Oleh:
Prof DR Ir Soemarno MS
Dosen Jurusan Tanah, FAPERTA UNIBRAW
I. PENDAHULUAN
a. Permasalahan
b. Tantangan
c. Strategi Kebijakan
a. Permasalahan
Dari segi kondisi rumah tangga di perdesaan, masalah yang penting adalah
(1) banyaknya penduduk perdesaan yang kurang memiliki pengetahuan
dan keterampilan dasar masyarakat dalam pengelolaan usaha
pertanian,
(2) banyaknya keluarga yang meng-gantungkan pada ciri pertanian
subsisten,
(3) banyaknya keluarga yang memiliki lahan marjinal atau luas lahan
usaha yang makin menyempit, dan
(4) adanya kungkungan budaya yang menyebabkan kondisi kemskinan
struktural
b. Tantangan
Tantangan pokok dalam percepatan pembangunan perdesaan adalah
bagaimana mengembangkan sistem usaha pertanian untuk dapat mendorong
percepatan perubahan struktur kegiatan ekonomi dari yang bercorak subsisten,
tradisional, agraris menuju pada struktur kegiatan ekonomi yang bercorak modern
atau sektor agribisnis. Hal di atas memberikan implikasi bagi pengembangan mata
rantai kegiatan usaha pertanian hulu, usaha pertanian primer, usaha pertanian hilir,
dan usaha jasa layanan pendukung. Dalam konteks ini tantangan yang penting
adalah bagaimana masyarakat perdesaan dapat terlibat masuk dalam mata-rantai
kegiatan agribisnis yang dikuasai oleh masyarakat desa dan dengan dukungan
pihak pelaku ekonomi lainnya.
Sehubungan dengan hal di atas maka prasarat dasar adalah (1)
meningkatkan pengembangan sumberdava manusia masyarakat di perdesaan
dalam hal keterampilan para petani dan nelayan untuk mengolah produk primer
dengan skala produksi yang efisien bagi pemenuhan permintaan pasar, (2)
pengembangan kapasitas organisasi yang dapat mengelola input produksi,
pemanfaatan lahan usaha dengan luasan yang memadai secara kolektif, (3)
pengembangan sistem jaringan kerja produksi dan pemasaran yang terpadu
disertai dengan keleluasaan masyarakat dalam memilih komoditas pertanian
kebutuhan pasar, (4) adanya jaminan pemasaran yang terkelola oleh masyarakat
sesuai dengan dukungan kemitraan dari pelaku ekonomi lainnya.
c. Strategi Kebijakan
6
Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat dari masalah
fundamental dan keadaan khusus (shock). Masalah fundamental adalah
tantangan internal berupa kesenjangan yang ditandai adanya pengangguran
dan kemiskinan. Tantangan eksternal adalah upaya meningkatkan daya saing
7
kebutuhannya.
Sejalan dengan arah pembangunan pertanian tersebut, peran pemerintah
adalah mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan
kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat tani maupun
kelembagaan birokrasi. Penguatan kelembagaan pembangunan pertanian
dilakukan melalui pembangunan partisipatif untuk mengembangkan kapasitas
masyarakat, dan berkembangnya kemampuan aparat dalam menjalankan fungsi
lembaga pemerintah yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
Prinsip pembangunan partisipatif adalah mengikutsertakan masyarakat
secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah
memberikan fasilitas dan pembinaan kepada masyarakat dalam melaksanakan
program ekonomi. Penerapan prinsip pembangunan partisipatif perlu dipahami
sebagai proses dan langkah pembangunan yang mengikut-sertakan masyarakat
tani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian, evaluasi,
pelaporan, pemeliharaan, dan pelestarian hasilnya.
4.1. Pendahuluan
Di seluruh Jawa Timur bagian selatan terdapat cukup banyak lahan kering,
dimana sekitar 80-90% di antaranya dikelola dengan berbagai tipe usahatani lahan
kering secara subsistensi yang rawan terhadap bahaya degradasi lahan. Salah
satu masalah utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan kering yang
sangat beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar
untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan penajaman
teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan kering dan pembenahan kelembagaan
penunjangnya.
