Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Beton
Berikut ini adalah macam – macam pengertian beton, yaitu sebagai berikut:

a. Beton merupakan suatu bahan komposit (campuran) dari beberapa material, yang
bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air
serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Karena beton merupakan
bahan komposit, maka kualitas beton sangat tergantung dari kualitas masing-masing
material pembentuk (Tjokrodimulyo,1992).
b. Beton adalah batuan buatan yang terjadi sebagai hasil pengerasan suatu campuran
tertentu dari semen, air dan agregat kasarserta agregat halus.
c. Beton dalam pengertian umum adalah campuran bahan-bahan agregat halus dan
agregat kasar berupa pasir dan kerikil kemudian diikat semen bercampur air.

Nilai kekuatan dan daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak
faktor, antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode
pelaksanaan pembuatan adukan beton, temperatur dan kondisi perawatan
pengerasannya. Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding kuat tariknya, dan
merupakan bahan getas. Nilai kuat tariknya berkisar antara 9%-15% dari kuat
tekannya, pada komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan
batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu membantu
kelemahannya, terutama pada bagian yang bekerja menahan tarik (Dipohusodo,
1994).
3.1.1 Sifat-Sifat Beton
a. Kekuatan Tekan Beton
Sifat yang paling penting dari beton adalah kuat tekan beton. Kuat tekan
beton biasanya berhubungan dengan sifat-sifat lain, maksudnya apabila kuat
tekan beton tinggi, sifat-sifat lainnya juga baik (Tjokrodimulyo, 1995).

III - 1
b. Kekuatan Tarik Beton
Kekuatan beton di dalam tarik adalah juga suatu sifat yang penting yang
mempengaruhi rambatan dan ukuran retak di dalam struktur. Nilai kuat tariknya
berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya, pada penggunaan sebagai
komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang
tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu membantu
kelemahannya, terutama pada bagian yang bekerja menahan tarik (Dipohusodo,
1994).

c. Rangkak dan Susut


1) Rangkak
Rangkak adalah sifat di mana beton mengalami perubahan bentuk
(deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Faktor–faktor
yang mempengaruhi rangkak adalah:
 Sifat bahan dasar, seperti komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan
dan kandungan mineral dalam agregat
 Rasio air terhadap jumlah semen atau kadar air
 Suhu pada waktu proses pengikatan
 Kelembaban nisbi selama penggunaan
 Umur beton saat beban bekerja
 Lama pembebanan
 Nilai tegangan
 Nilai banding luas permukaan dan volume komponen struktur
 Nilai slump
2) Susut
Susut adalah perubahan volume elemen beton karena terjadi kehilangan uap
air akibat adanya penguapan dan tidak berhubungan dengan beban. Faktor –
faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah:
 Agregat sebagai penahan susut pasta semen
 Faktor air semen (fas), di mana semakin besar fas semakin besar pula efek
susut

III - 2
 Ukuran elemen beton (kelajuan dan besarnya susut akan berkurang bila
volume elemen betonnya semakin besar)
 Kelembaban nisbi selama penggunaan
 Banyaknya penulangan
 Penggunaan bahan tambah

d. Deformasi
Deformasi adalah perubahan bentuk yang tidak elastis di bawah suatu
pembebanan, yang diduga disebabkan oleh penutupan pori-pori dalam, aliran
dari pasta semen, pergerakan kristal didalam agregat dan terjadinya penekanan
air dari “gel” semen karena adanya tekanan. Kecepatan dari deformasi
bergantung dari faktor-faktor berikut ini yang tergantung pada tegangan yang
diadakan:
1) Kekuatan (semakin besar kenaikan kekuatan,
deformasi makin dapat dikurangi).
2) Semen (angka perbandingan tegangan/kekuatan dari beton dan
pengembangan kekuatan adalah berhubungan dengan semen).
3) Perbandingan campuran (deformasi berkurang bilamana perbandingan air
semen dan volume dari pasta semen juga berkurang)
4) Agregat (deformasi berkurang bilamana agregat makin halus dan biasanya
bertambah besar lagi bilamana dipakai agregat yang berongga)
5) Perawatan (deformasi berkurang bila hidrasi semen telah berlangsung,
sedemikian sehingga beton mengalami deformasi terus pada waktu basah yang
besarnya kurang dibanding bila dirawat di udara terbuka. Pergantian dari basah
kekering mengakibatkan besaran deformasi meningkat).
6) Umur (kecepatan deformasi berkurang sejalan dengan umur beton. Deformasi
pada umur satu tahun dapat mencapai dua kali lipat dari umur 28 hari, tetapi
penambahan deformasi lebih lanjut sebesar 20% mungkin membutuhkan waktu
lima tahun).

