Anda di halaman 1dari 40

CASE STUDY REPORT

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT


“PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN PENDISTRIBUSIAN”

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

Preseptor :

Apt. Dini Hara Triastuti, S.Farm

Disusun Oleh :

Dayang Gesti Pertiwi, S.Farm (3105051)


Hayatul Fisilmi Khaffah, S.Farm (3105055)
Rika Sri Anggraini, S.Farm ( 3105061)

APOTEKER ANGKATAN XXVII

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu apt. Dini Hara Triastuti, S.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, arahan sehingga laporan Case
Study ini dapat diselesaikan.
2. Ibu apt. Wihelmidayani, S.Farm selaku kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum DaerahM. Natsir Solok, serta seluruh apoteker yang bertugas yang telah
yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, ilmu, pengalaman dan
bantuan kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.
3. Staf tenaga kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M.
Natsir Solok yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Case Study ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuandan dukungan, yang telah
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pelayanan klinis Instalasi Farmasi Rumah Sakit mengenai “Penerimaan,
Penyimpanan dan Pendistribusian”.
Penulis menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Solok, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………... 2
1.3 Tujuan .............………………………………………………………… 2
1.4 Manfaat ............. ……………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 4


2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit………………………………………… 4
2.1.1 Pengertian………………………………………………………. 4
2.1.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit …………………………. 4
2.1.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ………………………… 5
2.2 Pelayanan Kefarmasiaan …………………..………………………….. 5
2.3 Penerimaan …………………………………………………………… 8
2.4 Penyimpanan…...……………………………………………………… 9
2.5 Pendistribusian………………………………………………………… 16

BAB III. PEMBAHASAN…….……........………………………………. 20


3.1 Penerimaan ……….....…….........................…………………...……… 20
3.2Penyimpanan.....…………..........................……………………………… 23
3.3 Pendistribusian.................…………….......………………………..…… 28

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 34


4.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 34
4.2 Saran ………………………………………………………………….. 34
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 35

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan sarana yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah
pelayanan kefarmasian.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes RI) Nomor 72 tahun 2016, pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, terdapat standar pelayanan
kefarmasian yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.RSUD M. Natsir Solok melaksanakan
pelayanan kefarmasian berdasarkan pedoman pada Permenkes RI Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai; serta
pelayanan farmasi klinik.Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Permenkes, 2016).
Faktor yang menentukan mutu rumah sakit adalah pengelolaan sediaan
farmasi terutama mengenaipemusnahan, pengendalian dan administrasiobat, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai (Anonim, 2016).Pemusnahan dilakukan
untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila produk
tidak memenuhi persyaratan mutu, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan,
serta dicabut izin edarnya.Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.Pengendalian dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama

1
dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit, sedangkan Adminisitrasi
harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan guna memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.Salah satu kegiatan administrasi yakni
pencatatan dan pelaporan.Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan
Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester
atau pertahun) (Anonim, 2016).
Berdasarkan paparan diataslaporan ini akan membahas pelayanan farmasi
dirumah sakit dalam pengelolaan sediaan farmasi yaitu pada aspek pemusnahan&
penarikan, pengendalian dan administrasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai di RSUD M.Natsir Solokdan membandingkan dengan
Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Penerimaan, Penyimpanan dan Pendistribusian sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD M.Natsir
Solok?
2. ApakahPenerimaan, Penyimpanan dan Pendistribusian sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD M.Natsir Solok
sudah sesuai dengan Permenkes No.72 tahun 2016?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Penerimaan, Penyimpanan dan Pendistribusiansediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD M.Natsir
Solok.

2. Untuk mengetahui Penerimaan, Penyimpanan dan Pendistribusian sediaan


farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD M.Natsir
Solok sesuai dengan Permenkes no.72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

1.4 Manfaat

2
1. Mengetahui peran apoteker dalam Penerimaan, Penyimpanan dan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai di rumah sakit.
2. Mengetahui bagaimana sistem Penerimaan, Penyimpanan dan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai di RSUD M.Natsir Solok.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


2.1.1 Pengertian
Instalasi Farmasi RumahSakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung
jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi. Instalasi farmasi merupakan unit
pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker yang
memiliki SIPA yang masih aktif sebagai penanggungjawab (Permenkes, 2016).

2.1.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (Permenkes, 2016).

2.1.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi :

4
a. Pemilihan perbekalan farmasi
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan
optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.

g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di Rumah


Sakit.

2.2 Pelayanan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian ialah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim,
2016).Adanya pelayanan kefarmasian diharapkan dapat menyediakan dan
memberikan sediaan farmasi dan alat kesehatan disertai informasi, sehingga
masyarakat mendapatkan manfaat yang terbaik.
Dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian baik di rumah sakit
maupun apotek, masing-masing harus memiliki standar pelayanan
kefarmasian.Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang digunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit mengikuti acuan Permenkes
Nomor 72 tahun 2016. Berdasarkan permenkes tersebut, standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
b. Pelayanan farmasi klinis

5
Pengelolaan obat merupakan salah satu aspek manajemen yang penting.
Hal ini dikarenakan jika terjadi ketidakefisiensinya akan memberi dampak yang
merugikan dalam melakukan pelayanan kesehatan dalam bidang kefarmasian.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi
yang saling terkait satu dengan yang lain. Menurut Departemen Kesehatan RI
(2008), tugas pokok dari pengelolaan perbekalan farmasi antara lain:
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi / kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016, kegiatan pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan. Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai ini berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman
diagnosis dan terapi, standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang telah ditetapkan, pola penyakit, efektivitas dan keamanan,
serta pengobatan berbasis bukti.
2. Perencanaan Kebutuhan. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien.
3. Pengadaan. Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu.
4. Penerimaan. Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

6
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan. Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
6. Pendistribusian. Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama
dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
9. Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.Pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan tersebut harus aman, bermanfaat, bermutu, dan terjangkau bagi seluruh
masyarakat, agar masyarakat terhindar dari penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan khasiat maupun keamanannya.

7
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan
pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016, kegiatan pelayanan farmasi
klinik yang dilakukan di rumah sakit antara lain, pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat
(PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping
obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril,
pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).

2.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
Penerimaan obat sebaiknya dilakukan dengan teliti hal ini disebabkan
karena pengantaran obat dapat mengakibatkan kerusakan pada sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan.
Standar Operasional Prosedur penerimaan obat adalah:
1. Periksa keabsahan faktur meliputi nama dan alamat Pedagang Besar Farmasi
(PBF) serta tanda tangan penanggung jawab dan stempel PBF.
2. Mencocokkan faktur dengan obat yang datang meliputi jenis dan jumlah serta
nomor batch sediaan.
3. Memeriksa kondisi fisik obat meliputi kondisi wadah dan sediaan serta tanggal
kadaluwarsa. Bila rusak maka obat dikembalikan dan minta diganti.
4. Setelah selesai diperiksa, faktur ditandatangani dan diberi tanggal serta
distempel. Faktur yang asli diserahkan kepada sales sedang salinan faktur
disimpan oleh sebagai arsip

2.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat agar terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin. Penyimpanan

8
obat harus mempertimbangkan berbagai hal, yaitu bentuk dan jenis sediaan,
mudah atau tidaknya meledak/terbakar, stabilitas dan narkotika dan psikotropika
disimpan dalam lemari khusus (Permenkes RI, 2014).
Penyimpanan obat merupakan salah satu cara pemeliharaan perbekalan
farmasi sehingga aman dari gangguan fisik dan pencurian yang dapat merusak
kualitas suatu obat. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan mdis habis pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis siap pakai
(Permenkes RI, 2016).
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk:
a) Untuk memelihara mutu obat 
b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c) Menjaga kelangsungan persediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan
Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan gudang, meliputi :
a. Luas minimal 3 x 4 m2 
b. Ruang kering tidak lembab
c. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab
d. Cahaya cukup
e. Lantai dari tegel atau semen
f. Dinding dibuat licin
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h. Ada gudang penyimpanan obat
i. Ada pintu dilengkapi kunci ganda 
j. Ada lemari khusus untuk narkotika
2. Pengaturan penyimpanan obat, yaitu :
a) Menurut bentuk sediaan dan Alfabetis 
b) Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
c) Menggunakan almari, rak dan pallet

9
d) Menggunakan almari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.
e) Menggunakan almari khusus untuk perbekalan farmasi yang
memerlukan penyimpanan pada suhu tertentu
f) Dilengkapi kartu stock obat
Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
Semua obat / bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. Tempat penyimpanan obat tidak
dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis (Bpom RI, 2018).
Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First
In First Out).
Penyimpanan obat dan bahan obat.
 Dalam wadah asli produsen dikecualikan dari ketentuan sebagaimana di
maksud dalam hal diperlakukan pemindahan dari wadah asli nya untuk
pelayanan resep, Obat dapat disimpan didala wadah baru yang dapat menjamin
keamanan, mutu, dan ketertelusuran obat dengan dilengkapi dengan identitas
obat meliputi nama obat dan zat aktifnya. Bentuk dan kekuatan sediaan, nama
produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal kadaluarsa.
 Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang
memproduksi Obat/Bahan obat sebagaimana tertera pada kemasan dan/atau
label sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
 Terpisah dari produk/bahan lain dan terlindung dari dampak yang tidak
diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu,kelembababan atau faktor
eksternal lainnya.
 Sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan
campur baur dan tidak bersinggungan langsung dengan lantai dilakukan

10
dengan memperhattikan bentuk sediaan dan kelas terapi obatserta disusun
secara alfabetis.
 Memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan obat (lool alike sound
alike, LASA) dengan tidak ditempatkan bedekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. 2.1.4.8
Memperhatikan sistem first Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem First In
First Out (FIFO) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud angka Obat-obat
Tertentu harus disimpan ditempat yang aman berdasarkan analisis resiko antara
lain pembatasan akses personil, diletakkan dalm satu area dan tempat
penyimpanan mudah diawasi secara langsung oleh penanggung jawab (Bpom
RI, 2018).
Penyimpanan obat yang merupakan produk rantai dingin (Cold Chain Product)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Tempat penyimpanan minimal chiller untuk produk dengan persyaratan
penyimpanan suhu -2 – 8°C dan freezer untuk produk dengan persyaratan
penyimpnan -25°C sd -15°C.
 Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan alat monitoring suhu yang
terkalibrasi.
 Harus dilakukan pemantauan suhu tempat penyimpanan selama 3 (tiga) kali
sehari dengan rentang waktu yang memadai.
 Tempat penyimpanan harus di lengkapi dengan generator otomatis atau
generator manual yang di jaga oleh personil khusus selama 24 jam.
 Penyimpanan obat tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga,
jarak antara sekitar 1-2 cm.

