Anda di halaman 1dari 20

KINERJA EKSPOR MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

The Export Performance of Indonesia’s Palm Oil

Tuti Ermawati, Yeni Saptia


Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Jl. Gatot Subroto No. 10 Jakarta Pusat,
tuti_ermawati@yahoo.com,
ni_tia04@yahoo.com

Naskah diterima: 30 September 2013


Disetujui diterbitkan: 22 November 2013

Abstrak

Kajian ini menganalisis kinerja ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO)
Indonesia diantara negara-negara produsen kelapa sawit, dan kinerja ekspor CPO dan
PKO Indonesia ke beberapa negara tujuan ekspor utama. Metode analisis yang digunakan
adalah indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Constant Market Share
(CMS). Berdasarkan hasil analisis RCA menunjukkan bahwa kinerja ekspor CPO dan PKO
Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, tetapi sama dengan
Colombia. Sementara hasil dari analisis CMS, kinerja ekspor CPO dan PKO cenderung
menurun dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor seluruh produk dunia. Di samping itu,
parameter dari efek komposisi produk, efek distribusi pasar maupun efek daya saing, masih
banyak yang bernilai negatif. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam
meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor baik CPO maupun PKO adalah kebijakan
yang mendukung pengembangan ekspor CPO maupun PKO dengan mempertimbangkan
daya saing hilirisasi industri sawit, peningkatan kualitas CPO dan PKO yang sesuai dengan
standar negara yang menjadi tujuan ekspor.

Kata kunci: Daya Saing, Kinerja, Ekspor, Crude Palm Oil, Palm Kernel Oil

Abstract

The study analyzes the export performance of Indonesia’s Crude Palm Oil (CPO) and Palm
Kernel Oil (PKO) among palm oil producers and the performance of Indonesia’s CPO and
PKO exports in some major importing countries. The analytical methods used in this study
are Revealed Comparative Advantage (RCA) and Constant Market Share (CMS) indices.
Based on RCA analysis, the performance of Indonesia’s CPO and PKO exports are
lower than those of Malaysia and Thailand, but it is still similar to to Colombia. Meanwhile,
the CMS analysis shows that the performance of Indonesia’s CPO and PKO exports
tend to decrease compared to export growth of all the world products. In spite of these
performances, the parameters from the effect of product composition, market distribution
and competitiveness are still negative. Several ways that the government should perform
to increase the competitiveness and performance of Indonesia’s CPO and PKO exports
are supporting policy to the development of CPO and PKO exports by considering the
competitiveness of downstreaming palm oil industries, and improving the quality of them in
compliance with the standard applied by the export destination countries.

Keywords: Competitiveness, Performance, Export, Crude Palm Oil, Palm Kernel Oil

JEL Classification: F10, F11, F12, F13

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 129


PENDAHULUAN atau 4,43% dari total ekspor Indonesia.
Kelapa sawit merupakan tanaman Nilai ekspor PKO Indonesia ke dunia
perkebunan yang mengalami pertum- pada tahun 2004 sebesar USD 385 juta
buhan produksi yang cukup pesat atau sebesar 0,53% dari total ekspor
dibandingkan dengan tanaman perke- produk Indonesia, dan terus mengalami
bunan lainnya di Indonesia. Berdasarkan peningkatan hingga tahun 2011 nilai
data dari Kementerian Pertanian (2012), ekspornya menjadi USD 1,64 miliar
produksi kelapa sawit Indonesia sebesar atau sebesar 0,80% dari total ekspor
17,54 juta ton pada tahun 2008 menjadi Indonesia (UN Comtrade , 2012).
23,52 juta ton pada tahun 2012, dengan Peningkatan ekspor komoditas ini
rata-rata pertumbuhan sebesar 7,7% tidak terlepas dari semakin tingginya
per tahun pada periode 2008-2012. tingkat produktivitas. Sebagaimana
Sementara karet hanya mengalami Casson (1999) menjelaskan bahwa
pertumbuhan produksi sebesar 2,95%, peningkatan produksi kelapa sawit bisa
lada 2,33%, cengkeh, 2,69%, dan kakao disebabkan beberapa faktor antara
sebesar 3,11%. Dengan tingkat produksi lain efisiensi dan ketersediaan lahan
kelapa sawit yang cukup tinggi maka panen, biaya produksi yang rendah,
tidaklah mengherankan jika Indonesia pasar domestik dan internasional yang
menjadi salah satu negara penghasil menjanjikan, serta kebijakan pemerintah
minyak kelapa sawit terbesar di dunia. yang mendorong pengembangan
Kelapa sawit yang diproduksi di industri kelapa sawit. Negara-negara
Indonesia sebagian kecil dikonsumsi yang menjadi tujuan utama ekspor
di dalam negeri sebagai bahan mentah CPO dan PKO Indonesia adalah Cina,
dalam pembuatan minyak goreng, India, Pakistan, Belanda, Malaysia, dan
oleochemical, sabun, margarine, dan Singapura.
sebagian besar lainnya diekspor dalam Selain Indonesia, negara lain yang
bentuk minyak sawit atau Crude Palm Oil menjadi produsen kelapa sawit terbesar
(CPO) dan minyak inti sawit atau Palm di dunia antara lain Malaysia, Thailand,
Kernel Oil (PKO). Dari total kelapa sawit Nigeria, dan Colombia. Pada tahun
yang dihasilkan, menurut Kementerian 2011, Indonesia mampu menghasilkan
Keuangan (2011), ekspor CPO pada 23.900 ribu ton atau 40,27% dari total
tahun 2010 sebesar 50%, sementara produksi minyak sawit dunia sebesar
Crude Palm Kernel Oil (CPKO) 50.894 ribu ton, sementara Malaysia
mencapai 85% dari total minyak sawit 40,26%, Thailand 2,78%, Nigeria 2,03%,
yang dihasilkan oleh Indonesia. PKO dan Colombia 1,80% (Kementerian
mempunyai produk turunan yang relatif Pertanian, 2012). Dengan tingkat
lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. produksi yang tidak terlalu jauh dari
Pada tahun 2004, nilai ekspor Indonesia, Malaysia sangat berpotensi
CPO Indonesia ke dunia sebesar menjadi pesaing utama Indonesia.
USD 1,06 miliar atau 1,74% dari total Berangkat dari kondisi tersebut, maka
ekspor Indonesia, dan terus mengalami tujuan dari tulisan ini adalah memberikan
perkembangan yang signifikan pada gambaran bagaimana posisi daya saing
tahun 2012 menjadi USD 8,42 miliar Indonesia di antara negara-negara