III - 3
e. Durabilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi durabilitas suatu beton adalah:
1) Nilai banding campuran dan mutu bahan susun.
2) Metode pelaksanaan pengecoran.
3) Pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan beton.

f. Sifat Kedap Air


Beton berkecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembung-gelembung
yang terbentuk selama atau sesudah pencetakan. Hal ini penting, terutama untuk
memperoleh campuran yang mudah untuk dikerjakan dengan menggunakan air
yang berlebihan dari pada yang dibutuhkan guna persenyawaan kimia dengan
semen.
Air menggunakan ruang dan bila kering meninggalkan rongga udara. Bila
diperhatikan dengan cermat, semen Portland dapat dibuat cukup kedap air dan
menambahnya dengan bahan khusus, analisa data tentang penyebab ruang
kosong, jelaslah untuk mendapatkan beton yang padat dan kedap air, di mana
perbandingan air semen harus direduksi seminimal mungkin sejauh kemudahan
pengerjaannya masih konsisten untuk dipadatkan tanpa terjadi pemisahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan beton:
1) Mutu dan porositas dari agregat.
2) Umur, kekedapan air berkurang dengan perkembangan umur.
3) Gradasi, agregat dipilih sedemikian sehingga dihasilkan beton dengan
kemudahan pengerjaan yang baik, dengan air yang optimal. Gradasi yang besar
sebaiknya dihindarkan.
4) Perawatan merupakan pengaruh yang penting, oleh karenanya perlu untuk
membasahi beton terutama selama beberapa hari.

III - 4
3.1.2 Kelas dan Mutu Beton
Mutu beton dibagi dalam tiga kelas seperti yang disyaratkan dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI 71):

a. Beton kelas I, adalah beton untuk pekerjaan tidak sturutural, untuk


pelaksanaanya tidak diperlukan keahlian khusus. pengawasan ringan terhadap
mutu bahan – bahan, sedangkan kekuatan tidak diisyaratkan pemeriksaannya.
b. Beton kelas II, adalah beton untuk pekerjaan–pekerjaan stuktural secara
umum, pelaksanannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di
bawah pengawasan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu–mutu
standar K125 (f’c = 12,5 MPa), K175 (f’c = 17,5 MPa) dan K225 (f’c = 22,5
MPa). Pada umunya hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu bahan –
bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak diisyaratkan pemeriksaannya.
Pada mutu-mutu K125 (f’c = 12,5 MPa), K175 (f’c = 17,5 MPa) dan K225 (f’c =
22,5 MPa), pengawasan mutu terdiri dari pengawasan yang ketat terhadap mutu
bahan – bahan dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara
kontinyu.
c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan – pekerjaan stuktural, di mana
dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih tinggi dari
K225 (f’c = 22,5 MPa), pelaksaannya memerlukan keahlian khusus dan harus
dilakukan di bawah pengawasan tenaga – tenaga ahli. Diisyaratkan adanya
laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang dilayani oleh tenaga
ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinyu.

3.1.3 Material Penyusun Beton


Untuk menghasilkan mutu beton yang baik, sangat tergantung pada
kualitas bahan yang dipakai, komposisi yang digunakan, cara pengerjaan dan
cara perawatan. Dengan demikian, penurunan dari kualitas dari salah satu
elemen tersebut dapat menurunkan kemampuan kerja beton.
Oleh karena itu, perlu diadakan pengujian untuk mendapatkan data yang
akurat mengenai sifat-sifat bahan campuran sehingga dapat dijadikan standar

III - 5
dalam perencanaan atau menentukan karakteristik serta perbandingan bahan
campuran yang digunakan, faktor yang mempengaruhi beton diantaranya:

a. Agregat (Antono, 1995).


Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-
batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami.
Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian
peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton
kira-kira mencapai 70%-75% dari volume beton. Agregat sangat berpengaruh
terhadap sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian
penting dalam pembuatan beton. agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu
agregat halus dan agregat kasar yang didapat secara alami atau buatan. Untuk
menghasilkan beton dengan kekompakan yang baik, diperlukan gradasi agregat
yang baik. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran agregat.
Gradasi diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20 mm,
30 mm dan 40 mm untuk kerikil. Untuk pasir lubang ayakan 4,8 mm, 2,4 mm,
1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm. Penggunaan bahan batuan dalam adukan
beton berfungsi:
 Menghemat penggunaan semen portland.
 Menghasilkan kekuatan besar pada beton.
 Mengurangi penyusutan pada pengerasan beton.
 Dengan gradasi yang baik dapat dicapai beton padat.
 Sifat mudah dikerjakan (workability), dapat diperiksa pada adukan beton
dengan gradasi beton.
Agregat yang digunakan sebagai bahan pembentuk beton terdiri dari:

1) Agregat Halus (pasir)


Agregat halus diartikan sebagai agregat yang dapat melewati saringan uji 5
mm atau agregat yang berdiameter 0 sampai 5 mm dan biasa disebut pasir
Untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan maka agregat halus yang
akan digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, antara lain:

III - 6
 Agregat halus terdiri dari butir – butir yang bersifat kekal, artinya tidak
hancur atau pecah oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
 Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 3 % (ditentukan
terhadap berat kering), apabila kadar lumpurnya melampaui 3 % maka agregat
harus dicuci.
 Agregat halus tidak mengandung bahan – bahan organik terlalu banyak, yang
diartikan dengan pecobaan warna dari Abrams Harder /dengan larutan NaOH.

2) Agregat Kasar (kerikil)


“Pada umumnya yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat dengan
besar butiran lebih besar dari 5 mm” (SNI, 2013). Dalam pengertian lain agregat
kasar ialah agregat yang berdiameter butiran lebih besar dari 4,80 mm dapat
berasal dari batu alam (kerikil) batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu.
“Sebagaimana halnya agregat halus, agregat kasar yang akan digunakan harus
memenuhi persyaratan – pesyaratan yang telah ditentukan’’ (SNI, 2008), antara
lain:
a) Agregat kasar yang mengandung butir – butir yang keras dan tidak berpori.
agregat kasar yang mengandung butir – butir pipih hanya dapat dipakai bila
jumlah butir – butir pipih dipakai bila jumlah butir tersebut melampaui 20 %
dari berat agregat seluruhnya.
b) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %, maka agregat
kasar harus dicuci.
c) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat merusak beton,
seperti zat – zat reaktif alkali.
d) Kekerasan dari butir – butir agregat kasar diperiksa dengan mesin Los
Angeles, di mana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 40 %.

b. Semen Portland
Semen adalah bahan yang bersifat sebagai bahan perekat (adhesif) dan
sebagai bahan pemersatu agregat (kohesif) yang digunakan sebagai bahan
pengikat material. Semen yang digunakan sebagai bahan beton adalah semen
portland atau pozzoland, berupa semen hidroulik yang berfungsi sebagai bahan
III - 7
perekat bahan susun beton. Semen portland dalah semen hidroulis yang umum
digunakan sebagai bahan bangunan. Definisi menurut standart industri indonesia
SII 0031-1981 sebagai berikut : “Semen portland adalah semen hidroulis yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silika-
silika kalsium yang bersifiat hidroulis, bersama bahan tambahan yang biasa
digunakan dalam gypsum [PUBI-1981]” (Tjokrodimuljo, 1986). Sesuai dengan
tujuan pemakaiannya, semen porland di Indonesia dibagi menjadi 5 (lima) jenis
(SK SNI 2004), yaitu:
 Tipe I. Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak melakukan
persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
 Tipe II. Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
 Tipe III. Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.
 Tipe IV. Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
panas hidrasi yang rendah
 Tipe V. Semen portland yang dalam penggunaannya menuntutipersyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.

c. Air
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air
dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air
juga berpengaruh terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan
menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu kelebihan
air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen
akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang.
Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan
merupakan yang lemah. Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap:
a. Sifat workability adukan beton.
b. Besar kecilnya nilai susut beton.
c. Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan
kekuatan selang beberapa waktu.
III - 8
d. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.

Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum
yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-
lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus
memenuhi syarat sebagai air minum.
Penggunaan air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut: (Tjokrodimulyo, 1992).
 Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gr/ltr.
 Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik) lebih dari 15 gr/ltr.
 Tidak mengandung Klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.
 Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.

3.1.4 Kemudahan Pengerjaan Beton (Workability)


Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk,
diangkut, dituang dan dipadatkan. Unsur–unsur yang mempengaruhi sifat
kemudahan pengerjaan beton segar, sebagai berikut:

a. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. Makin banyak air
yang dipakai makin mudah beton segar dikerjakan
b. Penambahan semen kedalam campuran yang diikuti dengan bertambahnya air
pada campuran untuk memperoleh nilai fas tetap.
c. Gradasi campuran pasir dan kerikil
d. Pemakaian butir maksimum kerikil.
e. Pemakaian butir – butir batuan yang bulat.

3.1.5 Pemadatan Beton


Tujuan pemadatan beton adalah untuk menghilangkan rongga-rongga
udara dan untuk mencapai kepadatan yang maksimal. Pemadatan juga menjamin
suatu lekatan yang baik antara beton dengan permukaan baja tulangan atau
bahan yang ikut dicor.

III - 9
Kepadatan maksimal dapat dicapai dengan bantuan alat pemadat ataupun
alat bantu manual dengan kondisi campuran beton sesuai spesifikasi dengan
pertimbangan workability yang tidak menyulitkan pekerja dengan menjaga
faktor air semen dalam beton segar, “dilain pihak, penting agar campuran jangan
terlalu encer, karena tak disangsikan lagi akan terjadi segregasi (pemisahan
butiran), Laitance (bagian beton yang jelek kualitasnya), timbul secara
berlebihan di bagian atas yang dicor, lemah dan kepadatan yang rendah karena
ruangan ditempati oleh air yang berlebihan”.
Pemadatan dengan manual dapat dilakukan dengan alat berupa tongkat
baja atau tongkat kayu. Adukan beton yang baru saja dituang harus segera
dipadatkan dengan cara ditumbuk dengan tongkat baja/kayu. Sebaiknya tebal
beton yang ditumbuk tidak lebih dari 15 cm.
Pemadatan dengan bantuan mesin dilakukan dengan alat getar (vibrator).
Alat getar itu mengakibatkan getaran pada beton segar yang baru saja dituang,
sehingga mengalir dan menjadi padat. Penggetaran yang terlalu lama harus
dicegah untuk menghindari mengumpulnya kerikil di bagian bawah dan hanya
mortar yang ada di bagian atas.

3.2 Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami
retak-retak. Untuk itu agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem
struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama
akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam sistem.
Untuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang memiliki sifat
teknis menguntungkan.
Menurut bentuknya baja tulangan pada konstruksi bangunan dapat dibagi
menjadi:

3.2.1 Batang Polos (Ø).


Batang polos adalah batang prismatik berpenampang bulat, lonjong dan
sebagiannya memiliki permukaan yang licin. Pada konstruksi bangunan ini
banyak digunakan bentuk bulat karena baja bulat banyak terdapat di pasaran dan

III - 10
juga mudah untuk dikerjakan. Menurut normalisasi baja bulat mempunyai
ukuran garis tengah Ø6, Ø8, Ø10, Ø11, Ø12, Ø14, Ø16, Ø19; Ø22, Ø25, Ø28,
Ø32, Ø36, Ø40 dan Ø45. Pernyataan berat baja bulat dalam 1 kg untuk setiap 1
m dengan garis tengah dalam 1 mm, disertai dengan jumlah luas penampang
lintang dari 1 - 10 batang dalam cm.

3.2.2 Batang Ulir (D)


Batang baja ulir adalah batang baja tulangan yang telah dipilin pada
proses produksinya. Batang baja ulir umumnya mempunyai garis tengah lebih
dari 12 mm. Tujuan dari pembuatan batang baja ulir untuk mendapatkan
pelekatan yang lebih besar antara beton dan baja.

3.2.3 Kawat Pengikat.


Pada saat mengikat baja tulangan satu dengan lainnya supaya waktu
pengecoran beton, baja tulangan tidak berubah tempatnya harus diikat teguh
dengan kawat pengikat. Kawat pengikat harus terbuat dari baja lunak dengan
garis tengah minimum 1 mm (telah dipijarkan terlebih dahulu) dan tidak
bersepuh seng. Kawat pengikat baja tulangan dalam perdagangan berbentuk
gulungan. Untuk dikaitkan dengan baja tulangan harus dipotong-potong dahulu
menurut kebutuhannya.

3.3 Komponen struktur bangunan

3.3.1 Slope
Slope adalah beton bertulang yang diletakkan secara horizontal di atas
pondasi. Fungsinya ialah untuk meratakan beban yang diterima kolom menuju
pondasi. Sehingga setiap beban yang diterima suatu kolom, akan tersebar merata
pada seluruh pondasi. Selain itu, sloof berfungsi sebagai pengikat antara dinding
pondasi dengan kolom. Berdasarkan konstruksinya, berikut ini adalah jenis-jenis
slope :