Obat berupa elektrolit konsentrasi tingi (misalnya kalium klorida 2ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9% dan
magnesium sulfat 50% atau yang lebih pekat) tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. Penyimpanan pada unit perawatan
pasien harus dilengkapi dengan pengaman diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-
hati (Bpom RI, 2018).

11
Penyimpanan obat dan bahan obat harus dilengkapi dengan kartu stok,
dapat berbentuk kartu stok manual maupun elektronik. Informasi dalam kartu stok
sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama obat/bahan obat, bentuk sediaan , dan kekuatan obat.
2. Jumlah persedian
3. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
4. Jumlah yang diterima
5. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan/ penggunaan
6. Jumlah yang diserahkan/digunakan
7. Nomor bets dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyerahan
Tujuan Penyimpanan obat
Penyimpanan obat bertujuan untuk menjaga mutu dan kestabilan suatu
sediaan farmasi, menjaga keamanan, ketersediaan, dan menghindari penggunaan
obat yang tidak bertanggung jawab. Menurut PERMENKES RI No 72 Tahun
2016, untuk mencapai tujuan penyimpanan obat tersebut ada beberapa komponen
yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka,
tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus.
2. Elektrolit, konsentrasi tinggi disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpanpda
area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang
kurang hati-hati.
4. Sediaan farmasi alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi
5. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

Ruang Penyimpanan Obat Dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang


penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban,ventilasi, pemisah untuk menjamin mutu produk dan keamanan

12
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak /lemari obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari 11 penyimpanan khusus
narkotik dan psikotrpika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan
kartu suhu (Permenkes RI , 2014).

Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi ( High Alert )


Obat high alert adalah obat yan harus diwaspadai karena bedampak serius
pada keselamatan pasien jika terjadi kesalahan dalam pengunaannya.
Obat High Alert mencakup :
a) Obat beresiko tinggi, yaitu sediaan farmasi dengan zat aktif yang akan
menimbulkan kematian atau kecacatan bila terjadi kesalahan ( error )
dalam penggunaannya
b) Obat yang terlihat mirib dan kedengarannya mirip
c) Elektrolit konsentrat 2 mEq/ml, kalium fosfat, natrium klorida dengan
konsenttrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi dengan
konsentrasi 50% atau lebih.
d) Elektrolit konsentrasi tertentu,( kalium klorida dengan konsentrasi 1
mEq/ml, magnesium sulfat 20% dan 40%.
Obat beresiko tinggi disimpan di tempat terpisah dan diberi label “ High
Alert “.

Disarankan pemberian label high alert diberikan dari gudang agar potensi
terlupa pemberian label di satelit farmasi dapat diminimalkan.

Gambar 1. Contoh Label Obat High Alert

13
Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi
label khusus sehingga petugas dapat lebih mewaspadai adanya obat
LASA/NORUM. Disarankan dalam penulisan menggunakan Tall Man Lattering
untuk nama obat yang bunyi/ejaannya mirip. Contoh obat LASA dengan kekuatan
berbeda, obat – obat tersebut disimpan tidak berdampingan dengan kandungan zat
aktif berbeda dan diberi “LASA” pada wadah penyimpanannya.

Gambar 2. Contoh logo lasa

Gambar 3. Contoh penempatan obat LASA

Obat Narkotika dan Psikotropika masing-masing harus disimpan dalam


lemari yang terpisah, sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
Obat narkotika disimpan dalam lemari dengan satu pintu dan dua jenis kunci yang
berbeda. Harus ditetapkan seorang penanggung jawab terhadap lemari narkotika
dan psikotropika.

Penyimpanan Produk Rantai Dingin ( Cold Chain Product )


Penyimpanan Obat merupakan Produk Rantai Dingin harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

14
a. Tempat penyimpanan minimal chiller untuk produk dengan persyaratan
penyimpanan suhu 2s/d 8oC dan freezer untuk produk dengan persyaratan
penyimpanan suhu -25 s/d -15 oC
b. Tempat penyimpanan harusdilengkapi dengan alat monitoring suhu yang
terkalibrasi.
c. Harus dilakukan pemantauan suhu tempat penyimpanan selama 3 (tiga)
kali sehari dengan rentang waktu yang memadai.
d. Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan generator otomatis atau
generator manual yang dijaga oleh personil khusus.
e. Penyimpanan obat tida terlalu padat, sehingga sirkulasi udara dapat dijaga,
jarak antara produk sekitar 1-2 cm.