130 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


produsen kelapa sawit serta kinerja yang cukup dalam memproduksi satu
dari produk kelapa sawit khususnya unit tambahan produk pertama. Artinya
produk CPO dan PKO Indonesia di negara yang memiliki keunggulan
beberapa negara pengimpor terbesar komparatif adalah negara yang
kelapa sawit dari Indonesia. Alat analisis memiliki opportunity cost lebih rendah
yang digunakan dalam kajian ini adalah dalam menghasilkan suatu produk
Revealed Comparative Advantage (Salvatore, 1997). Selanjutnya teori
(RCA) dan Constant Market Share keunggulan komparatif yang lebih
(CMS). modern adalah teori Hecksler-Ohlin.
Teori ini menjelaskan bahwa setiap
TINJAUAN PUSTAKA negara akan melakukan spesialisasi
Dalam konsep keunggulan bersaing produk, mengekspor komoditas yang
dalam perdagangan setiap negara banyak menyerap faktor produksi yang
diharapkan untuk mengkhususkan diri relatif murah dan melimpah di negara
dalam memproduksi barang-barang tersebut, serta mengimpor komoditas
yang diproduksi dengan biaya paling yang banyak menyerap faktor produksi
murah (Asheian dan Ebrahimi, 1990, yang relatif mahal dan langka di negara
seperti dikutip oleh Suprihatini, 2005). tersebut (Salvatore, 1997).
Menurut Salvatore (2007) keunggulan Keunggulan komparatif kadang
komparatif merupakan biaya marginal diartikan sebagai daya saing,
tenaga kerja suatu negara untuk sebagaimana yang diungkapkan oleh
menghasilkan produk maupun jasa Sudaryanto dan Simatupang (1993)
lebih rendah dibandingkan dengan yang seperti dikutip oleh Saptana
tenaga kerja di negara lain. Hal ini (2010), bahwa keunggulan komparatif
menunjukkan produktivitas tenaga kerja sebagai ukuran daya saing yang akan
untuk semua produk dapat dihasilkan dicapai ketika perekonomian tidak
di negara tertentu. Konsep ini memiliki mengalami distorsi. Adapun yang
perbedaan dengan keunggulan absolut menjadi penyebab terjadinya distorsi
Adam Smith dimana keunggulan absolut pasar adalah: kebijakan pemerintah
lebih mengacu pada kemampuan baik langsung (pajak), maupun tidak
tenaga kerja di suatu negara untuk langsung (misalnya regulasi), adanya
menghasilkan barang tertentu dengan ketidak sempurnaan pasar yang
biaya marginal absolut lebih rendah dari diakibatkan oleh monopoli ataupun
mitra dagangnya (Salvatore, 2007). monopsoni domestik (Saptana, 2010).
Teori keunggulan komparatif ini Ada beberapa kajian yang telah
kemudian disempurnakan lagi oleh dilakukan terkait dengan daya saing
Haberler pada tahun 1936 dengan produk perkebunan di Indonesia,
menggunakan teori biaya imbangan antara lain hasil kajian yang dilakukan
(Opportunity Cost Theory). Berdasarkan oleh Suprihartini (2005) tentang posisi
teori tersebut, biaya produksi untuk daya saing teh Indonesia di pasar
menghasilkan suatu produk dengan dunia dengan menggunakan CMS
cara mengorbankan jumlah produk menunjukkan bahwa pertumbuhan
kedua untuk mendapatkan sumber daya ekspor teh Indonesia masih jauh di

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 131


bawah pertumbuhan ekspor teh dunia, pertumbuhan ekspor produk pertanian,
sedangkan negara-negara yang memiliki efek komposisi produk, distribusi pasar
pengaruh distribusi pasar yang positif dan daya saing terhadap ekspor produk
dari produk teh adalah Inggris, Vietnam, pertanian ke kawasan ASEAN dengan
Bangladesh, dan Jerman. Sementara menggunakan metode analisis CMS
posisi daya saing teh Indonesia lebih dengan periode waktu 1997-2001.
lemah dibandingkan negara-negara Kesimpulan dari hasil kajiannya
produsen teh lainnya. adalah pada periode 1997-1999 per-
Poramacom (2002) juga pernah tumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan
mengkaji daya saing produk karet paling tinggi di antara negara-negara
Thailand dengan menggunakan model ASEAN lainnya, komposisi produk
RCA dan CMS selama tahun 1991- ekspor Indonesia terbaik, daya saing
1993 dan 1995-1996. Hasil kajiannya ekspor Indonesia paling kuat, namun
menunjukkan bahwa keunggulan kom- distribusi pasar ekspornya masih kalah
paratif karet alam negara Thailand lebih dibandingkan dengan Singapura. Se-
kecil dibandingkan dengan Indonesia mentara pada periode tahun 1999-
di pasar Amerika Serikat. Di sisi lain, 2001 pertumbuhan ekspor Indonesia ke
berdasarkan analisis CMS selama kawasan ASEAN mengalami penurunan,
periode 1997-1998 dan 1995-1996, begitu juga dengan komposisi produk,
pertumbuhan ekspor aktual Thailand distribusi pasar serta daya saing ekspor
menunjukkan angka negatif yang Indonesia melemah.
berasal dari efek pertumbuhan standar, Studi lain yang dilakukan oleh
efek pasar, dan efek kompetitif. Artinya Haque, Sultana dan Momen (2013)
meskipun Thailand merupakan eksportir untuk mengetahui kinerja produk
utama dunia untuk produk karet alam, telekomunikasi di Malaysia degan
Thailand menghadapi pasar kompetitif menggunakan RCA dan CMS. Hasil studi
yang tinggi. menunjukkan untuk produk komunikasi
Simeh (2004) menghitung indeks khusus perekam suara (SICT 763), nilai
RCA untuk beberapa minyak nabati RCA nya mengalami penurunan pada
salah satunya minyak sawit Indonesia tahun 2000-2011. Pada periode tahun
dan Malaysia. Hasil RCA tersebut yang sama hasil CMS menunjukkan
megindikasikan bahwa RCA minyak bahwa produk SICT 763 memiliki efek
sawit indonesia mengalami penurunan kompetitif yang sangat besar.
dari 3.705 tahun 1990 menjadi 2.474
pada tahun 2002. Sementara, nilai RCA METODE PENELITIAN
minyak sawit Malaysia sebesar 9.099 Metode Analisis
pada tahun 2002 mengindikasikan Terdapat beberapa metode dalam
bahwa minyak kelapa sawit Malaysia mengukur tingkat daya saing suatu
memiliki keunggulan komparatif terha- produk diantaranya adalah CMS dan
dap minyak sawit Indonesia. RCA. Untuk mengukur tingkat daya
Prajogo, dan Mardianto (2004) saing industri suatu negara dengan
mengkaji analisis komparasi antar pendekatan CMS berdasarkan
negara ASEAN terkait dengan pemahaman bahwa laju pertumbuhan

132 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


ekspor suatu negara dibandingkan laju diterapkan pertama kalinya dalam arus
pertumbuhan rata-rata dunia dijabarkan perdagangan internasional. Penggunaan
menjadi tiga faktor. Sedangkan RCA Model CMS dilatarbelakangi adanya
yang pertama kali dikembangkan kemungkinan bahwa ekspor suatu
oleh Balassa (1965) digunakan untuk negara selama periode waktu tertentu
mengukur keunggulan komparatif suatu mengalami perubahan terhadap dunia
negara. RCA meru-pakan indeks yang sebagai pertumbuhan standar. Menurut
menjelaskan perbandingan antara De Vries (1967) dan Richardson
pangsa pasar suatu produk dalam (1971) seperti dikutip oleh Arshad, M.,
ekspor total suatu negara dengan pasar Fatimah dan A. Radam (1997), model
ekspor produk yang sama dalam total CMS menjelaskan kinerja pertumbuhan
ekspor dunia. Indeks RCA dengan ekspor menjadi beberapa komponen
nilai yang sama dengan atau lebih dari antara lain ukuran pasar, distribusi pasar,
1 (RCA ≥ 1) mengindikasikan bahwa dan daya saing. Sementara, menurut
negara tersebut memiliki daya saing Suprihartini (2005) terdapat empat
suatu produk di atas rata-rata dunia. terminologi pada model CMS yaitu (1)
Sebaliknya, jika nilai indeks kurang pertumbuhan standar; (2) pengaruh
dari 1 (RCA < 1) maka daya saing suatu komposisi komoditas; (3) pengaruh
produk di negara tersebut di bawah rata- distribusi pasar;(4) pengaruh persaingan.
rata dunia (Tambunan, 2004). Rumus Berdasarkan pada formulasi umum yang
dari nilai RCA sebagai berikut: digunakan Tyers et al, (1985) dalam
Suprihartini (2005), persamaan yang
Xik /
RCA = Xi digunakan analisis CMS ini adalah:
Xwk /
Xw
Dimana : Xik = ekspor produk CPO/
PKO negara i E(t) E(t-1).
Pertumbuhan Standar g =
Xwk = ekspor produk CPO/ E(t-1).
PKO dunia
Xi = ekspor semua produk
negara i Parameter pertumbuhan standar
Xw = ekspor semua produk menunjukkan standar umum pertum-
dunia buhan ekspor produk negara-negara
di dunia. Ekspor negara-negara
Sementara indeks RCA adalah pesaing Indonesia dapat dilihat
perbandingan antara nilai RCA saat ini melalui analisis pertumbuhan ini.
dengan nilai RCA tahun sebelumnya, Jika pertumbuhan standar ekspornya
sehingga rumusnya adalah sebagai lebih tinggi mengindikasikan kinerja
berikut: ekspor Indonesia lebih baik. Begitu
pula sebaliknya, jika pertumbuhan
Indeks RCA= RCA t / RCAt-1 ekspor standar lebih rendah dibanding
pertumbuhan ekspor Indonesia ke
Menurut Simonis (2009), analisis negara-negara pengimpor menunjukkan
CMS adalah metode dekomposisi yang performa ekspor Indonesia lebih buruk.

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 133


Efek Komposisi Produk permintaan. Contohnya, apabila ekspor
CPO maupun PKO Indonesia ke negara
∑ i ( g i - g ) E (t-1)i dengan pertumbuhan impor minyak
E (t-1). sawit dari Indonesia lebih tinggi, maka
efek distribusi pasar akan positif. Jika
Efek komposisi produk menunjukkan
sebaliknya, maka efek distribusi pasar
apakah suatu negara telah
akan negatif.
berkonsentrasi pada pasar komoditas
yang berkembang pesat. Parameter Efek Daya Saing
efek komposisi produk ini dapat bernilai
positif maupun negatif. Parameter positif ∑ i ∑ j ( E ( t ) ij - E ( t - 1 ) i j - g ij E ( t - 1 ) i j
menunjukkan bahwa negara eksportir E (t-1)
(misalnya Indonesia) mengekspor
produk ke negara yang memiliki Dimana;
pertumbuhan impor produk yang lebih W (t) - W (t-1)
tinggi dibandingkan pertumbuhan impor g =
W (t-1)
kelompok produk tersebut. Sebagai
contoh, jika pertumbuhan ekspor produk W (t)i - W (t-1)i
gi =
CPO Indonesia ke negara pengimpor W (t-1)i
lebih tinggi dari pada pertumbuhan impor
W ( t ) ij - W ( t - 1 ) ij
semua produk oleh negara pengimpor, g ij =
artinya efek komposisi produk CPO W ( t - 1 ) ij
Indonesia di negara pengimpor tersebut
E(t) = Total ekspor semua produk
akan positif. Demikian halnya apabila
Indonesia pada tahun (t)
terjadi sebaliknya, maka efek komposisi
E(t-1) = Total ekspor semua produk
produknya bernilai negatif.
Indonesia pada tahun (t-1)
Efek Distribusi Pasar E(t)i = Total ekspor produk CPO/PKO
Indonesia pada tahun (t)
∑ i ∑ j ( g ij - g i) E ( t - 1 ) i j E(t)j = Total ekspor semua produk ke
E (t-1) negara j pada tahun (t)
E(t)ij = Total ekspor produk CPO/PKO
Efek distribusi pasar mengukur Indonesia ke negara j pada
kinerja ekspor dengan menganalisa tahun (t)
keuntungan atau kerugian pada W(t) = Total ekspor semua produk
ekspor negara yang menjadi perhatian dunia pada tahun (t)
(misalnya Indonesia) sebagai akibat W(t)i = Total ekspor produk CPO/PKO
dari adanya perubahan pada ukuran dunia pada tahun (t)
relatif pasar ekspor. Parameter efek W(t)j = Total ekspor semua produk dunia
distribusi pasar dapat bernilai positif ke negara j pada tahun (t)
atau negatif. Parameter bernilai W(t)ij = Total ekspor produk CPO/PKO
positif jika negara eksportir (misalnya dunia ke negara j pada tahun (t)
Indonesia) untuk mendistribusikan W(t-1) = Total ekspor semua produk
pasarnya ke pusat pertumbuhan dunia pada tahun (t-1)

134 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Parameter daya saing menunjukkan dalam kajian ini lebih dikhususkan pada
kenaikan atau penurunan pangsa ekspor dua produk kelapa sawit antara lain nilai
Indonesia secara relatif terhadap ekspor ekspor CPO (HS 1996 Kode 151110)
standar setelah menghitung perubahan dan nilai ekspor PKO (HS 1996 Kode
komposisi produk dan distribusi pasar. 151321). Kinerja ekspor Indonesia
Sebagaimana Richardson (1971) yang untuk produk CPO dan PKO dengan
mengemukakan bahwa efek daya saing metode CMS akan dibagi menjadi dua
mengindikasikan pertumbuhan ekspor periode yakni (2005-2008) sebelum
yang timbul dari adanya perubahan terjadinya krisis ekonomi global pada
pada pangsa pasar ekspor. Asumsinya tahun 2008 dan periode (2009-2012)
adalah bahwa efek daya saing yang pasca terjadinya krisis ekonomi global.
didasarkan pada perubahan pangsa
pasar ekspor negara pengekspor HASIL DAN PEMBAHASAN
(misalnya Indonesia) di negara-negara Analisis Revealed Comparatif
pengimpor untuk produk tertentu hanya Advantage
dapat terjadi selama periode analisis Berdasarkan hasil perhitungan
sebagai respon terhadap perubahan indeks Analisis Revealed Comparatif
harga relatif produk asal Indonesia. Advantage (RCA) dari 4 negara yang
Jika parameter efek daya saing adalah menjadi produsen utama minyak kelapa
positif, berarti Indonesia adalah kuat sawit dunia menunjukkan bahwa negara
di antara pesaing lainnya. Sebaliknya yang memiliki kinerja ekspor tertinggi
jika yang negatif yang berarti Indonesia adalah Malaysia dengan indeks RCA
lemah (Hadi, 2004). rata-rata di atas 1 untuk CPO (1,04)
Analisis CMS biasa digunakan untuk dan PKO (1,08). Artinya Malaysia
menganalisis kinerja ekspor dengan mempunyai daya saing yang cukup
pendekatan berbagai macam produk, bagus dibandingkan dengan Indonesia,
akan tetapi kajian ini menggunakan Colombia, dan Thailand. Sementara
metode tersebut hanya untuk produk untuk Indonesia, indeks RCA rata-rata
kelapa sawit khususnya CPO dan PKO. tahun 2004-2012 masih di bawah 1 yaitu
Disamping metode CMS, tulisan ini CPO sebesar 0,98 dan PKO 0,94 (Tabel
juga memaparkan daya saing ekspor 1). Dengan demikian, Indonesia dapat
CPO dan PKO Indonesia dibandingkan dikatakan masih belum optimal dalam
dengan negara-negara pengekspor memanfaatkan keunggulan komparatif
lainnya dengan menggunakan metode yang dimilikinya, terutama lahan yang
analisis RCA. luas, biaya tenaga kerja serta biaya
input yang rendah. Sementara Malaysia
Data yang areal perkebunan sawitnya
Data yang digunakan dalam studi terbatas mampu berekspansi dengan
berupa data statistik ekspor-impor melakukan investasi-investasi di negara
produk kelapa sawit yang diperoleh dari lain termasuk Indonesia.
database United Nations Commodity Menurut Marks, Larson dan
Trade Statistics (UNCOMATRADE). Pomeroy (1998), Malaysia telah
Produk kelapa sawit yang dianalisis menjadi pemasok utama di pasar global

