Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV dan AIDS


1. Definisi HIV-AIDS
Human Immunodeficiency Virus atau biasa disingkat dengan HIV
merupakan virus sitoplastik yang diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
subfamily Lentivirinae, genus Lentivirus.10, Virus ini disebut dengan Human
dikarenakan virus ini hanya dapat menginfeksi manusia, lalu immunodeficiency
yaitu virus ini dapat melemahkan atau menurunkan sistem kekebalan tubuh
manusia untuk melawan jangkitan penyakit yang menyerang tubuh (Green
2007). HIV tidak mampu memproduksi dirinya sendiri tetapi menggunakan sel
darah putih manusia, sehingga HIV termasuk kedalam golongan virus. Sel
darah putih manusia berfungsi untuk mencegah infeksi yang diakibatkan oleh
virus, jamur, bakteri dan kanker, namun sel darah putih inilah yang diserang
oleh HIV dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga mudah
terjangkit penyakit.10
HIV menyerang sel darah putih manusia khususnya adalah sel limfosit T
yang pada permukaan selnya terdapat penanda atau marker yaitu sel CD4. Sel
CD4 inilah yang dijadikan tempat untuk berkembang biak yang kemudian akan
dirusak oleh HIV, sehingga sel ini tidak dapat digunakan lagi. Dengan
berkurangnya sel CD4 dalam tubuh maka berkurang juga sel-sel darah putih
atau limfosit T yang sangat dibutuhkan sebagai sistem kekebalan tubuh
manusia. Nilai sel CD4 pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
normal berkisar antara 1400-1500, sedangkan pada orang yang terinfeksi HIV
nilai CD4 nya semakin lama maka akan semakin menurun, bahkan ada yang
sampai nol. Apabila tubuh tidak memiliki kekebalan tubuh maka pada saat
tubuh dijangkit oleh penyakit, tubuh akan menjadi lemah dan tidak bisa
melawan serangan
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi terhadap Pasien HIV-AIDS
Nadia Salsabila Nurina

1
penyakit. Hal ini dapat mengakibatkan kematian walaupun penderita hanya
terkena influenza. Orang yang terkena virus HIV, dibutuhkan waktu yang lama
untuk HIV ini berubah menjadi AIDS.12
Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan singkatan dari AIDS.
Acquired yaitu didapat, jadi bukan penyakit keturunan melainkan dari virus,
Immuno yaitu sistem kekebalan tubuh, Deficiency yaitu kekurangan, dan
Syndrome yaitu kumpulan-kumpulan gejala. Jadi AIDS merupakan kumpulan
gejala-dejala atau sindrom yang terjadi karena menurunnya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat rusaknya sistem imun oleh infeksi HIV.10
2. Epidemiologi HIV-AIDS di Indonesia
HIV-AIDS di Indoensia pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Pada
tahun 2014 penderita HIV-AIDS sudah menyebar di 386 kota atau kabupaten
di seluruh provinsi di Indonesia. Kasus HIV-AIDS yang dilaporkan dari 1987
hingga bulan September 2014, jumlah kasus HIV cenderung terjadi
peningkatan dari tahun ke tahun. Namun hal ini terbalik dengan jumlah kasus
AIDS di Indonesia terlihat bahwa adanya kecenderungan peningkat yang relatif
lambat bahkan sejak tahun 2012 jumlah penderita AIDS mulai menurun. 4
Estimasi dan proyeksi jumlah penderita HIV-AIDS di Indonesia hingga pada
tahun 2015 sebanyak 735.256 kasus dengan jumlah infeksi baru sebanyak
85.523 kasus. Jumlah kasus baru HIV positif di Indonesia yang di laporkan
tahun 2015 yaitu sebanyak 30.935 kasus, sedangkan kasus AIDS yang
dilaporkan sebanyak 6.081 kasus.3
Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2014 pola penularan HIV berdasarkan kelompok umur dalam 5 tahun
terakhir paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 25-49 tahun,
diikuti kelompok 20-24 tahun. Sedangkan pola penularan HIV berdasarkan
jenis kelamin yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki dibandingkan
kelompok perempuan. Demikian pula pola penularan HIV berdsarkan faktor
risiko, yang paling banyak yaitu terjadi pada heteroseksual, lalu selanjutnya
kelompok “lain-lain”, lalu diikuti kelompok pengguna narkotika intravena atau
penasun, dan selanjutnya kelompok Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki
(LSL). 4
Laporan provinsi, jumlah kumulatif kasus infeksi HIV terbanyak di
