Mti-Omnibuslaw-2
Mti-Omnibuslaw-2
Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) sedang melakukan giat giatnya untuk merapihkan tatanan peraturan perundang undangan yang ada di
Indonesia karena dinilai sudah terlalu banyak, dan saling tumpeng tindih. Salah satu usaha pemerintah adalah merancang sebuah draft
Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja (“RUU CIPTA KERJA”) yang akan menjadi payung hukum dari beberapa sektor usaha. Selain
itu RUU CIPTA KERJA juga bertujuan untuk memberikan serangkaian kebijakan dan tindakan yang komprehensif dan strategis untuk
menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi pekerja Indonesia dan diharapkan akan membangun kesejahteraan yang lebih baik untuk
masyarakat di Indonesia secara umum.
Sejak diajukan pada tanggal 12 Februari 2020, RUU Cipta Kerja mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak terutama kaum buruh yang
merasa paling dirugikan karena dinilai RUU Cipta Kerja sangat berpihak kepada pemberi kerja atau investor. Banyak pekerja buruh yang
merasa hak haknya yang sebelumnya diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU NAKER”) akan dipangkas jika RUU
CIPTA KERJA diberlakukan, salah satu peraturan didalamnya yang dinilai akan merugikan kaum pekerja buruh adalah pemberi kerja
diperbolehkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) berdasarkan kesepakatan dengan pekerja, kecuali dengan alasan tertentu yang
belum dijelaskan lebih lanjut mengenai alasan tersebut dalm draft RUU CIPTA KERJA.
Pada bagian selanjutnya RUU CIPTA KERJA juga mengatur mengenai penyederhanaan perizinan berusaha sektor serta kemudahan dan
persyaratan investasi di dalam Pasal 27, pada pasal tersebut terdapat 15 sektor yang perizinan berusahanya diatur dalam RUU ini, salah
satunya adalah sektor transportasi. Perubahan peraturan dalam RUU CIPTA KERJA yang terjadi dalam sektor transportasi beririsan dengan
beberapa ketentuang peraturan perundang undangan sebelumnya yaitu Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (“UU LLAJ”), Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU KA”), Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (“UU PELAYARAN”), dan Undang Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU PENERBANGAN”). DPR bermaksud
dengan dilakukannya penghapusan dan perubahan ketentuan tersebut dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama pelaku
usaha dalam mendapatkan perizinan dan kemudahan persyaratan investasi di sektor transportasi.
Berikut merupakan penjelasan atas paragraf 10 RUU CIPTA KERJA yang nantinya akan merubah ketentuan dalam UU KA, UU LLAJ, UU
PELAYARAN dan UU PENERBANGAN:
1. Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
(d) Melewati jaringan jalan selain yang (d) Melewati jaringan jalan selain yang di
ditentukan dalam izin trayek. tentukan dalam izin trayek yang telah di
setujui dalam Perizinan Berusaha.
Catatan terkait perubahan pasal-pasal UU Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam RUU Cipta Kerja diantaranya
1. Adanya sentralisasi perizinan. Terdapat 5 pasal terkait perizinan yang berasal dari Pemerintah Pusat pada RUU Cipta Kerja yaitu Pasal 43,
Pasal 60, Pasal 78, Pasal 165, dan Pasal 173. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan penuh yang diberikan pada Pemerintah Pusat
(eksekutif). Kewenangan persetujuan perizinan berusaha menjadi sentralistik. Namun keuntungan yang akan didapat dari perubahan pada
pasal tersebut yaitu penyederhanaan perizinan berusaha.
2. Adanya pasal yang menghilangkan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini tergambar dari Pasal 60 RUU Cipta Kerja yang berbunyi :
“Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat”Perizinan berusaha yang pada awalnya berasal dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia diubah menjadi Pemerintah Pusat. Pemangkasan peran pemerintah daerah berujung pada sentralisasi dan
kewenangan pemerintah pusat semakin absolut. Hal ini juga kurang menggambarkan asas transparan dan partisipatif pada UU LLAJ.
