Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke-
dan –an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-
sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti
mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti
sangat. Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa”
bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata
“etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau
mengacu pada kata “ini” (this- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam
pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata
“eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang
satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata “esa”.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu
berdasarkan Ketahuan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka
negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk
dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. seperti
pengertiannya terkandung dalam: Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, dan
Pasal 29 UUD 1945

1.2 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang di atas, maka
dapat disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa arti sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
2. Apa makna sila Ketahuan Yang Maha Esa?
3. Apa saja pokok-pokok yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha

1
Esa?
4. Bagaimana pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konteks
sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penulisan dari Makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui arti sila ketuhanan yang maha esa.


2. Untuk mengetahui makna sila ketahuan yang maha esa.
3. Untuk mengetahui pokok-pokok yang terkandung dalam sila ketuhanan
yang maha esa.
4. Untuk mengetahui pengamalan sila ketuhanan yang maha esa dalam
konteks sosial.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Arti Sila Ketuhanan yang Maha Esa

Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketahuan Yang
Maha Esa. Kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan
ke- dan -an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti
sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti
mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti
sangat. Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa”
bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata
“etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau
mengacu pada kata “ini” (this-Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam
pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata
“eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang

3
satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka” bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa
arti dari Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu,
bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya
satu. Tetapi sesungguhnya Ketahuan Yang Maha Esa. Sifat-sifat Luhur atau
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama
dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.

2.2 Makna sila Ketahuan Yang Maha Esa


1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
2) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing
4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang
lain.
5) Frasa Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus
memiliki agama monoteis namun frasa ini menekankan ke-esaan dalam
beragama.
6) Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.
7) Menjamin peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut agamanya.
8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan

4
iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
9) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agama masing-masing.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu


berdasarkan Ketahuan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka
negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk
dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. seperti
pengertiannya terkandung dalam:

a. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:


“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat
ini membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu
negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai
negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.

b. Pasal 29 UUD 1945


(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan
dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti
terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya
dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan
kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-
batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar

5
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama .
Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para
pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada
pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan
beragama yang dianutnya.
Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-
nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta
membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.

2.3 Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan
Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam
Pembukaan UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi
dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang
berbunyi sebagai berikut : “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa ”
Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
secara yuridis constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat


Menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).
Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini
membawa konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
a. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap
kehidupan keagamaan yang sehat.
b. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha

6
penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif
maupun kwantitatif.
c. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu
agama.
d. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.

Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama


bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh
karena itu kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan
kesatuan bangsa. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi
pancaran keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang
lain.

3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka


asas kebebasan memeluk agama ini harus diikuti dengan asas toleransi
antar pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk
agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan
ibadah menurut agama mereka masing-masing.

4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan


duniawi/ kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu system
sebagaimana satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama
sebagai alat untuk mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat mencapai
kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak bias lepas dari
pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi
terwujudnya keadilan dan kemakmuran materiil maupun spiritual bagi
rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam agama, semakin besar
kesadaran tanggung jawabnya kepada Tuhan bangsa dan Negara, semakin

7
besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran dan
keadilan bagi bangsa itu sendiri.

2.4 Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Konteks Sosial
1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
2) Melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
itu menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
3) Harus membina adanya saling menghormati antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Harus membina adanya saling kerjasama dan toleransi antara sesame
pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
5) Mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai hak pribadi yang paling hakiki.
6) Mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
7) Tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu,
bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya
satu. Tetapi sesungguhnya Ketahuan Yang Maha Esa. Sifat-sifat Luhur atau
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama
dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para
pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada
pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan
beragama yang dianutnya.
Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-
nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta
membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.

3.2 Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

9
1. Iskandar,dkk.1997.Pancasila.Yogyakarta: Yayasan Penerbit FKIS-IKIP
2. Isis.1980.Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka prasetya
Pancakarsa).Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
3. Rukiyati, dkk.2008.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press

10

Anda mungkin juga menyukai