Anda di halaman 1dari 9

PERAN MASJID DALAM MEMBANGUN PERADABAN MANUSIA

Makalah Ini Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu

Ahmad Mujahir Anshori

DISUSUN OLEH

Kelompok III

AISYAH KAMILA ALTAF 195020301111071

AATHIFAH TETA FITRANTI 195020307111072

SABELA SAMUDERA BALAKOSA 195020301111065

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Peran Masjid di Zaman Rasulullah SAW

Masjid adalah salah satu lambang Islam. Ia adalah barometer atau ukuran dari
suasana dan keadaan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya. Maka pembangunan
masjid bermakna pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Keruntuhan masjid
bermakna keruntuhan Islam dalam masyarakat.1

Memahami masjid secara universal berarti juga memahaminya sebagai sebuah


instrumen sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Islam
itu sendiri. Keberadaan masjid pada umumnya merupakan salah satu perwujudan
aspirasi umat Islam sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Mengingat
fungsinya yang strategis, maka perlu dibina sebaikbaiknya, baik segi fisik bangunan
maupun segi kegiatan pemakmurannya.2

Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya, masjid menjadi pusat atau
sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan pun mencakup,
ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan dan kemiliteran dibahas dan dipecahkan
di lembaga masjid. Masjid berfungsi pula sebagai pusat pengembangan kebudayaan
Islam, terutama saat gedung-gedung khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga
merupakan ajang halaqah atau diskusi, tempat mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu
pengetahuan agama ataupun umum.3

Masjid di samping sebagai tempat ibadah umat Islam dalam arti khusus
(mahdhah) juga merupakan tempat beribadah secara luas, selama dilakukan dalam

1
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), hal. 268.

2
A. Bachrun Rifa‟i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen Masjid, (Bandung: Benang Merah Press, 2005), hal. 14.

3
Moh. E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 2
batas-batas syari‟ah. Masjid yang besar, indah dan bersih adalah dambaan umat
Islam, namun itu semua belum cukup apabila tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan
memakmurkan masjid yang semarak. Adalah shalat berjamaah yang merupakan
parameter adanya kemakmuran masjid dan juga merupakan indikator kereligiusan
umat Islam di sekitarnya. Selain itu kegiatan-kegiatan sosial, dakwah, pendidikan dan
lain sebagainya juga akan menambah kesemarakan dalam memakmurkan masjid.4

Pada dasarnya di dalam Alquran terdapat banyak ayat yang membahas tentang
masjid, seperti dalam ayat berikut:

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang


beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-
orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS. At-Taubah: 18)5

Bila dilihat dengan seksama, ayat tersebut memberi penekanan bahwa


pembangunan masjid merupakan manifestasi keimanan dan hanya orang yang
berimanlah yang sanggup memakmurkan masjid. Jadi, masjid yang tidak makmur dan
sepi merefleksikan keimanan umat di lingkungannya.6

B. Kolerasi Institusi Masjid dan Pembangunan Peradaban Manusia

Jika kita lihat dari sejarah peradaban Islam, baik ketika era Rasulullah maupun
pada era keemasan Islam di Andalusia (Spanyol), peranan masjid begitu luas. Masjid

4
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hal. 33
5
Al-„Alim, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: PT. AlMizan Pustaka, 2009), hal.
190.
6
Supardi & Teuku Amiruddin, Manajemen Masjid dalam Pembangunan Masyarakat,
tidak hanya dijadikan sebagai sarana penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi
institusi sosial yang berperan dalam membangun pendidikan, ekonomi, dan politik
umat.

Fungsi masjid pada zaman Rasulullah bukan sekedar sebagai tempat untuk
melaksanakan sholat semata. Masjid pada masa itu juga dipergunakan sebagai
madrasah bagi umat Muslim untuk menerima pengajaran Islam. Masjid juga menjadi
balai pertemuan untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan. Masjid juga
berfungsi sebagai tempat untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
Keberadaan masjid pada era Rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai institusi yang
membangun peradaban umat Islam yang modern.

Kemajuan yang dicapai oleh Islam di Andalusia juga sangat dipengaruhi oleh
peranan masjid sebagai pusat pendidikan. Masjid pada era itu dilengkapi dengan
perpustakaan yang dapat diakses oleh umat. Bahkan masjid menjadi basis bagi kaum
intelektual dalam membangun kepakarannya. Serambi-serambi masjid telah
melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Ibnu Rusy dan Ibnu Sina. Kedua
ilmuwan ini menurut catatan biografinya banyak menghabiskan waktu dengan
membaca di perpustakaan masjid yang ada pada era mereka.

Hal ini angat berbeda dengan fungsi masjid pada zaman sekarang. Dewasa ini
peranan masjid dalam menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin
mengalami kemunduran. Begitu banyak masjid yang dibangun hanya sebagai simbol
ketimbang menjadi sarana untuk membangun umat.

