Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan
penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat,
mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang
menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas
(kesakitan) dan mortalitasnya (kematian) yang tinggi.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya
interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai
penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap
timbulnya hipertensi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka
kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6%
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
Hipertensi, saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat
perkotaan  lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat
pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup
masyarakat kota yang berhubungan dengan resiko penyakit hipertensi seperti
stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan
makan makanan yang tinggi kadar lemaknya.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi hipertensi ?
1.2.2 Bagaimana mengukur tekanan darah ?
1.2.3 Menjelaskan tanda dan gejala hipertensi ?
1.2.4 Menjelaskan akibat dari hipertensi ?
1.2.5 Bagaimana pencegahan hipertensi ?
1.2.6 Menjelaskan pengobatan hipertensi ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi hipertensi.
1.3.2 Untuk mengetahui cara mengukur tekanan darah.
1.3.3 Untuk mengetahui penyebab hipertensi.
1.3.4 Untuk mengetahui gejala yang di timbulkan.
1.3.5 Untuk mengetahui akibat dari hipertensi.
1.3.6 Untuk mengetahui pencegahan hipertensi.
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan hipertensi.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.1 DEFINISI
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik
di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
tekanan darah diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat
antihipertensi.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang
dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
(Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila
tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan
peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).

3
2.1.2 KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi tekanan darah pada dewasa yaitu :
1. Normal
Tekanan darah sistolik 120 mmhg - 130 mmhg dan tekanan darah
diastolik 85 mmhg (untuk para lansia tekanan diastolic 140 mmhg
masih dianggap normal)
2. Normal Tinggi
Tekanan darah sistolik 130-139 mmhg dan tekanan darah diastolik
85-89 mmhg.
3. Stadium I (Hipertensi ringan)
4. Tekanan darah sistolik 140-159 mmhg dan tekanan darah diastolik
90-99 mmhg.
5. Stadium II (Hipertensi sedang)
Tekanan darah sistolik 160-179 mmhg dan tekanan darah diastolik
100-109 mmhg.
6. Stadium III (Hipertensi berat)
Tekanan darah sistolik 180-209 mmhg dan tekanan darah diastolik
110-119 mmhg.
7. Stadium IV (Hipertensi Maligna)
Tekanan darah sistolik 210 mmhg atau dan tekanan darah diastolik
mmhg atau lebih.(Wikipedia Indonesia.com, 2007).

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Diastolik


Sistolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal 130-139 mmHg 85-89 mmHg
tinggi
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi
ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi

4
sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi
berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 2.1.2.1 Hg atau
(Hipertensi lebih
maligna)

2.1.3 ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac
output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi
atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi
Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

2.1.4 PATOFISIOLOGI

5
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi
perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

6
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga
tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis
yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa
meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal,
maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan
kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 )

2.1.5 PATHWAY
Faktor Jenis Faktor Gaya
Faktor Umur Faktor Kegemukan
Kelamin Hidup

Elastisitas, arteriosklerosis

Hipertensi
7

Kerusakan Vaskuler Pembuluh Darah


Perubahan Struktur
Retina
Ginjal Pembuluh Darah

Spasme Arteriole
Suplai O2 Ke Koroner
Sistemik
Otak Menurun
Diplopia

Gangguan
Istirahat Tidur

Resistensi Na

Dispnea, ortopnea,
Perubahan suplai darah
takikardi
ke paru-paru

Pola Nafas
Tidak Efektif

2.1.6 MANIFESTASI KLINIS

8
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-
satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setalah terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang
ditentukan adalah :
1. Sakit Kepala
2. Epitaksi
3. Pusing Dan Migran
4. Rasa Mudah Lelah Dan Cepat Marah
5. Telinga Berdengung
6. Rasa Berat ditengkuk
7. Sukar Tidur karena Gelisah
8. Mata Berkunang-Kunang
9. Sesak Nafas
10. Mual Muntah
2.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
adanya penyakit jantung koroner atau aritmia
2. Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubngan dari sel-sel terhadap terhadap volume
cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko
seperti hiperkogulabilitas, anemia
3. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal
4. Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi)
5. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretic
6. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi

9
7. Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor
risiko terjadinya hipertensi
9. Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang melebar
10. Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri,
mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik
dan diastolik (Diklat PJT-RSCM, 2008).
2.1.8 PENCEGAHAN
Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan melakukan
beberapa hal berikut :
1. Mengonsumsi makanan yang kaya akan serat (Sayur dan buah).
2. Mengurangi konsumsi garam, alkohol, dan makanan yang
berlemak tinggi.
3. Mengurangi berat badan, istirahat yang cukup, dan olahraga yang
teratur.
4. Lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.
Beberapa orang yang memiliki sistem metabolisme tubuh
yang buruk, biasanya tidak akan mengalami perubahan yang signifikan
bahkan setelah menjalankan hal-hal di atas.
Apabila beberapa cara di atas sudah tidak mempan, penting
bagi untuk mengonsumsi obat baik obat yang diresepkan dokter
ataupun alternatif herbal untuk tekanan darah tinggi

2.1.9 PENATALAKSANAAN

10
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang
berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi
meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gram/hari menjadi 5
gram per hari
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok
 Diet tinggi kalium
 Adapun makanan yang harus di hindari para penderita
hipertensi adalah makanan seperti daging, sayuran yang terlalu
banyak garam, kangkung. Adapun yang boleh, makanan yang
harus di konsumsi bagi penderita hipertensi seperti wartel,
mentimun dan lain-lain.
b) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu :
 Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain

11
 Intensitas olah raga yang baik antara 60-80% dari kapasitas
aerobik atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Denyutnadi maksimal dapat ditentukan dengan
rumus 220 – umur
 Lamanya latihan berkisar antara 20 - 25 menit berada dalam
zona latihan
 Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5x
perminggu
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi
menjadi dua jenis penatalaksanaan:
a) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
 Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi
dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
 Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
b) Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi
yaitu:
 Mempunyai efektivitas yang tinggi.

12
 Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
 Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
 Tidak menimbulakn intoleransi.
 Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
 Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien
dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
2.1.10 KOMPLIKASI
Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah
1. Insufisiensi koroner dan penyumbatan
2. Kegagalan jantung
3. Kegagalan ginjal
4. Gangguan persyarafan

13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg
dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik,
Usia, keadaan emosi seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal,
Neurologik ,dll.
Orang yang sudah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak
komplikasi yang diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris,
CHF, gagal ginjal, infark miokard, dll.
3.2 Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku
petugas medis sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan
sembarangan yang belum teruji kesehatannya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8
vol.2. Jakarta: EGC.
Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology
Vol. 1.  Elsevier :St. Louis Missouri 63146.
Diklat  PJT–RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi
4. Jakarta: RSCM.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai