Anda di halaman 1dari 60

Disusun Oleh : Muhammad Wildan Fadlillah dan Cici Nivea Lisna

Tanggal : Mei 2020


Pembahasan : Sektor Transportasi dalam Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja

Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) sedang melakukan giat giatnya untuk merapihkan tatanan peraturan perundang undangan yang ada di
Indonesia karena dinilai sudah terlalu banyak, dan saling tumpeng tindih. Salah satu usaha pemerintah adalah merancang sebuah draft
Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja (“RUU CIPTA KERJA”) yang akan menjadi payung hukum dari beberapa sektor usaha. Selain
itu RUU CIPTA KERJA juga bertujuan untuk memberikan serangkaian kebijakan dan tindakan yang komprehensif dan strategis untuk
menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi pekerja Indonesia dan diharapkan akan membangun kesejahteraan yang lebih baik untuk
masyarakat di Indonesia secara umum.

Sejak diajukan pada tanggal 12 Februari 2020, RUU Cipta Kerja mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak terutama kaum buruh yang
merasa paling dirugikan karena dinilai RUU Cipta Kerja sangat berpihak kepada pemberi kerja atau investor. Banyak pekerja buruh yang
merasa hak haknya yang sebelumnya diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU NAKER”) akan dipangkas jika RUU
CIPTA KERJA diberlakukan, salah satu peraturan didalamnya yang dinilai akan merugikan kaum pekerja buruh adalah pemberi kerja
diperbolehkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) berdasarkan kesepakatan dengan pekerja, kecuali dengan alasan tertentu yang
belum dijelaskan lebih lanjut mengenai alasan tersebut dalm draft RUU CIPTA KERJA.

Pada bagian selanjutnya RUU CIPTA KERJA juga mengatur mengenai penyederhanaan perizinan berusaha sektor serta kemudahan dan
persyaratan investasi di dalam Pasal 27, pada pasal tersebut terdapat 15 sektor yang perizinan berusahanya diatur dalam RUU ini, salah
satunya adalah sektor transportasi. Perubahan peraturan dalam RUU CIPTA KERJA yang terjadi dalam sektor transportasi beririsan dengan
beberapa ketentuang peraturan perundang undangan sebelumnya yaitu Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (“UU LLAJ”), Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU KA”), Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (“UU PELAYARAN”), dan Undang Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU PENERBANGAN”). DPR bermaksud
dengan dilakukannya penghapusan dan perubahan ketentuan tersebut dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama pelaku
usaha dalam mendapatkan perizinan dan kemudahan persyaratan investasi di sektor transportasi.
Berikut merupakan penjelasan atas paragraf 10 RUU CIPTA KERJA yang nantinya akan merubah ketentuan dalam UU KA, UU LLAJ, UU
PELAYARAN dan UU PENERBANGAN:

1. Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan

No. Perihal Pasal Ketentuan


UU LLAJ RUU CIPTA KERJA
2) Perubahan Pasal 19 UU LAJ Pasal 57
Terdapat klasifikasi jalan kelas I, II, III, Jalan dikelompokan dalam beberapa
dan jalan khusus. kelas berdasarkan fungsi dan intensitas
Lalu lintas, dan daya dukung untuk
menerima muatan sumbu terberat

Pengklasifikasian diatur lebih lanjut


dalam PP

3) Perubahan Pasal 36 UU LAJ Pasal 57


Setiap Kendaraan Bermotor Umum dala Setiap kendaraan bermotor umum dalam
m trayek wajib singgah di Terminal yan trayek wajib singgah di terminal yang
g sudah ditentukan, kecuali ditetapkan l sudah ditentukan, kecuali ditetapkan
ain dalam izin trayek. lain dalam trayek yang telah disetujui
dalam Perizinan Berusaha.

4) Perubahan Pasal 38 UU LAJ Pasal 57 Penyelenggara terminal wajib


Pengaturan mengenai fasilitas terminal menyediakan fasilitas terminal dan dapat
and penyelenggaraan terminal. dikerjasamakan dengan pihak ketiga
sesuai peraturan perundang undangan.

Adanya penambahan ayat


5) Perubahan Pasal 39 UU LAJ Pasal 57
Lingkungan kerja Terminal sebagaiman Lingkungan kerja terminal merupakan
a dimaksud pada ayat (1) ditetapkan de daerah yang diperuntukan bagi fasilitas
ngan peraturan daerah kabupaten/kot terminal, apabila pemerintah pusat
a, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibuko sebagai penyelenggara terminal
ta Jakarta ditetapkan dengan Peraturan pelaksanaan dapat dikerjasamakan
Daerah Provinsi. dengan pihak lain.

6) Perubahan Pasal 40 UU LAJ Pasal 57


Tidak mengatur mengenai penyerahan Tata cara pembangunan terminal, dapat
pembangunan terminal kepada pihak dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
ketiga.

7) Perubahan Pasal 43 UU LAJ Pasal 57


Tidak mengacu pada system Perizinan Penyediaan fasilitas pasrkir untuk umum
Berusaha Pemerintah Pusat. hanya dapat diselenggarakan di luar
Ruang Milik Jalan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat Yang dapat melakukan adalah
Perseorangan, usaha khusus perparkiran
atau penunjang usaha pokok

8) Perubahan Pasal 50 UU LAJ Pasal 57


Terdapat pengklasifikasian Uji tipe yaitu Uji tipe kendaraan bermotor dapat
Pengujian fisik dan penelitian rancang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan
bangunan dan rekayasa Kendaraan dapat dikerjasamakan dengan pihak
bermotor. ketiga.

Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP.


9) Perubahan Pasal 53 UU LAJ Pasal 57
Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fis Pengujian berkala kendaraan bermotor
ik Kendaraan Bermotor sebagaimana di dalam pasal 49 UU LAJ dapat dilakukan
maksud pada ayat (2) huruf a dilaksana pemerintah dengan kerjasama dengan
kan oleh: pihak ketiga.

unit pelaksana pengujian pemerintah k


abupaten/kota;

unit pelaksana agen tunggal pemegang


merek yang mendapat izin dari Pemerin
tah; atau

unit pelaksana pengujian swasta yang


mendapatkan izin dari Pemerintah.

10) Perubahan Pasal 60 UU LAJ Pasal 57


Penyelenggaraan bengkel umum sebag Penyelenggaraan bengkel umum sebagai
aimana dimaksud pada ayat (2) harus m mana dimaksud pada ayat (2) harus mem
endapatkan izin dari pemerintah kabup enuhi Perizinan Berusaha dari Pemerint
aten/kota berdasarkan rekomendasi da ah Pusat.
ri Kepolisian Negara Republik Indonesi
a.

11) Perubahan Pasal 78 UU LAJ Pasal 57


Pendidikan dan pelatihan mengemudi d Pendidikan dan pelatihan mengemudi
iselenggarakan oleh lembaga yang men harus mempunyai Perizinan Berusaha
dapat izin dan terakreditasi dari Pemeri dari Pemerintah Pusat
ntah.
12) Perubahan Pasal 99 UU LAJ Pasal 57
Memuat secara terperinci informasi Perizinan terkait pembangunan yang
apa saja yang harus tersedia dalam akan mengganggu kelancaran lalulintas
Analisis dampak lalu lintas harus. Memenuhi persyaratan yaitu
analilis mengenai dampak lalu lintas
Analisis dampak lalu lintas merupakan yang terintegrasi dengan UKL dan UPL.
persyaratan wajib yang harus
diserahkan kepada Pemerintah oleh
pengembang untuk mendapatkan izin
pembangunan.

13) Penghapusan Pasal 100 & 101 UU Pasal 57


LAJ -
Sertifikasi Lembaga konsultan dalam
melakukan analisis dampak lalu lintas _
dan harus disetujui oleh instansi terkait
di bidang Lalu lintas

14) Perubahan Pasal 126 UU LAJ Pasal 57


Pengemudi Kendaraan Bermotor Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
Umum angkutan orang dilarang: angkutan orang dilarang:

(d) Melewati jaringan jalan selain yang (d) Melewati jaringan jalan selain yang di
ditentukan dalam izin trayek. tentukan dalam izin trayek yang telah di
setujui dalam Perizinan Berusaha.

15) Perubahan Pasal 162 UU LAJ Pasal 57


Mewajibkan kendaraan bermotor yang Tidak ada ketentuan terkait kewajiban
mengangkut barang mendapat kendaraan bermotor yang mengangkut
rekomendasi dari instansi terkati barang mendapat rekomendasi dari
instansi terkait.

16) Perubahan Pasal 165 UU LAJ Pasal 57


Pelayanan angkutan multimoda harus t Peraturan mengenai perusahan
erpadu secara sistem dan mendapat izi angkutan umum multimoda yang harus
n dari Pemerintah. perizinan berusaha dari Pemerintah
Pusat.

17) Perubahan Pasal 170 UU LAJ Pasal 57


Pengoperasian dan perawatan alat peni Pemasangan alat penimbangan
mbangan yang dipasang secara tetap di kendaraan bermotor dapat diberikan
lakukan oleh unit pelaksana penimbang kepada pihak ketiga.
an yang ditunjuk oleh Pemerintah.

18) Perubahan Pasal 173 UU LAJ Pasal 57


Pengangkutan orang seperti ambulans Pengangkutan orang seperti ambulans
dan jenazah harus memenuhi izin dan jenazah harus memenuhi perizinan
penyelenggaraan angkutan orang, dan berusaha dari pemerintah pusat.
angkutan barang khusus atau alat
berat.
19) Penghapusan Pasal 174-180 UU LAJ Pasal 57
Penghapusan mengenai izin -
penyelenggaraan angkutan orang
dalam dan diluar trayek serta izin
penyelenggaraan angkutan barang -
khusus atau alat berat.
20) Perubahan Pasal 185 UU LAJ Pasal 57
Angkutan penumpang umum dengan ta Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
rif kelas ekonomi pada trayek tertentu Daerah dapat memberikan subsidi angk
dapat diberi subsidi oleh Pemerintah da utan pada trayek atau lintas
n/atau Pemerintah Daerah. tertentu.

Pemberian subsidi angkutan pada


trayek tertentu yang akan diatur dalam
PP.
21) Perubahan Pasal 220 UU LAJ Pasal 57
Pengembangan rancang bangun Kendar Rancang bangun Kendaraan Bermotor se
aan Bermotor sebagaimana dimaksud d bagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ay
alam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan pen at (1) huruf a dan pengembangan riset d
gembangan riset rancang bangun sebag an rancang bangun Kendaraan Bermotor
aimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hur
dilakukan oleh: uf a dilakukan oleh:

1. Pemerintah;  Pemerintah Pusat;


2. PemerintahDaerah;  Pemerintah Daerah;
3. badan hukum;  badan hukum;
4. lembaga penelitianax; dan/atau  lembaga penelitian; dan/atau
5. perguruantinggi.  perguruan tinggi.