Indonesia hingga September 2014 yaitu pada Provinsi DKI Jakarta sebanyak
32.782 kasus. 10 besar kasus HIV terbanyak di Indonesia yaitu yang pertama di
Provinsi DKI Jakarta, lalu di ikuti dengan provinsi Jawa Timur, Papua, Jawa
Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kapulauan Riau,
dan terakhir povinsi Sulawasi Selatan. Sedangkan kasus AIDS yang dilaporkan
terbanyak di Indonesia yaitu pada Provinsi Papua, diikuti dengan provinsi Jawa
Timur, DKI Jakarta, Bali, jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Barat, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Barat, dan terakhir adalah Sumatera Utara.4
3. Cara penularan atau transmisi HIV-AIDS
Cara penularan HIV-AIDS dapat terjadi melalui :
a. Kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama penularan infeksi
HIV-AIDS. Virus HIV dapat ditemukan dalam cairan vagina, cairan semen,
dan cairan serviks. Transmisi HIV ini dapat ditularkan dari pasangan
homoseksual maupun pasangan heteroseksual.11,13 Transmisi HIV lebih
mudah melalui hubungan seksual melewati anus karena membran mukosa
rektum yang tipis dan mudah robek. Pada kontak seksual pervaginal,
transmisi HIV-AIDS dari laki-laki ke perempuan lebih besar daripada
perempuan ke laki-laki yaitu diperkirakan sekitar 20 kali.1112
b. Transmisi melalui darah atau produk darah
HIV-AIDS dapat menular melalui darah yaitu terutama pada individu
yang menggunakan narkotika melalui intravena dengan memakai jarum
suntik yang berulang dalam satu kelompok tanpa disterilisasi terlebih dahulu
atau dapat juga terjadi pada orang yang menerima transfusi darah dari orang
yang telah terinfeksi karena tidak melakukan tes HIV terlebih dahulu.
Dilaporkan 90-100% orang yang menerima transfusi darah dari orang yang
terkena HIV-AIDS akan mengalami infeksi HIV. Hal ini terjadi apabila
darah penderita HIV-AIDS masuk tubuh individu yang sehat, maka akan
terjadi penularan infeksi HIV.10 Transfusi darah lengkap (whole blood),
leukosit, sel
darah merah, trombosit, dan plasma darah semua berpotensi menularkan
HIV. Namun risiko terkena infeksi melalui transfusi seharusnya rendah
karena sebelum di transfusi di cek darahnya terlebih dahulu. 13,14
c. Transmisi secara vertikal (perinatal)
Penularan ini dapat terjadi pada saat kehamilan, saat persalinan yaitu
melalui plasenta, atau setelah melahirkan melalui air susu ibu (ASI) dari ibu
yang telah terinfeksi HIV/AIDS kepada janinnya atau anaknya. Angka
penularan HIV pada saat kehamilan sebesar 5-10%, sedangkan pada saat
persalinan dan pemberian ASI sebesar 10-20%. Pemberian ASI dari ibu
yang telah terinfeksi kepada anaknya sebaiknya dihindari karena telah
diteliti bahwa terdapat virus HIV di dalam ASI sehingga ASI merupakan
media penularan infeksi HIV.11
d. Donor Organ (Transplantasi)
Donor organ yaitu merupakan pemindahan atau transfusi organ tubuh,
seperti hati, ginjal dan lain-lain. Apabila orang menerima transfusi organ
dari orang dengan HIV-AIDS, maka orang yang menerima organ tersebut
akan tertular infeksi HIV.11
e. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain
Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa saliva dapat menularkan
infeksi. Begitupun dengan cairan tubuh lain seperti keringat, air mata dan
urine belum ada bukti bahwa cairan ini merupakan media transmisi HIV-
AIDS. Namun, cairan tubuh tersebut harus tetap diperlakukan sesuai
tindakan pencegahan yaitu melalui universal precaution.11
f. Penularan HIV-AIDS dalam praktek dokter gigi
Petugas kesehatan gigi dapat berisiko terinfeksi HIV-AIDS yaitu
melalui infeksi silang. Infeksi silang dapat didefinisikan sebagai
perpindahan atau transmisi agen infeksi antara pasien dengan tenaga medis
di lingkungan klinik atau sebaliknya. Hal ini merupakan masalah utama
dalam kedokteran gigi, karena dalam berpraktik penyakit infeksi ini dapat
menyebar melalui kontak langsung atau kontak tidak langsung, lalu melalui
inhalasi langsung ataupun tidak langsung, ingesti dan autoinokulasi.15
Dalam memberikan perawatan gigi sering melibatkan perdarahan.