3. Ada beberapa aturan yang belum diatur dalam UU LLAJ dan dirasa penting untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun
ternyata aturan ini juga belum diatur pada RUU Cipta Karya diantaranya
Belum ada aturan yang menyelesaikan masalah kemacetan. Dalam kondisi eksisting, kemacetan menjadi masalah penting dalam
transportasi Indonesia. Keberadaan UU LLAJ belum mampu menciptakan lalu lintas yang lancar seperti tujuan UU LLAJ poin pertama
Belum mengatur kendaraan roda 2 dan roda 3 yang berperan sebagai moda transportasi umum, baik konvensional maupun berbasis
teknologi seperti ojek online. Aturan ini menjadi penting mengingat banyak “ojek” yang memiliki kendaraan dengan kondisi kurang
baik sehingga dapat membahayakan keselamatan penumpang. Selain itu, apabila motor dijadikan angkutan umum maka akan terus
menciptakan keruwetan lalu lintas, pemborosan BBM, meningkatnya polusi udara dengan kapasitas angkut yang terbatas, serta
kemacetan tentunya. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pertama UU LLAJ. Oleh karena itu, aturan ini penting diatur dalam RUU untuk
menyesuaikan perkembangan zaman. Apakah ojek online cocok untuk diterapkan sebagai angkutan umum atau tidak.
Belum mengatur transportasi ramah lingkungan seperti transportasi menggunakan listrik.
1. izin usaha;
2. izin pembangunan; dan
3. izin operasi.
25) Perubahan Pasal 111 Pasal 59 Ketentuan mengenai pelabuhan yang t Pelabuhan dan terminal khusus yang ter
erbuka bagi perdagangan luar negeri buka bagi perdagangan luar negeri diteta
pkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara audit dan penerbitan sertifikat man a audit dan penerbitan sertifikat manaje
ajemen keamanan kapal diatur dengan men keamanan kapal diatur dengan Pera
Peraturan Menteri. turan Pemerintah.
Peringatan;
Denda administratif;
Pembekuan izin; atau
Pencabutan izin.
xxx.xxxx.xxx.xxx
12)Perubahan Pasal 28 Pasal 60 Setiap orang yang mengaburkan identitas Pengubahan pada ayat 2 : tidak ada bentuk
tanda pendaftaran dan kebangsaan dari sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
13)Perubahan Pasal 30 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur pendaftaran dan penghapusan Pemerintah.
tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan
Indonesia serta pemberian sanksi
administratif diatur dengan Peraturan
Menteri.
14)Penghapusan Pasal 31 Pasal 60 Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(2) dan penghapusan tanda pendaftaran
-
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara
pelayanan umum.
15)Penghapusan Pasal 32 Pasal 60 Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
-
dikenakan
biaya.
16)Penghapusan Pasal 33 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga
penyelenggara pelayanan umum, serta
-
proses dan biaya sertifikasi diatur dalam
Peraturan Menteri.
17)Perubahan Pasal 37 Pasal 60 Ayat 3 menjelaskan standar lanjutan Ayat 3 dihapus
pesawat udara dalam memperoleh sertifikat
kelaikudaraan
18)Perubahan Pasal 40 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur untuk memperoleh sertifikat Pemerintah
kelaikudaraan dan pemberian sanksi
administratif diatur dengan Peraturan
Menteri.
19)Perubahan Pasal 41 Pasal 60 Ayat 3 menjelaskan ketentuan pemberian Ayat 3 dihapus
sertifikat yaitu diberikan setelah lulus
pemeriksaan dan pengujian serta pemohon
mendemonstrasikan kemampuan
pengoperasian pesawat udara.
20)Penghapusan Pasal 42 Pasal 60 Pasal 42 menjelaskan ketentuan yang harus -
dipenuhi operator untuk memperoleh
sertifikat operator pesawat udara
21)Penghapusan Pasal 43 Pasal 60 Pasal 43 menjelaskan persyaratan yang -
harus dipenuhi operator untuk memperoleh
sertifikat pengoperasian pesawat udara
22)Perubahan Pasal 45 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur memperoleh sertifikat Pemerintah
operator pesawat udara atau sertifikat
pengoperasian pesawat udara dan
pemberian sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri.
23)Perubahan Pasal 46 Pasal 60 Ayat 2 : Dalam perawatan pesawat udara, Ayat 2 diubah : program perawatan pesawat
mesin pesawat udara, baling-baling pesawat udara disahkan Pemerintah Pusat
terbang, dan komponennya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus
membuat program perawatan pesawat
udara yang disahkan oleh Menteri.
24)Perubahan Pasal 47 Pasal 60 Ayat 2 : Sertifikat organisasi perawatan Ayat 2 dihapus
pesawat udara dan lisensi ahli perawatan
pesawat udara diberikan setelah lulus
pemeriksaan dan pengujian.