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 135


dikarenakan Malaysia memiliki kebijakan lingkungan yang dinamis guna men-
orientasi ekspor yang dapat mendorong dorong pengembangan produk baru dan
dan mengembangkan perusahaan keterkaitannya ke depan.
untuk mengatasi terjadinya in efisiensi, Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
sehingga biaya produksi yang lebih tinggi bahwa rata-rata RCA Thailand untuk
di Malaysia dibandingkan Indonesia tidak produk CPO pada periode yang sama
menjadi masalah yang signifikan bagi juga menunjukkan angka RCA > 1, artinya
perusahaan. Argumen tersebut diperkuat Thailand memiliki daya saing produk
juga dengan pernyataan Gumbira (2006) CPO yang lebih bagus dibandingkan
seperti dikutip oleh Gumbira (2010) yang dengan Indonesia. Meskipun negara
menyatakan bahwa Malaysia lebih unggul ini termasuk baru menyandang gelar
dibandingkan dengan Indonesia dalam sebagai negara pengekspor kelapa
kancah perdagangan internasional kelapa sawit setelah Indonesia dan Malaysia,
sawit karena faktor dukungan koordinasi namun kinerja ekspornya cukup baik.
dan konsolidasi kebijakan pemerintah Meningkatnya kinerja daya saing Thailand
yang lebih baik, kondisi investasi swasta tersebut terkait dengan semakin tingginya
yang kondusif dan penguasaan teknologi permintaan dunia khususnya pasar Uni
dan pengetahuan yang lebih maju. Upaya Eropa terhadap produk CPO Thailand.
pemerintah Malaysia untuk memperluas Hal ini dimungkinkan, mengingat Thailand
ekspor minyak sawit merupakan bagian selain memiliki ketersediaan lahan yang
dari upaya restrukturisasi ekonomi masih luas untuk ditanami kelapa sawit,
guna mengurangi kemiskinan dan Thailand juga mampu memasok CPO
ketimpangan ekonomi. Sedangkan di yang bersertifikasi sesuai dengan kriteria
Indonesia, kebijakan pemerintahannya RSPO. Semakin baiknya performa ekspor
dalam mengembangkan kelapa sawit Thailand dalam hal produk kelapa sawit
lebih fokus pada intervensi substitusi merupakan tantangan bagi Indonesia
impor guna menstabilkan harga domestik untuk lebih giat dalam meningkatkan
minyak goreng. Namun upaya tersebut daya saing produk CPO maupun PKO di
kurang berhasil dalam menciptakan pasar internasional.

Tabel 1. Nilai Indeks RCA Negara Pengekspor CPO dan PKO Terbesar Dunia

Indonesia Malaysia Colombia Thailand


Tahun CPO PKO CPO PKO CPO PKO CPO PKO
2004 1,10 0,99 0,82 0,99 1,65 0,98 NA 1,03
2005 0,97 1,01 0,99 0,81 0,71 0,89 NA 0,89
2006 0,94 1,08 1,27 0,76 0,76 0,80 NA 0,96
2007 1,08 0,96 0,81 1,63 1,24 0,89 1,26 0,63
2008 1,01 0,98 0,92 0,88 0,76 0,99 1,09 1,12
2009 0,95 0,97 1,05 0,94 0,47 0,66 0,18 0,24
2010 0,92 0,91 1,01 0,97 0,32 0,96 0,89 1,33
2011 0,78 0,82 1,27 1,51 2,02 1,30 4,61 1,11
2012 1,08 0,79 1,24 1,22 0,93 1,32 0,68 1,18
Rata-rata 0,98 0,94 1,04 1,08 0,98 0,98 1,45 0,94
Sumber: Hasil perhitungan penulis

136 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Secara lebih rinci terlihat bahwa kinerja terutama Pakistan (-83,45), dan juga
CPO Indonesia pada tahun 2004-2012 India (20,74) (Gambar 2), padahal India
mengalami perkembangan yang cukup selama ini menjadi negara pengimpor
fluktuatif. Pada tahun 2007-2008, kinerja terbesar CPO Indonesia dimana pada
ekspor CPO Indonesia cukup bagus tahun 2008 nilai ekspor CPO nya
dengan nilai indeks RCA di atas 1, dan mencapai USD 3,3 miliar, tetapi pada
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 menjadi USD 2,6 milyar.
tahun 2005-2006 karena adanya kenaikan Ada banyak faktor yang mengakibatkan
permintaan CPO yang cukup signifikan terjadinya penurunan nilai ekspor CPO
dari Pakistan, Singapura, India, Malaysia, pada tahun 2009, salah satunya adalah
dan Belanda sehingga nilai ekspor CPO melemahnya harga CPO di pasaran
Indonesia meningkat (Gambar 2). Namun dunia, pada tahun 2009 harga CPO
pada tahun 2009, kinerja ekspor mulai turun sebesar 25,36% dari USD 862,94
menurun dengan nilai indeks RCA 0,95. per metrik ton pada tahun 2008 menjadi
Hal ini diduga akibat adanya penurunan USD 644,07 per metrik ton pada tahun
nilai ekspor CPO dari beberapa negara 2009 (Tabel 2).

600.00
500.00
400.00
300.00
(%)
200.00
100.00
0.00
-100.00
-200.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Cina 15.34 85.62 21.43 4.05 31,30 -17.75 -54.57
Belanda -1.68 24.32 69.11 -51.09 45.91 51.10 -66.25
Malaysia 73.80 100.47 68.66 -8.24 127.27 9.06 -73.59
India -8.75 56.25 29.51 10.81 49.72 -17.84 -13.66
Singapura 21.76 338.02 -40.10 -21.12 63.96 -5.95 -15.10
Pakistan 345.00 53.18 4.07 -16.07 67.73 15.91 -56.75

Gambar 1. Pertumbuhan Nilai Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia


ke 6 Negara, 2004-2012
Sumber: Hasil perhitungan penulis

Pada tahun 2011, harga CPO mulai karena pada tahun tersebut volume
menguat menjadi USD 1076,50 per ekspor CPO Indonesia mengalami
metrik ton atau naik 25,18% dibandingkan penurunan sebesar -10,8% dari 9,44 juta
dengan tahun sebelumnya. Namun hal ton pada tahun 2010 menjadi 8,42 juta ton
tersebut belum cukup mampu menaikkan pada tahun 2011 (Gambar 2), sehingga
kinerja ekspor CPO bahkan nilai indeks nilai ekspor CPO Indonesia menurun
RCA CPO pada tahun 2011 sebesar cukup besar terutama dari Cina (-68,41%)
0.78 yang berarti bahwa kinerja ekspor dan Belanda (-24,85%) (Gambar 1).
CPO tahun tersebut terendah sepanjang Penurunan volume ekspor terjadi
9 tahun terakhir (Tabel 1). Hal ini terjadi disebabkan permintaan CPO dari

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 137


beberapa negara menurun, diantaranya di dalam perjanjian ada kesepakatan
Cina yang mengurangi impornya karena penghapusan bea masuk oleh kedua
pertumbuhan ekonomi Cina yang negara terhadap produk unggulan
masih melambat, kemudian Pakistan masing-masing. Dalam PTA yang mulai
yang mengurangi impornya pada tahun berlaku 1 September 2013, Indonesia
2011 karena tertundanya penyelesaian mendaftarkan CPO dan Pakistan
Prefential Trade Agreement (PTA) memasukkan jeruk kino sebagai
yaitu perjanjian perdagangan antara komoditas yang bebas bea masuk.
Indonesia dengan Pakistan dimana

1,101,340
2011 8,424,037
1,336,339
2010 9,444,170
1,466,860
2009 9,566,746
1,140,240
2008 7,904,179
1,107,450
2007 5,701,287
1,032,181
2006 5,199,287
812,326
2005 4,565,625

2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000

PKO CPO

Gambar 2. Volume Ekspor CPO dan PKO Indonesia, 2005-2011 (dalam Ton)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2005-2011)

Pada tahun 2012 kinerja ekspor perubahan permintaan CPO dari negara
CPO Indonesia di pasar dunia kembali tersebut sangat berpengaruh terhadap
mengalami peningkatan dengan nilai kinerja ekspor CPO Indonesia. Selain
indeks RCA sebesar 1,08. Meskipun Belanda, India merupakan negara
terjadi penurunan nilai ekspor CPO tujuan ekspor CPO Indonesia dengan
ke beberapa negara, namun adanya nilai ekspor yang cukup besar, namun
peningkatan permintaan CPO yang di tahun 2012 mengalami penurunan
tinggi dari Belanda mampu membuat sebesar 25,90% dari USD 4,47 Miliar
kinerja ekspor CPO Indonesia pada tahun 2011 menjadi USD 3,3 Miliar
meningkat. Hal ini terjadi karena ekspor pada tahun 2012, hal ini diakibatkan
CPO ke Belanda nilainya jauh lebih India mengalami inflasi dan adanya
tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor rencana kenaikan pajak impor refined
ke Singapura dan Malaysia sehingga vegetable oils.

138 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Tabel 2. Perkembangan Harga CPO dan PKO Menurut CIF Rotterdam,
2004-2012.
Tahun CPO Perubahan PKO Perubahan
(USD Per Metrik Ton) CPO (%) (USD Per Metrik Ton) PKO (%)
2004 434,72 648,08
2005 367,69 -15,42 626,98 -3,26
2006 416,81 13,36 581,10 -7,32
2007 719,12 72,53 888,46 52,89
2008 862,94 20,00 1129,50 27,13
2009 644,07 -25,36 700,00 -38,03
2010 859,94 33,52 1185,75 69,39
2011 1076,50 25,18 1649,08 39,08
2012 939,83 -12,70 1111,08 -32,62

Sumber: Index Mundi (2004-2012)a dan Index Mundi (2004-2012)b, diolah oleh penulis

Kinerja produk PKO Indonesia pada tahun 2006, kemudian kembali


dengan nilai indeks RCA di atas meningkat menjadi 1129,50 per metrik
1 (RCA >1) hanya pada tahun 2005-2006. ton pada tahun 2007.
Sedangkan pada tahun 2007-2012 Faktor lain penyebab menurunnya
indeks RCA produk PKO mengalami kinerja eskpor PKO khususnya pada
penurunan menjadi kurang dari 1 (RCA < 1). tahun 2009-2012, dimungkinkan
Menurunnya kinerja ekspor PKO pada karena dampak krisis keuangan global
periode tersebut diduga kuat karena yang terjadi pada tahun 2008. Adanya
adanya penurunan nilai ekspor dari krisis financial global yang terjadi pada
beberapa negara yang menjadi tujuan pertengahan tahun 2008 menyebabkan
utama ekspor PKO, bahkan pada tahun terdepresiasinya nilai mata uang
2012 penurunan permintaan lebih dari yang tidak hanya terjadi di Indonesia,
50% terutama dari Cina, Belanda, melainkan di beberapa negara importir
Malaysia, dan Pakistan (Gambar 3). kelapa sawit sehingga menyebabkan
Rendahnya volume permintaan daya beli masyarakatnya pada umumnya
negara-negara importir terhadap produk mengalami penurunan. Akibatnya, per-
PKO Indonesia dimungkinkan juga tumbuhan nilai ekspor PKO Belanda
karena harganya yang terlampau tinggi yang tren pada awalnya meningkat
dibandingkan produk CPO (Tabel 3). menjadi menurun hingga 51,09% pada
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa tahun 2009. Begitu pula dengan negara
harga PKO mengalami tren yang Singapura, Malaysia dan Pakistan tren
fluktuatif. Pada tahun 2004 harga PKO pertumbuhan nilai ekspor menurun
sebesar USD 648,08 per metrik ton menjadi 26,12%, 8,24% dan 16,07% di
cenderung mengalami penurunan 10% tahun yang sama.
menjadi USD 581, 10 per metrik ton

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 139


400.00
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
(%)
100.00
50.00
0.00
-50.00
-100.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Cina 15.34 85.62 21.43 4.05 31,30 -17.75 -54.57
Belanda -1.68 24.32 69.11 -51.09 45.91 51.10 -66.25
Malaysia 73.80 100.47 68.66 -8.24 127.27 9.06 -73.59
India -8.75 56.25 29.51 10.81 49.72 -17.84 -13.66
Singapura 21.76 338.02 -40.10 -21.12 63.96 -5.95 -15.10
Pakistan 345.00 53.18 4.07 -16.07 67.73 15.91 -56.75

Gambar 3. Pertumbuhan Nilai Ekspor PKO Indonesia ke 6 Negara,


2004-2012
Sumber: Hasil perhitungan penulis

Berdasarkan uraian di atas saat ini masih menjadi produsen terbesar


dapat dikatakan bahwa produk PKO kelapa sawit di dunia merupakan
merupakan potensi besar bagi Indonesia peluang dan tantangan ke depan dalam
untuk memperoleh keuntungan ekonomi memaksimalkan potensi yang dimiliki
yang tinggi dalam mengekspor PKO sehingga dapat meningkatkan kinerja
karena memiliki nilai jual yang cukup dan daya saing ekspor minyak kelapa
tinggi dibandingkan CPO. Namun, sawitnya.
mahalnya harga produk PKO di pasaran
Analisis Contant Market Share
internasional menyebabkan permintaan
dunia akan produk PKO ini tidak sebanyak Berdasarkan hasil perhitungan
CPO. Secara umum, daya saing ekspor Contant Market Share (CMS)
CPO maupun PKO Indonesia masih di menunjukkan bahwa pertumbuhan
bawah Malaysia. Kinerja ekspor Malaysia ekspor seluruh produk, CPO, maupun
yang lebih baik dibanding dengan PKO Indonesia ke dunia lebih besar
negara-negara pengekspor minyak dibandingkan dengan pertumbuhan
sawit lainnya dikarenakan kebijakan ekspor seluruh produk dunia
pemerintah Malaysia konsisten dalam (pertumbuhan standar) pada tahun
mendukung ekspor minyak sawitnya 2005-2008. Hal ini mengindikasikan
dengan membebaskan secara penuh bahwa Indonesia banyak mengambil
pajak komoditas CPO. Sementara di keuntungan dari adanya pertumbuhan
Indonesia, kebijakan pajak ekspor yang perdagangan dunia baik CPO maupun
diberlakukan pada produk minyak sawit PKO. Permintaan dunia yang cukup
sebagai upaya untuk menstabilkan tinggi terhadap minyak sawit telah
harga minyak goreng justru cenderung mampu digunakan oleh Indonesia
“menggemukkan” keuntungan para dalam meningkatkan kinerja ekspor
rent seeker sehingga merugikan para CPO maupun PKO nya. Selain itu,
produsen, pengolah dan konsumen perkembangan kesepakatan AFTA telah
(Marks, Larson dan Pomeroy, 1998). menjadi stimulus dalam meningkatkan
Namun demikian, posisi Indonesia yang perdagangan ekspor Indonesia.