22) Perubahan Pasal 222 UU LAJ Pasal 57


Terdapat penjabaran mengenai Pengembangan industri dan teknologi se
modernisasai fasilitas dan metpde bagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
pengembangan dalam hal mendapatkan pengesahan dari Pemerint
pengembangan industry dan teknologi ah Pusat.
prasarana
23) Perubahan Pasal 308 UU LAJ Pasal 57
Pengklasifikasian kepemilikan izin Setiap orang yang menyelenggarakan a
penyelenggaraan angkutan (Pasal 173) ngkutan orang dan/atau barang sebag
aimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat
(1) tanpa memiliki Perizinan Berusaha,
dipidana dengan pidana kurungan palin
g lama 2 (dua) bulan atau
denda paling banyak Rp500.000,00 (lim
a ratus ribu rupiah).
Tujuan dari pembuatan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan diantaranya
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat,
efisien dan efektif, seimbang, terpadu, dan mandiri. Namun asas ini kurang tergambar dalam RUU Cipta Kerja. Urgensi dalam revisi UU LLAJ
dikarenakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. UU LLAJ perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dalam menghadapi perubahan
dan perkembangan yang terjadi di masa mendatang serta dapat menjadi acuan dalam pembangunan berkelanjutan. UU LLAJ belum dapat
mengakomodir dan menyelesaikan masalah kemacetan, belum mengatur moda transportasi umum berbasis teknologi informasi (ojek online),
dan tidak ada pasar bagi transportasi ramah lingkungan

Catatan terkait perubahan pasal-pasal UU Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam RUU Cipta Kerja diantaranya
1. Adanya sentralisasi perizinan. Terdapat 5 pasal terkait perizinan yang berasal dari Pemerintah Pusat pada RUU Cipta Kerja yaitu Pasal 43,
Pasal 60, Pasal 78, Pasal 165, dan Pasal 173. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan penuh yang diberikan pada Pemerintah Pusat
(eksekutif). Kewenangan persetujuan perizinan berusaha menjadi sentralistik. Namun keuntungan yang akan didapat dari perubahan pada
pasal tersebut yaitu penyederhanaan perizinan berusaha.
2. Adanya pasal yang menghilangkan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini tergambar dari Pasal 60 RUU Cipta Kerja yang berbunyi :
“Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat”Perizinan berusaha yang pada awalnya berasal dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia diubah menjadi Pemerintah Pusat. Pemangkasan peran pemerintah daerah berujung pada sentralisasi dan
kewenangan pemerintah pusat semakin absolut. Hal ini juga kurang menggambarkan asas transparan dan partisipatif pada UU LLAJ.
3. Ada beberapa aturan yang belum diatur dalam UU LLAJ dan dirasa penting untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun
ternyata aturan ini juga belum diatur pada RUU Cipta Karya diantaranya
 Belum ada aturan yang menyelesaikan masalah kemacetan. Dalam kondisi eksisting, kemacetan menjadi masalah penting dalam
transportasi Indonesia. Keberadaan UU LLAJ belum mampu menciptakan lalu lintas yang lancar seperti tujuan UU LLAJ poin pertama
 Belum mengatur kendaraan roda 2 dan roda 3 yang berperan sebagai moda transportasi umum, baik konvensional maupun berbasis
teknologi seperti ojek online. Aturan ini menjadi penting mengingat banyak “ojek” yang memiliki kendaraan dengan kondisi kurang
baik sehingga dapat membahayakan keselamatan penumpang. Selain itu, apabila motor dijadikan angkutan umum maka akan terus
menciptakan keruwetan lalu lintas, pemborosan BBM, meningkatnya polusi udara dengan kapasitas angkut yang terbatas, serta
kemacetan tentunya. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pertama UU LLAJ. Oleh karena itu, aturan ini penting diatur dalam RUU untuk
menyesuaikan perkembangan zaman. Apakah ojek online cocok untuk diterapkan sebagai angkutan umum atau tidak.
 Belum mengatur transportasi ramah lingkungan seperti transportasi menggunakan listrik.

2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

No. Perihal Pasal Ketentuan


UU Perikanan RUU CIPTA KERJA
1) Perubahan Pasal 24 Pasal 58
Badan Usaha yang menyelenggarakan p 3 izin sebelumnya dihilangkan dan
rasarana perkeretaapian umum sebagai diganti menjadi Perizinan Berusaha
mana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) yang diatur lebih lanjut dalam PP.
wajib memiliki:

1. izin usaha;
2. izin pembangunan; dan
3. izin operasi.

2) Perubahan Pasal 24 Pasal 58


Penyelenggara Sarana Perkeretaapian y Penyelenggara Sarana Perkeretaapian ya
ang mengoperasikan sarana perkeretaa ng mengoperasikan sarana perkeretaapia
pian tidak memenuhi standar kelaikan n tidak memenuhi standar kelaikan oper
operasi sarana perkeretaapian sebagai asi sarana perkeretaapian sebagaimana d
mana dimaksud dalam Pasal 27, dikenai imaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi a
sanksi administratif berupa teguran tert dministratif.
ulis, pembekuan izin, dan pencabutan iz
in operasi.

3) Perubahan Pasal 32 Pasal 58


Badan Usaha yang menyelenggarakan s Badan Usaha yang menyelenggarakan sa
arana perkeretaapian umum sebagaima rana perkeretaapian umum wajib meme
na dimaksud dalam Pasal 25 wajib mem nuhi Perizinan Berusaha dari Pemerinta
iliki: h Pusat, ketentuan lebih lanjut diatur d
1. izin usaha; dan alam Peraturan Pemerintah.
2. izin operasi.
Diterbitkan oleh Pemerintah.

4) Perubahan Pasal 77 Pasal 58


Setiap badan hukum atau lembaga yan Setiap badan hukum atau lembaga yang
g melanggar ketentuan sebagaimana di melanggar ketentuan sebagaimana dima
maksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi a ksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi admi
dministratif berupa teguran tertulis, pe nistratif.
mbekuan izin, atau pencabutan izin ope
rasi.

5) Perubahan Pasal 82 Pasal 58


Penyelenggara Prasarana Perkeretaapia Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
n yang melanggar ketentuan sebagaima yang melanggar ketentuan sebagaimana
na dimaksud dalam Pasal 81, dikenai sa dimaksud dalam Pasal 81 dikenai sanksi
nksi administratif berupa teguran tertul administratif.
is atau pembekuan izin atau pencabuta
n izin operasi.

6) Perubahan Pasal 107 Pasal 58


Setiap badan hukum atau lembaga yan Setiap badan hukum atau lembaga yang
g melanggar ketentuan sebagaimana di melanggar ketentuan sebagaimana dima
maksud dalam Pasal 106, dikenai sanksi ksud dalam Pasal 106 dikenai sanksi ad
administratif berupa teguran tertulis, p ministratif.
embekuan izin, atau pencabutan izin op
erasi.

7) Perubahan Pasal 112 Pasal 58


Apabila penyelenggara sarana perkeret Apabila penyelenggara sarana perkereta
aapian dalam melaksanakan pemeriksa apian dalam melaksanakan pemeriksaan
an tidak menggunakan tenaga yang me tidak menggunakan tenaga
miliki kualifikasi keahlian dan tidak sesu yang memiliki kualifikasi keahlian dan tid
ai dengan tata cara yang ditetapkan seb ak sesuai dengan tata cara yang ditetapk
agaimana dimaksud dalam Pasal 111, di an sebagaimana dimaksud dalam
kenai sanksi administratif berupa tegur Pasal 111 dikenai sanksi administratif.
an tertulis, pembekuan izin operasi, ata
u pencabutan izin operasi.

8) Perubahan Pasal 135 Pasal 58


Penyelenggara Sarana Perkeretaapian y Penyelenggara Sarana Perkeretaapian ya
ang tidak menyediakan angkutan denga ng tidak menyediakan angkutan dengan
n kereta api lain atau moda transportas kereta api lain atau moda transportasi lai
i lain sampai stasiun tujuan atau tidak n sampai stasiun tujuan atau tidak memb
memberi ganti kerugian senilai harga ka eri ganti kerugian senilai harga karcis seb
rcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal agaimana dimaksud dalam Pasal 134 aya
134 ayat (4) dikenai sanksi administratif t (4) dikenai sanksi administratif.
berupa pembekuan izin operasi atau pe
ncabutan izin operasi.
9) Perubahan Pasal 168 Pasal 58
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian y Penyelenggara Sarana Perkeretaapian ya
ang tidak mengasuransikan tanggung ja ng tidak mengasuransikan tanggung jawa
wabnya sebagaimana dimaksud dalam bnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Pasal 167 ayat (1), dikenai sanksi admin 167 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
istratif berupa pembekuan izin operasi
atau pencabutan izin operasi.

10) Perubahan Pasal 186 Pasal 58


Pasal mengenai ketentuan Pejabat Perluasan kewenangan kepada Pejabat
Pegawai Negeri Sipil (“PPNS”) dalam Pegawai Negeri Sipil (“PPNS”) untuk
melaksanakan tugas penyelidikan dana melakukan hal hal yang dibutuhkan
tau penyidikan. selama penyelidikan dan penyidikan atas
pengawasan Penyidik Polisi Negara
Indonesia.

11) Perubahan Pasal 188 Pasal 58


Badan Usaha yang menyelenggarakan p Badan Usaha yang menyelenggarakan pr
rasarana perkeretaapian umum yang ti asarana perkeretaapian umum yang tida
dak memiliki izin usaha, izin pembangu k memiliki Perizinan Berusaha sebagaima
nan, dan izin operasi sebagaimana dima na dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dike
ksud dalam Pasal 24 ayat (1), dipidana nai sanksi administrative dan ketentuan
dengan pidana penjara paling lama 6 (e lebih lanjutnya diatur dalam PP.
nam) tahun dan pidana denda paling ba
nyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar ru
piah).
12) Perubahan Pasal 190 Pasal 58
Badan Usaha yang menyelenggarakan s Badan Usaha yang menyelenggarakan sa
arana perkeretaapian umum yang tidak rana perkeretaapian umum yang tidak m
memiliki izin usaha dan izin operasi seb emiliki Perizinan Berusaha sebagaimana
agaimana dimaksud dalam Pasal 32 aya dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikena
t (1), dipidana dengan pidana penjara p i sanksi administrative dan ketentuan le
aling lama 6 (enam) tahun dan pidana d bih lanjutnya diatur dalam PP.
enda paling banyak Rp2.000.000.000,0
0 (dua milyar rupiah).

13) Perubahan Pasal 191 Pasal 58


Penyelenggara perkeretaapian khusus y Penyelenggara perkeretaapian khusus ya
ang tidak memiliki izin pengadaan atau ng tidak memiliki Perizinan Berusaha seb
pembangunan dan izin operasi sebagai agaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
mana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara pali
(2), dipidana dengan pidana penjara pal ng lama 6 (enam) bulan dan pidana dend
ing lama 6 (enam) bulan dan pidana de a paling banyak Rp250.000.000,00 (dua r
nda paling banyak Rp250.000.000,00 (d atus lima puluh juta rupiah).
ua ratus lima puluh juta rupiah).

Dalam hal tindak pidana sebagaimana d


imaksud pada ayat (1) mengakibatkan k Dalam hal tindak pidana sebagaimana di
ecelakaan kereta api dan kerugian bagi maksud pada ayat (1) mengakibatkan kec
harta benda, dipidana dengan pidana p elakaan kereta api dan kerugian bagi hart
enjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (ena a benda dipidana dengan pidana penjara
m) bulan dan pidana denda paling bany paling lama 18 (delapan belas) bulan da
ak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta ru n pidana denda paling banyak Rp500.00
piah). 0.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Perizinan, pemberian sanksi, tidak melindungi dan spesifik memberikan lapangan kerja atau melindungi kaum pekerja.

3. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

No. Perihal Pasal Ketentuan


UU Pelayaran RUU CIPTA KERJA
1) Pasal 59
Terdapat penjelasan mengenai Penghapusan mengenai penjelasaan
pengaturan, pengendalian, dan terhadap pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan serta prinsip kehati hatian pengawasan dalam pembinaan
yang harus dilakukan selama pelayaran.
pembinaan pelayaran.
2) Penambahan Pasal 8A Pasal 59
- Kapal Asing dapat melakukan kegiatan
lain yang tidak termasuk kegiatan men
gangkut penumpang dan/atau barang
dalam kegiatan angkutan laut dalam ne
geri di wilayah peraian Indonesia sepan
jang kapal berbendera Indonesia belum
tersedia atau belum cukup tersedia. Ket
entuan lebih lanjutnya diatur di dalam Pe
raturan Pemerintah.

3) Perubahan Pasal 9 Pasal 59


Dihapusnya ketetntuan bahwa jaringan Jaringan trayek tetap dan teratur sebagai
trayek harus memperhatikan beberapa mana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
hal yaitu: oleh Pemerintah Pusat.
a) Pengembangan pusat industr Pengoperasian kapal pada trayek tidak te
i, perdagangan, dan pariwisa tap dan tidak teratur sebagaimana dimak
ta; sud pada ayat (2) dilakukan oleh perusah
b) Pengembangan Wilayah/Daerah aan angkutan laut nasional dan wajib dila
c) Rencana Umum Tata Ruang porkan kepada Pemerintah Pusat.
d) Keterpaduan intra-dan
antarmoda transportasi
e) Perwujudan Wawasan
Nusantara.

Penghapusan ketentuan mengenai


pengoperasian jaringan trayek.

4) Perubahan Pasal 13 Pasal 59


Penghapusan 5 ayat dari peraturan
- sebelumnya, ketentuan yang digantikan
dengan ayat yang merujuk kepada
Peraturan Pemerintah.

5) Perubahan Pasal 27 Pasal 59


Untuk melakukan kegiatan angkutan di Untuk melakukan kegiatan angkutan di p
perairan orang perseorangan warga ne erairan, orang perseorangan warga nega
gara Indonesia atau badan usaha wajib ra Indonesia atau badan usaha wajib me
memiliki izin usaha. menuhi Perizinan Berusaha.

6) Perubahan Pasal 28 Pasal 59

Perizinan dapat diberikan oleh Perizinan Berusaha terkait angkutan di p


Bupati/Walikota/Gubernur.
erairan diberikan oleh Pemerintah Pusat.

Angkutan perairan harus memiliki Perizin


an Berusaha, persetujuan trayek, dan per
setujuan pengoperasian kapal.

7) Penghapusan Pasal 30 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c
ara dan persyaratan perizinan angkutan
di perairan diatur dengan Peraturan Pe -
merintah.

8) Perubahan Pasal 31 Pasal 59


Penghapusan mengenai penjelasan Untuk kelancaran kegiatan angkutan di p
lebih lanjut atas usaha jasa terkait. erairan sebagaimana dimaksud dalam Pa
sal 6 dapat diselenggarakan usaha jasa te
rkait dengan angkutan di perairan.

9) Perubahan Pasal 32 Pasal 59


Selain badan usaha yang didirikan khus Penghapusan mengenai ketentuan
us untuk itu sebagaimana dimaksud pa bongkar muat yang diperbolehkan oleh
da ayat (1) kegiatan bongkar muat dapa perusahaan angkatan laut nasional.
t dilakukan oleh perusahaan angkutan l
aut nasional hanya untuk kegiatan bong
kar muat barang tertentu untuk kapal y
ang dioperasikannya.
10) Perubahan Pasal 33 Pasal 59
Setiap badan usaha yang didirikan khus Badan Usaha yang didirikan khusus untu
us untuk usaha jasa terkait sebagaiman k usaha jasa terkait sebagaimana dimaks
a dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) waji ud dalam Pasal 32 ayat (1), wajib meme
b memiliki izin usaha. nuhi Perizinan Berusaha dari Pemerinta
h Pusat.

11) Perubahan Pasal 34 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara dan persyaratan perizinan usaha jas a dan persyaratan Perizinan Berusaha ja
a terkait dengan angkutan di perairan d sa terkait dengan angkutan di perairan di
iatur dengan Peraturan Pemerintah. atur dengan Peraturan Pemerintah.

12) Perubahan Pasal 51 Pasal 59


Angkutan multimoda dilakukan oleh ba Angkutan multimoda dilakukan oleh bad
dan usaha yang telah mendapat izin kh an usaha yang telah memenuhi Perizina
usus untuk melakukan angkutan multi n Berusaha untuk melakukan angkutan
moda dari Pemerintah. multimoda dari Pemerintah Pusat.

13) Penghapusan Pasal 52 Pasal 59


Pelaksanaan angkutan multimoda dilak
ukan berdasarkan 1 (satu) dokumen ya -
ng diterbitkan oleh penyedia jasa angku
tan multimoda.
14) Penghapusan Pasal 53 Pasal 59
Tanggung jawab penyedia jasa angkuta
n multimoda sebagaimana dimaksud da
lam Pasal 51 ayat (2) meliputi kehilanga -
n atau kerusakan yang terjadi pada bar
ang serta keterlambatan penyerahan b
arang.

15) Perubahan Pasal 59 Pasal 59


Setiap orang yang melanggar ketentuan Setiap orang yang melanggar ketentuan s
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 a ebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 aya
yat (2), Pasal 9 ayat (8), Pasal 28 ayat t (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 11 ayat (4), P
(4) atau ayat (6), atau Pasal 33 dapat di asal 27, atau Pasal 33 dikenai sanksi admi
kenakan sanksi administratif berupa: pe nistratif dan ketentuan lebih lanjutnya di
ringatan, denda administrative, pembe atur dalam Peraturan Pemerintah.
kuan izin/sertifikat, dan pencabutan izi
n/sertifikat.

16) Perubahan Pasal 90 Pasal 59


Dalam ayat (3) pasal ini terdapat 9 poin Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kep
penjelasan mengenai penyedia atau elabuhanan sebagaimana dimaksud pada
pelayanan jasa kepelabuhan. ayat (1) meliputi penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kapal, penumpang, dan
barang.

17) Perubahan Pasal 91 Pasal 59


Kegiatan penyediaan dan/atau pelayan Kegiatan penyediaan dan/atau pelayana
an jasa kepelabuhanan sebagaimana di n jasa kepelabuhanan sebagaimana dima
maksud dalam Pasal 90 ayat (1) pada p ksud dalam Pasal 90 ayat (1) pada pelabu
elabuhan yang diusahakan secara kome han yang diusahakan secara komersial dil
rsial dilaksanakan oleh Badan Usaha Pel aksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
abuhan sesuai dengan jenis izin usaha y setelah memenuhi Perizinan Berusaha d
ang dimilikinya. ari Pemerintah Pusat.

18) Perubahan Pasal 96 Pasal 59


Izin pembangunan pelabuhan laut
berdasarkan persetujuan Menteri dan
Gubernur. Pelabuhan laut dapat dioperasikan setela
h selesai dibangun dan memenuhi persya
ratan teknis dari Pemerintah Pusat.

19) Penghapusan Pasal 57 Pasal 59


Mengenai Pelabuhan laut yang hanya d
apat dioperasikan setelah selesai diban -
gun dan memenuhi persyaratan operasi
onal serta memperoleh izin.

20) Perubahan Pasal 98 Pasal 59


Izin pembangunan dan pengoperasian Pelabuhan sungai dan danau dapat diope
pelabuhan didapatkan dari rasikan setelah selesai dibangun dan me
bupati/walikota. menuhi persyaratan teknis dari
Pemerintah Pusat.

21) Perubahan Pasal 99 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai perizi Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis ke
nan pembangunan dan pengoperasian giatan pengusahaan di pelabuhan, Perizi
pelabuhan diatur dengan Peraturan Pe nan Berusaha terkait pembangunan da
merintah. n pengoperasian pelabuhan diatur deng
an Peraturan Pemerintah.
22) Penghapusan Pasal 103 Pasal 59
Ketentuan mengenai terminal khusus. -

23) Perubahan Pasal 104 Pasal 59


Untuk membangun dan mengoperasika Untuk membangun dan mengoperasikan
n terminal khusus sebagaimana dimaks terminal khusus sebagaimana dimaksud
ud pada ayat (1) wajib dipenuhi persyar pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan
atan teknis kepelabuhanan, keselamata Berusaha dari Pemerintah Pusat.
n dan keamanan pelayaran, dan kelesta
rian lingkungan dengan izin dari Menter
i.

Izin pengoperasian terminal khusus dib


erikan untuk jangka waktu maksimal 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang se
lama memenuhi persyaratan berdasark
an Undang-Undang ini.

24) Perubahan Pasal 106 Pasal 59


Terminal khusus yang sudah tidak diop
erasikan sesuai dengan izin yang telah d Terminal khusus yang sudah tidak dioper
iberikan dapat diserahkan kepada Pem asikan sesuai dengan Perizinan Berusah
erintah atau dikembalikan seperti kead a yang telah diberikan dapat diserahka
aan semula atau diusulkan untuk perub n kepada Pemerintah Pusat atau dikemb
ahan status menjadi terminal khusus un alikan seperti keadaan semula atau diusu
tuk menunjang usaha pokok yang lain a lkan untuk perubahan status menjadi ter
tau menjadi pelabuhan. minal khusus untuk menunjang usaha po
kok yang lain atau menjadi pelabuhan.

25) Perubahan Pasal 111 Pasal 59 Ketentuan mengenai pelabuhan yang t Pelabuhan dan terminal khusus yang ter
erbuka bagi perdagangan luar negeri buka bagi perdagangan luar negeri diteta
pkan oleh Pemerintah Pusat.

26) Perubahan Pasal 124 Pasal 59


Setiap pengadaan, pembangunan, dan Penghapusan penjelasan mengenai
pengerjaan kapal termasuk perlengkap persyaratan keselamatan kapal.
annya serta pengoperasian kapal di per
airan Indonesia harus memenuhi persy
aratan keselamatan kapal.

27) Perubahan Pasal 125 Pasal 59


Pembangunan atau pengerjaan kapal s Pembangunan atau pengerjaan kapal har
erta pengawasan harus sesuai dengan g us sesuai dengan gambar rancang bangu
ambar rancang bangun dan data yang t n dan data yang telah mendapat pengesa
elah mendapat pengesahan dari Mente han dari Pemerintah Pusat, dan pengawa
ri. sannya juga dilakukan oleh Pemerintah P
usat.

28) Perubahan Pasal 126 Pasal 59


Ketentuan mengenai sertifikasi Kapal yang dinyatakan memenuhi persya
keselamatan kapal yang diberikan oleh ratan keselamatan kapal diberi sertifikat
Menteri keselamatan oleh
Pemerintah Pusat.

29) Perubahan Pasal 129 Pasal 59


Mekanisme mengenai Badan Klasifikasi Mekanisme mengenai Badan Klasifikasi
Nasional kapal yang berada dibawah Nasional kapal yang berada dibawah
pengawasan Menteri. pengawasan Pemerintah Pusati.

30) Perubahan Pasal 130 Pasal 59


Setiap kapal yang memperoleh sertifika Penghapusan ayat mengenai
t sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pemeliharaan kapal dan pengecualian
26 ayat (1) wajib dipelihara sehingga te yang diberikan oleh Menteri terkait
tap memenuhi persyaratan keselamata pemeliharaan tersebut.
n kapal.

