Disusun Oleh
Nama : Musdalifa
Nim : 17CP1010
Kelompok : 6
Preceptor
Preceptor Institusi Preceptor Lahan
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.K DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN DIAGNOSA MEDIS BRONCHOPNEUMONIA
DIRUANGAN PERAWATAN PALEM DI BLUD RSUD
H.PADJONGA DAENG NGALLE
Disusun Oleh
Nama : Musdalifa
Nim : 17CP1010
Kelompok : 6
Preceptor
Preceptor Institusi Preceptor Lahan
2
LAPORAN PENDAHULUAN
STEVEN JOHNSON SYNDROME (SJS)
4
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau
sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam
sampai 27 jam untuk terbentuknya.
5. Komplikasi
Saat “onset” terjadi, penderita Steven Johnson Syndrome mengalami demam, nyeri
otot, gejala traktus respirasi atas dan bawah. Pada membran mukosa mata, bibir, dan
genetalia akan terjadi lesi berupa “bulla” dengan pembentukan mambran atau
pseudomembran. Komplikasi lanjut pada membran mukosa mata karena pembentukan
jaringan sikatrik sehingga menyebabkan conjunctival shinkage, trikiasis, dan defisiensi air
mata. Pada kornea terutama pada fase lanjut dapat terjadi epitheliopathy kronis, defek epitel
yang tidak sembuh, pembentukan pannus fibrovaskular, sikatrik subepitelial dan
neovaskularisasi strome, sikatrik dan penipisan kornea[ CITATION Lut07 \l 1057 ].
Berikut adalah beberapa penyulit dari penyakit Steven Johnson Syndome menurut
Djuanda (2015).
a. Sepsis
b. Pneumoni
c. Gagal ginjal
6. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
Diagnosis Steven Johnson Syndrome ditegakkan berdasarkan hal berikut [ CITATION
Dju15 \l 1057 ].
a. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS terutama obat yang diduga
sebagai penyebab .
b. Pemeriksaan klinis, berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelainan kulit dan kelainan
mukosa serta mata.
c. Pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SJS.
Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
sehingga perlu penanganan cepat dan tepat/optimal, mengenali dan menghentikan segera obat
yang bertanggung jawab (pada kasus yang meragukan, menghentikan semua obat yang
dikonsumsi dalam 8 minggu sebelum onset) dan merawat pasien di rumah sakit. Pasien
dengan SCORTEN 0–1 (lihat tabel 1.1) dirawat dibangsal dan yang lebih berat (≥2) dirawat
di unit rawat intensif [ CITATION Tha09 \l 1057 ].
7. Penatalaksanaan
5
Penegakan diagnosis sulit dilakukan karena seringkali terdapat berbagai macam
bentuk lesi yang timbul bersamaan atau bertahap. Diagnosis sindrom Stevens-Johnson
terutama berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Perawatan pada penderita sindrom Stevens-Johnson lebih ditekankan pada perawatan
simtomatik dan suportif karena etiologinya belum diketahui secara pasti[ CITATION
Ram11 \l 1057 ]. Penanganan simptomatik suportif yaitu mempertahankan keseimbangan
hemodinamik, dan mencegah terjadi komplikasi yang mengancam jiwa[ CITATION Tha09 \l
1057 ].
Penatalaksanaan sindrom Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat keparahan
penyakit yang secara umum meliputi[ CITATION Ram11 \l 1057 ]:
a. Rawat Inap
Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol setiap hari keadaan
penderita.
b. Penggunaan preparat kortikosteroid
merupakan tindakan life saving.Kortikosteroid yang biasa digunakan berupa
deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. Masa kritis
biasanya dapat segera diatasi dalam 2-3 hari, dan apabila keadaan umum membaik dan tidak
timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi, maka dosis segera diturunkan 5mg
secara cepat setiap hari. Setelah dosis mencapai 5mg sehari kemudian diganti dengan tablet
kortikosteroid, misalnya prednisone, yang diberikan dengan dosis 20 mg sehari, kemudian
diturunkan menjadi 10mg pada hari berikutnya selanjutnya pemberian obat dihentikan. Lama
pengobatan preparat kortikosteroid kira-kira berlangsung selama 10 hari.
c. Antibiotik
Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi menyebabkan imunitas
penderita menurun, maka antibiotic harus diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder, misalnya broncopneneumonia yang dapat menyebabkan kematian. Antibiotik yang
diberikan hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat
bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat tersebut antara lain
siprofloksasin dengan dosis 2 x 400mg intravena, klindamisin dengan dosis 2 x 600mg
intravena dan gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
d. Infuse dan Transfusi Darah
Hal yang perlu diperhatikan kepada penderita adalah mengatur keseimbangan cairan atau
elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak dapat menelan makanan atau minuman
akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta kesadaran penderita yang menurun. Infuse yang
6
diberikan berupa glukosa 5% dan larutan Darrow. Apabila terapi yang telah diberikan dan
penderita belum menampakkan perbaikan dalam waktu 2-3 hari, maka penderita dapat
diberikan transfuse darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, khususnya pada kasus
yang disertai purpura yang luas dan leucopenia.
e. KCl
Penderita yang menggunakan kortikosteroid umumnya mengalami penurunan kalium
atau hipokalemia, maka diberikan KCl dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral.