140 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Tabel 3. Pertumbuhan Standar dan Ekspor Seluruh Produk, CPO, dan PKO
Indonesia Ke Dunia, 2005-2008 dan 2009-2012
Komponen 2005-2008 2009-2012
Pertumbuhan Standar Seluruh Produk 0,15 0,02
Pertumbuhan Ekspor Seluruh Produk Indonesia 0,18 0,11
Pertumbuhan Standar CPO 0,08 0,08
Pertumbuhan Ekspor CPO Indonesia 0,50 0,08
Pertumbuhan Standar PKO 0,31 0,01
Pertumbuhan Ekspor PKO Indonesia 2,70 -0,03

Sumber: Hasil perhitungan penulis

Pada periode 2009-2012, 2012 pemerintah menerbitkan kebijakan


pertumbuhan ekspor seluruh produk baru yakni PMK No. 75/PMK.011/2012
Indonesia (0,11) masih lebih tinggi yang menetapkan tarif bea keluar
dibandingkan dengan pertumbuhan atas kelapa sawit, CPO serta produk
standar (0,02). Namun, adanya krisis turunannya dan membagi jenis barang
ekonomi global yang terjadi pada tahun yang dikenakan bea keluar dalam
2008 sedikit berpengaruh terhadap lima kelompok, sesuai dengan jenjang
permintaan ekspor CPO Indonesia hilirisasi produk kelapa sawit, CPO, dan
sehingga pada periode 2009-2012 turunannya (Kementerian Keuangan,
pertumbuhan ekspor CPO Indonesia 2013). Indonesia harus berjuang cukup
(0,08) sama dengan pertumbuhan ekstra jika ingin memenangkan pasar
standar CPO (Tabel 3). Selain itu, diduga CPO dunia karena pada periode ini juga
beberapa kebijakan yang dikeluarkan terjadi penurunan permintaan CPO dari
oleh pemerintah terkait dengan bea beberapa negara akibat perlambatan
keluar periode 2009-2012 sedikit banyak ekonomi yang terjadi di negara tujuan
berpengaruh terhadap kinerja ekspor ekspor.
CPO di periode tersebut. Selanjutnya, pertumbuhan ekspor
Kebijakan tersebut diantaranya PKO Indonesia pada periode 2009-
adalah Peraturan Menteri Keuangan 2013 nilainya jauh lebih rendah (-0,03)
No.128/PMK.011/2011 tentang penetapan dibandingkan dengan pertumbuhan
barang ekspor yang dikenakan standar PKO dunia (0,01). Pertumbuhan
bea keluar dan tarif bea keluar ekspor PKO yang negatif tersebut
menggantikan Peraturan Menteri diduga karena faktor komposisi
Keuangan No. 67/PMK.011/2010. Dalam produk PKO yang di ekspor Indonesia
perkembangannya, keberadaan Permen kurang mengikuti kebutuhan pasar
tersebut dianggap oleh banyak kalangan sebagaimana yang tercermin dari angka
tidak efektif dalam meningkatkan nilai efek komposisi produk PKO Indonesia
tambah dan daya saing industri hilir di periode yang sama bertanda negatif
kelapa sawit di dalam negeri karena (-0,00004).
kedepannya diharapkan Indonesia tidak Dilihat dari efek komposisi
hanya mengekspor minyak kelapa sawit komoditasnya, hasil perhitungan
mentah, melainkan produk turunannya menunjukkan bahwa efek komoditas
yang memiliki nilai tambah. Pada tahun untuk PKO dan CPO di kedua periode

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 141


negatif (Tabel 3). Kontribusi dari kom- dengan semangat roundtable.
posisi produk CPO maupun PKO Kemudian semangat roundtable itu
Indonesia di pasar internasional pada hilang, makanya tahun 2005 dibuatlah
periode tersebut masih rendah. Hal usulan sertifikasi (selalu dengan
ini mengindikasikan bahwa Indonesia RSPO keputusannya diambil dengan
kurang cermat dalam mengambil suara terbanyak). Sementara suara
peluang eskpor produk sawit dengan grower 30%, yang lain anggotanya
memperhatikan pertumbuhan impor consumer, trader, buyer, LSM, dll
CPO dan PKO di negara-negara (70%). Jadi setiap ambil keputusan,
pengimpor menurut komposisi produk. grower selalu kalah. Saat ini grower
Kondisi demikian tidak mengherankan, tinggal 17%. Jadi dengan kata lain
sebab dibentuknya sertifikasi RSPO sekarang disetir oleh NGO.” 1
Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) sebagai upaya membendung Hal ini menjadi tantangan bagi
penolakan minyak sawit di pasar Eropa, Indonesia untuk lebih meningkatkan
ternyata kurang mendapat respon dari pertumbuhan ekspornya dengan
para pengusaha di Indonesia. Hal ini meningkatkan kualitas komoditi CPO
disebabkan oleh beberapa pengusaha dan PKO berstandar internasional
yang tergabung dalam Gabungan sehingga meningkatkan minat negara
Pengusaha Kepala Sawit Indonesia lain untuk mengimpor minyak CPO dan
(GAPKI) merasa bahwa sertifikasi RSPO PKO dari Indonesia. Terlebih lagi sejak
kurang memberikan banyak keuntungan tahun 2011 Indonesia telah memiliki
bagi pihak Indonesia sebagai produsen standarasisasi sendiri akan produk
kelapa sawit dimana bargaining position kelapa sawit dalam bentuk Indonesian
dari pembeli lebih kuat dibandingkan Sustainable Palm Oil (ISPO). ISPO
produsennya sehingga harga jual dari merupakan acuan pengembangan
kelapa sawit Indonesia menjadi tidak kelapa sawit berkelanjutan Indonesia
premium. Berikut kutipan wawancara yang merupakan rangkuman dari
dengan narasumber (GAPKI). seluruh peraturan perundangan yang
“Sebenarnya kita dulu welcome terkait dengan kelapa sawit di Indonesia,
dengan RSPO, Mengapa? Karena dimana bersifat mandatory sehingga
di tengah-tengah sawit diserang ketentuan ISPO wajib dipatuhi oleh
oleh NGO, kemudian RSPO datang pelaku usaha perkebunan di Indonesia.

Tabel 4. Efek Komposisi Produk CPO dan PKO,


2005-2008 dan 2009-2012

Jenis Produk 2005-2008 2009-2012


CPO -0,00344 -0,00099
PKO -0,00060 -0,00004

Sumber: Hasil perhitungan penulis

1
Hasil Wawancara dengan GAPKI, April 2012

142 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Efek distribusi pasar CPO di Dengan kondisi di atas maka tidaklah
kedua periode lebih banyak bernilai mengherankan jika kemudian Indonesia
negatif kecuali di pasar Pakistan pada dengan Pakistan membuat PTA, karena
tahun 2009-2012 yang bernilai positif dengan adanya PTA maka kedua negara
(Tabel 5). Berarti pertumbuhan ekspor dapat lebih meningkatkan kerjasama
CPO Indonesia ke Cina, Belanda, perdagangannya yang tidak hanya
India, Malaysia, dan Singapura masih sebatas perdagangan minyak kelapa
lebih rendah dibandingkan dengan sawit. Selain faktor kurang cermatnya
pertumbuhan impor CPO di negara- Indonesia dalam memperhatikan
negara tersebut. Distribusi pasar pertumbuhan impor menurut komposisi
komoditas CPO Indonesia kurang komoditas yang tepat di negara-
memperhatikan pertumbuhan impor di negara pengimpor, Hadi (2004) juga
negara Cina, Belanda, India, Malaysia menambahkan karena adanya faktor
dan singapura. Jadi Indonesia belum lemahnya market intellegence para
menjadi negara pengekspor CPO eksportir Indonesia sehingga dinamika
tertinggi di 6 negara di atas, dan penawaran dan permintaan komoditas
hanya Pakistan yang menjadikan pertanian tidak terpantau secara baik.
Indonesia sebagai pengekspor utama.