31) Perubahan Pasal 133 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara pengesahan gambar dan pengawas a pengesahan gambar dan pembangunan
an pembangunan kapal, serta pemeriks kapal serta pemeriksaan dan sertifikasi k
aan dan sertifikasi keselamatan kapal di eselamatan kapal diatur dengan Peratur
atur dengan Peraturan Menteri. an Pemerintah.

32) Perubahan Pasal 155 Pasal 59


Setiap kapal sebelum dioperasikan waji Kewenangan diberikan kepada
b dilakukan pengukuran oleh pejabat p pemerintah pusat dan penghapusan
emerintah yang diberi wewenang oleh mengenai metode pengukuran kapal dan
Menteri. diganti menjadi surat untuk kapal.
33) Penghapusan Pasal 156 Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengukuran kapal. -

34) Penghapusan Pasal 157 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai -
pengukuran kapal.

35) Perubahan Pasal 158 Pasal 59


Kapal yang telah diukur dan mendapat Penetapan pendaftaran dilakukan oleh
Surat Ukur dapat didaftarkan di Indone Pemerintah Pusat dan penghapusan
sia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaft ketentuan mengenai ukuran toonase
ar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang GT7 menjadi “ukuran kotor tertentu”.
ditetapkan oleh Menteri.

36) Penghapusan Pasal 159 Pasal 59


Ketetapan mengenai pendaftaran dan
kebebasan bagi pemilik untuk -
melakukan pendaftaran.

37) Penghapusan Pasal 161 Pasal 59


Ketentuan mengenai akta Grosse. -

38) Penghapusan Pasal 162 Pasal 59


Ketentuan mengenai pengalihan hak -
milik kapal.

39) Perubahan Pasal 163 Pasal 59


Kapal yang didaftar di Indonesia dan be Pemberian STKKI dilakukan oleh
rlayar di laut diberikan Surat Tanda Keb Pemerintah Pusat.
angsaan Kapal Indonesia (“STKKI”) oleh
Menteri. Penghapusan klasifikasi ukuran kapal
yang akan diberikan STKKI.

40) Perubahan Pasal 168 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara pengukuran dan penerbitan surat u a pengukuran dan penerbitan surat ukur,
kur, tata cara, persyaratan, dan dokum tata cara, persyaratan, dan dokumentasi
entasi pendaftaran kapal, serta tata car pendaftaran kapal, serta tata cara dan pe
a dan persyaratan penerbitan Surat Tan rsyaratan penerbitan Surat Tanda Keban
da Kebangsaan Kapal diatur dengan Per gsaan Kapal diatur dengan Peraturan Pe
aturan Menteri. merintah.

41) Perubahan Pasal 169 Pasal 59


Sertifikat sebagaimana dimaksud pada Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ay
ayat (3) diterbitkan setelah dilakukan a at (3) diterbitkan setelah dilakukan audit
udit eksternal oleh pejabat pemerintah eksternal oleh pejabat pemerintah yang
yang memiliki kompetensi atau lembag memiliki kompetensi atau lembaga yang
a yang diberikan kewenangan oleh Pem diberikan kewenangan oleh Pemerintah
erintah. Pusat.

Sertifikat Manajemen Keselamatan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan dan P


Pencegahan Pencemaran diterbitkan ol encegahan Pencemaran diterbitkan oleh
eh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah P
usat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c
ara audit dan penerbitan sertifikat man Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ajemen keselamatan dan pencegahan p a audit dan penerbitan sertifikat manaje
encemaran Peraturan Menteri. men keselamatan dan pencegahan penc
emaran Peraturan Pemerintah.

42) Perubahan Pasal 170 Pasal 59


Sertifikat sebagaimana dimaksud pada Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ay
ayat (3) diterbitkan setelah dilakukan a at (3) diterbitkan setelah dilakukan audit
udit eksternal oleh pejabat pemerintah eksternal oleh pejabat pemerintah yang
yang memiliki kompetensi atau lembag memiliki kompetensi atau lembaga yang
a yang diberikan kewenangan oleh Pem diberikan kewenangan oleh Pemerintah
erintah. Pusat.

Sertifikat Manajemen Keamanan Kapal Sertifikat Manajemen Keamanan Kapal di


diterbitkan oleh pejabat berwenang ya terbitkan oleh pejabat berwenang yang d
ng ditunjuk oleh Menteri. itunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara audit dan penerbitan sertifikat man a audit dan penerbitan sertifikat manaje
ajemen keamanan kapal diatur dengan men keamanan kapal diatur dengan Pera
Peraturan Menteri. turan Pemerintah.

43) Perubahan Pasal 171 Pasal 59


Setiap orang yang melanggar ketentuan Merubah beberapa pasal yang dapat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi dan menghilangkan
5 ayat (1), Pasal 129 ayat (1) atau ayat jenis jenis sanksi menggantinya hanya
(4), Pasal 130 ayat (1), Pasal 132 ayat dengan “sanksi administrative”
(1) atau ayat (2), Pasal 137 ayat (1) atau
ayat (2), Pasal 138 ayat (1) atau ayat
(2), Pasal 141 ayat (1) atau ayat (2), Pas
al 152 ayat (1), Pasal 156 ayat (1), Pasal
160 ayat (1), Pasal 162 ayat (1), atau Pa
sal 165 ayat (1) dikenakan sanksi admin
istratif, berupa:
 peringatan;
 denda administratif;
 pembekuan izin atau pembekua
n sertifikat;
 pencabutan izin atau pencabuta
n sertifikat;
 tidak diberikan sertifikat; atau
 tidak diberikan Surat Persetujua
n Berlayar.

44) Perubahan Pasal 197 Pasal 59


Untuk kepentingan keselamatan dan ke Untuk kepentingan keselamatan dan kea
amanan pelayaran, desain dan pekerjaa manan pelayaran, desain dan pekerjaan
n pengerukan alur- pelayaran dan kola pengerukan alur- pelayaran dan kolam p
m pelabuhan, serta reklamasi wajib me elabuhan, serta reklamasi wajib memenu
ndapat izin Pemerintah. hi Perizinan Berusaha dari Pemerintah P
usat.

Pekerjaan pengerukan alur-pelayaran d Ketentuan lebih lanjut mengenai desain


an kolam pelabuhan serta reklamasi dil dan pekerjaan pengerukan alur-pelayara
akukan oleh perusahaan yang mempun n, kolam pelabuhan, dan reklamasi serta
yai kemampuan dan kompetensi dan di sertifikasi pelaksana pekerjaan diatur de
buktikan dengan sertifikat yang diterbit ngan Peraturan Pemerintah.
kan oleh instansi yang berwenang sesu
ai dengan ketentuan peraturan perund
ang- undangan.

45) Perubahan Pasal 204 Pasal 59


Setiap kegiatan salvage dan pekerjaan Setiap kegiatan salvage dan pekerjaan ba
bawah air harus memperoleh izin dan wah air harus memenuhi Perizinan Beru
memenuhi persyaratan teknis keselama saha dari Pemerintah Pusat.
tan dan keamanan pelayaran dari Ment
eri.

46) Perubahan Pasal 213 Pasal 59


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata c Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
ara pemberitahuan kedatangan kapal, p a pemberitahuan kedatangan kapal, pem
emeriksaan, penyerahan, serta penyim eriksaan, penyerahan, serta penyimpana
panan surat, dokumen, dan warta kapal n surat, dokumen, dan warta kapal sebag
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), a aimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
yat (2), dan ayat (3) diatur dengan Pera dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pe
turan Menteri. merintah.

47) Perubahan Pasal 225 Pasal 59


Setiap orang yang melanggar ketentuan Setiap orang yang melanggar ketentuan s
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 a
3 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 214, atau yat (1) atau ayat (2), Pasal 214, atau Pasa
Pasal 215 dikenakan sanksi administrati l 215 dikenai sanksi administratif.
f, berupa:
 peringatan;
 pembekuan izin atau pembekua
n sertifikat; atau
 pencabutan izin.
48) Perubahan Pasal 243 Pasal 59
Setiap orang yang melanggar ketentuan Setiap orang yang melanggar ketentuan s
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 a
0 ayat (2), Pasal 233 ayat (3), Pasal 234, yat (2), Pasal 233 ayat (3), Pasal 234, Pas
Pasal 235, atau Pasal 239 ayat (2) diken al 235, atau Pasal 239 ayat (2) dikenai sa
akan sanksi administratif berupa: nksi administratif.

 Peringatan;
 Denda administratif;
 Pembekuan izin; atau
 Pencabutan izin.

49) Perubahan Pasal 273 Pasal 59


Setiap orang yang melanggar ketentuan Setiap orang yang melanggar ketentuan s
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 a
2 ayat (1) dapat dikenakan sanksi admi yat (1) dapat dikenai sanksi administrati
nistratif, berupa: f.
 peringatan;
 pembekuan izin; atau
 pencabutan izin.

50) Perubahan Pasal 282 Pasal 59


Dalam pelaksanaan tugasnya pejabat p Penambahan ketentuan mengenai
egawai negeri sipil tertentu sebagaiman wewenang PPNS dan PPNS harus
a dimaksud pada ayat (1) berada di baw melaporkan saat dimulai dan
ah koordinasi dan pengawasan penyidik berakhirnya penyidikan kepada Penuntut
polisi Negara Republik Indonesia. Umum dan Kepolisian RI.
51) Perubahan Pasal 288 Pasal 59
Setiap orang yang mengoperasikan kap Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
al pada angkutan sungai dan danau tan a pengenaan sanksi administratif sebagai
pa izin trayek sebagaimana dimaksud d mana dimaksud pada ayat (1) diatur den
alam Pasal 28 ayat (4) dipidana dengan gan Peraturan Pemerintah.
pidana penjara paling lama 1 (satu) tah
un atau denda paling banyak Rp200.00
0.000,00 (dua ratus juta rupiah).

52) Perubahan Pasal 289 Pasal 59


Setiap orang yang mengoperasikan kap Ketentuan lebih lanjut mengenai tata car
al pada angkutan penyeberangan tanpa a pengenaan sanksi administratif sebagai
memiliki persetujuan pengoperasian ka mana dimaksud pada ayat (1) diatur den
pal sebagaimana dimaksud dalam Pasal gan Peraturan Pemerintah.
28 ayat (6) dipidana dengan pidana pen
jara paling lama 1 (satu) tahun atau den
da paling banyak Rp200.000.000,00 (du
a ratus juta rupiah).

53) Perubahan Pasal 290 Pasal 59


Setiap orang yang menyelenggarakan u Setiap orang yang menyelenggarakan usa
saha jasa terkait tanpa memiliki izin usa ha jasa terkait tanpa memiliki Perizinan B
ha sebagaimana dimaksud dalam Pasal erusaha sebagaimana dimaksud dalam P
33 dipidana dengan pidana penjara pali asal 33 dipidana dengan pidana penjara
ng lama 1 (satu) tahun atau denda palin paling lama 1 (satu) tahun atau denda pa
g banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus j ling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
uta rupiah). juta rupiah). penghentian kegiatan/usaha
dan denda administratif paling banyak R
p200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

54) Perubahan Pasal 291 Pasal 59


Setiap orang yang tidak melaksanakan k Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
ewajibannya untuk mengangkut penum aan sanksi administratif sebagaimana di
pang dan/atau barang terutama angkut maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
an pos sebagaimana dimaksud dalam P turan Pemerintah.
asal 38 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

55) Perubahan Pasal 292 Pasal 59


Setiap orang yang tidak mengasuransik Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
an tanggung jawabnya sebagaimana di aan sanksi administratif sebagaimana di
maksud dalam Pasal 41 ayat (3) dipidan maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
a dengan pidana penjara paling lama 6 turan Pemerintah.
(enam) bulan dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

56) Perubahan Pasal 293 Pasal 59


Setiap orang yang tidak memberikan fa Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
silitas khusus dan kemudahan sebagaim aan sanksi administratif sebagaimana di
ana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) d maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
ipidana dengan pidana penjara paling la turan Pemerintah.
ma 6 (enam) bulan dan denda paling ba
nyak Rp100.000.000,00 (seratus juta ru
piah).
57) Perubahan Pasal 294 Pasal 59
Ketentuan lama tetap dipertahankan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
aan sanksi administratif sebagaimana di
maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
turan Pemerintah.

58) Perubahan Pasal 295 Pasal 59


Setiap orang yang mengangkut barang Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
berbahaya dan barang khusus yang tida aan sanksi administratif sebagaimana di
k menyampaikan pemberitahuan sebag maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
aimana dimaksud dalam Pasal 47 dipida turan Pemerintah.
na dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

59) Perubahan Pasal 296 Pasal 59


Setiap orang yang tidak mengasuransik Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
an tanggung jawabnya sebagaimana di aan sanksi administratif sebagaimana di
maksud dalam Pasal 54 dipidana denga maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
n pidana kurungan paling lama 6 (ena turan Pemerintah.
m) bulan atau denda paling banyak Rp1
00.000.000,00 (seratus juta rupiah).
60) Perubahan Pasal 297 Pasal 59
Ketentuan lama tetap dipertahankan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
aan sanksi administratif sebagaimana di
maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
turan Pemerintah.
61) Perubahan Pasal 298 Pasal 59
Setiap orang yang tidak memberikan ja Ketentuan lebih lanjut mengenai pengen
minan atas pelaksanaan tanggung jawa aan sanksi administratif sebagaimana di
b ganti rugi dalam melaksanakan kegiat maksud pada ayat (1) diatur dengan Pera
an di pelabuhan sebagaimana dimaksu turan Pemerintah.
d dalam Pasal 100 ayat (3) dipidana den
gan pidana penjara paling lama 6 (ena
m) bulan dan denda paling banyak Rp1
00.000.000,00 (seratus juta rupiah).

62) Perubahan Pasal 299 Pasal 59


Setiap orang yang membangun dan me
ngoperasikan terminal khusus tanpa izi
n dari Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 ayat (2) dipidana deng
an pidana penjara paling lama 2 (dua) t
ahun atau denda paling banyak Rp300.
000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

63) Perubahan Pasal 307 Pasal 59


Setiap orang yang mengoperasikan kap
al tanpa dilengkapi dengan perangkat k Setiap orang yang mengoperasikan kapal
omunikasi radio dan kelengkapannya se tanpa dilengkapi dengan perangkat kom
bagaimana dimaksud dalam Pasal 131 a unikasi radio dan kelengkapannya sebaga
yat (2) dipidana dengan pidana penjara imana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2)
paling lama 2 (dua) tahun dan denda pa dikenai sanksi administratif.
ling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratu
s juta rupiah).
64) Perubahan Pasal 308 Pasal 59
Setiap orang yang mengoperasikan kap Setiap orang yang mengoperasikan kapal
al tidak dilengkapi dengan peralatan m tidak dilengkapi dengan peralatan meteo
eteorologi sebagaimana dimaksud dala rologi sebagaimana dimaksud dalam Pas
m Pasal 132 ayat (1) dipidana dengan pi al 132 ayat (1) dikenai sanksi administra
dana penjara paling lama 2 (dua) tahun tif.
dan denda paling banyak Rp300.000.00
0,00 (tiga ratus juta rupiah).

65) Perubahan Pasal 310 Pasal 59


Setiap orang yang mempekerjakan Awa Setiap orang yang mempekerjakan Awak
k Kapal tanpa memenuhi persyaratan k Kapal tanpa memenuhi persyaratan kuali
ualifikasi dan kompetensi sebagaimana fikasi dan kompetensi sebagaimana dima
dimaksud dalam pasal 135 dipidana de ksud dalam Pasal 135 dikenai sanksi
ngan pidana penjara paling lama 2 (du administratif.
a) tahun dan denda paling banyak Rp30
0.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

66) Perubahan Pasal 313 Pasal 59


Setiap orang yang menggunakan peti ke Setiap orang yang menggunakan peti ke
mas sebagai bagian dari alat angkut tan mas sebagai bagian dari alat angkut tanp
pa memenuhi persyaratan kelaikan peti a memenuhi persyaratan kelaikan peti ke
kemas sebagaimana dimaksud dalam P mas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
asal 149 ayat (1) dipidana dengan pidan 149 ayat (1) dikenai sanksi administrati
a kurungan paling lama 2 (dua) tahun d f.
an denda paling banyak Rp300.000.00
0,00 (tiga ratus juta rupiah).

67) Perubahan Pasal 314 Pasal 59


Setiap orang yang tidak memasang tan Setiap orang yang tidak memasang tanda
da pendaftaran pada kapal yang telah t pendaftaran pada kapal yang telah terda
erdaftar sebagaimana dimaksud dalam ftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Pasal 158 ayat (5) dipidana dengan pida 158 ayat (5) dikenai sanksi administrati
na penjara paling lama 6 (enam) bulan f.
atau denda paling banyak Rp100.000.0
00,00 (seratus juta rupiah).

68) Perubahan Pasal 321 Pasal 59


Pemilik kapal yang tidak menyingkirkan Pemilik kapal yang tidak menyingkirkan k
kerangka kapal dan/atau muatannya ya erangka kapal dan/atau muatannya yang
ng mengganggu keselamatan dan keam mengganggu keselamatan dan keamana
anan pelayaran dalam batas waktu yan n pelayaran dalam batas waktu yang dite
g ditetapkan Pemerintah sebagaimana tapkan Pemerintah Pusat sebagaimana di
dimaksud dalam Pasal 203 ayat (1) dipi maksud dalam Pasal 203 ayat (1) dipidan
dana dengan pidana penjara paling lam a dengan pidana penjara paling lama 1 (s
a 1 (satu) tahun dan denda paling bany atu) tahun dan denda paling banyak Rp1
ak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta ru 0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupia
piah) h).

69) Perubahan Pasal 322 Pasal 59


Nakhoda yang melakukan kegiatan per Nakhoda yang melakukan kegiatan perba
baikan, percobaan berlayar, kegiatan ali ikan, percobaan berlayar, kegiatan alih m
h muat di kolam pelabuhan, menunda, uat di kolam pelabuhan, menunda, dan b
dan bongkar muat barang berbahaya ta ongkar muat barang berbahaya tanpa pe
npa persetujuan dari Syahbandar sebag rsetujuan dari Syahbandar sebagaimana
aimana dimaksud dalam Pasal 216 ayat dimaksud dalam Pasal 216 ayat (1) diken
(1) dipidana dengan pidana penjara pali ai sanksi administratif.
ng lama 6 (enam) bulan atau denda pali
ng banyak Rp100.000.000,00 (seratus j
uta rupiah).

70) Perubahan Pasal 336 Pasal 59


Selain pidana sebagaimana dimaksud p Setiap pejabat yang karena melaksanaka
ada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidan n tugas sesuai jabatan dan kewenangann
a tambahan berupa pemberhentian sec ya menyebabkan kerugian harta benda d
ara tidak dengan hormat dari jabatanny an/atau hilangnya nyawa seseorang dilua
a. r kekuasaannya, tidak dapat dikenai sank
si.

xxx.xxxx.xxx.xxx

4. Undang Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan

No. Perihal Pasal Ketentuan


UU Penerbangan RUU CIPTA KERJA
1) Perubahan Pasal 13 Pasal 60
Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana di Menghilangkan ayat 3 dalam Pasal ini.
maksud pada ayat (2) harus memenuhi stan
dar kelaikudaraan dan ketentuan perundan
g-undangan.

2) Penghapusan Pasal 14 Pasal 60


Setiap orang yang melakukan kegiatan ranca
ng bangun pesawat udara, mesin pesawat u
dara, dan baling-baling pesawat terbang seb -
agaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus m
endapat surat persetujuan.

3) Perubahan Pasal 15 Pasal 60


Sertifikat tipe sebagaimana dimaksud pada a Menghilangkan ayat 2 dalam Pasal ini.
yat (1) diberikan setelah dilakukan pemeriks
aan kesesuaian terhadap standar kelaikudar
aan rancang bangun (initial airworthiness) d
an telah memenuhi uji tipe.

4) Perubahan Pasal 16 Pasal 60


Sertifikat validasi tipe sebagaimana dimaksu Penghapusan ayat 3 dalam Pasal ini.
d pada ayat (1) diberikan setelah lulus pemer
iksaan dan pengujian.

5) Perubahan Pasal 17 Pasal 60


Ayat 2 mengatur mengenai persetujuan Setiap perubahan terhadap rancang bangun
rancang bangun mengacu dengan Pasal 15 pesawat udara, mesin pesawat udara, atau b
ayat (2) aling-baling pesawat terbang yang telah men
dapat sertifikat tipe sebagaimana dimaksud
Persetujuan perubahan rancang bangun dalam Pasal 15 harus mendapat persetujuan
yang berupa modification, supplement, dari Pemerintah Pusat.
ammandement.
Menghapus ayat 2 dan ayat 3 Pasal ini
6) Perubahan Pasal 18 Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara d Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara da
an prosedur mendapatkan surat persetujuan n prosedur mendapatkan persetujuan ranca
rancang bangun, kegiatan rancang bangun, d ng bangun, kegiatan rancang bangun, dan pe
an perubahan rancang bangun pesawat udar rubahan rancang bangun pesawat udara, ser
a, sertifikat tipe, serta sertifikat validasi tipe tifikat tipe, serta sertifikat validasi tipe diatur
diatur dengan Peraturan Menteri. dengan Peraturan Pemerintah.

7) Perubahan Pasal 19 Pasal 60


Dalam ayat 2 dan 3 pasal ini menjabarkan Menghapus ketentuan ayat 2 dan 3 dalam
mengenai persyaratan yang harus dipenuhi Pasal ini.
untuk mendapatkan sertifikat produksi yang
akan diberikan setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian yang hasilnya
memenuhi standar.

8) Penghapusan Pasal 20 Pasal 60


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara d
an prosedur memperoleh sertifikat produksi -
pesawat udara diatur dalam Peraturan Ment
eri.

9) Penghapusan Pasal 21 Pasal 60


Proses sertifikasi pesawat udara, mesin pesa
wat udara, dan baling-baling pesawat terban
g sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pa
sal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 dilaksanakan ol -
eh lembaga penyelenggara pelayanan umu
m.