Gudang
Gudang adalah tempat pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan
dan berfungsi mendekatkan barang kepada pemakai sehingga menjamin
kelancaran permintaan dan keamanan persediaan. Fungsi gudang diantaranya :
a. Penyimpanan obat sesuai dengan sifat fisika kimia obat
b. Penyaluran obat ke unit-unit pelayanan sesuai kebutuhan masyarakat
c. Obat yang dibeli harus sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh
BPOM.
Syarat-syarat Gudang
Syarat sebuah gudang obat yang baik berdasakan Depkes RI, 2010 adalah
sebagai berikut :
a. Cukup luas minimal 3 4 m2 atau sesuai dengan jumlah obat yang
disimpan.
b. Ruangan kering dan tidak lembab
c. Adanya ventilasi udara dan tidak lembab/panas
d. Perlu ada pencahayaan yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindari cahaya langsung
e. Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya
debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (pallet)
f. Dinding dibuat licin

15
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam’gudang digunakan
khusus penyimpanan obat’gudang mempunyai kunci ganda
h. Tersedia lemari/laci khusus untuk penyimpanan narkotika dan
psikotropika yang selalu dikunci
i. Sebaiknya ada pengukur ruangan

2.5 Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka


menyalurkan / menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan ( Permenkes No. 72 tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit ).

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

a) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock).


1. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh
Instalasi Farmasi.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan
4. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.

16
5. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b) Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.

Penyiapan sediaan farmasi dan BMHP ini berdasarkan sistem resep perorangan
( individu ) adalah penyiapan sediaan farmasi dan BMHP sesuai resep/intruksi
pengobatan yang ditulis dokter baik secara manual maupun elektronik untuk
setiap pasien dalam satu periode pengobatan.
Dokter

Pengkajian Oleh Resep


Apoteker

Dikendalikan Oleh Penyiapan Obat Oleh


IFRS IFRS
Verifikasi Oleh
Apoteker
Penyerahan Obat Oleh
Apoteker
PIO/Konseling
Pasien

Gambar 4. Alur Sistem distribusi resep perorangan


c) Sistem Unit Dosis ( UDD )
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal
atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Obat yang dikemas per
dosis tersebut dapat disimpan di lemari obat pasien di ruang rawat untuk
persediaan tidak lebih dai 24 jam. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.

Dokter

Pengkajian Oleh Apoteker


Resep

Verifikasi Oleh Apoteker Penyiapan obat oleh Apotek Rawat Inap

17
Penyiapan Oleh Perawat Diantar ke bangsal Pemantauan Oleh Apoteker

Lemari Penyimpanan
Penyiapan Oleh Perawat
Kosumsi Obat Pasien
Dibantu Oleh Perawat

Gambar 5 . Alur Sistem distribusi unit dose

d) Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a
+ b atau b + c atau a + c.

Tujuan pendistribusian adalah tersedianya sediaan farmasi dan BMHP di


unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan tepat jumlah. Distribusi
sediaan farmasi dan BMHP dapat dilakukan dengan salah satu/kombiasi system
dibawah ini :

a. Sistem distribusi sentralisasi


Sistem distribusi sentralisasi yaitu distribusi dilakukan oleh
instalasi farmasi secara terpusat ke semua unit rawat inap di rumah sakit
secara keseluruhan. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan
farmasi setiap unit pemakaian, baik untuk kebutuhan individu maupun
kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan
farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian
resep itu diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat
disiapkan untuk didistribusikan ke pada penderita tertentu.
Keuntungan system ini adalah :
1. Semua resep dikaji langsung oleh tenaga farmasi, yang juga dapat
member informasi kepada perawat berkaitan dengan perbekalan
farmasi pasien.

18
2. Memeberi kesempatan interaksi profesional antara tenaga farmasi-
dokter-perawat-pasien.
3. Memungkinan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan.
4. Mempermudah penagihan biaya pasien.

Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu


rumah sakit yaitu sebagai berikut :

1. Terjadinya Delay Time dalam proses penyiapan obat permintaan dan


distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi.
2. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
meningkat.
3. Tenaga farmasi kurang dapat melihat data riwayat pasien dengan
cepat.
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu
penyiapan komunikasi.
5. Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar.
b. Sistem distribusi desentralisasi
Sistem distribusi desentralisasi yaitu distribusi dilakukan oleh
beberapa depo/satelit yang merupakan cabang pelayanan di rumah sakit.
Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi
dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan
perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
Tanggung jawab tenaga farmasis dalam kaitan dengan distribusi
perbekalan farmasi di satelit farmasi :
1. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena
tanpa tambahan.
2. Mendistribusikan IV admitur yang disiapkan oleh farmasu sentral.
3. Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication
administrasion record ( MAR )
4. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.