Tabel 5. Distribusi Pasar Dunia Ekspor CPO dan PKO Indonesia,


2005-2012

Distribusi pasar Dunia Negara 2005-2008 2009-2012


Cina -0,00047384 -0,00010866
Belanda -0,00141301 -0,00050290
Crude Palm Oil (CPO) India -0,00332409 -0,00187002
Pakistan -0,00044282 0,00003940
Malaysia -0,00077190 -0,00061410
Singapura -0,00098745 -0,00023951
Cina 0,00019202 -0,00004384
Belanda -0,00009232 -0,00002197
Palm Kernel Oil (PKO) India 0,00000612 -0,00002410
Pakistan 0,00000156 0,00000027
Malaysia 0,00008979 0,00013476
Singapura -0,00000528 -0,00000289

Sumber: Hasil perhitungan penulis

Sementara untuk PKO, efek menerapkan komoditas yang masuk


distribusinya pada tahun 2005-2008 ke negaranya sehingga Indonesia tidak
bernilai positif kecuali Belanda dan termasuk dalam pengekspor utama di
Singapura yang bernilai negatif negara tersebut. Namun pada tahun
(Tabel 5). Hal ini dapat dimaklumi 2009-2012, parameter efek distribusi
mengingat Belanda dan Singapura yang bernilai positif hanya Pakistan dan
merupakan negara yang agak ketat Malaysia. Pada tahun 2009-2012, hanya

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 143


Pakistan dan Malaysia yang menjadikan dan merupakan pesaing terkuat dengan
Indonesia sebagai pengekspor utama di negara pengimpor CPO lainnya, kecuali
negara mereka. Pemerintah Indonesia Cina dan Pakistan.
dalam hal ini harus segera bertindak Tahun 2009-2012, adanya krisis
dan sesegera mungkin mengatasi ekonomi tahun 2008 menyebabkan
hal tersebut karena CPO dan PKO terjadinya perubahan pangsa pasar
merupakan komoditas yang menjadi sehingga parameter daya saing
andalan ekspor Indonesia. Indonesia di India, Pakistan, Malaysia,
Apabila dilihat dari efek daya saing, dan Singapura bernilai negatif, dan hanya
pada periode 2005-2008 hampir semua di Cina, dan Belanda yang bernilai positif
parameternya daya saing CPO bernilai (Tabel 6). Berarti di Cina dan Belanda,
positif kecuali Cina dan Pakistan Indonesia masih memiliki daya saing
yang bernilai negatif (Tabel 6). Hal yang cukup kuat dan mampu berdaya
ini mengindikasikan bahwa meskipun saing dengan negara kompetitornya,
Indonesia bukan merupakan negara namun di India, Pakistan, Malaysia,
yang menjadi pengekspor utama di dan Singapura, persaingan Indonesia
Belanda, India, Malaysia, dan Singapura dengan negara pengekspor lainnya
pada tahun 2005-2008, namun Indonesia mulai melemah.
memiliki daya saing yang cukup kuat

Tabel 6. Daya Saing Ekspor CPO dan PKO Indonesia, 2005-2012

Distribusi pasar Dunia Negara 2005-2008 2009-2012


Cina -0,00013910 0,00007085
Belanda 0,00324745 0,00463192
Crude Palm Oil (CPO) India 0,00180149 -0,00190831
Pakistan -0,00014927 -0,00024771
Malaysia 0,00001383 -0,00013550
Singapura 0,00001626 -0,00030141
Cina -0,00009759 -0,00017148
Belanda -0,00006596 -0,00017422
Palm Kernel Oil (PKO) India -0,00001531 0,00002543
Pakistan 0,00000271 0,00000004
Malaysia 0,00012092 0,00001856
Singapura -0,00000280 0,00000312

Sumber: Hasil perhitungan penulis

Efek daya saing PKO Indonesia hampir semua memiliki parameter yang
pada tahun 2005-2008 memiliki positif kecuali Cina dan Belanda. Di Cina
parameter negatif dan hanya Pakistan dan Belanda, daya saing PKO Indonesia
dan Malaysia yang bernilai positif. Pada masih lemah karena di kedua negara
tahun 2009-2012, daya saing ekspor tersebut Indonesia bukan pengekspor
PKO mengalami perubahan siginifikan, utama.

144 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI pasar yang kuat ada di India, Pakistan,
KEBIJAKAN Malaysia, dan Singapura sehingga di
negara tersebut Indonesia merupakan
Indonesia merupakan salah satu
pesaing yang kuat untuk negara
negara produsen kelapa sawit terbesar
pengekspor PKO. Dikeluarkannya PMK
di dunia, diikuti oleh Malaysia, Thailand,
Nomor 75/PMK.011/2012 sebagai upaya
Nigeria, dan Colombia, tidaklah meng-
program hilirisasi industri kelapa sawit
herankan jika Indonesia menjadi salah
diduga menjadi salah satu penyebab
satu negara pengeskspor PKO utama
turunnya daya saing ekspor CPO dan
minyak kelapa sawit di dunia. Meskipun
PKO. Namun di sisi lain dengan adanya
menjadi negara utama pengekspor
penurunan ekspor tersebut diharapkan
minyak sawit, perhitungan indeks
akan meningkatkan pasokan bahan
RCA menunjukkan bahwa daya saing
baku CPO dan PKO dalam negeri,
Indonesia baik CPO maupun PKO
untuk diolah kembali sehingga dapat
lebih rendah dibandingkan dengan
menghasilkan produk turunan CPO dan
Malaysia, dan untuk CPO lebih rendah
PKO dengan nilai tambah yang lebih
dibandingkan dengan Thailand, dan
tinggi. Kedepannya diharapkan ekspor
sama dengan Colombia.
CPO dan PKO tidak hanya dalam bentuk
Sementara dilihat dari CMS,
bahan mentah yang seperti selama ini
pertumbuhan ekspor CPO pada perio-
terjadi, tetapi lebih pada produk turunan
de 2005-2008 masih lebih tinggi diban-
dari CPO dan PKO.
dingkan dengan pertumbuhan standar,
Berdasarkan perhitungan RCA,
pada periode tersebut Indonesia masih
kinerja CPO dan PKO Indonesia
mampu mengambil keuntungan dari
agak lemah dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor minyak sawit
negara lain, hal ini didukung hasil dari
dunia. Namun pada tahun 2009-2012,
perhitungan CMS yang menunjukkan
pertumbuhan ekspor CPO Indonesia
bahwa efek komposisi produk, daya
mengalami penurunan sehingga nilainya
saing, dan distribusi pasar masih
sama dengan pertumbuhan CPO
banyak yang bernilai negatif, meskipun
standar. Dilihat dari efek komposisi
pertumbuhan ekspor minyak sawit
produk, ekspor CPO dan PKO Indonesia
Indonesia meningkat. Meningkatnya
memiliki nilai parameter yang negatif,
pertumbuhan ekspor minyak kelapa
begitupun dengan efek distribusi pasar
sawit tersebut mengindikasikan bahwa
dunia pada periode 2005-2008, semua
Indonesia masih mampu mengambil
bernilai negatif untuk CPO dan periode
keuntungan dari pertumbuhan ekspor
2009-2012 hanya Pakistan yang memiliki
minyak sawit dunia sehingga dianggap
nilai positif. Sementara untuk efek daya
sebagai kompetitor yang kuat oleh
saing, hanya di Belanda dan India,
negara pesaingnya.
Indonesia dipandang sebagai pesaing
Banyak hal yang menyebabkan
yang kuat dalam memperebutkan pangsa
kinerja dan daya saing minyak
pasar minyak sawit, dan pada 2009-2012
kelapa sawit Indonesia agak lemah di
hanya di Cina dan Belanda, Indonesia
perdagangan dunia terutama periode
dianggap sebagai pesaing yang kuat
2009-2012, antara lain: Pertama,
oleh kompetitornya. Untuk PKO, pangsa