Masjid hanya difungsikan sebagai tempat sujud, tempat ibadah mahdhah saja,
seperti shalat, zikir dan itikaf. Dalam pandangan Dr. KH. Miftah Farid, ketua MUI
Jawa Barat, fungsi seperti itu menunjukkan bahwa masjid hanya dimaknakan secara
sempit. Padahal masjid itu selain dipergunakan untuk ibadah kepada Allah juga dapat
difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa sosial, politik, ekonomi, ataupun
kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya
Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh
rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu,
perhatian kita masih terfokus pada usaha pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan
kebutuhan non-fisik untuk memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allah
dalam Al Quran, hingga saal ini masih relatif terabaikan.

Krisis peranan masjid perlu dicermati sehingga masjid tidak menjadi saksi bisu
dalam ingar-bingar perubahan sosial umatnya. Masjid perlu dilihat kembali sebagai
agen transformasi umat dengan memperluas peranan dan fungsinya yang tidak lagi
sebatas serambi shaf-shaf shalat yang kosong tanpa jemaah. Sudah saatnya masjid
direkonstruksi sebagai institusi agama yang modern yang dilengkapi dengan fasilitas-
fasilitas yang dapat memberdayakan umat dan tidak lagi sekadar sebagai sarana
penyelenggara shalat. Oleh sebab itu, pengelolaan masjid memerlukan manajemen
yang profesional dan mempunyai kegiatan yang inovatif
(http://silfiahananisyafei.blogspot.com).

Pengurus masjid harus berusaha melibatkan seluruh jamaah masjid dalam


menyukseskan program-program pemberdayaan umat yang dirancangnya. Program
yang disusun melalui pelibatan ini akan menghasilkan program kegiatan bersama,
sehingga ada rasa memiliki oleh semua pihak, dan juga muncul rasa bahwa semua
diterima kehadirannya. Masjid bukan menjadi sebuah basis yang eksklusif bagi satu
golongan tetapi menjadi inklusif untuk semua umat. Pelibatan ini juga membuka
peluang untuk bekerja sama dengan berbagai stakeholder yaitu masyarakat, remaja
masjid, dan juga organisasi Islam, termasuk pemerintah, swasta, dan media.

Salah satu komponen penting dalam pengembangan masjid adalah Remaja


Masjid. Remaja masjid menjadi penting untuk menghidupkan masjid karena sifat
dasar dari remaja dan pemuda itu sendiri yaitu penuh ide kreatifitas dan inovasi.
Sehingga kegiatan masjid akan lebih beraneka dan tidak monoton serta mampu
menarik jama’ah dari kalangan muda. Yang tidak kalah penting adalah tujuan untuk
kaderisasi, generasi muda yang cinta masjid kelak akan menjadi penerus sebagai
pengurus masjid. Tidak hanya menjadi pengurus masjid, optimalisasi masjid untuk
menghasilkan generasi cinta masjid diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-
pemimpin yang cinta masjid, seperti halnya sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Pengelolaan masjid juga harus mampu mengembalikan peranan masjid dalam


mengatasi keterbelakangan umat, khususnya menanggulangi kemiskinan dan
kebodohan. Sebagai langkah awal, masjid harus mampu menggali potensi zakat yang
dipergunakan untuk program pemberdayaan umat. Potensi zakat umat Islam di
Indonesia bisa mencapai Rp. 19,3 triliun per tahun. Sayangnya, potensi besar tersebut
belum tergali dengan baik.

Masjid seharusnya bisa berperan dalam mengumpulkan, mengelola dan


menyalurkan zakat. Tak hanya zakat fitrah saja yang harus dikelola oleh masjid,
namun juga zakat penghasilan, pertanian, perniagaan dan perusahaan.

Di sisi lain, perlu adanya edukasi kepada masyarakat bahwa membayar zakat bisa
dilakukan kapan saja, tak harus di bulan Ramadhan. Zakat yang berkaitan dengan
bulan Ramadhan hanya zakat fitrah saja. “Zakat-zakat yang lain tidak ada kaitannya
dengan bulan Ramadhan, kecuali kalau misalkan haul-nya masa perputaran tahunnya
memang jatuh pada bulan Ramadhan. Zakat perniagaan apabila dia sudah berputar
satu tahun dianggapnya dia harus mengeluarkan zakat, tidak harus menunggu pada
bulan Ramadhan. Zakat pertanian itu kalau di panen harus dikeluarkan zakatnya.
Andaikata panennya tiap bulan ya harus mengeluarkan zakat tiap bulan. Begitu
aturannya,” ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof KH Ali Mustafa Yaqub,
yang juga seorang pakar hadits. (Republika, Jum’at, 3 September 2010).

Edukasi tentang zakat dapat dijelaskan takmir masjid saat sholat Jumat atau acara
pengajian rutin. Masjid dapat memanfaatkan media massa dan teknologi informasi
sebagai media informasi kepada masyarakat. Yang lebih utama, masjid harus mampu
mengelola dan memberdayakan dana zakat tersebut. Penyaluran zakat harus
diupayakan tidak bersifat konsumtif yang habis pada waktu itu saja. Jadi, harus
diupayakan dana zakat yang diberikan itu berupa pemberian modal kerja, pelayanan
kesehatan, program pendidikan, bahkan layanan jenazah gratis bagi kaum dhuafa.