Lima syarat yang harus dipenuhi dalam upaya perekayasaan dan
pengembangan teknologi pengelolaan lahan kering, adalah
(i) secara teknis bisa dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan sesuai
dengan kondisi agroekologis setempat,
(ii) secara ekonomis menguntungkan pada kondisi tatanan ekonomi
wilayah pedesaan,
(iii) secara sosial tidak bertentangan dan bahkan mampu mendorong
motivasi petani,
(iv) RAMAH DAN aman lingkungan, dan
(v) mampu membuka peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
wilayah secara berkelanjutan.
tersebut relatif sangat besar dibandingkan dengan biaya produksi dan penerimaan
usahatani. Dalam kondisi seperti ini diperlukan campur tangan kebijakan
pemerintah.
Kondisi sumberdaya lahan kering yang sangat beragam dan kondisi iklim
yang berfluk tuasi tersebut pada kenyataannya sering menjadi kendala yang
menentukan tingkat efektivitas implementasi teknologi pengelolaan yang ada.
Khusus dalam hal konservasi tanah dan air, kendala yang dihadapi adalah
erodibilitas tanah dan erosivitas hujan yang sangat tinggi, faktor lereng dan
fisiografi. Dalam kondisi seperti ini maka tindakan konservasi tanah harus dibarengi
dengan intensifikasi usahatani dan rehabilitasi lahan. Salah satu upaya intensifikasi
usahatani lahan kering adalah dengan pemilihan kultivar, pengaturan pola tanam
yang melibatkan tanaman semusim dan tanaman tahunan, serta ternak dibarengi
dengan penanaman rumput/tanaman hijauan pakan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh P3HTA tentang pola usahatani lahan kering pada musim tanam
1985/1986 memberi informasi bahwa polatanam introduksi : jagung + kacang tanah
(atau kedelai) + ubikayu, diikuti jagung + kedelai (atau kacang hijau), dan diikuti
kacang tunggak lebih efisien dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian dan lebih
produktif daripada pola tanam tradisional. Suatu peluang yang tampaknya cukup
besar di lahan kering adalah usahatani tanaman pisang dan kelapa. Kedua jenis
komoditas ini ternyata mampu mensuplai pendapatan dan kesempatan kerja bagi
petani lahan kering, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pemupukan urea, TSP dan KCl ternyata mampu meningkatkan produktivitas kedua
tanman ini secara signifikan. Penelitian-penelitian ini sudah mulai melibatkan aspek
konservasi tanah, laju erosi dan limpasan permukaan sudah mulai diamati dan
diukur di lapangan, sehingga diperlukan dana yang cukup banyak dan harus
mengikuti irama musiman. Selain itu, penelitian-penelitian ini masih belum
menganalisis hasil-hasil erosi dan limpasan permukaan secara terintegrasi dengan
analisis ekonomis, belum dilakukan analisis kepekaan erosi dan limpasan
permukaan terhadap variasi bentuk kegiatan konservasi tanah, serta belum
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan dampak jangka panjangnya.
Tampaknya komponen teknologi sistem usahatani lahan kering yang cukup baik
untuk menunjang program intensifikasi adalah ternak. Introduksi hijauan pakan
ternak, baik yang berupa rumput maupun semak/perdu dan pepohonan, mampu
memberikan manfaat ganda, yaitu mengurangi bahaya erosi dan limpasan
permukaan, serta menghasilkan pakan hijauan. Khusus jenis rumput setaria
ternyata mempunyai peluang yang cukup baik untuk dikembangkan di lakan kering,
karena mempunyai nilai gizi yang cukup baik bagi ternak ruminansia serta mampu
memainkan peran sebagai tanaman penguat teras yang baik. Usahatani domba
ternyata mampu memberikan sumbagan pendapatan keluarga yang cukup besar
(bisa mencapai 35% dari total pendapatan keluarga), dan faktor utama yang sangat
berpengaruh adalah jumlah dan jenis (kualitas) pakan yang terkonsumsi ternak.
dijumpai di lahan kering adalah (i) kondisi lahan yang curam sehingga pengolahan
tanah akan merangsang dan mempercepat proses erosi dan tanah longsor, (ii)
rendahnya rataan penghasilan petani lahan kering yang menyebabkan tidak
mampu untuk membiayai kegiatan konservasi tanah, (iii) masih terbatasnya
kesadaran petani akan usaha konservasi tanah sebagai akibat dari keterbatasan
informasi dan pengetahuan, dan (iv) keterbatasan sarana dan prasarana pengem-
bangan sistem pertanian lahan kering. Lokasi prioritas bagi kegiatan konservasi
tanah harus memenuhi kriteria (i) terletak dalam Zone Erosi Kritis dengan lahan
lebih dari 75% lahan kering; (ii) sebagian besar diusahakan untuk usahatani kecil;
(iii) kemiringan lahan antara 8% hingga 45% dengan tebal solum lebih dari 30 cm,
untuk daerah yang solumnya kurang 30 cm diarahkan untuk tanaman keras
tahunan; dan (iv) respon petani cukup tinggi. Metode konservasi tanah yang sering
digunakan adalah metode sipil-teknis dan metode vegetatif. Bentuk-bentuk teknik
konservasi tanah dapat berupa teknik teras bangku, teras gulud, teras kredit, teras
individu, teras kebun, saluran diversi, saluran pembuangan air, dan penanaman
tanaman penguat teras pada bibir/tampingan, tanaman penutup tampingan teras
dan penanaman berjalur (strip cropping).
Sebagai pembina teknis adalah PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan PLP
(Penyuluh Lapangan Penghijauan). Pengelola kebun bibit disyaratkan tinggal di
dekat lokasi kebun bibit dan memiliki motivasi tinggi dan ketekunan yang andal.
(1). Perencanaan
Beberapa permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
kebun bibit adalah (a) dimana lokasi kebun bibit? (b) siapa yang akan
mengelolanya? (c) apa saja yang bibit/benih yang akan diproduksi? (d) berapa
jumlah bibit yang akan dihasilkan dan berapa biayanya? (e) bagaimana jadwal
kerja? dan (f) bagaimana konstruksi, pemeliharaan, administrasi dan distribusinya?
Beberapa persyaratan bagi lokasi kebun bibit a.l. adalah (1) lahannya cukup datar
dan drainasenya baik, (2) tanahnya gembur, mudah diolah, bebas dari gangguan
gulma, hama dan penyakit; (3) bebas dari gangguan ternak; (4) dekat dengan
sumber air; (5) memperoleh sinar matahari yang cukup; (6) aerasi dan drainase
tanah cukup baik; (7) tenagakerja cukup tersedia; (8) dekat dengan jalan; (9)
letaknya tidak jauh dari rencana areal penanaman dan strategis bagi semua petani;
(10) status pemilikan lahan tidak menjadi permasalahan serius.
Pengelola bibit disyaratkan orang atau kelompok yang bertanggung-jawab
penuh, terutama yang telah berpengalaman. Jenis bibit dipilih yang sesuai dengan
kondisi agroekologi areal tanaman, diminati oleh masyarakat dan mempunyai
prospek ekonomis yang bagus. Kriteria bibit yang baik dan siap disalurkan a.l
adalah:
(1). Bibit Kelapa: daun cepat membelah; pelepah daun pendek dan tumbuh
merapat; lilit batang kekar dan besar; bebas gangguan hama dan penyakit;
habitus normal; umur bibit 6-8 bulan.
(2). Bibit kopi: pertumbuhannya baik/normal dan tidak kerdil; umur bibit 4-10 bulan;
sehat, tidak terserang hama/penyakit; akar lurus, tidak bengkok; jumlah
cabang primer 1-2 pasang dan jumlah daun 14-20 lembar.
(3). Bibit cengkeh: pertumbuhannya baik/normal; bentuk dan keadaannya kekar
dan segar; umur bibit mulai 8 bulan; sehat dan tidak terserang hama/penyakit.
(4). Bibit kapok randu: sehat, tidak terserang hama dan penyakit; umur bibit 6-12
bulan.
(5). Jambu mete: pertumbuhan bibit baik dan normal; tumbuhnya sehat dan kuat,
bebas dari gangguan hama penyakit; umur bibit 4- 6 bulan setelah disemai.
(2). Pelaksanaan
1 < 15% 75 25
2 15%-30% 50 50
3 30%-45% 25 75
2 >45% 0 100
Pola tanam harus diatur sedemikian rupa supaya permukaan tanah dapat
terlindungi tanaman sepanjang tahun dan mampu menekan laju erosi. Faktor iklim
yang harus dipertimbangkan adalah curah hujan, yang merupakan faktor penentu
1
6
neraca lengas lahan. Sebagai arahan umum adalah : (1). Curah hujan >200
mm/bulan selama 5-7 bulan berturutan dapat untuk bertanam padi gogo; (2). Curah
hujan 100-200 mm/bulan selama 3-5 bulan berturutan masih cocok untuk palwija.
Pengaturan jarak tanam sangat tergantung dari bidang olah yang tersedia.
Pengaturan barisan tanaman dapat dimulai dari panbgkal teras atau 50 cm dari
bibir teras. Barisan jagung dan ubikayu dimulai 50 cm dari pangkal teras. Jumlah
barisan jagung dan ubikayu selanjutnya tergantung dari bidang olah yang tersedia.
Sebagai contoh lebar bidang olah menurut kemiringan lahan dikemukakan sebagai
berikut :
A. Tanaman Ubikayu
(a). Varietas tanaman: Adira I, Adira II, Adira IV, Valenca, Gading, Muara, Faroka,
atau Unggul lokal.
(b). Kriteria stek yang baik: Panjang stek 20-25 cm; berasal dari sekitar tengah
batang; kulit stek tidak terkelupas, terutama pada bagian bakal tunas; bagian
gabus masih berair dan berdiameter 1/2 diameter batang.
(c). Penyiapan lahan: tanah dibajak hingga gembur, dibuat bedengan atau
guludan yang sekaligus berfungsi sebagai saluran drainase
(d). Tanam bibit: Waktu tanam yang baik adalah awla musim hujan, stek ditanam
dengan jarak tanam monokultur: 100 x 100 cm hingga 100x 80 cm; sedangkan
jarak tanam tumpangsari 300 x 60 cm hingga 200 x 75 cm. Pada tanah yang
kurus jarak tanam semakin rapat. Stek ditanam tegak lurus dengan
kedalaman stek 5 cm untuk tanah berat dan 10 cm untuk tanah berpasir.
Penyulaman dapat dilakukan 3-4 minggu setelah tanam.
(e). Pembuangan tunas: dilakukan pada saat tanaman masih muda (1-1.5 bulan)
atau saat penyiangan I dan tunas disisakan 2 saja.
(f). Pemupukan: Dosis 200-300 kg Urea + 100 kg TSP + 150 kg KCl/ha. Pupuk
1
7
diberikan dua kali, yaitu 1/3 urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl; dan 2/3 dosis urea
+ 100 kg KCl pada umur 3 bulan.
(g). Pengendalian hama dan penyakit: Tungau merah disemprot dengan larutan
belerang 2.5%; uret diberantas dengan Furadan 3G sebanyak 15 kg/ha pada
saat tanam. Bercak daun dan busuk batang dapat dicegah dengan menanam
varietas tahan bibit, bebas dari bakteri.
B. Tanaman Jagung
(a). Varietas : Arjuno, Abimanyu, Bromo, Sadewa, KAlinga Rama dan Hibrida.
(b). Penyiapan Lahan: Tanah diolah hingga gembur
(c). Tanam bibit: ditugal sebanyak dua biji/lubang, sebelumnya benih diberi
pengobatan dengan ridhomil (lima gram ridomil/kg benih). Jarak tanam
berpedoman pada umur kultivar, serta pola tanam yang diterapkan. Untuk
tanaman jagung monokultur:
Kultivar umur dalam: 100 x 40 cm atau 75 x 50 cm
Kultivar umur tengah: 75 x 40 cm Kultivar Umur genjah: 50 x 20 cm.
(d). Pemupukan:
Tanah vulkanik muda : 200 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg TSP/ha.
Tanah berkapur: 300 kg urea+200 kg TSP/ha, untuk tanah yang defisien
kalium dapat ditambahkan 100 kg KCl/ha.
Pupuk diberikan dua kali: 1/3 dosis pupuk Urea dan seluruh TSp, ZA, KCl
diberikan saat tanam; 2/3 dosis urea diberikan pada umru satu bulan.
(e). Penyiangan: dilakukan dua kali pada umur 15 hari dan ke dua pada umur
empat minggu disertai dengan pembumbunan. Sebaiknya penyiangan
dilakukan sebelum pemupukan. Penggunaan herbisida pratumbuh, Atrazine,
Metalokhlor, Bentiokarp pada daerah-daerah yang sukar tenagakerja.
C. Tanaman Kacangtanah
(a). Varietas: Gajah, Macan, Banteng, Kidang, Tapir, Pelanduk, Kelinci, atau
Unggul Lokal.
(b). Penyiapan lahan: Tanah diolah sampai gembur dan dibuat bedengan selebar
3-4 meter.
(c). Penanaman: Benih ditugal dengan jarak 40 x 15 cm, 1-2 biji setiap lubang.
Pada alahan yang kurus jarak tanamnya dapat 40 x 10 cm.
(d). Pemupukan: 45 kg Urea + 90 TSP + 90 kg KCl/ha, diberikan pada saat tanam,
disebar merata atau larikan.
(e). Penyiangan: dilakukan dua kali, yaitu 3 dan 6 minggu setelah tanam.
Penggunaan herbisida Lasso, Dowpon, Roundup ( 1 liter/ha) pada daerah
yang sukar tenagakerja.
(f). Pengendalian hama dan penyakit:
Wereng kacangtanah, penggerek daun, ulat jengkal dan ulat grayak dapat
disemprot dengan insektisida: Thiodan, Dursban, Azodrin, Tamaron, atau
1
8
Basudin.
Penyakit bercak daun dan karat daun dapat dikendalikan dengan
semprotan fungisida: Benlate, Dithane M45; Baycor; Delsene MX 200; atau
Daconil pada saat tanaman mulai terserang.
(a). Varietas: No. 129, Betet, Merak, Walet, Gelatik, Parkit, dan Merpati.
(b). Penyiapan lahan: Tanah berat harus diolah hingga gembur; tanah tegalan
bekas tanaman jagung, kedelai atau gogo perlu pengolahan minimal.
(c). Penanaman benih: Ditugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm dan diisi dua benih
setiap lubang tanam (d). Pemupukan:
Pada tanah yang kurus diberi pupuk 45 kg Urea, 45-90 kg TSP, 50 kg
KCl/ha. pupuk diberikan pada saat tanam, disebar merata atau larikan di
samping lubang tanam.
(e). Penyiangan: dilakukan dua kali yaitu pada umur 2 dan empat minggu setelah
tanam dengan tangan atau cangkul. Herbisida pratumbuh yang dapat
digunakan adalah Lasso, Roundup, dan Goal pada daerah yang mahal
tenagakerja.
(f). Pengendalian hama dan penyakit:
Lalat bibit dapat dikendalikan dengan Azodrin pada umur tujuh hari setelah
tanam.
Ulat daun dan penggerek polong, dapat dikendalikan dengan menyemprot
Thiodan, Dursban, Decis, dan Basudin.
Penyakit busuk batang, puru dan embun tepung dapat disemprot dengan
Benlate, Dithane M.45, Baycor, Belsene MX 200.
A.1. Syarat tumbuh tanaman: ketinggian tempat < 400 m dpl dengan curah hujan
800-1000 mm setahun dengan tipe iklim (Schmidt & Ferguson) C, D, E dan
musim kemarau yang tegas.
A.2. Bibit tanaman: berasal dari okulasi atau grafting dengan menggunakan batang
bawah ejenis madu dan podang. Kultivar batang atas yang disarankan adalah
Arumanis 143, Gurih 163, Golek 41 dan Manalagi 69.
A.3. Penanaman bibit:
(a). Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60x60x60 cm, tanah lapisan atas
sedalam 30-40 cm dipisahkan dengan lapisan bawah.
(b). Jarak tanam 6x6m - 8x8 m, tanah lapisan atas dicampur dengan rabuk
organik, pupuk dasar, dan Furadan 8-10 gram.
(c). Bibit grafting atau okulasi ditanam pada lubang tanam yang disiapkan 1/2 - 1
bulan sebelumnya.