10)Penghapusan Pasal 22 Pasal 60

Proses sertifikasi sebagaimana dimaksud da


lam Pasal 21 dikenakan biaya.
-

11)Perubahan Pasal 26 Pasal 60


Pasal ini menjelaskan persyaratan dalam Pesawat udara yang telah didaftarkan dan m
pendaftaran pesawat udara sesuai emenuhi persyaratan sebagaimana dimaksu
ketentuan pasal 25 yang harus dipenuhi d dalam Pasal 25, diterbitkan sertifikat pend
untuk mendapatkan sertifikat pendaftaran aftaran.
yang berlaku selama 3 tahun
Persyaratan dalam pasal 26 UU Penerbangan
dihapuskan

12)Perubahan Pasal 28 Pasal 60 Setiap orang yang mengaburkan identitas Pengubahan pada ayat 2 : tidak ada bentuk
tanda pendaftaran dan kebangsaan dari sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
13)Perubahan Pasal 30 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur pendaftaran dan penghapusan Pemerintah.
tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan
Indonesia serta pemberian sanksi
administratif diatur dengan Peraturan
Menteri.
14)Penghapusan Pasal 31 Pasal 60 Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(2) dan penghapusan tanda pendaftaran
-
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara
pelayanan umum.
15)Penghapusan Pasal 32 Pasal 60 Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
-
dikenakan
biaya.
16)Penghapusan Pasal 33 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga
penyelenggara pelayanan umum, serta
-
proses dan biaya sertifikasi diatur dalam
Peraturan Menteri.
17)Perubahan Pasal 37 Pasal 60 Ayat 3 menjelaskan standar lanjutan Ayat 3 dihapus
pesawat udara dalam memperoleh sertifikat
kelaikudaraan
18)Perubahan Pasal 40 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur untuk memperoleh sertifikat Pemerintah
kelaikudaraan dan pemberian sanksi
administratif diatur dengan Peraturan
Menteri.
19)Perubahan Pasal 41 Pasal 60 Ayat 3 menjelaskan ketentuan pemberian Ayat 3 dihapus
sertifikat yaitu diberikan setelah lulus
pemeriksaan dan pengujian serta pemohon
mendemonstrasikan kemampuan
pengoperasian pesawat udara.
20)Penghapusan Pasal 42 Pasal 60 Pasal 42 menjelaskan ketentuan yang harus -
dipenuhi operator untuk memperoleh
sertifikat operator pesawat udara
21)Penghapusan Pasal 43 Pasal 60 Pasal 43 menjelaskan persyaratan yang -
harus dipenuhi operator untuk memperoleh
sertifikat pengoperasian pesawat udara
22)Perubahan Pasal 45 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan diatur dengan Peraturan
dan prosedur memperoleh sertifikat Pemerintah
operator pesawat udara atau sertifikat
pengoperasian pesawat udara dan
pemberian sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri.
23)Perubahan Pasal 46 Pasal 60 Ayat 2 : Dalam perawatan pesawat udara, Ayat 2 diubah : program perawatan pesawat
mesin pesawat udara, baling-baling pesawat udara disahkan Pemerintah Pusat
terbang, dan komponennya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus
membuat program perawatan pesawat
udara yang disahkan oleh Menteri.
24)Perubahan Pasal 47 Pasal 60 Ayat 2 : Sertifikat organisasi perawatan Ayat 2 dihapus
pesawat udara dan lisensi ahli perawatan
pesawat udara diberikan setelah lulus
pemeriksaan dan pengujian.
25)Penghapusan Pasal 48 Pasal 60 Pasal 48 berisi persyaratan yang harus -
dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat
organisasi perawatan pesawat udara
26)Perubahan Pasal 49 Pasal 60 Pasal 49 merujuk pada Pasal 47 ayat (1) Pasal 49 merujuk pada Pasal 47 huruf b
huruf b
27)Perubahan Pasal 50 Pasal 60 Setiap orang yang melanggar ketentuan Merujuk pada pasal 47 dan tidak ada bentuk
perawatan pesawat udara sebagaimana sanksi administratif
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. pembekuan sertifikat; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
28)Perubahan Pasal 51 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, Ketentuan diatur dengan Peraturan
prosedur, dan pemberian sertifikat Pemerintah
organisasi perawatan pesawat udara dan
lisensi ahli perawatan pesawat udara dan
pemberian sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri.
29)Perubahan Pasal 58 Pasal 60 Ayat 3 tentang persyaratan yang harus Ayat 3 dan 4 dihapus
dipenuhi dalam pemberian lisensi oleh
menteri
Ayat 4 tentang sertifikat kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan/atau
pelatihan yang diselenggarakan lembaga
yang telah diakreditasi.
30)Perubahan Pasal 60 Pasal 60 Lisensi personel pesawat udara yang Pengesahan oleh Pemerintah Pusat
diberikan oleh negara lain dapat diakui
melalui proses pengesahan oleh Menteri.
31)Perubahan Pasal 61 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan diatur dengan Peraturan
persyaratan, tata cara dan prosedur Pemerintah
memperoleh lisensi, atau sertifikat
kompetensi dan lembaga pendidikan
dan/atau pelatihan diatur dengan Peraturan
Menteri.
32)Perubahan Pasal 63 Pasal 60 Ayat 2 : Dalam keadaan tertentu dan dalam Ayat 2 : Persetujuan didapat dari Pemerintah
waktu terbatas pesawat udara asing dapat Pusat
dioperasikan setelah mendapat izin dari
Menteri. Ayat 4 : persyaratan kelaikudaraan
ditetapkan pemerintah pusat
Ayat 4 : Pesawat udara sipil asing yang akan
dioperasikan harus memenuhi persyaratan Ayat 5 : tidak ada bentuk sanksi administratif
kelaikudaraan.
Ayat 6 : ketentuan diatur dengan peraturan
Ayat 5 : Pelanggaran dikenakan sanksi pemerintah
administratif berupa peringatan, pembekuan
sertifikat, dan/atau pencabutan sertifikat

Ayat 6 : Ketentuan lebih lanjut


mengenaipengoperasian pesawat udara sipil
dan pemberian sanksi administratif diatur
Peraturan Menteri
33)Penghapusan Pasal 64 Pasal 60 Pasal 64 tentang ketentuan proses sertifikasi -
(kelaikudaraan, operator dan pengoperasian
pesawat udara, organisasi perawatan
pesawat) dan lisensi personel pesawat udara
yang dilaksanakan lembaga
penyelenggaraan pelayanan umum
34)Perubahan Pasal 66 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga Ketentuan diatur dengan Peraturan
penyelenggara pelayanan umum, serta Pemerintah
proses dan biaya sertifikasi diatur dalam
Peraturan Menteri.
35)Perubahan Pasal 67 Pasal 60 Setiap pesawat udara negara yang dibuat Penambahan keterangan pada ayat 1 :
dan dioperasikan harus memenuhi standar ditetapkan oleh pemerintah pusat
rancang
bangun, produksi, dan kelaikudaraan.
36)Perubahan Pasal 84 Pasal 60 Angkutan udara niaga dalam negeri hanya Dilakukan badan usaha yang telah
dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan memenuhi Perizinan Berusaha dari
udara nasional yang telah mendapat izin Pemerintah Pusat
usaha angkutan udara niaga.
37)Perubahan Pasal 85 Pasal 60 Badan usaha angkutan udara niaga Ayat 2 : persetujuan didapat dari Pemerintah
berjadwal dalam keadaan tertentu dan Pusat
bersifat sementara dapat melakukan
kegiatan angkutan udara niaga tidak
berjadwal setelah mendapat persetujuan
dari Menteri.
38)Perubahan Pasal 91 Pasal 60 Ayat 1 : Angkutan udara niaga tidak Ayat 1 : dapat dilakukan jika telah memenuhi
berjadwal dalam negeri hanya dapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
dilakukan oleh badan usaha angkutan udara
nasional yang telah mendapat izin usaha Ayat 3 : persetujuan didapat dari Pemerintah
angkutan udara niaga tidak berjadwal. Pusat
Ayat 3 tentang kegiatan angkutan udara
berjadwal yang dapat dilakukan badan usaha
angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam
negeri setelah mendapat persetujuan dari
menteri
39)Perubahan Pasal 93 Pasal 60 Kegiatan angkutan udara niaga tidak Persetujuan didapat dari Pemerintah Pusat
berjadwal luar negeri wajib mendapat
persetujuan terbang dari Menteri
40)Perubahan Pasal 94 Pasal 60 Ayat 3 tentang prosedur dan tata cara Penghapusan ayat 3
pengenaan sanksi yang diatur dalam
Peraturam Pemerintah mengenai
penerimaan negara bukan pajak
41)Perubahan Pasal 95 Pasal 60 Ayat 1 tentang larangan kepada perusahaan Pengubahan pada ayat 1 terkait izin yang
angkutan udara niaga tidak berjadwal asing diperoleh dari Pemerintah Pusat
untuk tidak mengangkut kargo dari
Indonesia kecuali atas izin Menteri Penghapusan ayat 3

Ayat 3 tentang besaran denda yang diatur


dalam PP
42)Perubahan Pasal 96 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan Ketentuan diatur dengan Peraturan
udara niaga, kerja sama angkutan udara dan Pemerintah
prosedur pengenaan sanksi administratif
diatur dengan Peraturan Menteri.
43)Perubahan Pasal 97 Pasal 60 Ayat 2, 3, dan 4 berisi penjelasan Penghapusan ayat 2, 3, dan 4 UU
pengelompokan pelayanan pada ayat 1 Penerbangan
44)Penghapusan Pasal 99 Pasal 60 1. Badan usaha angkutan udara niaga -
berjadwal yang berbasis biaya operasi
rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 98 harus mengajukan
permohonan izin kepada Menteri.
2. Menteri menetapkan badan usaha
angkutan udara niaga berjadwal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
3. Terhadap badan usaha angkutan udara
niaga berjadwal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilakukan evaluasi
secara periodik.
45)Perubahan Pasal 100 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Diatur dengan Peraturan Pemerintah
badan usaha angkutan udara niaga
berjadwal diatur dengan Peraturan Menteri
46)Perubahan Pasal 109 Pasal 60 Ayat 1 berisi persyaratan untuk mendapat Pasal 109 diubah menjadi :
izin usaha angkutan udara niaga Kegiatan angkutan udara niaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 dilakukan oleh
Ayat 2 tentang dokumen yang diserahkan badan usaha di bidang angkutan udara niaga
dalam bentuk salinan yang telah dilegalisasi nasional setelah memenuhi Perizinan
oleh instansi yang mengeluarkan, dan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
dokumen aslinya ditunjukkan kepada
Menteri.
47)Penghapusan Pasal 110 Pasal 60 Ayat 1 tentang muatan rencana bisnis -
Ayat 2 tentang pertimbangan yang
digunakan Menteri dalam penentuan dan
penetapan lokasi pusat kegiatan operasi
penerbangan
48)Penghapusan Pasal 111 Pasal 60 Ayat 1 tentang persyaratan dalam -
pengangkatan orang yang menjadi direksi
badan usaha angkutan udara niaga

Ayat 2 tentang persyaratan pada ayat 1 yang


tidak berlaku pada direktur utama badan
usaha angkutan udara niaga
49)Perubahan Pasal 112 Pasal 60 (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Ayat 2 dan 3 dihapus
dievaluasi setiap tahun.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) digunakan sebagai
pertimbangan untuk tetap diperbolehkan
menjalankan kegiatan usahanya.
50)Perubahan Pasal 113 Pasal 60 Ayat 2 : Pemindahtanganan izin usaha Ayat 2 dihapus
angkutan udara niaga hanya dapat dilakukan
setelah pemegang izin usaha beroperasi dan Ayat 3 menjadi ayat 2 pada RUU Cipta Kerja
mendapatkan persetujuan Menteri. dengan menghapus bentuk sanksi
administratif
Ayat 3 : Pemegang Izin usaha angkutan
udara niaga yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan izin.
51)Perubahan Pasal 114 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Diatur dengan Peraturan Pemerintah
persyaratan, tata cara, dan prosedur
memperoleh izin usaha
angkutan udara niaga dan pengangkatan
direksi perusahaan angkutan udara niaga
diatur dengan Peraturan Menteri.
52)Perubahan Pasal 118 Pasal 60 Ayat 1 : Ayat 1 : pengubahan pada poin f, g, dan h
f. menyerahkan laporan kegiatan menjadi kepada Pemerintah Pusat
angkutan udara, termasuk
keterlambatan dan pembatalan Ayat 2 dihapus
penerbangan, setiap bulan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan Ayat 3 pada UU Penerbangan
berikutnya kepada Menteri; (menjadi ayat 2 pada RUU Cipta Kerja)
g. menyerahkan laporan kinerja keuangan diubah dari Menteri menjadi Pemerintah
yang telah diaudit oleh kantor akuntan Pusat. Ayat ini terkait kewajiban pemegang
publik terdaftar yang sekurang- izin kegiatan angkutan udara bukan niaga
kurangnya memuat neraca, laporan rugi yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap daerah, badan usaha, dan lembaga tertentu
tahun paling lambat akhir bulan April
tahun berikutnya kepada Menteri; Ayat 4 pada UU Penerbangan (menjadi ayat
h. melaporkan apabila terjadi perubahan 3 pada RUU Cipta Kerja) diubah dari Menteri
penanggung jawab atau pemilik badan menjadi Pemerintah Pusat. Ayat ini terkait
usaha angkutan udara niaga, domisili kewajiban pemegang izin kegiatan angkutan
badan usaha angkutan udara niaga dan udara bukan niaga yang dilakukan oleh
pemilikan pesawat udara kepada orang perseorangan
Menteri;

Ayat 2 tentang penjelasan lanjut ayat 1 huruf


b
53)Perubahan Pasal 119 Pasal 60 Ayat 2 : pemegang izin usaha angkutan Penghapusan bentuk sanksi administratif
udara niaga yang melanggar ketentuan pada ayat 2 dan 3
dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan dan/atau pencabutan izin serta Ayat 4 dihapus
denda.

Ayat 3 : pemegang izin usaha angkutan


udara niaga dan pemegang izin kegiatan
angkutan udara bukan niaga yang melanggar
ketentuan dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan dan/atau pencabutan
izin.

Ayat 4 tentang sanksi kepada pemegang izin


kegiatan angkutan udara bukan niaga
54)Perubahan Pasal 120 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Ketentuan diatur dengan Peraturan
pemegang izin angkutan udara, persyaratan, Pemerintah
tata cara, dan prosedur pengenaan sanksi
diatur dengan Peraturan Menteri.
55)Perubahan Pasal 130 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif Ketentuan diatur dengan Peraturan
angkutan udara niaga berjadwal dalam Pemerintah
negeri kelas ekonomi dan angkutan udara
perintis serta tata cara dan prosedur
pengenaan sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri.
56)Penghapusan Pasal 131 Pasal 60 (1) Untuk menunjang kegiatan angkutan -
udara niaga, dapat dilaksanakan kegiatan
usaha penunjang angkutan udara.
(2) Kegiatan usaha penunjang angkutan
udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapat izin dari Menteri.
57)Penghapusan Pasal 132 Pasal 60 Berisi persyaratan yang wajib dipenuhi untuk -
mendapatkan izin usaha penunjang
angkutan udara
58)Penghapusan Pasal 133 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan, tata cara, dan prosedur
pemberian izin kegiatan usaha penunjang -
angkutan udara diatur dengan Peraturan
Menteri.
59)Perubahan Pasal 137 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
dan tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri. (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah
60)Perubahan Pasal 138 Pasal 60 Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat Penghapusan bentuk sanksi administratif
udara, atau pengirim, badan usaha bandar pada ayat 3
udara, unit penyelenggara bandar udara,
badan usaha pergundangan, atau badan
usaha angkutan udara niaga yang melanggar
ketentuan pengangkutan barang berbahaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan dan/atau pencabutan
izin.
61)Perubahan Pasal 139 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
prosedur pengangkutan barang khusus dan prosedur pengangkutan barang khusus dan
barang berbahaya serta pengenaan sanksi barang berbahaya serta pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan administratif diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah
62)Perubahan Pasal 205 Pasal 60 Ayat 2 : Pemanfaatan daerah lingkungan
Pemanfaatan daerah lingkungan kepentingan bandar udara harus
kepentingan bandar udara harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah
mendapatkan persetujuan dari Menteri. Pusat
63)Penghapusan Pasal 215 Pasal 60 (1) Izin mendirikan bangunan bandar udara -
ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
(2) Izin mendirikan bangunan bandar udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan setelah memenuhi persyaratan:
a. bukti kepemilikan dan/atau penguasaan
lahan;
b. rekomendasi yang diberikan oleh
instansi terkait terhadap utilitas dan
aksesibilitas dalam penyelenggaraan
bandar udara;
c. bukti penetapan lokasi bandar udara;
d. rancangan teknik terinci fasilitas pokok
bandar udara; dan
e. kelestarian lingkungan.
64)Perubahan Pasal 218 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
keselamatan dan keamanan penerbangan, keselamatan dan keamanan penerbangan,
pelayanan jasa bandar udara, serta tata cara pelayanan jasa bandar udara, serta tata cara
dan prosedur untuk memperoleh sertifikat dan prosedur untuk memperoleh sertifikat
bandar udara atau register bandar udara dan bandar udara atau register bandar udara dan
pengenaan sanksi administratif diatur pengenaan sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Menteri. dengan Peraturan Pemerintah.
65)Perubahan Pasal 219 Pasal 60 (2) Setiap fasilitas bandar udara Penghapusan ayat 2, 3, dan 4
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi Perubahan pada ayat 5 pada UU
sertifikat kelaikan oleh Menteri. Penerbangan
(3) Untuk mempertahankan kesiapan
fasilitas bandar udara, badan usaha bandar (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan
udara, atau unit penyelenggara bandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
udara wajib melakukan perawatan dalam dikenakan sanksi administratif
jangka waktu tertentu dengan cara
pengecekan, tes, verifikasi, dan/atau
kalibrasi.
(4) Untuk menjaga dan meningkatkan kinerja
fasilitas, prosedur, dan personel, badan
usaha bandar udara atau unit penyelenggara
bandar udara wajib melakukan pelatihan
penanggulangan keadaan darurat secara
berkala.
(5) Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(3), dan ayat (4) dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan sertifikat; dan/atau
c. pencabutan sertifikat.
66)Perubahan Pasal 221 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengoperasian fasilitas bandar udara serta pengoperasian fasilitas bandar udara serta
tata cara dan prosedur pengenaan sanksi tata cara dan prosedur pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan administratif diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah
67)Perubahan Pasal 222 Pasal 60 (2) Personel bandar udara yang terkait Penghapusan ayat (2) dan (3)
langsung dengan pelaksanaan
pengoperasian dan/atau pemeliharaan Pengubahan ayat (4) UU Penerbangan
fasilitas bandar udara wajib memiliki lisensi menjadi :
yang sah dan masih berlaku. (2) Sertifikat kompetensi sebagaimana
(3) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui
(2) diberikan oleh Menteri setelah pendidikan dan/atau pelatihan yang
memenuhi persyaratan: diselenggarakan lembaga yang telah
a. administratif; diakreditasi oleh Pemerintah Pusat
b. sehat jasmani dan rohani;
c. memiliki sertifikat kompetensi di
bidangnya; dan
d. lulus ujian.
(4) Sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan yang
diselenggarakan lembaga yang telah
diakreditasi oleh Menteri.
68)Perubahan Pasal 224 Pasal 60 Lisensi personel bandar udara yang Lisensi personel bandar udara yang
diberikan oleh negara lain dinyatakan sah diberikan oleh negara lain dinyatakan sah
melalui proses melalui proses
pengesahan atau validasi oleh Menteri. pengesahan atau validasi oleh Pemerintah
Pusat
69)Perubahan Pasal 225 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan, tata cara dan prosedur persyaratan, tata cara dan prosedur
memperoleh lisensi, lembaga pendidikan memperoleh lisensi, lembaga pendidikan
dan/atau pelatihan, serta pengenaan sanksi dan/atau pelatihan, serta pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan administratif diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah

70)Perubahan Pasal 233 Pasal 60 (1) Pelayanan jasa kebandarudaraan dapat (1) Pelayanan jasa kebandarudaraan dapat
diselenggarakan oleh: diselenggarakan oleh:
a. badan usaha bandar udara untuk bandar a. badan usaha bandar udara untuk bandar
udara yang diusahakan secara komersial udara yang diusahakan secara komersial
setelah memperoleh izin dari Menteri; atau setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari
b. unit penyelenggara bandar udara untuk Pemerintah Pusat atau
bandar udara yang belum diusahakan secara b. unit penyelenggara bandar udara untuk
komersial yang dibentuk oleh dan bandar udara yang belum diusahakan secara
bertanggung jawab kepada pemerintah komersial yang dibentuk oleh dan
dan/atau pemerintah daerah. bertanggung jawab kepada Pemerintah
(2) Izin Menteri diberikan setelah memenuhi Pusat
persyaratan administrasi, keuangan, dan
manajemen. Ayat 2, 3, dan 4 UU Penerbangan dihapus
(3) Izin Menteri tidak dapat
dipindahtangankan. (3) Badan usaha bandar udara yang
(4) Pelayanan jasa terkait dengan bandar memindahtangankan Perizinan Berusaha
udara dapat diselenggarakan oleh orang dikenakan sanksi administratif
perseorangan warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum Indonesia.
(5) Badan usaha bandar udara yang
memindahtangankan izin dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan izin.