( Kemenkes RI, 2019 )

19
20
BAB III

PEMBAHASAN

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
di rumah sakit telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun
2016 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Adapun kegiatan
yang tercakup dalam pengelolaan ini antara lain pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
penarikandanpemusnahan, pengendalian, administrasi. Pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit sangat
penting untuk memelihara mutu obat-obatan, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian
dan pengawasan, mengoptimalkan persediaan, memberikan informasi kebutuhan
obat yang akan datang, serta mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan. Pada
pembahasan kali ini akan dibahas mengenai kegiatan Penerimaan, Penyimpanan
dan Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
di RSUD M. Natsir dilakukan oleh instalasi farmasidengan sistem satu pintu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 72 Tahun 2016, sistem satu
pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasukpembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alatkesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang memiliki tujuan untukmengutamakan kepentingan pasien
melalui instalasi farmasi. Pengelolaansediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai meliputi pemilihan,perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi.

3.1 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen
terkait penerimaan barang harus disimpan dengan baik (Permenkes RI No.72
tahun 2016).

20
Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
di RSUD M. Natsir dilakukan oleh panitia penerima barang, dimana anggota
panitia penerima barang adalah pegawai instalasi farmasi RSUD M. Natsir yang
ditunjuk berdasarkan SK (Surat Keputusan) Direktur rumah sakit. Dimana untuk
menandatangangi faktur penerimaan barang, diperlukan SIPA apoteker
penanggung jawab instalasi farmasi.

Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang datang
dari distributor dilakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum disimpan di
gudang farmasi RSUD M. Natsir. Pengecekan dilakukan untuk mencocokkan
kondisi fisik barang dengan yang tertera didalam faktur penerimaan dari
distributor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengecekan yaitu kondisi
fisik barang (baik/cacat), kesesuaian nama barang yang dipesan dengan barang
yang datang, jumlah barang, harga barang, nomor batch barang, dan waktu
kadaluwarsa barang. Jika sesuai maka dilakukan ceklis penerimaan barang

Gambar 6. Ceklis Penerimaan Barang

Dalam penerimaan vaksin, harus diperhatikan Vaksin Vial Monitor.


Vaksin Vial Monitor adalah pemantau vaksin berupa label bergambar yang
dilekatkan pada botol vaksin untuk mencatat paparan panas kumulatif yang
berlebihan. Pengaruh gabungan dari waktu dan suhu menyebabkan monitor

21
berubah warna secara berangsur-angsur dan tidak akan berubah lagi pada suhu
tinggi. Namun, untuk saat ini RSUD M.Natsir tidak melakukan penerimaan
vaksin.

Apabila barang tidak sesuai dengan surat pesanan atau barang dalam
kondisi cacat maka barang dikembalikan ke distributor untuk diganti dengan
kondisi yang baik atau sesuai kesepakatan (kontrak) antara rumah sakit dan
distributor.

Setelah barang dicek dan sesuai dengan permintaan barang, selanjutnya


dilakukan pengisian kartu stok. Pada kartu stok diisi jumlah barang yang masuk,
nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan harga barang.

Gambar 7. Kartu Stok Gudang

Selain pencatatan pada kartu stok, barang masuk dan barang keluar juga
diinput ke SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit). Setelah pengisian
kartu stok dan SIMRS selesai maka kegiatan selanjutnya adalah penyimpanan
barang.

22
Gambar 8. Aplikasi SIMRS

3.2 Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah penerimaan barang dilakukan dan
selanjutnya dilakukan pendistribusian. Tujuan penyimpanan ini yaitu untuk
menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan juga bahan
medis habis pakai.
Menurut Permenkes RI no. 72 tahun 2016 yang meliputi stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembapan, ventilasi dan penggolongan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Penyimpanan obat disimpan
di ruangan yang layak agar tidak merusak mutu dan obat rusak yang dapat
memberi pengaruh buruk bagi pengguna obat.
Pada gudang RSUD M. NATSIR ini memiliki gudang penyimpanan yang
baik dan cukup luas. Gudang ini dilengkapi dengan ruangan yang baik
ventilasinya dan udara dapat masuk atau keluar dan tidak lembab ataupun panas.
Gedung ini memiliki kunci dilengkapi sidik jari, pengukur suhu ruangan, kulkas,
kamera pengawas dan alat pemadam kebakaran

23
Gambar 9. Gudang Sediaan Farmasi

Di gedung farmasi telah tersedia lemari khusus untuk narkotika dan


psikotropika, penyimpanan narkotika dan psikotropika sudah sesuai Menurut
(Permenkes RI No. 3 Tahun 2015), dimana persyaratan penyimpanan narkotika
dan psikotropika adalah sbb :
Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;

24
d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan;
e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.

Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus


memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi
Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan ;
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

Gambar 10. Penyimpanan Narkotika


Setiap tumpukan barang yang berada di dalam dan luar gudang diberi alas
papan yang berukuran lebih kurang 120cm x 100cm yang disebut pallet,
tujuannya untuk menghindari terjadinya kerusakan obat akibat kelembapan.

25
Gambar 11. Pallet
Penyusunan obat di gudang RSUD M.NATSIR ini dilakukan pemisahan
obat dari bahan yang beracun, berdasarkan suhu penyimpanan yang sesuai, obat
cairan dipisahkan dari obat padatan, setiap susunan obat di beri label sesuai nama
obat dan juga kandungan zat aktifnya. Penyimpanan sediaan farmasi di gudang ini
disusun secara abjad (alfabetis), obat disusun secara FEFO (First Expired First
Out ), obat-obatan yang butuh pengawasan (High Alert) termasuk obat LASA
disimpan terpisah dengan diberi tanda garis merah dan diberi label LASA.

