang sebuah organisasi profesi bagi hakim sebagai wadah
berkumpul untuk menjaga kedudukan, martabat dan integritas Hakim
sesuai dengan ketentuan Undang Undang Dasar 1945. Tepatnya, pada
tanggal 20 Maret 1953 disahkan organisasi IKAHI (Ikatan Hakim
Indonesia) beserta Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangganya oleh
bapak Soerjadi, SH dan tanggal 20 Maret merupakan hari jadi IKAHI.
Bagi Hakim dari paradilan agama, sebelum berintegrasi kedalam
IKAHI, berada di dalam suatu wadah berupa organisasi IKAHA (Ikatan
Hakim Peradilan Agama) yang didirikan pada 27-12-1977.
8
9. Penutup.
9