f. Adenocorticotropichormon (ACTH)
Penderita perlu diberikan ACTH untuk menghindari terjadinya supresi korteks adrenal
akibat pemberian kortikosteroid. ACTH yang diberikan berupa ACTH sintetik dengan dosis 1
mg.
g. Agen Hemostatis
Agen hemostatik terutama diberikan pada penderita disertai purpura yang luas. Agen
hemostatik yang sering digunakan adalah vitamin K.
h. Diet
Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan kepada
penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka waktu lama, penderita
mengalami retensi natrium dan kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi
protein diharapkan konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita
selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan makanan yang
lunak atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
i. Vitamin
Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin B kompleks
diduga dapat memperpendek durasi penyakit. Vitamin C diberikan dengan dosis 500 mg atau
1000 mg sehari dan ditujukan terutama pada penderita dengan kasus purpura yang luas
sehingga pemberian vitamin dapat membantu mengurangi permeabilitas kapiler
Berikut adalah tatalaksana perawatan pada organ penderita Steven Johnson Syndrome
[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
1) Perawatan pada Kulit
Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan penderita merasa lebih nyaman
jika lesi kulit diolesi dengan ointment berupa vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri
seringkali timbul pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat tidur. Lesi
kulit yang erosive dapat diatasi dengan memberikan sofratulle atau krim sulfadiazine perak,
7
larutan salin 0,9% atau burow. Kompres dengan asam salisilat 0,1% dapat diberikan untuk
perawatan lesi pada kulit. Kerjasama antara dokter gigi dan dokter spesialis ilmu penyakit
kulit dan kelamin sangat diperlukan.
2) Perawatan pada Mata
Perawatan pada mata memerlukan kebersihan mata yang baik,kompres dengan larutan salin
serta lubrikasi mata dengan air mata artificial dan ointment. Pada kasus yang kronis,suplemen
air mata seringkali digunakan untuk mencegah terjadinya corneal epithelial breakdown.
Antibiotik topikal dapat digunakan untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder.
3) Perawatan pada Genital
Larutan salin dan petroleum berbentuk gel sering digunakan pada area genital penderita.
Penderita sindrom Stevens-Johnson yang seringkali mengalami gangguan buang air kecil
akibat uretritis, balanitis, atau vulvovaginitis, maka kateterisasi sangat diperlukan untuk
memperlancar buang air kecil.
4) Perawatan pada Oral
Rasa nyeri yang disebabkan lesi oral dapat dihilangkan dengan pemberian anastetik topical
dalam bentuk larutan atau salep yang mengandung lidokain 2%. Campuran 50% air dan
hydrogen peroksida dapat digunakan untuk menyembuhkan jaringan nekrosis pada mukosa
pipi. Antijamur dan antibiotik dapat digunakan untuk mencegah superinfeksi. Lesi pada
mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan berupa kompres asam borat 3%. Lesi oral
pada bibir diobati dengan boraks-gliserin atau penggunaan triamsinolon asetonid.
Triamsinolon asetonid merupakan preparat kortikosteroid topical. Kortikosteroid yang biasa
digunakan pada lesi oral adalah bentuk pasta. Pemakaian pasta dianjurkan saat sebelum tidur
karena lebih efektif. Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi harus dibersihkan terlebih dahulu
kemudian dikeringkan menggunakan spons steril untuk mencegah melarutnya pasta oleh
saliva. Apabila pasta larut oleh saliva, obat tidak dapat bekerja dengan optimum sehingga
tidak akan diperoleh efek terapi yang diharapkan.
2. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal.
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat respons
sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
Nyeri b.d. kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lemak.
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum.
Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d perubahan struktur kulit, perubahan peran
keluarga.
Kecemasan b.d kondisi penyakit , penurunan kesembuhan
3. Intervensi Keperawatan
9
baik pakaian yang
Mampu longgar
melindungi kulit 5. Kolaborasi
dan pemberian
mempertahankan pemberian terapi
kelembaban kulit medis
dan perawatan
alami
2. Ketidakseimbangan Adanya 1. Kaji adanya alergi
nutrisi, kurang dari peningkatan berat makanan
kebutuhan b.d. badan sesuai 2. Kaji adanya
intake tidak dengan tujuan penurunan berat
adekuat respons Berat badan ideal badan
sekunder dari sesuai dengan 3. Anjurkan pasien
kerusakan krusta tinggi badan untuk
pada mukosa Mampu meningkatkan
mulut. mengidentifikasi protein dan vitamin
kebutuhan nutrisi C
10
bantuan) nonfarmakologi
Melaporkan 5. Berikan analgetik
bahwa nyeri untuk mengurangi
berkurang dengan nyeri
menggunakan
manajemen nyeri
Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
4. Defisit perawatan Perawatan diri 1. Memantau
diri (mandi) b.d ostomi : tindakan integritas kulit
kelemahan fisik pribadi pasien
secara umum mempertahankan 2. Mnyediakan
ostomi untuk lingkungan yang
eliminasi terapeutik dengan
Perawatan diri memastikan
mandi : mampu hangat,santai,penga
untuk laman pribadi,dan
membersihkan personal
tubuh sendiri 3. Memfasilitasi diri
secara mandiri mandi pasien
dengan atau tanpa 4. Memberikan
alat bantu bantuan sampai
Membersihkan pasien sepenuhnya
dan dapat
mengeringkan mengasumsikan
tubuh perawatan diri
Mengungkapkan 5. Menentukan
12
DAFTAR PUSTAKA
13