26
Gambar 12. Lemari Obat High Alert.
obat yang memiliki stabilitas yang buruk di suhu ruang (Suppositoria,
insulin injeksi, dst) disimpan di kulkas dengan suhu 2-8°C.

Gambar 13. Kulkas Gudang


Penyimpanan obat di RSUD M. NATSIR dilakukan berdasarkan
alfabetis, bentuk sediaan, fast moving (obat yang sering habis), stabilitas obat,
FEFO, High Alert, LASA, Narkotika dan psikotropika.

27
Contoh obat LASA diantaranya :
 alloPURINol  haloperidol
 amiNEFRON  amiODARON
 AMINOfusin  COMAfusin
 APTor  LIPITor
 Asam TRANEamat  asam MEFENamat
 BISOPROlol  PROPANOlol
 CepePIM  ceFIIME
Yang kemasannya mirip
 MERTIGONOPRES
Dan sediaan obat yang memiliki dosis yang berbeda.
Contoh obat High Allert
 Lidocain
 Metformin
 Glimepirid
 Acarbose
 Heparin
 Insulin aspart
 Insulin detemir
 Epinephrine

Stock Opname dilakukan 2 kali dalam setahun guna memastikan kualitas


obat dan bahan obat. Kemudian untuk pengecekan tanggal kadaluarsa dilakukan
3 bulan sekali. Penyimpanan obat emergency diletakkan pada trolly emergency
yang diletakkan di masing-masing bangsal. Trolly emergency ini di isi sesuai
dengan kebutuhan masing-masing ruangan.

28
3.3. Pendistribusian
Pendistribusian obat di RSUD M.Natsir melalui Gudang di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Sediaan farmasi, alat kesehatan, maupun bahas medis habis
pakai. Didistribusikan ke 3 apotek yang ada yaitu apotek rawat inap, apotek rawat
jalan, dan apotek IGD.

p
t
o
A
e
t
o
p
A k
k
e
n
a
d
u
G g
t
w
a
R
a
F
m
r i
s
D
G
I
l
a
J
I
p
n

Pendistribusian barang dari gudang dilakukan dengan menggunakan


sistem amprahan melalui aplikasi SIM RS yang telah ditetapkan jadwalnya.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa sediaan farmasi, alkes dan bahan medis habis
pakai dari gudang IFRS didistribusikan ke 3 depo apotek. Selanjutnya
didistribusikan ke pasien dilakukan dengan sistem yang berbeda sesuai dengan
kebutuhan pasien dan keefektifan perawatan atau pengobatan. Jika masing-masing
apotek memesan obat, pihak gudang akan melihat berapa stok yang tersedia di
gudang dan pihak gudang berhak mengurangi atau menambah permintaan sesuai
dengan stok yang tersedia guna mencukupi seluruh permintaan dari setiap apotek
yang ada di rumah sakit. Untuk amprah kebutuhan ruangan biasanya dilakukan
sebanyak 3 kali dalam seminggu yaitu pada hari senin, rabu, dan jumat.
Sistem disribusi sediaan farmasi/alkes juga mencakup penghantaran
sediaan obat yang telah diracik atau disiapkan dengan keamanan dan ketepatan
obat, ketepatan pasien, ketepatan jadwal, tanggal, waktu, rute pemberian obat.
Sistem distribusi bertujuan untuk mempermudah jangkauan ke pasien dengan
mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas sumber daya yang ada dengan
metode desentralisasi sesuai dengan Permenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004.

28
Distribusi sediaan farmasi, alkes, dan BMHP dari depo apotek rawat jalan
RSUD M.Natsir ke pasien menggunakan sistem resep invidual, yaitu untuk satu
minggu atau obat yang digunakan selama 30 hari. Obat/alkes disiapkan oleh
apoteker atau TTK sesuai resep yang sudah di skrining, kemudian obat/alkes
didistribusikan secara langsung ke pasien atau keluarga pasien oleh Apoteker di
Frontline sekaligus memberikan informasi terkait obat yang diterima oleh pasien.
Distribusi obat di apotek rawat inap dan apotek IGD di RSUD M.Natsir
menggunakan sistem UDD. Obat disiapkan satu etiket untuk satu waktu minum
obat pasien. Setiap pasien yang dirawat di RSUD M.Natsir yang butuh perawatan
lebih perlu selalu dimonitor seperti pasien rawat inap dan pasien IGD, distribusi
obat ke pasien menggunakan sistem UDD. Apoteker Rawat Inap menerima resep
dokter/KIO yang diantarkan oleh perawat kemudian Tenaga Teknis Kefarmasian
bertugas menyiapkan obat dan setelah diverifikasi oleh apoteker obat diantar ke
bangsal. Untuk penyerahan obat dibangsal masih diserahkan oleh perawat
sebaiknya Apoteker memberikan obat secara langsung ke pasien atau keluarga
pasien sambil memberikan edukasi atau informasi terkait penggunaan obat pasien.
Adapun alur pendistribusian obat di apotek Rawat Inap digambarkan pada bagan
berikut.

