Anda di halaman 1dari 7

Pencitraan Saraf pada Perdarahan Inraserebral

Perdarahan intraserebral (ICH [intracerebral hemorrhage]) digambarkan


sebagai ekstravasasi darah secara spontan ke dalam parenkim otak. Gambaran klinis
ini terdapat pada 10% hingga 15% dari seluruh kasus stroke pada populasi Barat,
dengan laju insidensi yang dilaporkan lebih tinggi di Asia. Hal ini juga berhubungan
dengan laju mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan stroke iskemik (IS
[ischemic stroke]) atau perdarahan subaraknoid (SDH [subarachnoid hemorrhage]).
ICH diklasifikasikan berdasarkan pada penyebab primer (80% hingga 85%)
atau sekunder (15% hingga 20%). Lebih dari 50% kejadian ICH primer berhubungan
secara langsung dengan hipertensi sebagai faktor risiko, sedangkan ≈30% diketahui
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral (CAA [cerebral amyloid
angiopathy]). Penyebab dari ICH sekunder meliputi konversi perdarahan dari IS,
angiopati amiloid, zat stimulan, malformasi vaskular (aneurisma, malformasi
arterovena, angioma vena, kavernoma, fistula arteriovena dura), koagulopati
(keturunan, didapat, diinduksi oleh antikoagulan atau antitrombosit), keganasan,
trauma, vaskulitis. Penyakit Moyamoya, atau trombosis vena sinus (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi Perdarhan Intraserebral (ICH) Berdasarkan pada
Penyebab
Penyebab Primer Penyebab Sekunder
 Hipertensi  Konversi perdarahan dari stroke iskemik
 Angiopati amiloid serebral  Zat stimulan
 Malformasi vaskular
o Aneurisma
o Malformasi arteriovena
o Angioma vena
o Kavernoma
o Fistula arteriovena dura
 Koagulopati
o Diturunkan
o Didapat
o Iatrogenik (antikoagulan, antitrombosit)
 Keganasan
 Trauma
 Vaskulitis
 Penyakit moyamoya
 Trombosis vena sinus

Saat ini, ICH diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder berdasarkan hanya
pada penyebabnya saja. Namun, klasifikasi ini tidak mempertimbangkan perbedaan
yang melekat dari patologi vaskular yang mendasari. Sehingga, saat ini stratifikasi
yang lebih sistematis berdasarkan pada kriteria baru sedang dikembangkan.
Khususnya, Meretoja et al. telah mengajukan klasifikasi SMASH-U, berdasarkan
pada penyakit yang mendasari dari ICH: lesi Struktural (kavernoma dan malformasi
arterovena), Medikasi (antikoagulan), Angiopati amiloid, penyakit Sistemik (sirosis
hati, trombositopenia, dan berbagai kondisi yang jarang), Hipertensi, dan sebab yang
belum ditentukan (Undetermined). Klasifikasi ini terbukti fisibel dan juga
berhubungan dengan prognosis survival. Klasifikasi lain yang digunakan dalam
praktik klinis yang membedakan antara ICH dalam dan lobaris berdasarkan pada
lokasi. ICH dalam terletak di ganglia basalis, talamus, kapsula interna, serebelum,
atau batang otak dan umumnya berhubungan dengan hipertensi. Sedangkan ICH
lobaris biasanya memerlukan pemeriksaan diagnostik yang lebih banyak karena
kemungkinan penyebab yang lebih luas.
Mengenai luaran klinis, ICH umumnya ditandai dengan pelebaran hematoma
dan defisit neurologis dini dalam beberapa jam pertama dari onset. Sehingga,
manajemen cepat termasuk pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan.
Kami meninjau alat pencitraan saraf yang tersedia untuk ICH, begitu juga
dengan perubahan pada ICH dalam respon terhadap produk pemecahan darah, yang
terlihat pada CT dan MR pada berbagai tahap (Tabel 2). Baik metode kateter
angiogram dan CT angiografi (CTA) dianalisis dan dibandingkan keuntungannya
pada situasi klinis yang berbeda. Tujuan dari peninjauan pencitraan sarah pada ICH
adalah untuk menyediakan kerangka untuk memilih rencana pencitraan diagnostik
yang rasional, mempertimbangkan tanda klinis dari pasien yang ada. Karena fakta
bahwa banyak modalitas pencitraan yang tersedia, penting untuk memahami indikasi
dan batasan dari tiap teknik dengan tujuan untuk memilih pemeriksaan yang paling
tepat untuk tiap pasien.

