Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Teori


1.1.1 Pengertian Eliminasi Urin
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang berupa urin maupun fekal. (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
Eliminasi adalah proses pengeluaran kotoran melalui saluran kencing,
anus, pengeluaran yang efektif perlu untuk memelihara kesehatan dan
kehidupan. ( Carpenito, 2000 ).
Perubahan pola eliminasi urinarius adalah suatu kedaan dimana
indiviu mengalami atau berada pada resiko mengalami disfungsi eliminasi
urinaria. (Carpenito, 2008).

1.1.2 Etiologi
1. Diet dan pemasukan cairan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urin yang dibentuk. Alkohol, , kopi, teh, coklat, cola
(mengandung kafein) menghambat ADH untuk meningkatkan
pembuangan urin.
2. Respon dorongan untuk BAK
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urin banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urin.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet. Contoh
seseorang yang terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam bebas akan
mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan
pispot pada saat sakit.
4. Stress psikologi
Kondisi stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan
stimulus berkemih dan jumlah urin yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot
didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang
air kecil. Namun, dengan bertambahnya usia kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil meningkat dan volume kandung kemih
berkurang.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti Diabetes Melitus dapat
mempengaruhi produksi urin.
8. Obat-obatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urin. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urin,
sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urin.
9. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urin karena dampak dari
pemberian obat anestesi.
10. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urin.

1.1.3 Fisiologi
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai
pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah
untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan
oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat – zat yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron yang
merupakan unit dari struktur ginjal dan melalui nefron ini urine
disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui
ureter ke kandung kemih.

2. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan
jaringan otot yang paling dalam disebut dekstrusor, berfungsi
mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Dalam kandung kemih juga
terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam
yang disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dengan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urien dari
kandung kemih ke luar tubuh.

3. Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria.
Pada pria uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem
reproduksi, berukuran panjang 13,7 – 16,2 cm, dan terdiri atas tiga
bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga
(ruang). Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya
berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika
urinaria yang merangsang saraf – saraf sensorik dalam dinding vesika
urinaria (bagian reseptor).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke
pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian
otak memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan
relaksasi otot sfingter internal.

Komposisi urine :

1) Air (96 %)
2) Larutan (4 %)
a. Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat,
magnesium dan fosfor. Natrium klorida merupakan garam
anorganik yang paling banyak.

Ada tiga tahap pembentukan urine :

1) Proses filtrasi
Terjadi di Glomerolus adanya penyerapan darah, sedangkan
sebagian lagi (glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat),
ditampung oleh simpai bowman untuk diterusakan ke tubulus
ginjal.

2) Proses reabsorbsi
Terjadi penyerapan kembali dari sampai bowman yaitu : glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beerapa ion bikarbomat pada tubulus
atas (obligat reabsorbsi) sodium dan ion bikarbonat pada tubulus
bawah (reabsorbsi fakultatif) sisanya dialirkan pada papilla
renalis.

3) Proses sekresi
Sisanya penyimpanan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan keluar pada ginjal. Selanjutnya keluar.

1.1.4 Perubahan Pola Berkemih


1. Frekuensi
Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya
frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang
masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa tekanan asupan cairan dapat
diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai pada keadaan
stress atau hamil.
2. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki
kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal dan
perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada mereka.
3. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan
struktur uretra.
4. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urin abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya
ditemukan pada penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik
hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.
5. Urinaria supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urin secara meendadak.
Secara normal, urin diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada
kecepatan 60-120 ml/jam.

1.1.5 Klasifikasi Gangguan Urin


1. Retensi urin
Penumpukan urin dalam kandung kemih dan ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi
kandung kemih adalah urin yang terdapat dalam kandung kemih melebihi
400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
2. Inkontinensia urin
Ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. Secara umum, penyebab dari inkontinensia
proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran dan
penggunaan obat narkotik atau sedatif. Inkontinensia urin terdiri atas :
a. Inkontinensia dorongan
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa
sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
b. Inkontinensia total
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang
terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
c. Inkontinensia stress
Keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urin kurang
dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
d. Inkontinensia refleks
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang
tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
e. Inkontinensia fungsional
Keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
3. Enuresis
Ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasanya terjadi pada
anak atau orang jompo, umumnya pada malam hari.
4. Ureterotomi
Tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding perut
untuk drainase urin. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit atau
disfungsi pada kandung kemih.