71)Perubahan Pasal 237 Pasal 60 (2) Pengusahaan bandar udara yang Pemerintah Pusat mengembangkan usaha
dilakukan oleh badan usaha bandar udara, kebandarudaraan melalui penanaman modal
seluruh atau sebagian besar modalnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau perundang-undangan di bidang penanaman
warga negara Indonesia. modal

(2) Dalam hal modal badan usaha bandar


udara yang dimiliki oleh badan hukum
Indonesia atau warga negara Indonesia
terbagi atas beberapa pemilik modal, salah
satu pemilik modal nasional harus tetap
lebih besar dari keseluruhan pemegang
modal asing.
72)Perubahan Pasal 238 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan
pengusahaan di bandar udara, serta tata pengusahaan di bandar udara, serta sanksi
cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif termasuk prosedur dan tata
administratif diatur dengan Peraturan cara pengenaan diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah
73)Perubahan Pasal 242 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung
jawab atas kerugian serta tata cara dan jawab atas kerugian serta sanksi
prosedur pengenaan sanksi administratif administratif termasuk prosedur dan tata
diatur dengan Peraturan Menteri. cara pengenaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah
74)Perubahan Pasal 247 Pasal 60 (1) Dalam rangka menunjang kegiatan (1) Dalam rangka menunjang kegiatan
tertentu, Pemerintah, pemerintah daerah, tertentu, instansi Pemerintah Pusat,
dan/atau badan hukum Indonesia dapat pemerintah daerah, dan/atau badan hukum
membangun bandar udara khusus setelah Indonesia dapat membangun bandar udara
mendapat izin pembangunan dari Menteri. khusus setelah mendapat izin pembangunan
dari Pemerintah Pusat
(2) Izin pembangunan bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus Ayat 2 UU Penerbangan dihapus
memenuhi persyaratan:
a. bukti kepemilikan dan/atau penguasaan
lahan;
b. rekomendasi yang diberikan oleh
pemerintah daerah setempat;
c. rancangan teknik terinci fasilitas pokok;
dan
d. kelestarian lingkungan.
75)Perubahan Pasal 249 Pasal 60 Bandar udara khusus dilarang melayani Bandar udara khusus dilarang melayani
penerbangan langsung dari dan/atau ke luar penerbangan langsung dari dan/atau ke luar
negeri kecuali dalam keadaan tertentu dan negeri kecuali dalam keadaan tertentu dan
bersifat sementara, setelah memperoleh bersifat sementara, setelah memperoleh
izin dari Menteri. persetujuan dari Pemerintah Pusat
76)Perubahan Pasal 250 Pasal 60 Bandar udara khusus dilarang digunakan Bandar udara khusus dilarang digunakan
untuk kepentingan umum kecuali dalam untuk kepentingan umum kecuali dalam
keadaan tertentu dengan izin Menteri, dan keadaan tertentu dengan persetujuan dari
bersifat sementara. Pemerintah Pusat
77)Perubahan Pasal 252 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai izin Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembangunan dan pengoperasian bandar persetujuan pembangunan dan
udara khusus, serta perubahan status pengoperasian bandar udara khusus, serta
menjadi bandar udara yang dapat melayani perubahan status menjadi bandar udara
kepentingan umum diatur dengan yang dapat melayani kepentingan umum
Peraturan Menteri. diatur dengan Peraturan Pemerintah
78)Perubahan Pasal 253 Pasal 60 (3) Izin mendirikan bangunan tempat Penghapusan ayat 2 dan 3
pendaratan dan lepas landas helikopter
diberikan oleh pemerintah daerah setempat
setelah memperoleh pertimbangan teknis
dari Menteri.

(3) Pertimbangan teknis meliputi aspek:


a. penggunaan ruang udara;
b. rencana jalur penerbangan ke dan dari
tempat pendaratan dan lepas landas
helikopter; serta
c. standar teknis operasional keselamatan
dan keamanan penerbangan.
79)Perubahan Pasal 254 Pasal 60 (2) Tempat pendaratan dan lepas landas (2) Tempat pendaratan dan lepas landas
helikopter yang telah memenuhi ketentuan helikopter yang telah memenuhi ketentuan
keselamatan penerbangan sebagaimana keselamatan penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan register dimaksud pada ayat (1) diberikan tanda
oleh Menteri pendaftaran oleh Pemerintah Pusat
80)Perubahan Pasal 255 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan prosedur pemberian izin pembangunan dan prosedur pemberian izin pembangunan
dan pengoperasian tempat pendaratan dan dan pengoperasian tempat pendaratan dan
lepas landas helikopter diatur dengan lepas landas helikopter diatur dengan
peraturan Menteri Peraturan Pemerintah
81)Perubahan Pasal 275 Pasal 60 (1) Lembaga penyelenggara pelayanan Perubahan pada ayat (1) menjadi :
navigasi penerbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 271 ayat (2) wajib (1) Lembaga penyelenggara pelayanan
memiliki sertifikat pelayanan navigasi navigasi penerbangan sebagaimana
penerbangan yang ditetapkan oleh Menteri. dimaksud dalam Pasal 271 ayat (2) wajib
memiliki sertifikat pelayanan navigasi
penerbangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat
82)Perubahan Pasal 277 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan prosedur pembentukan dan sertifikasi dan prosedur pembentukan dan sertifikasi
lembaga penyelenggara pelayanan navigasi lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan, serta biaya pelayanan jasa penerbangan, serta biaya pelayanan jasa
navigasi penerbangan diatur dengan navigasi penerbangan diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah
83)Perubahan Pasal 292 Pasal 60 (3) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat Penghapusan ayat 3 dan 4
(2) diberikan oleh Menteri setelah
memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. memiliki sertifikat kompetensi di
bidangnya; dan
d. lulus ujian.

(4) Sertifikat kompetensi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf c diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan yang
diselenggarakan lembaga yang telah
diakreditasi oleh Menteri.
84)Perubahan Pasal 294 Pasal 60 Lisensi personel navigasi penerbangan yang Lisensi personel navigasi penerbangan yang
diberikan oleh negara lain dinyatakan sah diberikan oleh negara lain dinyatakan sah
melalui proses pengesahan atau validasi melalui proses pengesahan atau validasi
oleh Menteri oleh Pemerintah Pusat
85)Perubahan Pasal 295 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan, tata cara dan prosedur persyaratan, tata cara dan prosedur
memperoleh lisensi, lembaga pendidikan memperoleh lisensi, dan pengenaan sanksi
dan/atau pelatihan, dan pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan
administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah
Menteri.
86)Perubahan Pasal 317 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
manajemen keselamatan penyedia jasa manajemen keselamatan penyedia jasa
penerbangan, tata cara, dan prosedur penerbangan, dan sanksi administratif
pengenaan sanksi administratif diatur termasuk prosedur dan tata cara pengenaan
dengan Peraturan Menteri. diatur dengan Peraturan Pemerintah
87)Perubahan Pasal 389 Pasal 60 Setiap personel di bidang penerbangan yang Setiap personel di bidang penerbangan yang
telah memiliki sertifikat kompetensi telah memiliki sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388
dapat diberi lisensi oleh Menteri setelah dapat diberi lisensi oleh Pemerintah Pusat
memenuhi persyaratan. setelah memenuhi persyaratan.
88)Perubahan Pasal 392 Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat
kompetensi dan lisensi serta penyusunan kompetensi dan lisensi serta penyusunan
program pelatihan diatur dengan Peraturan program pelatihan diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah
89)Perubahan Pasal 399 Pasal 60 (1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Pengubahan pada akhir ayat 1 menjadi
lingkungan instansi yang lingkup tugas dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
tanggung jawabnya di bidang penerbangan Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
diberi wewenang khusus sebagai penyidik pidana
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini. Penambahan ayat 2 yang berisi tentang
kewenangan Pejabat Pegawai Negeri Sipil
(2) Dalam pelaksanaan tugasnya pejabat tertentu
pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berada di bawah Penambahan ayat 3 berisi penjelasan
koordinasi dan pengawasan penyidik polisi lanjutan kedudukan Pejabat Pegawai Negeri
Negara Republik Indonesia. Sipil tertentu

Penambahan ayat 4 berisi penjelasan


lanjutan tentang penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu

Pengubahan ayat 5 menjadi :


Dalam melaksanakan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat
meminta bantuan kepada aparat penegak
hukum
90)Penghapusan Pasal 400 Pasal 60 Ayat 1 berisi kewenangan penyidik pegawai -
negeri sipil

Ayat 2 berisi penjelasan lanjutan tentang


penyidik Pegawai Negeri Sipil
91)Perubahan Pasal 403 Pasal 60 Setiap orang yang melakukan kegiatan Setiap orang yang melakukan kegiatan
produksi dan/atau perakitan pesawat udara, produksi dan/atau perakitan pesawat udara,
mesin pesawat udara, dan/atau baling- mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling
baling pesawat terbang yang tidak memiliki pesawat terbang yang tidak memiliki
sertifikat produksi sebagaimana dimaksud sertifikat produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan dalam Pasal 19 ayat (1) dikenai sanksi
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun administratif
atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
92)Perubahan Pasal 418 Pasal 60 Setiap orang yang melakukan kegiatan Setiap orang yang melakukan kegiatan
angkutan udara niaga tidak berjadwal luar angkutan udara niaga tidak berjadwal luar
negeri tanpa persetujuan terbang dari negeri tanpa persetujuan terbang dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara dalam Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
rupiah). (dua ratus juta rupiah).
93)Perubahan Pasal 423 Pasal 60 (1) Personel bandar udara yang Perubahan rujukan menjadi Pasal 222
mengoperasikan dan/atau memelihara
fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi (1) Personel bandar udara yang
atau sertifikat kompetensi sebagaimana mengoperasikan dan/atau memelihara
dimaksud dalam Pasal 222 ayat (1) dipidana fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) atau sertifikat kompetensi sebagaimana
tahun atau denda paling banyak dimaksud dalam Pasal 222 dipidana dengan
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
94)Perubahan Pasal 428 Pasal 60 Setiap orang yang mengoperasikan bandar Setiap orang yang mengoperasikan bandar
udara khusus yang digunakan untuk udara khusus yang digunakan untuk
kepentingan umum tanpa izin dari Menteri kepentingan umum tanpa izin dari
dipidana dengan pidana penjara paling lama Pemerintah Pusat dipidana dengan pidana
3 (tiga) tahun atau denda paling banyak penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Tujuan dari UU Penerbangan adalah mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar,
dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan
mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa kedirgantaraan,
menjunjung kedaulatan negara, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional, menunjang,
menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antarbangsa, serta berasaskan manfaat,
usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya
hukum, kemandirian, anti monopoli dan keterbukaan, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan, serta kenusantaraan.
Catatan terhadap perubahan pada UU Penerbangan
1. Penghapusan pasal 118 ayat 2 UU No.1 Tahun 2009 yang berisi ketentuan kepemilikan jumlah pesawat bagi maskapai dengan
penerbangan berjadwal. Dengan demikian, maskapai penerbangan berjadwal tidak perlu memiliki jumlah minimal pesawat untuk
menjalankan bisnisnya.
2. Adanya sentralisasi perizinan dan pemangkasan peran Menteri Perhubungan. Terdapat 20 perubahan pasal terkait perizinan/persetujuan
yang pada awalnya berasal dari Menteri diubah menjadi Pemerintah Pusat yaitu Pasal 46, 63, 85, 91, 95, 109, 118, 205, 222, 224, 233, 247,
249, 250, 254, 275, 294, 389, 418, dan 428. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan penuh yang diberikan pada Pemerintah Pusat
(eksekutif). Kewenangan yang sebelumnya diperankan oleh Menteri menjadi sentralistik karena menjadi kewenangan pemerintah pusat.
3. Terdapat 24 pasal yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Menteri berubah menjadi diatur dengan Peraturan Pemerintah yaitu Pasal
30,40, 45, 51, 60, 66, 96, 100, 114, 120, 130, 137, 139, 208, 221, 225, 238, 242, 252, 255, 277, 295, 317, dan 392. Adanya beberapa sanksi
administratif yang diatur dengan Peraturan Pemerintah akan memberikan kewenangan dan kekuasaan besar terhadap Pemerintah.
4. Pada Pasal 130 yang berisi ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan
angkutan udara perintis serta sanksi administratif termasuk prosedur dan tata cara pengenaan sanksi diatur dengan peraturan
pemerintah. Dengan diatur oleh PP, maka ketentuan akan berlaku lebih lama. Namun proses pembentukan PP akan lebih kompleks dan
memakan waktu lama karena melibatkan beberapa kementrian dan lembaga.
5. Berpotensi timbulnya ketidakpastian hukum. Hal ini tergambar dari penghapusan bentuk sanksi administratif pada 9 pasal yaitu Pasal 28,
50, 63, 113, 119, 138, 219, 233, dan 403. Penghapusan bentuk sanksi administratif ini menggambarkan hukum yang bersifat sangat umum.
Tidak ada lagi ketegasan dalam UU terkait bentuk dari sanksi akibat pelanggaran.

Anda mungkin juga menyukai