Disusun oleh :
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa yang tidak ingin mereka
lakukan dan menyukainya (Truman dalam Gillies, 1996). Kepemimpinan merupakan
penggunaan keterampilan memengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya (Sullivan & Decleur, 1989). Kepemimpinan adalah serangkaian
kegiatan untuk memengaruhi anggota kelompok bergerak menuju pencapaian tujuan yang
ditentukan (Baily, Lancoster & Lancoster, 1989). Jadi kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk memengaruhi orang lain sebagai pengikutnya.
Syarat pemimpin
Kekuasaan: legalitas yang memberikan wewenang pemimpin untuk memimpin.
Kewibawaan: keunggulan seseorang yang membuat orang lain bersedia melakukan
perbuatan tertentu.
Kemampuan: kecakapan yang dianggap melebihi kemampuan anggota kelompok.
Azas-azas kepemimpinan
Azas kemanusiaan: memperhatikan bawahan dan memandang bawahan sebagai manusia.
Azas efisiensi: dengan sumber daya terbatas, pemimpin dapat mengefisiensikan untuk
kepentingan kelompoknya.
Azas kesejahteraan yang merata: pemimpin berusaha mengurangi kesenjangan dan
konflik yang dapat mengganggu jalannya organisasi.
Fungsi Kepemimpinan
Setelah memahami tujuan kepemimpinan, kita juga harus mengerti apa fungsi
kepemimpinan di dalam sebuah organisasi. Pemimpin memiliki fungsi yang sangat
penting dalam sebuah organisasi, baik untuk keberadaan dan juga kemajuan
organisasi tersebut.
1. Fungsi Administratif
Yang dimaksud dengan fungsi Administratif adalah pengadaan formula kebijakan
administrasi di dalam suatu organisasi dan menyediakan segala fasilitasnya.
1. Fungsi Instruktif
2. Fungsi Konsultatif
3. Fungsi Partisipasi
Pemimpin bisa melibatkan anggotanya dalam proses pengambilan keptusan
maupun dalam melaksanakannya.
4. Fungsi Delegasi
5. Fungsi Pengendalian
Tujuan Kepemimpinan
1. Sarana untuk Mencapai Tujuan
Kepemimpinan adalah sarana penting untuk mencapai tujuan. Dengan memperhatikan apakah
tujuan tercapai atau tidak dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut, maka kita bisa
mengetahui jiwa kepemimpinan dari seseorang. Dalam kepemimpinan keperawatan dapat
dicontohkan seperti membuat kebijaksanaan yang jelas dan mendorong perilaku etikal.
Mencakup bagaimana cara mengerahkan,menunjukan jalan, menyupervisi megawasi tindakan
anak buah,mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau akan dilakukan dan mempersatukan
usaha dari berbagai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda.
3. Memimpin Organisasi
Seorang pemimpin dapat mempengaruhi orang lain agar bersedia menngikuti kehendak pimpinan
tersebut, melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuannya dan dapat
bersama-sama memecahkan masalah dengan cara yang efeketif, baik, dan benar.
Teori Kepemimpinan
a. Otoriter
Pada gaya otoriter pemimpin melakukan control maksimal terhadap staf, membuat
keputusan sendiri dalam menentukan tujuan kelompok. Lebih menekankan pada
penyelesaian tugas dari pada hubungan interpersonal. Gaya ini cenderung menyebabkan
permusuhan dan agresif atau apatis sampai menurunnya inisiatif.
Pemimpin ototriter memiliki Ciri- ciri :
- Pengawasan ketat dipertahankan pada kelompok kerja
- Memotivasi orang lain dengan paksaan
- Mengarahkan orang lain dengan perintah
- Alur komunkasi dari atas kebawah
- Pengambilan keputusan tidak melibatkan orang lain
- Menilai bahwa kritik adalah kutukan
Kepemimpinan otoriter menghasilakn efek yang baik bagi kinerja kelompok yaitu,
mudah diprediksi, memberikan perasaan aman bagi anggotanya. Produktivitas biasanya
tinggi, tetapi kreativitas, motivasi diri dan otonomi berkurang.