25)Penghapusan Pasal 48 Pasal 60 Pasal 48 berisi persyaratan yang harus -
dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat
organisasi perawatan pesawat udara
26)Perubahan Pasal 49 Pasal 60 Pasal 49 merujuk pada Pasal 47 ayat (1) Pasal 49 merujuk pada Pasal 47 huruf b
huruf b
27)Perubahan Pasal 50 Pasal 60 Setiap orang yang melanggar ketentuan Merujuk pada pasal 47 dan tidak ada bentuk
perawatan pesawat udara sebagaimana sanksi administratif
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. pembekuan sertifikat; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
28)Perubahan Pasal 51 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, Ketentuan diatur dengan Peraturan
prosedur, dan pemberian sertifikat Pemerintah
organisasi perawatan pesawat udara dan
lisensi ahli perawatan pesawat udara dan
pemberian sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri.
29)Perubahan Pasal 58 Pasal 60 Ayat 3 tentang persyaratan yang harus Ayat 3 dan 4 dihapus
dipenuhi dalam pemberian lisensi oleh
menteri
Ayat 4 tentang sertifikat kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan/atau
pelatihan yang diselenggarakan lembaga
yang telah diakreditasi.
30)Perubahan Pasal 60 Pasal 60 Lisensi personel pesawat udara yang Pengesahan oleh Pemerintah Pusat
diberikan oleh negara lain dapat diakui
melalui proses pengesahan oleh Menteri.
31)Perubahan Pasal 61 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan diatur dengan Peraturan
persyaratan, tata cara dan prosedur Pemerintah
memperoleh lisensi, atau sertifikat
kompetensi dan lembaga pendidikan
dan/atau pelatihan diatur dengan Peraturan
Menteri.
32)Perubahan Pasal 63 Pasal 60 Ayat 2 : Dalam keadaan tertentu dan dalam Ayat 2 : Persetujuan didapat dari Pemerintah
waktu terbatas pesawat udara asing dapat Pusat
dioperasikan setelah mendapat izin dari
Menteri. Ayat 4 : persyaratan kelaikudaraan
ditetapkan pemerintah pusat
Ayat 4 : Pesawat udara sipil asing yang akan
dioperasikan harus memenuhi persyaratan Ayat 5 : tidak ada bentuk sanksi administratif
kelaikudaraan.
Ayat 6 : ketentuan diatur dengan peraturan
Ayat 5 : Pelanggaran dikenakan sanksi pemerintah
administratif berupa peringatan, pembekuan
sertifikat, dan/atau pencabutan sertifikat
70)Perubahan Pasal 233 Pasal 60 (1) Pelayanan jasa kebandarudaraan dapat (1) Pelayanan jasa kebandarudaraan dapat
diselenggarakan oleh: diselenggarakan oleh:
a. badan usaha bandar udara untuk bandar a. badan usaha bandar udara untuk bandar
udara yang diusahakan secara komersial udara yang diusahakan secara komersial
setelah memperoleh izin dari Menteri; atau setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
b. unit penyelenggara bandar udara untuk Pemerintah Pusat atau
bandar udara yang belum diusahakan secara b. unit penyelenggara bandar udara untuk
komersial yang dibentuk oleh dan bandar udara yang belum diusahakan secara
bertanggung jawab kepada pemerintah komersial yang dibentuk oleh dan
dan/atau pemerintah daerah. bertanggung jawab kepada Pemerintah
(2) Izin Menteri diberikan setelah memenuhi Pusat
persyaratan administrasi, keuangan, dan
manajemen. Ayat 2, 3, dan 4 UU Penerbangan dihapus
(3) Izin Menteri tidak dapat
dipindahtangankan. (3) Badan usaha bandar udara yang
(4) Pelayanan jasa terkait dengan bandar memindahtangankan Perizinan Berusaha
udara dapat diselenggarakan oleh orang dikenakan sanksi administratif
perseorangan warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum Indonesia.
(5) Badan usaha bandar udara yang
memindahtangankan izin dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan izin.
71)Perubahan Pasal 237 Pasal 60 (2) Pengusahaan bandar udara yang Pemerintah Pusat mengembangkan usaha
dilakukan oleh badan usaha bandar udara, kebandarudaraan melalui penanaman modal
seluruh atau sebagian besar modalnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau perundang-undangan di bidang penanaman
warga negara Indonesia. modal