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 145


krisis ekonomi global pada tahun 2008 PKO yang sesuai dengan standarisasi
menyebabkan permintaan minyak kelapa negara yang menjadi tujuan ekspor.
sawit beberapa negara pengimpor Ketiga, Indonesia harus lebih teliti dalam
minyak sawit menurun akibat terjadinya mengekspor produk CPO maupun PKO
perlambatan pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan dinamika impor
dibeberapa negara, Kedua, adanya di negara yang menjadi tujuan ekspor
penetapan standar yang berbeda antara Indonesia. Hal ini penting dilakukan
penawaran dan permintaan. Selama mengingat, selama ini distrbusi pasar
ini standarisasi produk minyak kelapa Indonesia lemah karena kurangnya
sawit mengacu pada RSPO, namun market intelligence para eksportir.
kemudian GAPKI pada tahun 2011
keluar dari RSPO dan Indonesia sendiri DAFTAR PUSTAKA
memiliki ISPO yang menjadi standar Arshad, M., Fatimah dan A. Radam.
produk kelapa sawit di Indonesia. (1997). Export Performance of selected
Meskipun diyakini oleh pemerintah Electrical and Electronic Product.
Department of Agricultural Economics
bahwa keluarnya GAPKI tidak akan
Faculty of Economics and Management
berpengaruh terhadap ekspor Indonesia Universiti Putra Malaysia. Diunduh pada
ke dunia karena sifatnya goverment to tanggal 20 September 2013 dari www.
goverment, dan masih ada beberapa econ.upm.edu.
pengusaha minyak kelapa sawit yang Ashegian, P dan B. Ebrahimi. (1990).
masih bergabung dengan RSPO, Internasional Business. New York:
namun hal tersebut sedikit banyak Harper and Row Publisher, Inc.
berpengaruh. Disini perlu pembuktian Balassa, B. (1965). Trade Liberalization
dari Indonesia, bahwa dengan adanya and Revealed Comparative Advantage.
Manchester School of Economic and
ISPO maka kualitas minyak sawit
Social Studies Journal, 33(2): 99-124
Indonesia tetap terjaga bahkan memiliki
Casson, A. (1999). The Hesitant Boom:
kualitas yang lebih tinggi. Ketiga,
Indonesia’s Oil Palm Sub-Sector in an
adanya beberapa peraturan pemerintah Era of Economic Crisis and Political
tentang penetapan tarif bea keluar yang Change. Appendix C-Malaysian
menjadikan Indonesia kurang kompetitif Investment in The Indonesian Oil Palm
dibandingkan dengan Malaysia, dan Sector. Center for International Forestry
Research (CIFOR), November 1999
negara lainnya.
Ada beberapa hal yang perlu De Vries, B.A. (1967). The Exsport Experience
of Developing Countries. World Bank
dilakukan oleh pemerintah agar daya
Staff Occasional Papers, No 3 pp. 18-31.
saing dan kinerja minyak kelapa sawit Baltimore: Johns Hopkins Press.
dapat meningkat, antara lain: Pertama,
Gumbira, S.E. (2010). Review Kajian,
perlu adanya sinergitas kebijakan penelitian dan Pengembangan
pemerintah yang mendukung daya saing Agroindustri Strategis Nasional: Kelapa
hilirisasi industri sawit. Kedua, Indonesia Sawit, Kakao dan Gambir. Jurnal
lebih memperhatikan komposisi pro- Teknologi Pertanian Vol. 19(1), 45-55.
Diunduh pada tanggal 19 September
duk CPO dan PKO sesuai dengan
2013 dari http://journal.ipb.ac.id/index.
kebutuhan negara-negara pengimpor php/jurnaltin/article/viewFile/1109/186
dengan meningkatan kualitas CPO dan

146 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013


Hadi, P dan S. Mardianto. (2004). Analisis Pertanian Antar Negara ASEAN dalam
Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal
Pertanian Antar Negara ASEAN dalam Agro Ekonomi, Vol. 22, No 1, Mei 2004
Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal
Richardson, J.D. (1971). Some Sensitivy
Agro Ekonomi, Volume 22 No.1, Mei
Tests for a Constant Market Share,
2004: 46-73
Analysis of Exsport Growth. Review of
Haque, A, S. Sultana and A. Momen. (2013). Economics and Statistics. Vol 53, PP.
Export Performance of Malaysian 300-204
Telecommunication Products: Market
Salvatore, D. (2007). International
Prospects and Challenges. Proceeding
Economics 9th edition. USA: Wiley and
of 3rd Asia-Pacific Business Research
Sons Inc.
Conference 25-26 February 2013.
Malaysia. Saptana. (2010). Tinjauan Konseptual
Mikro-Makro Daya saing dan Strategi
Harbeler, G. (1936). The Theory of
Pembangunan Pertanian. Forum
International Trade with its Application
Penelitian Agro Ekonomi. Volume 28 No
to Commercial Policy. Londong: William
1, Juli 2010:1-18
Hodges and Co.
Simeh, M. A. (2004). Comparative Advantage
Index Mundi. (2004-2012a). Palm Oil
of the European Rapeseed Industry vis-
Monthly Price-US Dollars Per Metric
a-vis Other Oils and Fats Producers. Oil
Ton . Diunduh pada 19 September
Palm Industry Economic Journal, Vol 4
2013 dari http://www.indexmundi.
(2), pp. 14-22.
com/commodities/?commodity=palm-
oil&months=120 Simonis, D. (2009). Belgium Export
Performance, A Constant Market Share
Index Mundi. (2004-2012b). Palm Kernel
Analysis. Working Paper 2-00, Economic
Oil Monthly Price-US Dollars Per Metric
Analysis and Freedom.
Ton. Diunduh pada 19 September
2013 dari http://www.indexmundi.com/ Sudaryanto, T dan P. Simatupang. (1993).
commodities/?commodity=palm-kernel- Arah Pengembangan Agribisnis: Suatu
oil&months=120 Catatan Kerangka Analisis dalam
Prosiding Prespektif Pengembangan
Kementerian Keuangan. (2013). Nota
Agribisnis di Indonesia. Bogor: Pusat
Keuangan dan Rancangan Anggaran
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
dan Pendapatan Negara RI. Jakarta:
Kementerian Keuangan. Suprihartini, R . (2005). Daya Saing Ekspor
Teh Indonesia Di Pasar Teh Dunia.
Kementerian Pertanian. (2012). Statistik
Bogor: Lembaga Riset Perkebunan
Pertanian 2012. Jakarta: Kementerian
Indonesia
Pertanian.
Tambunan, T.H. (2004). Globalisasi dan
Marks, S., D. Larson, and J. Pomeroy.
Perdagangan Internasional. Jakarta:
(1998). Economic Effects of Taxes On
Ghalia Indonesia.
Exports of Palm Oil Products. Bulletin
of Indonesian Economic Studies Vol 34 Tyers, R, P. Phillips and D. Lim. (1985).
No. 3, December 1998 ASEAN-Australia Trade in Manufactures:
a Constant Market Share Analysis. 1970-
Poramacom, N (2002). Revealed
1979. In Lim,D (ed). 1985. ASEAN-
Comparative Advantage (RCA) and
Australia Trade in Manufactures.
Constant Market Share Model (CMS) on
Melbourne: Longman Chashire.
Thai Natural Rubber. Kasetsart Journal.
(Soc.Sci):23:54-60. UN Comtrade. (2003-2012). Trade Flow.
Diunduh tanggal 1 s.d 15 September
Prajogo, H dan S. Mardianto. (2004). Analisis
2013 dari http://comtrade.un.org/db/
Komparasi Daya Saing Produk Ekspor
dqBasicQueryResults

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013 147


148 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.2, DESEMBER 2013

Anda mungkin juga menyukai