Contoh : Kepala Ruang menetapkan jadwal dinas, sanksi sesuai aturan, tanpa
mempertimbangkan alasan staf perawat yang mengajukan ijin
b. Demokratik
Pemimpin mengikutsertakan bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Lebih
menekankan pada hubungan interpersonal dan kerja kelompok.Pemimpin menggunakan
posisinya untuk mendapatkan pandangan dan pemikiran bawahan serta memotivasi
mereka untuk menentukan tujuan dan mengembangkan rencana. Hal ini cenderung
meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
Pemimpin demokratik memiliki Ciri- ciri :
- Alat komunkasi ke atas dan ke bawah
- Mengenalkan pada “kita” dibanding “saya, dan anda”
- Kritik konstruktif
Kepemimpinan demokratis sesuai untuk kelompok yang bekerja sama untuk periode
yang lama, seperti meningkatkan otonomi dan pertumbuhan dalam individu karyawan.
Tipe kepemimpinan ini efektif jika ada operasi dan koordinasi antar kelompok. Tapi
kepemimpinan ini menurut penelitian kurang efisien secara kuantitatif dibandingkan
dengan kepemimpinan otoriter, karena banyak orang yang haus dikonsultasikan sehingga
membutuhkan waktu yang lama dan menimbulkan frustasi bagi orang orang yang
menginginkan keputusan dengancepat.
Contoh : Kepala Bidang Keperawatan selalu meminta Kepala Ruang memberikan
masukan untuk sebuah perubahan kebijakan
c. Partisipatif
Contoh : berdiskusi dengan karyawan untuk merancang sistem waktu yang fleksibel,
dapat menghasilkan perencanaan jadwal kerja yang lebih baik dan dapat sebagai tanda
perhatian pemimpin atas kebutuhan karyawannya.
d. Laissez Faire
Pemimpin memberikan kebebasan bertindak, menyerahkan perannya sebagai
pemimpin kepada bawahannya tanpa diberi petunjuk atau bimbingan serta pengawasan.
Pemimpin sangat sedikit merencanakan dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan ini
efektif bila bawahan mempunyai kemampuan dan tanggung jawab yang tinggi. Bila
tanggung jawab bahawan kurang, cenderung menimbulkan keresahan dan frustasi.
1. Kepemimpinan Interaksional
Teori interaksional adalah bahwa perilaku kepemimpinan secara umum ditentukan oleh
hubungan antara kepribadian pemimpin dan situasi tertentu.
Schein(1970) merupakan orang pertema yang menggunakan model bahwa manusia
adalah makhluk kompleks , yang memandang lingkungan sebagai sistem terbuka
terhadap apa yang mereka respons. Sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan objek
yang satu sama lain saling berhubungan, termasuk juga di antara atributnya. Sistem
dianggap terbuka jika terjadi pertukaran materi,energi,atau informasi dan lingkungannya.
Berdasarkan teori sistem,model Schein memiliki asumsi sebagai berikut:
Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks dan sangat berbeda-beda. Mereka
memiliki berbagai motif untuk melakukan sesuatu. Contohnya, kenaikan gaji
dapat berarti status pada seseorang ,keamanan bagi yang lain ,juga keduanya.
Motif manusia tidak selalu konstan,tetapi berubah dari waktu ke waktu.
Tujuan dapat berbeda dalam berbagai situasi. Contohnya,tujuan suatu kelompok
informal sangat berbeda dengan tujuan kelompok formal.
Kinerja dan produktivitas seseorang dipengaruhi oleh sifat tugas dan oleh
kemampuan,pengalaman,dan motivasinya.
Tidak ada strategi kepemimpinan tunggal yang efektif dalam setiap situasi.
Tingkatan pertama adalah reaktif. Pimpinan yang reaktif berfokus pada masa
lalu, mendorong krisis,dan sering kali sewenang-wenang kepada karyawan.
Tingkatan kedua , responsif. Pimpinan mampu membentuk karyawan untuk
bekerja sama dalam satu tim, meskipun pimpinan tetap bertanggung jawab
mengambil keputusan.
Tingkatan ketiga , yaitu proaktif. Pimpinan dan bawahan menjadi lebih
berorientasi masa depan dan memegang kendali nilai-nilai. Manajemen dan
pengambilan keputusan lebih partisipatif. Pada tingkatan keempat atau
terakhir, tampak kinerja tim tinggi , produktivitas maksimum , dan kepuasan
karyawan.
- Brandt (1994) model kepemimpinan interaktif menyatakan bahwa pimpinan
menciptkan lingkungan kerja yang mendukung otonomi dan kreativitas
dengan memberikan nilai dan memberdayakan bawahan. Tanggung jawab
pemimpin meningkat karena prioritas tujuan organisasi tidak dapat dibatasi ,
dan pemberian otoritas tidak hanya kekuasaan, tetapi juga tanggung jawab dan
komitmen. Perhatian pimpinan untuk setiap karyawan menurunkan tingkat
kompetisi di antara karyawan dan mendukung suasana kolegialitas sehingga
pemimpin tidak terbebani upaya menyelesaikan konflik karyawannys.
Pemimpin dalam model ini memahami apa yang dimaksud oleh Drucker
(1992) bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab, bukan kedudukan atau
pangkat.
2. Kepemimpinan Transformasional
Burns(1978), seorang ahli di bidang interaksi pemimpin dan bawahan, menyatakan
bahwa pemimpin dan bawahan memiliki kemampuan untuk saling mendukung ke
tingkatan motivasi dan moral yang lebih tinggi. Dengan mengidentifikasi konsep ini
sebagai kepemimpinan transformasional, Burns menyatakan bahwa ada dua tipe
pemimpin dalam manajemen. Manajer tradisional berfokus pada pelaksanaan keseharian,
dengan istilah pemimpin transformasional. Perbedaan kedua tipe pemimpin tersebut
ditampilkan dalam petunjuk 1.2.
Visi merupakan inti kepemimpinan transformasional. Visi menyiratkan kemampuan
menggambarkan keadaan masa depan dan menjelaskannya kepada orang lain sehingga
mereka mengetahuinya. Menyamakan visi baru memberi energi yang diperlukan untuk
menggerakan unit organisasi menuju masa depan.
Perlu diingat bahwa organisasi dan lingkungan berperan penting dalam mengembangkan
dan mendukung keterampilan kepemimpinan transformasional dan transaksional para
karyawannya. Jalinan kerja sama tersebut harus simbiosis.
Teori Kontingensi
Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1940-an para ahli meyakini bahwa sebagian
besar pemimpin tidak sesuai dengan gambaran yang ada di buku, mereka meyakini bahwa
seorang pemimpin bergerak secara dinamis sebagai respon terhadap situasi baru. Maka dari itu
berkembanglah Teori Kontingensi yang mana semua hal dipengaruhi oleh situasi saat itu.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana
kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya,
kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain,
menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya,
tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Unsur utama manajer adalah kemampuan manajer dan penghargaan kepada kelompok,
bergantung pada situasi suatu organisasi. Fielder (1967) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan
yang paling tepat adalah ideal dengan situasi. Dia menekankan bahwa hubungan antara
kelompok manajer dan pegawai merupakan unsur yang penting dalam menilai sebagai manajer
yang baik.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap
dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor
yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri
dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC
yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi
dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini
berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah
menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat
bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented).
Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung
untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun
yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal
dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas
kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat
diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini
diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan
orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana
tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah
jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota
kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila
tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin.
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas
dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh
kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang
berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang
tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi,
dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana
hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
Scientific management adalah manajemen yang menggunakan ilmu (science) dan scientific
method. Sedangkan Sciectific method adalah suatu pendekatan yang tepat terhadap suatu objek
ilmu yang tujuan utamanya ialah untuk menambah pengetahuan yang sudah ada. Scientific
management memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Frederick W. Taylor, ‘bapak manajemen sains”, adalah insinyur mekanik di pabrik baja Midvale
dan bathlehem di Pennsylvania pada akhir 1800an. Empat manajemen sains seperti yang
diidentifikasikan oleh taylor adalah :
1. “Rule of thumb” tradisional berarti pengorganisasian kerja harus digantikan dengan
metode sains. Dengan kata lain, dengan menggunakan studi tentang waktu dan gerak dan
keahlian pekerja yang berpengalaman, pekerjaan dapat dirancang secara sains untuk
meningkatkan efesiensi waktu dan energy sebesar-besarnya.
2. Siastem sains personal harus dibangun sehingga pekerja dapat dikontrak,dilatih, dan
dipromosikan berdasarkan pada kompetensi dan kemampuan teknisnya. Taylor berpikir
bahwa setiap kemampuan dan keterbatasan pekerja dapat diidentifikasikan sehingga
kesesuaian terbaik antara pekerja dan pekerjaan dapat diperoleh.
3. Pekerja harus dihargai dengan insentif yang sesuai dengan apa yang mereka hasilkan.
Upah yang didasarkan atas jumlah jam kerja tidak tepat, bukan karena perbedaan dalam
produktivitas individu melainkan kebutuhan ekonomi adalah faktor penting yang menjadi
motif seseorang untuk bekerja. Taylor memandang sebagai “budak ekonomi” yang hanya
termotivasi dengan uang, pekerja dibayar sesuai dengan tingkat produksinya,daripada
gaji per jam.
4. Pekerjaan harus dibagi sehingga manager merencanakan pekerjaan dan pekerja mengikuti
rencana harus dibagi secara seimbang. Namun, peran mereka tidak sama. Peran manajer
atrau “manusia fungsional terdepan” seperti yang disebutkan, adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan mengawasi. Peran pekerja adalah melakukan pekerjaan.
Manajer Pemimpin
Orang yang bertugas mengarahkan dan Orang yang memiliki kemampuan untuk
mengatur suatu kelompok untuk mencapai mempengaruhi, memotivasi, dan membuat
tujuan tertentu orang lain berkontribusi untuk mencapai suatu
tujuan bersama
Posisi diperoleh secara formal sesuai struktur Kekuasaan sesuai dengan kontrak sosial
organisasi dengan anggota bawahan / seringkali tanpa
kewenangan
Mempunyai peran pada lingkungan kerja Mempunyai peran yang lebih beragam
yang formal saja (formal – non informal)
Menjamin terlaksananya pekerjaan dengan Menjamin terlaksananya pekerjaan dengan
pengendalian pemberdayaan
Berorientasi pada system/peraturan Berorientasi pada sumber daya manusia nya
Menekankan pada control, pembuatan Fokus pada proses kelompok, pengumpulan
keputusan, analisa keputusan, dan hasil info, umpan balik, pemberdayaan yang lain
Berkaitan dengan tugas jangka pendek dan Berkaitan dengan tugas jangka panjang dan
operasional strategis
Menghindari / mengontrol resiko Berani menghadapi tantangan
Mengurusi kompleksitas Mengurusi perubahan
Mempunyai bawahan yang suka / tidak suka Mempunyai bawahan yang suka / sukarela
b. aliran kuantitatif
Sejarah Perkembangan Aliran Manajemen Kontributor
Teori Manajemen
Periode
1870 -1930 Manajemen Ilmiah Frederick W. Taylor
Frank & Lillian Gilbreth
Henry Gantt
Haringthon Emerson
1900 -1940 Teori Organisasi Klasik Henry Fayol
James D. Mooney
Mary Parker Follett
Herbert Simon
1930 –1940 Hubungan Manusiawi Hawthorne Studies
Elton Mayo
Fritz Roethlisberger
Hugo Munsterberg
1940 –sekarang Manajemen Modern Abraham Maslow, Douglas
McGregor, Chris Argyris, David
McCleland, Robert Blake, Jane
Mouton, Peter Drucker, dll.
A. Manajemen ilmiah
Aliran manajemen ilmiah (scientific management) ditandai kon-tribusi-kontribusi
dari Frederick W. Taylor, Frank dan Lillian Gil-breth, Hemy L. Gantt, dan Harrington
Emerson, yang akan diuraikan satu persatu.
2. James D. Mooney.
Mooney, mengkategorikan prinsip-prinsip dasar manajemen tertentu. Dia
mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih, orang yang bergabung
untuk tujuan tertentu. Menurut mooney, untuk merancang organisasi perlu
diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu
(1) koordinasi : syarat-syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling
melayani, doktriri (perumusan tujuan) dan disiplin,
(2) prinsip skalar : proses skalar mempunyai prinsip, prospek dan pengaruh
sendiri yang tercermin dari kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional,
(3) prinsip fung-sional : adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yang
berbeda, dan
(4) prinsip staf : kejelasan perbedaan antara staf dan lini.
Aliran hubungan manusiawi (neo klasik) muncul karena ketidakpuasan bahwa pendekatan
klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja.
MANAJEMEN MODERN
Manajemen modern berkembang melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama
merupakan pengembangan dari aliran hubungan manusiawi yang dikenal sebagai perilaku
organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal sebagai aliran
kuantitatif (operation research dan management science atau manajemen operasi).
Aliran kuantitatif ditandai dengan berkembangnya team-team riset operasi (operations
research) dalam pemecahan masalah-masalah industri, yang didasarkan atas sukses team-team
riset operasi Inggris dalam Perang Dunia ke II. Sejalan dengan semakin kompleksnya komputer
elektronik, transportasi dan komunikasi, dan sebagainya, teknik-teknik riset operasi menjadi
semakin penting sebagai dasar rasional untuk pembuatan keputusan. Prosedur-prosedur riset
operasi tersebut kemudian diformalisasikan dan disebut aliran management science
Langkah-langkah pendekatan management science biasanya adalah sebagai berikut :
1) Perumusan masalah
2) Penyusunan suatu model matematis
3) Mendapatkan penyelesaian dari model
4) Pengujian model dan hasil yang didapatkan dari model.