(d). Bibit grafting (hasil sambungan dini) siap ditanam pada umur 6-7 bulan,
sedangkan bibit okulasi umur 12 bulan.
(e). Penanamanm bibit dilakukan pada awal musim hujan
(b). Tanah di sekitar tanaman dibersihkan dan digemburkan, pada musim kemarau
ditutup dengan mulsa
(c). Batang utama dipangkas setinggi 70-75 cm, cabang yang tumbuh dipelihara 3-
4 arah, pemangkasan dilakukan sampai tahun ke dua setelah tanam dan
dilakukan pada awal musim hujan.
(d). Tanaman yang berasal dari grafting atau okulasi akan berproduksi pada umur
3-4 tahun.
(e). Untuk memacu pembungaan mangga yang lebih awal, digunakan Cultar
dengan dosis 2.5 ml/liter air/pohon untuk tanaman umur 3- 4 tahun dan 10
ml/liter air/pohon untuk tanaman umur 5-10 tahun. Aplikasi dilakukan pada
bulan April-Mei.
48 g dan Tiner Stocker 1,4 ml dalam 20 liter air untuk setiap 60 bit.
Kultivar yang dikembangkan adalah Ambon Jepang, Ambon lumut, Ambon
ijo, Susu, Mas, Raja Bulu, Badak, Kepok, Agung, Candi, Raja Nangka.
C.3. Penanaman
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60x60x60 cm dengan jarak tanam 2x2
m, 3x3 m, atau 4x4 m; saat tanam bibit sebaiknya pada awal musim hujan; bibit
yang berasal dari bit ditumbuhkan miring dengan mata di bagian atas sedalam 10
cm. Tumpangsari dengan tanaman lain dapat dilakukan dengan baik.
dan gugur.
(c). Untuk pemasaran lokal buah pisang dipanen setelah 1-2 buah mulai masak;
sedangkan untuk pemasaran yang jauh (ekspor) dilakukan pemisahan sisir
dari tandan, sisir pisang tersebut dicuci dan disemprot dengan Benomyl 1-2
ml/liter air.
2
5
DAFTAR PUSTAKA
Ajit Ghose dan Greffin. 1990. Rural Poverty Development Alternatives In South and South
Easth Asia. Some Policy Yssenes, Development Ang Cange, Volume II.
Arsyad, S. , A. Priyanto, dan L.I. Nasoetion. 1985. Konsepsi Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Makalah disajikan pada Lokakarya Program Studi Pengelolaan DAS pada
FPS IPB, 14 Januari 1985.
Arsyad, S. 1985. Strategi konservasi tanah. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Terpadu. Departemen Kehutanan - Universitas Gajah Mada, 3-5 Oktober
1985, Yogyakarta. Hal. 185-217.
Brebbia, C.A. (ed.) 1975. Mathematical Models for Environmental Problems. Univ. of
Southampton, England.
Brinkman,A.R. dan A.J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural Purposes. ILRI Publ. No. 17
, Wageningen.
BRLKT, Wilayah IV. 1986. Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran
Sungai Brantas (Buku Utama). Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) jawa Timur.
Catalan, R.L. 1990. QUEFTS, Quantitative Evaluation of the Fertility of Tropical Soils, User
Guide. Dept. of Soil Science and Plant Nutrition, Agric. University, Wageningen, The
Netherlands.
Christian, C.S. dan G.A. Stewart. 1968. Methodology of integrated survey. Proc. Unesco
Conf. on Aerial Survey and Integrated Studies. Toulouse, France. p. 233-278.
Dent, D. dan A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen & Unwin,
London.
Dent, J.B. dan J.R. Anderson. 1971. Systems Analysis in Agricultural Management. John
Wiley & Sons Australasia PTY LTD,. Sydney.
Departemen Pertanian. 1987. Pedoman pola pembangunan di daerah aliran sungai. S.K.
Menteri Pertanian No. 175/Kpts/ Rc.220/4/1987, 2 April 1987. Jakarta.
Departemen Pertanian. 1991. Pedoman pola pembangunan di daerah aliran sungai. S.K.
Menteri Pertanian No. 175/Kpts /Rc.220/4/1987, 2 April 1987. Jakarta.