1.1.6 Manifestasi Klinis


a. Tanda
1. Masa padat di abomen bawah (distensi kandung kemih)
2. Nyeri tekan kandung kemih
3. Hernia inguinalis
4. Hemoroid
b. Gejala
1. Penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan
2. Keragu – raguan pada berkemih awal
3. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara
lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
4. Nokturia, disuria, hematuria
5. Duduk untuk berkemih
6. ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
7. Konstipasi

1.1.7 Penatalaksanaan
1. Menentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi
2. Mendorong meningkatkan pemasukan cairan
3. Mengobservasi TTV
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
1. Keluhan Utama
Pengakajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
1.) Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi kebiasaan berkemih klien serta hambatan
yang dirasakan klien, frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan
dan kesempatan.
a. Pola berkemih meliputi :
1. Frekuensi berkemih, menentukan berapa kali klien berkel=mih
dalam waktu 24 jam;
2. Urgensi;
3. Disuria;
4. Poliuria;
5. Urinaria suspensi, keadaan produksi yang berhenti secara
mendadak.
2.) Volume urine
Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang
dikeluarkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volunme urine
normal dapat ditentukan.
3.) Faktor yang mempengaruhi kebiasaan buang air kecil adalah :
1. Diet dan asupan
2. Gaya hidup
3. Stress psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih
4. Tingkat aktivitas.
4.) Keadaan urine, meliputi warna urine yang keluar, bau, berat jenis,
kejernihan, Ph, protein, darah, glukosa.
5.) Tanda klinis gangguan eliminasi sepoerti tanda retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, dll.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Mulai timbulnya masalah dan pengobatan gejala yang timbul saat
pengkajian faktor-faktor yang memperberat / mengurangi pola eliminasi.
3. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Keadaan umum klien mulai dari masa anak-anak, dewasa khusus yang ada
kaitanya dengan penyakit sekarang.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Membuat genogram tiga generasi riwayat penyakit keluarga antara lain
DM, HT, Jantung.
5. Keadaan Umum Pasien
Menggambarkan gambaran secara umum, misalnya kurus, gemuk, lemah,
gaya hidup, ekspresi wajah, distress.
6. Tanda-tanda Vital
Diambil saat melakukan pengkajian yang meliputi, suhu tubuh, pus/ nadi,
nafas dan tekanan darah klien (Capernito, 2006).
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola eleminasiurine berhubungan dengan:
1) Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomaly saluran urinarius.
2) Penurunan kapasitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit.
3) Kerusakan pada saluran kemih
4) Efek pembedahan saluran kemih
5) Penurunan tonus oto akibat dampak pengobatan
6) Dehidrasi
7) Factor psikologis
8) Pasca pemasanngan kateter indwelling
9) Lemahnya otot dasar pelvis akibat obesitas
10) Proses menua
11) Ketidakmampuan mengkonsumsi kebutuhan
12) Obstruksi saluran kandung kemih akibat konstipasi
13) Hamatan lingkungan ke kamar mandi
14) Ketidakamampuan mengkonsumsi kebutuhan
15) Obstruksi saluran kandung kemih sedkit (anak) dan kurangnya
motivasi (anak).

1.2.2.2 Tujuan
Pasien mendapatkan pola eliminasi yang adekuat setelah mendapatkan
terapi pengobatan dan perawatan.

1.2.2.3 Kriteria Hasil


1. Kandung kemih kosong secara penuh
2. Tidak ada residu urinn >100-200 cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
4. Bebas dari Infeksi Saluran Kemih
5. Memberikan intake cairan secara tepat.
1.2.2.4 Intervensi dan Rasional
1. Observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine, retensi dan inkontinensia.
Rasional :guna mengetahui penyebab timbulnya masalah pola
pengeluaran urine
2. Memberi lingkungn yang nyaman sehingga tidak menimbulkan stress
Rasional : stress dapat memicu pengeluaran urin yang berlebih, sehingga
hal itu dapat memicu resiko infeksi pada saluran kencing
3. Beri pengetahuan pada klien untuk minum sedikit
Rasional : untuk menghindari terjadinya penegangan pada bleder
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Anti Diuretik Hormon
(ADH).
Rasional : membantu pengeluaran urine yang secara normal

1.2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine seacara
umum dapat dilihat dari adanya kemampuan dalam :
1. Miksi secara normal, ditujukan dengan kemamapuan pasien berkemih
sesuia dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa
menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih dan chateter,
2. Mengosongkan kandung kemih, ditujukkan dengan berkurangnya
distensi volume urine residu, dan kelancaranny kepatenan drainase.
3. Mencegah infeksi, mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan
dengan tidak adanya tanda infeksi, tidak ditemukannya disuria,
urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya tanda
disuria, ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, dan adanya
ekspresi senang.
5. Melakukan bledder training, ditunjukkan dengan berkurangnya
frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih disaat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Wartonah, Tarwoto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai