NUG Skrip
NUG Skrip
TINJAUAN PUSTAKA
1
penyakit. Hal ini dapat mengakibatkan kematian walaupun penderita hanya
terkena influenza. Orang yang terkena virus HIV, dibutuhkan waktu yang lama
untuk HIV ini berubah menjadi AIDS.12
Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan singkatan dari AIDS.
Acquired yaitu didapat, jadi bukan penyakit keturunan melainkan dari virus,
Immuno yaitu sistem kekebalan tubuh, Deficiency yaitu kekurangan, dan
Syndrome yaitu kumpulan-kumpulan gejala. Jadi AIDS merupakan kumpulan
gejala-dejala atau sindrom yang terjadi karena menurunnya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat rusaknya sistem imun oleh infeksi HIV.10
2. Epidemiologi HIV-AIDS di Indonesia
HIV-AIDS di Indoensia pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Pada
tahun 2014 penderita HIV-AIDS sudah menyebar di 386 kota atau kabupaten
di seluruh provinsi di Indonesia. Kasus HIV-AIDS yang dilaporkan dari 1987
hingga bulan September 2014, jumlah kasus HIV cenderung terjadi
peningkatan dari tahun ke tahun. Namun hal ini terbalik dengan jumlah kasus
AIDS di Indonesia terlihat bahwa adanya kecenderungan peningkat yang relatif
lambat bahkan sejak tahun 2012 jumlah penderita AIDS mulai menurun. 4
Estimasi dan proyeksi jumlah penderita HIV-AIDS di Indonesia hingga pada
tahun 2015 sebanyak 735.256 kasus dengan jumlah infeksi baru sebanyak
85.523 kasus. Jumlah kasus baru HIV positif di Indonesia yang di laporkan
tahun 2015 yaitu sebanyak 30.935 kasus, sedangkan kasus AIDS yang
dilaporkan sebanyak 6.081 kasus.3
Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2014 pola penularan HIV berdasarkan kelompok umur dalam 5 tahun
terakhir paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 25-49 tahun,
diikuti kelompok 20-24 tahun. Sedangkan pola penularan HIV berdasarkan
jenis kelamin yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki dibandingkan
kelompok perempuan. Demikian pula pola penularan HIV berdsarkan faktor
risiko, yang paling banyak yaitu terjadi pada heteroseksual, lalu selanjutnya
kelompok “lain-lain”, lalu diikuti kelompok pengguna narkotika intravena atau
penasun, dan selanjutnya kelompok Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki
(LSL). 4
Laporan provinsi, jumlah kumulatif kasus infeksi HIV terbanyak di
Indonesia hingga September 2014 yaitu pada Provinsi DKI Jakarta sebanyak
32.782 kasus. 10 besar kasus HIV terbanyak di Indonesia yaitu yang pertama di
Provinsi DKI Jakarta, lalu di ikuti dengan provinsi Jawa Timur, Papua, Jawa
Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kapulauan Riau,
dan terakhir povinsi Sulawasi Selatan. Sedangkan kasus AIDS yang dilaporkan
terbanyak di Indonesia yaitu pada Provinsi Papua, diikuti dengan provinsi Jawa
Timur, DKI Jakarta, Bali, jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Barat, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Barat, dan terakhir adalah Sumatera Utara.4
3. Cara penularan atau transmisi HIV-AIDS
Cara penularan HIV-AIDS dapat terjadi melalui :
a. Kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama penularan infeksi
HIV-AIDS. Virus HIV dapat ditemukan dalam cairan vagina, cairan semen,
dan cairan serviks. Transmisi HIV ini dapat ditularkan dari pasangan
homoseksual maupun pasangan heteroseksual.11,13 Transmisi HIV lebih
mudah melalui hubungan seksual melewati anus karena membran mukosa
rektum yang tipis dan mudah robek. Pada kontak seksual pervaginal,
transmisi HIV-AIDS dari laki-laki ke perempuan lebih besar daripada
perempuan ke laki-laki yaitu diperkirakan sekitar 20 kali.1112
b. Transmisi melalui darah atau produk darah
HIV-AIDS dapat menular melalui darah yaitu terutama pada individu
yang menggunakan narkotika melalui intravena dengan memakai jarum
suntik yang berulang dalam satu kelompok tanpa disterilisasi terlebih dahulu
atau dapat juga terjadi pada orang yang menerima transfusi darah dari orang
yang telah terinfeksi karena tidak melakukan tes HIV terlebih dahulu.
Dilaporkan 90-100% orang yang menerima transfusi darah dari orang yang
terkena HIV-AIDS akan mengalami infeksi HIV. Hal ini terjadi apabila
darah penderita HIV-AIDS masuk tubuh individu yang sehat, maka akan
terjadi penularan infeksi HIV.10 Transfusi darah lengkap (whole blood),
leukosit, sel
darah merah, trombosit, dan plasma darah semua berpotensi menularkan
HIV. Namun risiko terkena infeksi melalui transfusi seharusnya rendah
karena sebelum di transfusi di cek darahnya terlebih dahulu. 13,14
c. Transmisi secara vertikal (perinatal)
Penularan ini dapat terjadi pada saat kehamilan, saat persalinan yaitu
melalui plasenta, atau setelah melahirkan melalui air susu ibu (ASI) dari ibu
yang telah terinfeksi HIV/AIDS kepada janinnya atau anaknya. Angka
penularan HIV pada saat kehamilan sebesar 5-10%, sedangkan pada saat
persalinan dan pemberian ASI sebesar 10-20%. Pemberian ASI dari ibu
yang telah terinfeksi kepada anaknya sebaiknya dihindari karena telah
diteliti bahwa terdapat virus HIV di dalam ASI sehingga ASI merupakan
media penularan infeksi HIV.11
d. Donor Organ (Transplantasi)
Donor organ yaitu merupakan pemindahan atau transfusi organ tubuh,
seperti hati, ginjal dan lain-lain. Apabila orang menerima transfusi organ
dari orang dengan HIV-AIDS, maka orang yang menerima organ tersebut
akan tertular infeksi HIV.11
e. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain
Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa saliva dapat menularkan
infeksi. Begitupun dengan cairan tubuh lain seperti keringat, air mata dan
urine belum ada bukti bahwa cairan ini merupakan media transmisi HIV-
AIDS. Namun, cairan tubuh tersebut harus tetap diperlakukan sesuai
tindakan pencegahan yaitu melalui universal precaution.11
f. Penularan HIV-AIDS dalam praktek dokter gigi
Petugas kesehatan gigi dapat berisiko terinfeksi HIV-AIDS yaitu
melalui infeksi silang. Infeksi silang dapat didefinisikan sebagai
perpindahan atau transmisi agen infeksi antara pasien dengan tenaga medis
di lingkungan klinik atau sebaliknya. Hal ini merupakan masalah utama
dalam kedokteran gigi, karena dalam berpraktik penyakit infeksi ini dapat
menyebar melalui kontak langsung atau kontak tidak langsung, lalu melalui
inhalasi langsung ataupun tidak langsung, ingesti dan autoinokulasi.15
Dalam memberikan perawatan gigi sering melibatkan perdarahan.
Paparan darah terinfeksi inilah merupakan cara penularan HIV yang dapat
terjadi. Saliva sendiri belum terbukti dapat menularkan HIV namun untuk
bertemunya saliva dengan darah sering terjadi pada waktu memberikan
perawatan gigi.15 Contohnya yaitu saat melakukan tindakan operatif, baik
tindakan pencabutan maupun perawatan periodontal atau tindakan operatif
lainnya. Penularan HIV juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
instrumen kedokteran gigi salah satu contohnya yaitu alat-alat operasi yang
telah terkontaminasi oleh HIV.16
Selain HIV-AIDS terdapat beberapa penyakit menular lainnya yang
dapat menginfeksi petugas kedokteran gigi dalam berpraktik anatar lain
yaitu, VHB, VHC, Virus Herpes, Tuberkulosis, Virus Influenza H1N1,
Streptococci, Staphylococci, dan berbagai bakteri atau virus lainnya yang
menginfeksi atau berkolinisasi dalam rongga mulut pasiennya.6
4. Faktor risiko dari HIV-AIDS
Terdapat beberapa faktor risiko epidemiologi infeksi HIV antara lain:
a. Perilaku yang berisiko tinggi terkena HIV:11
1) Melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko tinggi
terkena HIV tanpa menggunakan alat pelindung atau kondom.17
2) Pada individu yang menggunakan narkotika intravena, terutama apabila
memakai jarum suntik berulang dalam satu kelompok tanpa melakukan
sterilisasi yang memadai terlebih dahulu.
3) Melakukan hubungan seksual yang tidak aman seperti berganti-ganti
pasangan, lalu pada pasangan yang telah terinfeksi HIV/AIDS, ataupun
melalui hubungan kontak seksual per anal.
b. Individu yang mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
c. Pernah menerima transfusi darah yang berulang.
d. Pernah melakukan tindakan perlukaan kulit yang tidak sengaja ataupun
sengaja, seperti membuat tattoo, tindik pada bagian tubuh, atau sirkumsisi
dengan menggunakan alat-alat yang tidak disterilisasi terlebih dahulu.11
5. Manifestasi klinis orang dengan HIV-AIDS
Manifestasi klinis HIV-AIDS merupakan tanda dan gejala dari tubuh
penderita yang diakibatkan oleh intervensi dari infeksi HIV. Manifestasi klinis
HIV-AIDS dibagi menjadi 4 tahap yaitu:11,18
a. Tahap pertama
Tahap pertama merupakan tahap infeksi akut HIV. Pada tahap ini
gejala dan keluhannya tidak spesifik dan susah untuk dikenali karena
merupakan reaksi tubuh akibat melawan virus yang masuk ke tubuh
sehingga gejalanya mirip sekali dengan gejala influenza, seperti demam,
letih, nyeri kepala, otot, telan, dan nyeri sendi. Dari pertama kali virus HIV
masuk ke tubuh penderita sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif
periode ini dinamakan Window periode atau periode jendala yang
berlangsung selama 3-8 minggu atau bahkan hingga 6 bulan.11
b. Tahap kedua
Pada tahap kedua yaitu tahap asimptomatis gejala dan keluhan pada
tahap pertama hilang, jadi di dalam tubuh penderita sudah ada virus HIV
namun tubuh tidak menimbulkan gejala apapun. Di tahap ini penderita
terlihat seperti orang sehat akan tetapi apabila dilakukan pemeriksaan darah
akan menunjukan seropositive. Maka dari itu penderita pada tahap ini
sangatlah berbahaya karena penderita dapat menularkan ke orang lain.
Tahap asimptomatis ini terjadi selama enam minggu sampai beberapa bulan
atau beberapa tahun setelah infeksi.11
c. Tahap ketiga
Tahap ketiga atau tahap simtomatis mempunyai keluhanan dan gejala
yang lebih spesifik dengan tingkat keparahannya sedang hingga berat. Yang
ditandai dengan menurunnya berat badan tetapi tidak melebihi 10% dari
berat badan semula, terjadi stomatitis yang berulang pada rongga mulut,
adanya peradangan pada daerah sudut mulut, dapat ditemukan infeksi
bakteri pada saluran napas bagian atas yang berulang seperti sinusitis
bakterial. Tetapi pada tahap ini penderita masih bisa melakukan aktivitasnya
walaupun terganggu.11
d. Tahap keempat (AIDS)
Tahap keempat yaitu tahap lebih lanjut atau tahap AIDS. Gejala dan
tanda pada tahap ini antara lain yaitu berat badan menurun melebehi 10%
dari berat badan sebelumnya, demam lebih dari satu bulan yang tidak
diketahui penyebabnya, diare lebih dari satu bulan karena crytosporidiosis,
kandidiasis pada rongga mulut, tuberkulosis paru, oral hairy leukoplakia
(OHL), dan dapat terjadi pneumonia bakteri. Pada tahap ini penderita
diserang oleh bermacam-macam infeksi sekunder, seperti penyakit virus,
infeksi virus herpes, sitomegalo, pneumonia pneumokistik kranii,
toksoplasmosis otak, kandidiasis pada esofagus, bronkus, trakea, atau
bahkan pada paru. Tahap ini juga dapat ditemukan malignansi seperti
Sarcoma Kaposi dan keganasan kelenjar getah bening.11
6. Cara Diagnosis
a. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV
dalam darah. Teknik ELISA ini mempunyai sensitifitas yang tinggi yaitu
antara 98,1 %-100%, namun tidak selalu spesifik karena penyakit lain
seperti penyakit autoimun atau penyakit infeksi lain juga dapat
menunjukkan hasil positif sehingga dapat menyebabkan false positif. Maka
dari itu apabila hasilnya adalah postif perlu di konfirmasi lagi dengan
menggunakan teknik Western Blot.11
b. Western Blot
Western Blot merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dan lebih
spesifik karena pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas lebih tinggi yaitu
sebesar 99,6%-100% maka dari itu pemeriksaan ini merupakan uji
konfirmasi dari hasil pemeriksaan dengan metode ELISA. Penderita
dikatakan positif terkena HIV apabila sudah melakukan pemeriksaan
Western Blot. Namun pemeriksaan ini cukup mahal, sulit, dan
membutuhkan waktu kurang lebih 24 jam.11,19
c. PCR Test
Polymerase Chain Reaction atau PCR test merupakan uji yang
memeriksa keberadaan virus HIV secara langsung pada sel-sel, darah,
plama, cairan cervical, cairan cerebral, dan cairan semen. Metode yang
paling sensitive terhadap infeksi HIV yaitu Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction (RT PCR).19
7. Pencegahan infeksi HIV di praktik kedokteran gigi
American Dental Association (ADA) dan Center for Disease Control
(CDC) telah merekomendasikan bahwa seluruh pasien harus dianggap
berpotensi dapat menularkan penyakit infeksi dan merekomendasikan untuk
selalu menerapkan standard precautions pada seluruh pasien yang datang.
Standard precaution ini meliputi pengendalian infeksi saat berpraktik serta
prosedur keselamatan diantaranya yaitu dasar dari tindakan pencegahan infeksi
silang seperti mencuci tangan, memakai alat pelindung diri (APD), manajemen
sampah medis, penanganan dan pembuangan secara tepat benda atau alat medis
yang tajam, serta dekontaminasi dan sterilisasi alat.16,20
a. Cuci tangan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
merupakan tindakan pencegahan penyakit yang utama bagi tenaga medis.
Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair desinfektan,
dikeringkan dengan lap kertas sekali pakai.20
b. Alat pelindung diri (APD)
Dokter gigi dan perawat gigi diwajibkan untuk menggunakan alat
pelinding diri pada setiap pasiennya yaitu terdiri dari masker, sarung tangan,
pelindung kepala, kacamata pelinding, dan pakaian pelindung. Hal ini
dilakukan agar dapat terlindung dari percikan, aerosol, dan benda asing pada
saat melakukan tindakan perawatan gigi khususnya seperti scalling,
menggunakan intsrumen berputar, pemotongan kawat orthodonti, syringe,
pembersihan dan perlengkapan, atau tindakan lain yang invasif.20
c. Manajemen health care waste
Manajemen health care waste merupakan pedoman pemisahan,
penyimpan, dan pembuangan untuk sampah medis yang berisiko tinggi
penularan penyakit infeksi, seperti jarum suntik atau alat-alat tajam lainnya.
Lalu alat atau bahan sekali pakai tidak boleh dipakai berulang dan harus
langsung dibuang setelah sekali pemakaian, contohnya adalah ampul
anestesi lokal sekali pakai dapat mengandung darah atau cairan dari pasien,
ampul ini tidak boleh digunakan lagi untuk pasien selanjutnya. Kategori
sampah medis yang berisiko seperti bahan sekali pakai (aspirator, scalpel,
dan saliva ejector), jaringan tubuh, bahan yang dapat terkontaminasi dengan
cairan tubuh (sarung tangan, tissue, swabs, dan wipes), dan materi yang
telah dipakai pada pasien harus dimasukkan ke kantung kuning
(terkontaminasi cairan tubuh dan berbahaya bagi orang lain) dan sampah
medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi cairan tubuh) dimasukkan
ke kantung hitam.20
d. Dekontaminasi dan Strerilisasi
Tenaga medis juga harus melakukan sterilisasi dan dekontaminasi
yang baik untuk alat-alat, perlengkapan, dan lingkungan untuk
mengeliminasi patogen-patogen. Sterilisasi sangat penting dan harus
dilakukan untuk semua alat atau instrumen yang berkontak langsung
maupun tidak langsung dengan jaringan mulut. Metode sterilisasi yang biasa
digunakan untuk instrumen yaitu autoclave dengan menggunakan
kombinasi suhu dan waktu.20
2) Erythema candidiasis
Erythema candidiasis atau Atropic acute candidiasis memiliki ciri-
ciri yaitu daerah kemerahan, lesinya datar, ukurannya bervariasi, dapat
dikerok, adanya sensasi terbakar, dan apabila mengenai bagian lidah
maka papilla akan menghilang.25
Kandidiasis tipe ini biasanya dapat ditemukan di dorsum lidah,
palatum mole, dan palatum durum, namun dapat juga terjadi pada semua
bagian mulut. Lesi ini biasanya bertahan cukup lama dan menimbulkan
rasa sakit.21
4) Angular cheilitis
Lesi Angular cheilitis muncul pada sudut bibir yaitu berupa
ulserasi, berfisur-fisur, berwarna kemerahan, dan disertai adanya rasa
nyeri. Lesi ini bisa unilateral maupun bilateral. Dapat tumbuh solitaire
maupun dengan jamur jenis lain yaitu seperti Erythema candidiasis atau
Pseudomembranous candidiasis.25
Faktor yang dapat menyebabkan Angular cheilitis antara lain
defisiensi nutrisi, defisiensi imun, infeksi jamur, infeksi bakteri, dan
trauma mekanik. Angular cheilitis pada orang dewasa dengan HIV-AIDS
biasanya terjadi unilateral.21
Gambar 4. Angular cheilitis pada penderita HIV. 28
b. Infeksi Virus
1) Oral hairy leukoplakia
Lesi Oral hairy leukoplakia (OHL) merupakan tanda dari infeksi
HIV-AIDS dan merupakan indikator infeksi HIV stadium lanjut. OHL
memiliki ciri-ciri yaitu tidak bergejala, lesinya berwarna putih dengan
ukuran yang bervariasi dan tidak beraturan, permukaannya tidak rata, dan
lesi ini tidak dapat dihilangkan.29 Lesi ini biasanya timbul di permukaan
dorsal, ventral lidah, namun jarang terjadi pada mukosa bukal. 30 Apabila
dilihat secara histologis terlihat tonjolan seperti rambut hiperkeratotik,
terdapat sedikit infeksi kandida dan radang. 29
OHL ini biasanya muncul saat jumlah sel CD4 turun hingga 500-
200 sel/mm3. Para ahli berpendapat bahwa etiologi oral hairy leukoplakia
berhubungan erat dengan virus Epstein-Barr yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium. Turunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV
menyebabkan virus Epstein-Barr mendapat kesempatan untuk menjadi
fase produktif dan siklus kehidupan yang tidak terkendali. Kemungkinan
besar oral hairy leukoplakia disebabkan oleh autoinokulasi virus
Epstein- Barr melalui saliva dan ada hubungannya dengan imunosupresi
yang biasanya disebabkan oleh infeksi HIV.31
Gambar 5. Oral Hairy Leukoplakia pada penderita AIDS.26
2) Herpes Labialis
Herpes labialis adalah lesi pada bibir yang bersifat sering kambuh,
karena reaktivasi dari herpes simplex virus 1 (HSV 1). Lesi herpes
labialis ini merupakan infeksi herpes rekuren.32 Gejala prodromal yang
dirasakan seperti sensasi terbakar, nyeri ringan, dan gatal-gatal. Pada
umumnya rasa nyeri berlangsung pada 2 hari pertama. Secara klinis, hal
ini ditandai dengan edema dan kemerahan di vermilion border, dan juga
kulit perioral yang berdekatan, kemudian diikuti dengan vesikel kecil,
lalu vesikel ini akan segara pecah dan meninggalakan ulkus kecil yang
ditutupi oleh krusta dan akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 5-
8 hari.32
Pada pasien immunocompromised, lesi ini dapat meluas dan dapat
melibatkan kulit perioral. Prognosisnya baik tetapi untuk pasien
immunocompromised frekuensi kekambuhannya lebih sering.25
Gambar 6. Herpes Labialis.26
3) Virus Varicella Zoster (VZV)
Herpes zoster merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
Varicella zoster dan virus ini dapat terjadi pada mukosa rongga mulut
maupun pada kulit. Pada pasien dengan HIV positif lesi ini lebih sering
kambuh dan prognosisnya lebih buruk daripada pasien biasa, namun
gambaran klinisnya sama. Herpes zoster ini terjadi pada sepanjang jalan
saraf dan mempengaruhi saraf.21
Virus varicella zoster ditandai dengan timbulnya vesikel multipel
terletak pada batang tubuh atau pada wajah tetapi secara unilateral dan
lesi ini biasanya sembuh dengan sendirinya. Vesikel multiple ini
dijumpai pada sepanjang cabang saraf trigeminus, intra oral ataupun
ekstra oral. Ciri-ciri VZVyaitu terasa sakit menyayat dan dapat menetap
sebagai post herpetic neuralgia. Untuk mempercepat penyembuhannya
dan meringankan gejalanya yaitu terapi dengan acyclovir.34