Dengan demikian, akan terbuka peluang untuk optimalisasi peran masjid di


masyarakat. Sehingga masjid ideal seperti jaman rasulullah dapat terbentuk, dan
masjid menjadi pusat peradaban umat Islam.Sejarah menunjukkan masyarakat
Indonesia memiliki hubungan yang dinamis dengan masjid. Masjid hidup, tumbuh,
dan berkembang bersama masyarakat. Ketika pemimpin politik mendirikan istana
sebagai pusat kekuasaan, masjid didirikan pula sebagai pusat pendidikan dan
kerohanian.

C. Perkembangan Arsitektur Masjid di abad pertengahan

Pada abad pertengahan kebangkitan seni islam yang ada terjadi pada tiga bidang
diantaranya adalah sastra, kaligrafi, dan arsitektur.

Salah satu seni yang berkembang adalah seni arsitektur yaitu seni bertumpu pada
kombinasi perpaduan arsitektur Romawi, Yunani, Arab, dan Persia. Seperti
terdapatnya beberapa masjid indah yang pembangunannya dilakukan oleh Dinasti
Usmani yakni Masjid Muhammad Al-Fatih, Masjid Sulaiman, Masjid Salim, dan
beberapa masjid lainnya. Tetapi ada pula pada Dinasti Safawi yang memiliki berbagai
masjid-masjid indah diantaranya di kota Isfahan, ibukota Safawi.(1)

Dalam kriteria pengembangan seni yang ada secara Islam memiliki berbagai
faedah sebagai rambu yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi diantaranya adalah
isi yang terkandung haruslah mengandung suatu pesan berupa kebijakan serta ajaran
kebaikan agar terhindar dari kesia-siaan, pertunjukan yang ada yakni menjaga serta
menghormati nilai-nilai islami, diharapkan untuk menjaga keseronohan salah satunya
yakni berupa memerhatikan penutupan aurat, menghindari berbagai nuansa yang
dinilai mengandung kemusyrikan atau sesuatu yang mengandung kandungan ajaran
agama lain, menjauhi kata-kata berbau fitnah atau mengarah kepada gerakan tidak
mendidik, menjaga prinsip serta disiplin dalam hijab, menghindari suatu perilaku
yang kebancian, menghindari bentuk rasa kenikmatan yang berlebihan. 

D. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Di Era Modern

Sejak dulu masjid telah menjadi salah satu pilar kekuatan masyarakat dan menjadi
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan ummat Islam. Masjid adalah
simbol sebuah masyarakat, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kehidupan sehari-hari umat islam terkait erat dengan masjid yang didirikan atas
dasar  iman. Penampilan dan manajemen masjid dapat member gambaran tentang
hubungan masjid dengan sumber daya manusia di sekelilingnya. Manajemen masjid
harus dilaksanakan sebagai pengamalan dan hubungan manusia dengan Allah SWT.
Dan hubungan manusia dengan manisia lain yang dalam Al-qur’an surat Ali Imron
ayat 122 sebagai berikut: “mereka akan di timpa kehinaandimana saja mereka
berada, kecuali kalau mereka tetap menjaga hubungannya dengan Allah dan
menjaga hubungannya dengan manusia”.

Pembangunan masjid haruslah merupakan manifestasi iman dan takwa serta


dalam rangka mencari ridha Allah sermata. Ungkapan iman dan takwa ini dapat
terjadi dengan memilih bahan yang baik dan kuat, kebersihan, keindahan,
kenyamanan dan lain sebagainya, sesuai dengan tingkat pendidikan dan tingkat
kemakmuran atau lingkungan masyarakat.

Saat ini orang mendirikan masjid dimana-manatampa ada suatu perencanaan


yang baik sebagai tempat pembinaan umat lahir batin ataupun dari segi arsitekturnya.
Jangankan mempersiapkan perencanaan atau tantang pembinaan umatnya.bahkan
tidak jarang dengan berdirinya masjid umat islam menjadi terpecah belah menjadi
beberapa kelompok yang satu sama lain berkonfrontasi atau bisa saja terjadi masjid
tersebut didirikan untuk memecah belah di antara umat islam. Masjid-masjid yang
fungsinya tidak sesuai dengan syariat islamiyah dan tidak berfungsi sebagai tempat
untuk umat bersatu dan bersama-sama meningkatkan keimanan, kesejahteraan dan
kebahagian umat lahir dan batin, maka umat islam dilarang ikut memakmurkan
masjid tersebut sesuai dengan firman Allah swt. ”Janganlah kamju shalat dalam
masjid itu (yang didirikan oleh orang munafik) selama-lamanya. Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang
ingin membersihkan dirinya. Dan Allah menyukai orang-orang yangbersih” (Q.S At-
Taubah: 108).

Anda mungkin juga menyukai