5) Penetapan pengawasan atas hasil-hasil.
6) Pelaksanaan hasil dalam kegiatan-implementasi.
Perilaku Organisasi, Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai dengan pandangan dan
pendapat baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial.
Prinsip dasar Perilaku Organisasi:
1) Manajemen tidak dipandang sebagai suatu proses teknik yang ketat.
2) Manajemen harus sistematik, dan pendekatan yang digunakan harus dengan
pertimbangan hati-hati.
3) Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajemen indivdual untuk
pengawasan harus sesuai situasi.
4) Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap organisasi
sangat dibutuhkan.
Pendekatan kontigensi
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu
dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang
diluar organisasi.
Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas
dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat
mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur
waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual.
Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat
menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5. Pemimpin adalah Seorang Mediator
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus
dapat menjadi seorang mediator (penengah).
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang
diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.
1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang
dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
2. Fungsi Peran informal sebagai pemonitor, penyebar informasi dan juru bicara.
Fungsi Pemimpin
Fungsi Pemimpin
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang
sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya
fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
> Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan
menyediakan fasilitasnya.
> Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing,
commanding, controling, dsb.
Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus
dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari Nawawi
(1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan
berada diluar situasi itu Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial
keiompok atau organisasinya.
Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat
dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara
mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan
dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut
digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan
pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi.
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap
anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuay
atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin
kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya
secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan
perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur
aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian,
pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan.
Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan
mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi
guna mencapai tujuan organisasi. Hal ini terutama terikat dengan fungsi mengatur hubungan
antara individu atau kelompok dalam organisasi. Selain itu, fungsi pemimpin dalam
mempengaruhi dan mengarahkan individu atau kelompok bertujuan untuk membantu organisasi
bergerak kearah pencapaian sasaran. Dengan demikian, inti kepemimpinan bukan pertama-tama
terletak pada kedudukannya daiam organisasi, melainkan bagaimana pemimpin melaksanakan
fungsinya sebagai pemimpin. Fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah :
Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian tujuan
Sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak luar.
Sebagai komunikator yang efektif.
Sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.
Pemimpin yang baik memiliki visi. Pemimpin yang baik tahu di mana tujuan mereka dan mereka
memimpin orang-orang menuju visi yang sama yang mereka miliki untuk kehidupan mereka,
komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Mereka tidak hanya melihat hal-hal apa, tetapi pada apa
hal-hal bisa dilakukan.
2. Bergairah
Pemimpin yang baik bukan orang pasif. Mereka biasanya sangat bergairah dalam apa pun yang
mereka lakukan. Apakah itu olahraga atau bisnis, pemimpin sangat terfokus dan beberapa dari
mereka bahkan dikonsumsi oleh gairah mereka.
3. Bijaksana
Pemimpin yang baik adalah bijak dan cerdas. Menjadi seorang pemimpin sering berarti bahwa
mereka dibutuhkan untuk membuat keputusan penting pada berbagai titik dalam pelayanan
mereka. Memiliki kebijaksanaan untuk membuat keputusan yang tepat sangat penting dalam
memastikan keberhasilan organisasi.
4. Perhatian
Mereka memiliki Perhatian bagi pengikut mereka. Sementara mereka memahami mereka
memiliki tujuan untuk mengejar, mereka terus-menerus melihat ke belakang dan merawat orang-
orang yang mengikuti mereka. Mereka bukan orang-orang egois yang hanya memikirkan
kebutuhan mereka sendiri dan kemewahan, mereka juga memiliki hati untuk orang-orang di
bawah mereka juga.
5. Karismatik
Pemimpin yang baik adalah karismatik, mereka adalah orang-orang yang menarik dan mereka
menarik orang kepada mereka oleh kepribadian mereka yang bersinar. Entah itu cara mereka
berbicara, atau keunggulan mereka melayani kebutuhan dari orang-orang, para pemimpin
memiliki X-faktor yang orang merasa tertarik kepadanya.
Mereka sangat pandai orasi dan berbicara. Mereka sangat berpengalaman dalam berbicara di
depan umum dan mereka dapat mempengaruhi dan menginspirasi orang dengan hal-hal yang
mereka katakan. Dengan kemampuan ini, tidak mengejutkan bahwa mereka biasanya dapat
mengumpulkan pengikut yang baik.
7. Gigih
Mereka terus-menerus dalam mencapai tujuan mereka. Mereka memahami bahwa mencapai
tujuan dapat dipelajari dari berbagai kegagalan. Meskipun begitu, mereka melihat bahwa
manfaat mencapai tujuan lebih besar daripada kemunduran yang mereka alami. Hal ini membuat
mereka orang sangat gigih.
8. Integritas
Pemimpin yang baik memiliki integritas. Mereka berarti apa yang mereka katakan, dan mereka
mengatakan apa yang mereka maksud. Mereka adalah orang-orang yang menepati janji dan
mereka tidak memainkan permainan dua berwajah politik yang banyak orang lain lakukan.
Dengan demikian, orang-orang menganggap mereka dapat dipercaya dan mereka memberikan
komitmen mereka untuk para pemimpin sebagai hasilnya.
9. Berani
Mereka berani. Winston Churchill mengatakan bahwa keberanian adalah keutamaan di mana
semua sisa kebajikan orang lain . Selain hanya memiliki mimpi pipa, pemimpin yang baik cukup
berani untuk mengejar setelah itu. Ketakutan yang nyata, tetapi seorang pemimpin yang berani
mengejar mereka meskipun ketakutan.
10. Berdisiplin
Pemimpin yang baik sangat disiplin dalam mengejar tujuan mereka. Sementara kebanyakan
orang akan mudah terganggu atau putus asa, pemimpin yang baik mendisiplinkan diri mereka
untuk tetap fokus dan tetap stabil meskipun keadaan.
Dalam Institusi layanan keperawatan, para manajer bertugas untuk memastikan bahwa
keseluruhan tujuan yang telah ditetapkan oleh keperawatan dapat diwujudkan melalui
rangkaian kegiatan manajemen, baik yang bersifat fungsional maupun operasional. Untuk
dapat mengimplementasikan kegiatan manajemen tersebut sesuai dengan fungsinya masing
masing, diperlukan oleh manajer keperawatan yang terlibat dalam kegiatan keperawatan.
Keahlian-keahlian tersebut meliputi sebagai berikut.
6. Keahlian dalam manajemen global. Keahlian manajerial yang tidak saja terfokus
pada satu keadaan di negara tertentu, namun lintas negara bukan budaya
Perencanan yang diperlukan dalam manajemen keperawatan bertitik tumpu pada tujuan apa yang
ingin dicapai. Selain itu juga persiapan-persiapan tindakan yang perlu diambil untuk keadaan-
keadaan tertentu nantinya.Tujuannya agar tindakan perawat nanti dapat terarah dengan baik.
Fungsi ini merupakan pengaturan setelah rencana. Jadi manajemen keperawatan juga mengatur
dan menentukan pembagian tugas pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, alat – alat, keuangan
dan fasilitas.
Tanda manajemen keperawatan yang berhasil adalah saat mampu menggerakkan orang – orang
agar mau atau suka bekerja. Manajemen keperawatan harus mampu menciptakan suasana bekerja
bukan hanya karena perintah, tetapi harus dengan kesadaran sendiri, termotivasi secara internal.
d. Fungsi Pengendalian Manajemen Keperawatan
Karena tugasnya adalah mengelola maka agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana harus
dilakukan pangawasan pada pelaksanaannya, apakah orang–orangnya, cara dan waktunya tepat.
Pengendalian ini juga berfungsi agar kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki.
Fungsi ini menunjukan manajemen keperawatan sebagai media pengukuran dan perbandingan
hasil – hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai.
1. Manajemen Layanan/Operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang perawatan yang terdiri dari
tiga tingkatan menajerial dan setiap tingkatan dipimpin oleh seseorang yang mempunyai
Marquis, Bessie L, Dkk. 2010. Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan: Teori Dan
Aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2014).Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam praktik keperawatan
professional.edisi 4.Jakarta : Salemba Medika.
Draft, Richard L. New Era of Management Buku 2 Edisi 9. Salemba Empat.
Dr. Grace E.C. Organisasi & Manajemen Kesehatan. EGC.
Sudarta, I Wayan. Managemen Keperawatan (Penerapan Teori Model dalam Pelayanan
Keperawatan. 2019. Jawa Tengah: Gosyen Publishing