Tabel 2. Tampilan Perdarahan Intraserebral pada CT non-kontras (NCCT) dan


MR tiap Tahap
Fase Darah NCCT MR T1- MR T2- MR T2*-
weighted weighted weighted
Hiperaku Oksihemoglobin Halus, hiperdens Hipointens Hiperintensitas Hipointensitas
t atau isointens jelas
Deoksihemoglobi Hiperdens Isointensitas Hipointensitas Hipointensitas
Akut (12- n dengan tingkat atau dengan jelas
48 jam) cairan hipointensitas hiperintensitas
ringan dengan
cincin
hiperintensi
tipis pada tepi
Daerah hipodens Hiperintensitas Hipointensitas Hipointensitas
Subakut Methemoglobin edema dengan
awal (72 intraseluler efek massa
jam) Intensitas Hiperintensitas Hiperintensitas Hipointensitas
Subakut Methemoglobin berkurang
akhir (3- ekstraseluler dengan
20 hari) gambaran mirip-
cincin
Isodens atau Hipointensitas Hipointensitas Hiperintens
Kronis (9 Hemosiderin dan hipodensitas atau inti
minggu) feritin dengan daerah isointens yang
terbatas dikelilingi
oleh cincin
hipointens

Tomografi Terkomputasi
CT (computed tomography) kontemporer, meliputi CT non-kontras (NCCT
[noncontrast CT]), CT perfusi, dan CTA, umumnya digunakan untuk pencitraan
stroke hiperakut. Nyatanya, NCCT biasanya digunakan dalam latar ruang gawat
darurat untuk stroke akut karena kemudahan dan sensitivitasnya yang tinggi untuk
mendeteksi ICH, yang merupakan kontraindikasi untuk terapi trombolitik.
Selanjutnya, NCCT memungkinkan untuk menghitung volume hematoma dan
memonitor evolusi perdarahan pada ICH secara akurat. Volume ICH dapat dihitung
dengan menggunakan metode ABC/2, yang diturunkan dari perkiraan, berdasarkan
pada rumus untuk bentuk elips, dimana A adalah diameter perdarahan terbesar; B,
diameter pada 90° terhadap A; dan C, angka perkiraan irisan CT dengan perdarahan
dikalikan dengan ketebalan irisan (Gambar 1). Meskipun demikian, beberapa
penelitian yang menilai reliabilitas dari metode ABC/2 menunjukkan bahwa metode
ini menghasilkan persentase kesalahan yang lebih besar dibandingkan dengan teknik
pengukuran lain, khususnya untuk objek bentuk ireguler. Faktanya, membandingkan
metode ABC/2 dengan metode planimetri manual, metode yang pertama secara
konsisten memperkirakan volume infark secara berlebihan dengan median kesalahan
yang meningkat sebesar 7,33 cm3. Sedangkan, metode Quantomo untuk tomografi
kuantitatif telah dilaporkan lebih reliabel untuk mendeteksi perubahan yang lebih
kecil pada volume ICH dibandingkan dengan metode ABC/2. Hal ini karena metode
Quantomo mengukur geometri volume hematoma secara individual, sedangkan
metode ABC/2 memperkirakan volume seluruh hematoma seperti bentuk elips. Untuk
hal ini, Huttner et al. melaporkan kelebihan estimasi sebesar 32,1% pada
penghitungan volume hematoma untuk bentuk ireguler dan dikotom dari perdarahan
diantara pasien ICH dengan riwayat penggunaan warfarin. Baik volume hematoma
awal maupun pertumbuhan hematoma merupakan prediktor independen dari luaran
klinis dan mortalitas. Hingga saat ini, meskipun metode ABC/2 merupakan penilaian
yang paling banyak tersedia di lapangan, protokol untuk penilaian akurat dari volume
hematoma dan tanda-tandanya harus digabungkan dalam konsol pemindai CT, karena
hal ini memungkinkan operator untuk mendapat informasi yang akurat dalam waktu
yang tepat. CT scan juga mampu menentukan perkiraan usia hematoma, dengan
mengevaluasi densitas lesi yang diukur dengan unit Houndsfield, berdasarkan pada
nilai pengurangan sinar-X yang terkoreksi untuk koefisien pengurangan air. Unit
Houndsfield untuk air sama dengan 0, darah adalah antara 30 dan 45, substansia
grisea antara 37 dan 45, substansia alba adalah antara 20 dan 30, sedangkan tulang
adalah antara 700 dan 3000. Pada saat onset, hematoma umumnya tampak sebagai
sinyal hiperintens yang seragam dan halus pada CT. Dalam waktu 48 jam pertama,
hematoma yang lebih luas cenderung tampak pada tingkat air, menunjukkan bahwa
hematoma belum memadat. Untuk hal ini, tingkat cairan darah didefinisikan sebagai
permukaan horizontal antara serum darah hipodens yang melapisi bagian atas dari
hiperdens darah yang menetap. Tingkat cairan darah pada ICH akut cukup sensitif
(59%) terhadap adanya koagulopati (misalnya, PT dan PTT yang abnormal) dan
sangat spesifik (98%) untuk kondisi ini. Tingkat darah/cairan juga sering pada ICH
terkait-trombolisis dan berhubungan dengan volume perdarahan yang lebih besar.
Dalam 72 jam pertama, daerah hipodens dapat dideteksi disekitar lesi, sebagai hasil
dari edema yang melingkupi jaringan otak; efek massa yang penting juga dapat
dideteksi. Tiga hingga 20 hari setelah onset, daerah lesi cenderung mengecil dan
menjadi kurang intens, kehilangan ≈1,5 unit Houndsfield per hari. Tepi dari lesi
cenderung membentuk gambaran yang tidak rata, yang memberikan gambaran
pseudoabses (mirip-cincin), yang tampak pada kontras. Penurunan edema dan efek
masa dapat juga terjadi hingga minggu kesembilan, ketika hanya daerah dengan
hipodensitas sedang yang terbatas dapat diamati pada CT.
Gambar 1. Bukti perdarahan intraserebral pada CT (rumus ABC/2 dengan
CT).
CTA dengan kontras dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
berisiko tinggi terhadap pelebaran perdarahan (HE [hemorrhage enlargement]),
dengan menunjukkan spot sign, yang merupakan ekstravasasi media kontras dalam
hematoma. Spot sign sangat prediktif terhadap HE dan telah dilaporkan memiliki nilai
prediksi positif sebesar 73%, nilai prediksi negatif sebesar 84%, sensitivitas sebesar
63%, dan spesifisitas sebesar 90%. HE biasanya terjadi pada 30% pasien dengan ICH
<3 jam dari onset gejala, dan frekuensi spot sign tertinggi pada pasien yang datang <3
jam, namun akurasinya dalam memprediksi HE masih tinggi, tanpa
mempertimbangkan waktu dari onset gejala. Selanjutnya, spot sign berhubungan
dengan prognosis yang buruk, laju defisit neurologis dini yang lebih tinggi, mortalitas
yang tinggi, manifestasi klinis yang lebih berat, dan dekompresi perdarahan ke ruang
intraventrikuler. Volume ICH >30 cm3 bersama dengan skor Glasgow Coma Scale
(GCS), adanya darah intraventrikel, dan usia >80 tahun telah dimasukkan sebagai
variabel independen untuk mortalitas 30-hari pada skor ICH yang dikembangkan oleh
Hemphill et al. Penggunaan deteksi spot sign pada pengambilan keputusan klinis dan
perbaikan luaran masih dipertanyakan. Sehingga, pasien dengan spot sign dapat
diterima pada penelitian lain, dengan tujuan menunjukkan fisibilitas CTA dalam fase
hiperakut dan reliabilitas spot sign pada latar gawat darurat untuk panduan terapi
dengan faktor VII atau protrombotik lain untuk menghindari HE dan, sehingga,
luaran memburuk.
CTA yang dilakukan <96 jam dari onset gejala memiliki akurasi tinggi untuk
memprediksi anomali vaskular yang mendasari, dengan sensitivitas >95% dan
spesifisitas mendekati 100%. Nilai prediksi positif dan negatif juga telah dilaporkan
sebesar 97%. Meskipun demikian, CTA memaparkan pasien terhadap risiko radiasi,
begitu juga dengan risiko yang berhubungan dengan nefropati diinduksi-kontras (CIN
[contrast-induced nephropathy]) dan reaksi alergi, yang dapat menyebabkan
kematian. Selanjutnya, risiko kontras pada permeabilitas sawar darah otak memiliki
efek yang belum diketahui terhadap risiko perdarahan dan perburukan edema
vasogenik.
CIN didefinisikan sebagai peningkatan 25% dari kadar kreatinin serum basal
atau peningkatan absolut sebesar 0,5 mg/dL <48 hingga 72 jam dari pemberian
kontras. CIN berhubungan dengan peningkatan risiko lima kali lebih tinggi terhadap
pemanjangan rawat inap dan mortalitas. Pada latar gawat darurat, tidak
memungkinkan untuk mengadopsi pengukuran preventif seperti prehidrasi dengan
penambahan asetilsistein begitu juga dengan kemungkinan mengetahui riwayat
pasien secara lengkap. Namun, insidensi CIN, bahkan pada latar gawat darurat, telah
dilaporkan rendah (2%).

Anda mungkin juga menyukai