Doorenbos, J. dan W.O. Pruitt. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water Requirements.
FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organization of The
United Nations, Rome.
Edward, A.A.,R. Lal, P. Madden, R.H. Miller dan G. House. 1990. Sustainable Agricultural
Systems. Soil and Water Conservation Society. Iowa.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No. 32/I/ILRI Publ. No.
22. FAO, Rome.
Manwan, I. 1991. Farming Systems Research in Indonesia: Its Evolution and Future Outlook.
Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering
yang Berkelanjutan. Malang 29-31 Agustus 1991.
Nasoetion, L.I. 1988. Masalah Pengkonversian Lahan Pertanian ke lahan Non-Pertanian dan
beberapa Alternatif Kebijakan untuk Mengatasi Dampak Negatifnya. Makalah
disampaikan pada Seminar Keprofesian Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Bogor,
27 Oktober 1988.
P3HTA. 1989. Pertanian Lahan kering dan Konservasi di Daerah Aliran Sungai. Risalah
Diskusi Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian. Batu, Malang 1-3 Maret 1989.
PPLK. 1992. Buku Pedoman Operasional . Petunjuk Teknis Proyek Pertanian Lahan Kering,
Jawa Timur. PPLK Jatim, Sekretariat Badan Pengendali Bimas, DEPTAN, Jakarta.
Rauschkolb, R.S. 1971. Land Degradation. FAO Soil Bulle tin No. 13, Rome, Italy.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soil in the tropics. Wiley, New York,
USA.
Sanchez, P.A., J.H. Villachia, dan D.E.Bandy. 1983. Soil fertility dynamics after clearing a
tropical rainforest in Peru. Soil Science Society of America Journal 47:1171-1178.
Sanchez,P.A. dan S.W.Buol. 1975. Soils of the tropics and the world food crisis. Science
188: 598-603.
Semaoen, I, Soemarno dan N.Hanani. 1995. Identifikasi Kelompok sasaran dan Pola
Pemberian Bantuan sesuai Dengan Kategori Kemiskinannya, BAPPEDA - LP
Unibraw.
2
7
Soemarno. 1988. Model dan Simulasi dalam Pengelolaan Lahan Kritis di DAW Selorejo.
Tesis Magister Sains di Fakultas Pascasarjana, IPB.
Soemarno, 1990. Perencanaan dan Pengelolaan Lahan di DAS Konto, Malang, Jawa Timur,
Thesis S2, IPB Bogor
Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Konto, Malang.
Disertasi, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Institut
Pertanian Bogor.
Soemarno, B.Setiawan, H.Hidayat, dan A.Affandie. 1995. Studi Pewilayahan Komoditi Lahan
Kering Miskin di Jawa Timur (Kabupaten Trenggalek, Malang, Jombang, Kediri,
Bangkalan, Sampang, dan Sumenep), BAPPEDA - FP Unibraw.
SP2UK-PPLK Jatim. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya dan Konservasi Lahan Kering. SP2UK-
PPLK Jawa Timur, Malang.
Sunanto. 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius. Jakarta.
Sys, C. 1985. Land Evaluation Part I , II, and III. International Training Centre for Post-
Graduate Soil Svcientist, State University of Ghent, Ghent.
Thornthwaite, C.W. dan J.R. Mather. 1955. The Water balance. Laboratory of Climatology.
Publication Vol. VIII No. 1, Centerton, N.J. p. 7-21.
Thornthwaite, C.W dan J.R. Mather. 1957. Instruction and Tables for Computing
Potential Evapotranspiration and the Water Balance. Laboratory of Climatology.
Publication Vol X No. 3., Centerton ,N.J. p.5-32.
Wood, S.R. dan F. J. Dent. 1983. LECS. Land Evaluation Computer System,
Methodology. AGOF/INS/78/006. Mannual 5 Version 1. Ministry of Agric.
Government of Indonesia-UNDP and FAO. Jakarta.
Wright, A. 1971. Farming systems: model and simulation. In: J.B. Dent dan J.R. Anderson
(Eds.) Systems Analysis in Agricultural Management. John Wiley and Sons,
Australia PTY LTD., Sydney. p. 17-33.