III - 11
a. Konstruksi Slope dari Beton Bertulang. Konstruksi sloof ini bisa digunakan di
atas pondasi batu kali apabila pondasi tersebut dimaksudkan untuk rumah atau
gedung(bangunan) tidak bertingkat dengan perlengkapan kolom praktis pada
jarak dinding kurang lebih 3 m. Untuk ukuran lebar / tinggi sloof beton
bertulang adalah >15 / 20 cm. Konstruksi sloof dari beton bertulang juga bisa
dimanfaatkan sebagai balok pengikat pada pondasi tiang.
b. Konstruksi Slope dari Batu Bata. Rolag dibuat dari susunan batu bata yang
dipasang dengan cara melintang dan yang diikat dengan adukan pasangan (1
bagian portland semen : 4 bagian pasir). Konstruksi rolag ini tidak memenuhi
syarat untuk membagi beban.
c. Konstruksi Sloof dari Kayu. konstruksi rumah panggung dengan pondasi tiang
kayu (misalnya di atas pondasi setempat), slope dapat dibentuk sebagai balok
pengapit. Jika sloof dari kayu ini terletak di atas pondasi lajur dari batu atau
beton, maka dipilih balok tunggal.

3.3.2 Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya
menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang
paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil (SK SNI T-15-1991-03). Sebagai
bagian dari suatu kerangka bangunan, kolom menempati posisi penting dalam
sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada
runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya atau
merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang
memikul beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal adalah beban yang
diterima dari balok dan kolom di atasnya sedangkan beban horizontal adalah
beban akibat beban angin dan gempa. Kolom pada umumnya digunakan dalam
bentuk persegi dan bulat. Namun seiring dengan berkembangnya bentuk struktur
bangunan, dibutuhkan kolom dengan bentuk yang dapat menyesuaikan dengan
bentuk struktur yang diinginkan yaitu kolom pipih. Kolom dengan bentuk L
termasuk kedalam kolom pipih.

III - 12
Kolom berpenampang pipih adalah suatu kolom beton betulang yang
merupakan perkembangan dari penampang persegi panjang atau segiempat,
dimana dalam prakteknya desain dari kolom berpenampang pipih setebal tembok
dengan perbandingan lebar tinggi bisa mencapai kurang dari 0,3 atau dapat
dikatakan tinggi penampang lebih dari 3 kali lebar penampang kolom tersebut
(Purnawan, 2011).
Perencanaan ataupun desain merupakan suatu faktor yang sangat
menentukan untuk menjamin kekuatan dan keamanan suatu struktur
bangunan, bangunan dengan beban yang besar juga membutuhkan struktur
penopang yang juga besar, sehingga mampu menahan beban yang ada. Kolom
dengan dimensi cukup besar akan memberikan dampak ukuran ruangan yang
menjadi semakin kecil. Hal ini dapat menyebabkan fungsi ruangan menjadi
terganggu. Sedangkan jika kolom terlalu kecil, ukuran ruangan menjadi lebih
besar, tetapi belum tentu kuat untuk menahan beban yang ada. Sebagai alternatif
dibuat kolom pipih dengan tebal mengikuti lebar ukuran dinding agar masalah
pengurangan luas ruangan yang telah direncanakan teratasi.

3.3.3 Balok
Balok adalah batang horizontal dari rangka (frame) struktur yang menahan
beban lentur akibat adanya momen yang terjadi pada struktur bangunan. Balok
juga menahan beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa : berat balok
itu sendiri, beban plat lantai, berat dinding dan juga beban hidup yang terdiri dari
beban yang berpindah-pindah, seperti orang yang berada di dalam bangunan.
Adapun fungsi balok antara lain:
 Meneruskan beban dinding ke kolom
 Sebagai pengikat kolom
 Menambah kekuatan lentur plat
 Menambah kekuatan horizontal pada struktur
Balok dapat dibuat dari beberapa bahan, diantaranya kayu, baja, beton
ataupun beton bertulang. Bahan yang paling umum digunakan adalah beton
bertulang. Balok beton bertulang merupakan gabungan logis dari dua jenis
bahan/ material yaitu beton polos dan tulangan baja. Beton polos merupakan

III - 13
bahan yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi memiliki kekuatan
tarik yang rendah, sedangkan tulangan baja akan memberikan kekuatan tarik
yang diperlukan. Kelebihan masing-masing elemen tersebut, maka konfigurasi
antara beton dan tulangan baja diharapkan dapat saling bekerja sama dalam
menahan gaya-gaya yang bekerja dalam struktur tersebut, dimana gaya tekan
ditahan oleh beton sedangkan gaya tarik oleh tulangan baja.

III - 14

Anda mungkin juga menyukai