Dokter

Pengkajian Oleh Apoteker


Resep/KIO

Verifikasi Oleh Apoteker Penyiapan obat oleh Apotek Rawat Inap

Penyiapan Oleh Perawat Diantar ke bangsal Pemantauan Oleh Apoteker

Lemari Penyimpanan
Penyiapan Oleh Perawat

Kosumsi Obat Dibantu Pasien


Oleh Perawat

Alur Pendistribusian obat UDD

29
Sistem distribusi obat memiliki peranan penting terhadap capaian terapi
pengobatan pasien rawat inap di suatu rumah sakit. Praktik distribusi obat yang
tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya medication error  (ME). Kesalahan
yang sering ditemui yaitu; ketidaktepatan pemberian obat oleh perawat atau
ketidakjelasan informasi yang diterima oleh pasien karena tidak langsung
bersumber dari seorang farmasis.
            UDD merupakan salah satu satu metode dispensing dan pengendalian obat
oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), di mana obat disiapkan dalam
kemasan unit tunggal siap konsumsi, dan untuk penggunaan tidak lebih dari 24
jam. Obat-obat tersebut didistribusikan atau tersedia pada ruang perawatan pasien
setiap waktu (Siregar, 2003). Sistem distribusi UDD ini sudah dipraktikkan rumah
sakit di Amerika sejak tahun 1960-an dan menjadi standar praktik kefarmasian
rumah sakit di sana.
                UDD merupakan sistem distribusi yang menyediakan obat dalam
bentuk satuan penggunaan. Sistem distribusi ini pada awalnya dirancang dan
dikembangkan pada kondisi akut di rumah sakit. UDD merupakan sistem yang
aman dan efisien  dalam fasilitas perawatan jangka panjang, dan dapat
meningkatkan produktifitas perawatan serta menyediakan pemesanan, distribusi,
penyimpanan dan pemberian obat dengan tingkat kesalahan yang kecil.  Semua
UDD memiliki ciri yang sama, yaitu satu paket unit obat yang didispensing tepat
sebelum diberikan kepada pasien. Obat diisi dalam paket terkecil.
Perlengkapan khusus yang umumnya digunakan dalam sistem ini yaitu
kotak unit dosis berfungsi untuk menahan unit dosis yang di kemas dalam strip.
Biasanya penyediaan obat unit dosis selama 30 hari tersimpan dalam kotak
tersebut karena terapi obat dari kebanyakan perawatan jangka panjang relatif
konstan dan hanya ada beberapa perubahan per harinya. Beberapa fasilitas
perawatan jangka panjang memilih siklus pengisian yang pendek, yaitu
penyediaan obat untuk 7 atau 14 hari. Label obat disertakan di kotak unit dose dan
biasanya merupakan label dua bagian untuk kemudahan penataan kembali. Salah
satu bagian dari label dihilangkan, biasanya dengan mengupasnya, dan
ditempelkan pada form pemesanan ulang obat yang sesuai, sedangkan bagian
lainnya tetap pada kotak sebagai label resep yang sah.

30
Kelebihan Sistem UDD
Menurut Pujianti (2010), berdasarkan hasil uji skala likert diperoleh nilai
sebesar  70-90% yang berarti pasien cukup puas dengan penerapan UDD di
Rumah Sakit JIH.  Kelebihan dari sistem UDD ini antara lain:

1. Pelayanan pemberian obat dilakukan dengan segera dan tepat, disertai dengan
informasi obat yang diberikan oleh petugas farmasi.
2. Rasa aman yang lebih tinggi dirasakan pasien terhadap obat-obatan yang
langsung diberikan oleh petugas farmasi.
3. Perhatian yang baik oleh petugas farmasi  dalam memberikan pelayanan
selama perawatan.

Menurut Cousein et al (2014), kejadian pada dosis dan obat yang salah
berkurang sebesar 79,1% dan 93,7% selama menerapkan sistem UDD. Pada
sistem floor stock, pemberian obat-obatan kadang ditunda karena tidak
tersedianya di bangsal tersebut misalnya karena obat tersebut di luar formularium.
Namun ketika menggunakan sistem UDD, petugas farmasi akan memeriksa
pesanan setiap hari dan dapat mengajukan obat yang di luar formularium atau
mengirimkan obat-obatan yang setara dengan yang dibutuhkan (berbeda merk).

Menurut  American Society of Hospital Pharmacist (1975), kelebihan


sistem UDD antara lain:
1. Penurunan kejadian medication error.
2. Penurunan total biaya terkait pengobatan.
3. Peningkatan kontrol obat secara keseluruhan dan pemantauan penggunaan
obat terlarang.
4. Tagihan terkait obat terlarang lebih ketat.
5. Pengurangan persediaan obat-obatan yang berada di area perawatan
pasien.

