LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
1. Diet dan pemasukan cairan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urin yang dibentuk. Alkohol, , kopi, teh, coklat, cola
(mengandung kafein) menghambat ADH untuk meningkatkan
pembuangan urin.
2. Respon dorongan untuk BAK
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urin banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urin.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet. Contoh
seseorang yang terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam bebas akan
mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan
pispot pada saat sakit.
4. Stress psikologi
Kondisi stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan
stimulus berkemih dan jumlah urin yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot
didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang
air kecil. Namun, dengan bertambahnya usia kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil meningkat dan volume kandung kemih
berkurang.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti Diabetes Melitus dapat
mempengaruhi produksi urin.
8. Obat-obatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urin. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urin,
sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urin.
9. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urin karena dampak dari
pemberian obat anestesi.
10. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urin.
1.1.3 Fisiologi
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai
pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah
untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan
oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat – zat yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron yang
merupakan unit dari struktur ginjal dan melalui nefron ini urine
disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui
ureter ke kandung kemih.
2. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan
jaringan otot yang paling dalam disebut dekstrusor, berfungsi
mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Dalam kandung kemih juga
terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam
yang disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dengan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urien dari
kandung kemih ke luar tubuh.
3. Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria.
Pada pria uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem
reproduksi, berukuran panjang 13,7 – 16,2 cm, dan terdiri atas tiga
bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga
(ruang). Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya
berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika
urinaria yang merangsang saraf – saraf sensorik dalam dinding vesika
urinaria (bagian reseptor).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke
pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian
otak memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan
relaksasi otot sfingter internal.
Komposisi urine :
1) Air (96 %)
2) Larutan (4 %)
a. Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat,
magnesium dan fosfor. Natrium klorida merupakan garam
anorganik yang paling banyak.
1) Proses filtrasi
Terjadi di Glomerolus adanya penyerapan darah, sedangkan
sebagian lagi (glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat),
ditampung oleh simpai bowman untuk diterusakan ke tubulus
ginjal.
2) Proses reabsorbsi
Terjadi penyerapan kembali dari sampai bowman yaitu : glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beerapa ion bikarbomat pada tubulus
atas (obligat reabsorbsi) sodium dan ion bikarbonat pada tubulus
bawah (reabsorbsi fakultatif) sisanya dialirkan pada papilla
renalis.
3) Proses sekresi
Sisanya penyimpanan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan keluar pada ginjal. Selanjutnya keluar.
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Menentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi
2. Mendorong meningkatkan pemasukan cairan
3. Mengobservasi TTV
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
1.2.2.2 Tujuan
Pasien mendapatkan pola eliminasi yang adekuat setelah mendapatkan
terapi pengobatan dan perawatan.
1.2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine seacara
umum dapat dilihat dari adanya kemampuan dalam :
1. Miksi secara normal, ditujukan dengan kemamapuan pasien berkemih
sesuia dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa
menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih dan chateter,
2. Mengosongkan kandung kemih, ditujukkan dengan berkurangnya
distensi volume urine residu, dan kelancaranny kepatenan drainase.
3. Mencegah infeksi, mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan
dengan tidak adanya tanda infeksi, tidak ditemukannya disuria,
urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya tanda
disuria, ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, dan adanya
ekspresi senang.
5. Melakukan bledder training, ditunjukkan dengan berkurangnya
frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih disaat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA