Dasar Dasar Transportasi
Dasar Dasar Transportasi
Dengan teknologi sederhana dikembangkan roda dan selanjutnya dihasilkan sebagai ukuran dan
tipe kereta. Sejalan dengan perkembangan dunia otomotif, mesin dan informatika, manusia
berhasil memanfaatkan sumber daya alam untuk menciptakan berbagai jenis dan ukuran
kendaraan.
2. sejarah singkat transportasi air
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau
berjalan kaki,
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap
atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem
transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi, massal,
dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu.
Pola Perjalanan di Daerah Perkotaan
Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat tujuan
bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain, berbelanja, ke tempat-tempat
pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta
banyak tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan
antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan
kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan
di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).
Kebijakan Transportasi
1. Rendahnya nilai indeks aksesibilitas dan mobilitas rata-rata jaringan jalan dibandingkan
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk jaringan jalan provinsi;
2. Belum optimalnya kemantapan jalan provinsi terutama di jalur jalan vertikal yang
menghubungkan wilayah tengah dan selatan Jawa Barat;
3. Masih kurangnya pembangunan jalan tol;
4. Rendahnya kapasitas ruas jalan di perkotaan dengan nilai Volume Capacity Ratio (VCR)
rata-rata mendekati nilai 0,8 pada tahun 2006;
5. Kurangnya penyediaan angkutan massal dan jaringan jalan rel;
6. Belum optimalnya kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat
pertukaran moda;
7. Belum optimalnya pelayanan Bandar Udara Husein Sastranegara dan bandara lainnya
dalam melayani penerbangan komersial dari dan ke makassar
8. Serta masih terbatasnya fungsi Pelabuhan Cirebon sebagai pelabuhan niaga;
9. Tingginya pergerakan angkutan barang di regional Jawa Barat, sementaraJembatan
Timbang yang berfungsi sebagai kontrol belum dapat optimal difungsikan.
J. Kebijakan Transportasi
Kebijakan transportasi baru yang tengah digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bidang
transportasi salah satunya adalah electronic road pricing (ERP) atau pajak jalan raya. Kebijakan
ini ditujukan untuk menggantikan kebijakan three in one yang dinilai tidak efektif dalam
mengendalikan laju penggunaan mobil pribadi sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan
polusi udara di Jakarta.
Pada prinsipnya, ERP adalah upaya mengatur aliran kendaraan dan kemacetan melalui
mekanisme penarifan. Proyek ini nantinya akan mengacu pada pelaksanaan ERP di Singapura
yang diterapkan sejak 1998, menggantikan area licensing scheme (ALS). Di negeri itu, ERP
dibedakan sesuai dengan waktu, zona berkendaraan, dan jenis kendaraan. Dana yang diperoleh
dari penerapan sistem ERP tersebut digunakan untuk mengembangkan transportasi publik
(Infrastructure Watch, 2005).
Melihat sudah begitu banyaknya kebijakan yang dikeluarkan untuk mengurai kemacetan lalu
lintas di Jakarta, timbul pertanyaan, akankah proyek ERP berakhir dengan kegagalan seperti
yang sebelumnya?
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas proyek ERP ini.
Pertama, pemilihan suatu kawasan untuk penerapan proyek ini harus berdasarkan parameter
jumlah volume lalu lintas di daerah tersebut. Semakin tinggi jumlah volume kendaraan di suatu
kawasan, akan menjadi prioritas utama penerapan proyek ini. Dengan parameter tersebut,
diharapkan proyek ini mampu menurunkan secara signifikan kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Hasil penelitian Clean Air Project (CAP) Swisscontact pada 2005 mengenai volume kendaraan
dan polusi udara justru menyebutkan pada saat jam kerja, volume kendaraan di Jalan Kyai Tapa,
Jakarta Barat, paling tinggi dibanding di kawasan lainnya, termasuk Jalan Thamrin (jalur Blok M-
Kota). Penelitian itu juga menyebutkan bahwa pada hari libur, volume lalu lintas di Jalan Kyai
Tapa tetap lebih tinggi dibandingkan dengan hari kerja. Jika Pemprov DKI Jakarta hendak
menerapkan kebijakan ERP maka, pemberlakuan kebijakannya harus tepat di jalur yang padat
lalu lintas.
Kedua, proyek ERP ini harus didahului atau minimal diikuti dengan upaya pembenahan tata
ruang Kota Jakarta secara menyeluruh. Penyebab utama kemacetan lalu lintas di Jakarta adalah
makin jauhnya permukiman penduduk dari pusat-pusat kegiatan, terutama tempat-tempat
bekerja.
Keberhasilan penerapan proyek ERP di Singapura tidak bisa dicontek habis karena kondisi
geografis, sosial, anatomi kemacetan lalu lintas, dan tata ruang Kota Singapura berbeda dengan
Jakarta. Berbeda dengan Singapura, di Jakarta, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, yang
terutama harus dilakukan adalah membenahi tata ruang kota. Besarnya daya tarik Jakarta
menjadi faktor utama yang membangkitkan lalu lintas di kota ini. Harus ada intervensi dalam
kebijakan tata ruang Kota Jakarta untuk membagi daya tarik kota tersebut dengan daerah
lainnya.
Kota ini harus secara sukarela dan bertahap merelokasi kawasan-kawasan komersial yang padat
kendaraan ke luar Jakarta. Pembangunan hypermarket serta mal-mal perlu dibatasi agar tidak
memadati Jakarta dan diusahakan penyebarannya ke luar kota. Bahkan Washington, DC,
sebagai pusat pemerintah Amerika Serikat dan Paris sebagai pusat pemerintah Prancis
mengharuskan mal-mal dibangun di luar kota. Kebijakan itu didasarkan pada kenyataan bahwa
pengunjung mal-mal adalah konsumen yang berkendaraan pribadi.
Dengan mengayunkan langkah menyebarkan daya tarik pembangunan lebih adil dan lebih luas
dalam membangun kawasan–ditopang oleh sistem angkutan yang bersifat komprehensif
mencakup berbagai moda darat, sungai, laut, dan udara dengan mengacu pada perencanaan
tata ruang yang memperhitungkan pola pembangunan berkelanjutan dengan dimensi ekonomi,
sosial, dan ekologi–kebijakan transportasi baru bisa dipastikan akan berjalan efektif.
K. Transportasi Jalan Dan Manajemen