31
Sehingga secara garis besar, sistem distribusi UDD ini memiliki beberapa
keuntungan, yaitu:

1. Mengurangi terjadinya medication error (ME).


2. Pasien mendapat pelayanan farmasi yang baik.
3. Menurunkan total biaya pengobatan karena hanya membayar pengobatan yang
digunakan saja.
4. Mengefisienkan tenaga perawat dalam asuhan keperawatan, karena perawat
lebih banyak merawat pasien.
5. Menghindari duplikasi permintaan obat ke bagian farmasi.
6. Mengurangi kesalahan penggunaan obat, karena adanya pemeriksaan ganda
oleh tenaga farmasi.
7. Menghindari adanya kemungkinan terjadinya pencurian dan terbuangnya obat.
8. Meningkatkan peranan dan pengawasan farmasi di rumah sakit, mulai dari
fase peresepan sampai pemberian obat.

Sistem UDD ini sangat efisien tetapi memerlukan modal besar dan memiliki
beberapa kekurangan. Menurut Barker dan Pearson (1986), keterbatasan sistem
UDD adalah:

1. Frekuensi pengiriman lebih rendah dari teorinya, misalnya seharusnya


sampai 9x per hari berdasarkan waktu minum obat pasien, namun pada
kenyataannya pengiriman diringkas untuk ditempatkan di keranjang bangsal
2. Kebutuhan pasien akan obat yang bersigna PRN, tidak diberikan terlebih
dahulu, namun tergantung oleh kondisi pasien, dan dosis awalnya tidak
disampaikan secara jelas kepada pasien, sehingga hal ini dapat meningkatkan
kelalaian
3. Tidak semua dosis dikeluarkan dalam paket dosis satuan yang benar.
Misalnya bentuk sediaan injeksi, salep, tetes mata dan cairan oral lebih susah
dilakukan dalam pengukuran dan pengemasannya

32
Selain kekurangan yang dipaparkan di atas, terdapat kekurangan lainnya, antara
lain:

1. Membutuhkan tenaga farmasi yang lebih banyak.


2. Membutuhkan ruang khusus untuk penyimpanan obat.
3. Membutuhkan peralatan khusus dalam pengemasan obat
Namun terlepas dari kekurangan sistem distribusi ini, UDD merupakan
sistem distribusi yang memiliki rasio error  terkecil dibandingkan sistem
distribusi lain.

33
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Penerimaan barang di IFRS M.Natsir dilakukan oleh pantia penerimaan
yang ditunjuk oleh Direktur Rumah Sakir yang disahkan dalam SK
direktur. Selain penerimaan yang dilakukan oleh panitia penerimaan,
barang yang datang disaksikan oleh petugas gudang, dengan
memperhatikan kesesuaian barang dating dengan pesanan, kondisi fisik
barang, no. batch, tanggal kedaluarsa dan jumlah barang.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD
M. Natsir sudah mengikuti Permenkes No.71 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit dan pedoman pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit tahun 2010. Namun masih ada
beberapa aspek yang masih butuh perbaikan seperti tata letak
penempatan dan penyimpanan bahan khusus di gudang, dan juga harus
ada ruang khusus untuk obat-obat ataupun BMHP yang sudah
kedaluarsa.
3. Untuk pendistribusian obat di RSUD Mohammad Natsir dilakukan ke 3
apotek yaitu Apotek Rawat Jalan, Apotek Rawat Inap dan Apotek IGD.

4.2 Saran
1. Diharapkan kedepannya IFRS di RSUD Mohammad Natsir dapat
memenuhi segala aspek yang ada dalam manajerial yang telah ditetapkan
oleh ketetapan yang berlaku.
2. Penambahan tenaga transporter untuk prosedur amprahan barang
3. Perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap penyimpanan sediaan
farmasi di bangsal agar tidak terjadi penumpukan.
4. Penambahan penggunaaan CCTV di ruangan penyimpanan (gudang) agar
obat lebih terpantau.

34
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3


Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72


Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

American Society of Hospital Pharmacist, 1975, ASHP Statement on Unit Drug


Distribution, American Journal of Hospital Pharmacy, 32(8), 835, USA

Barker, K. N., and Pearson R. E., 1986, Handbook of Institutional Pharmacy


Practice, 2nd Ed, American Society of Hospital Pharmacists, USA

Cousein, E., Mareville, J., Lerooy, A., Caillau, A., Labreuche, J., Dambre, D., Odou,
P., Bonte, J., Puisieux, F., Decaudin, B., Coupe, P., 2014, Effect of Automatic
Drug Distribution System in Medication Error Rates in a Short-stay Geriatric
Unit, Journal of Evaluation in Clinical Practice.

Lambert, A. A. 2015. Advanced Pharmacy Practice. Page 53. Cengage : USA

Pujianti, N., 2010, Dampak Penerapan Sistem Unit Dose Dispensing (UDD) terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Inap di Jogja International Hospital (JIH), Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Qian Ding. 2012. The Effect of the Unit Dose Dispensing System on Medication
Preparation and Administration Errors in Intravenous (IV) Drugs in a Chinese
Hospital: Inpatient. Auburn University : Alabama.

Shojania, K. G. et. al. 2001. Making Health Care Safer: A Critical Analysis of Patient
Safety Practice: Number 43. page 101-109

Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Hal 136. EGC:
Jakarta

35

Anda mungkin juga menyukai