Paparan darah terinfeksi inilah merupakan cara penularan HIV yang dapat
terjadi. Saliva sendiri belum terbukti dapat menularkan HIV namun untuk
bertemunya saliva dengan darah sering terjadi pada waktu memberikan
perawatan gigi.15 Contohnya yaitu saat melakukan tindakan operatif, baik
tindakan pencabutan maupun perawatan periodontal atau tindakan operatif
lainnya. Penularan HIV juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
instrumen kedokteran gigi salah satu contohnya yaitu alat-alat operasi yang
telah terkontaminasi oleh HIV.16
Selain HIV-AIDS terdapat beberapa penyakit menular lainnya yang
dapat menginfeksi petugas kedokteran gigi dalam berpraktik anatar lain
yaitu, VHB, VHC, Virus Herpes, Tuberkulosis, Virus Influenza H1N1,
Streptococci, Staphylococci, dan berbagai bakteri atau virus lainnya yang
menginfeksi atau berkolinisasi dalam rongga mulut pasiennya.6
4. Faktor risiko dari HIV-AIDS
Terdapat beberapa faktor risiko epidemiologi infeksi HIV antara lain:
a. Perilaku yang berisiko tinggi terkena HIV:11
1) Melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko tinggi
terkena HIV tanpa menggunakan alat pelindung atau kondom.17
2) Pada individu yang menggunakan narkotika intravena, terutama apabila
memakai jarum suntik berulang dalam satu kelompok tanpa melakukan
sterilisasi yang memadai terlebih dahulu.
3) Melakukan hubungan seksual yang tidak aman seperti berganti-ganti
pasangan, lalu pada pasangan yang telah terinfeksi HIV/AIDS, ataupun
melalui hubungan kontak seksual per anal.
b. Individu yang mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
c. Pernah menerima transfusi darah yang berulang.
d. Pernah melakukan tindakan perlukaan kulit yang tidak sengaja ataupun
sengaja, seperti membuat tattoo, tindik pada bagian tubuh, atau sirkumsisi
dengan menggunakan alat-alat yang tidak disterilisasi terlebih dahulu.11
5. Manifestasi klinis orang dengan HIV-AIDS
Manifestasi klinis HIV-AIDS merupakan tanda dan gejala dari tubuh
penderita yang diakibatkan oleh intervensi dari infeksi HIV. Manifestasi klinis
HIV-AIDS dibagi menjadi 4 tahap yaitu:11,18
a. Tahap pertama
Tahap pertama merupakan tahap infeksi akut HIV. Pada tahap ini
gejala dan keluhannya tidak spesifik dan susah untuk dikenali karena
merupakan reaksi tubuh akibat melawan virus yang masuk ke tubuh
sehingga gejalanya mirip sekali dengan gejala influenza, seperti demam,
letih, nyeri kepala, otot, telan, dan nyeri sendi. Dari pertama kali virus HIV
masuk ke tubuh penderita sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif
periode ini dinamakan Window periode atau periode jendala yang
berlangsung selama 3-8 minggu atau bahkan hingga 6 bulan.11
b. Tahap kedua
Pada tahap kedua yaitu tahap asimptomatis gejala dan keluhan pada
tahap pertama hilang, jadi di dalam tubuh penderita sudah ada virus HIV
namun tubuh tidak menimbulkan gejala apapun. Di tahap ini penderita
terlihat seperti orang sehat akan tetapi apabila dilakukan pemeriksaan darah
akan menunjukan seropositive. Maka dari itu penderita pada tahap ini
sangatlah berbahaya karena penderita dapat menularkan ke orang lain.
Tahap asimptomatis ini terjadi selama enam minggu sampai beberapa bulan
atau beberapa tahun setelah infeksi.11
c. Tahap ketiga
Tahap ketiga atau tahap simtomatis mempunyai keluhanan dan gejala
yang lebih spesifik dengan tingkat keparahannya sedang hingga berat. Yang
ditandai dengan menurunnya berat badan tetapi tidak melebihi 10% dari
berat badan semula, terjadi stomatitis yang berulang pada rongga mulut,
adanya peradangan pada daerah sudut mulut, dapat ditemukan infeksi
bakteri pada saluran napas bagian atas yang berulang seperti sinusitis
bakterial. Tetapi pada tahap ini penderita masih bisa melakukan aktivitasnya
walaupun terganggu.11
d. Tahap keempat (AIDS)
Tahap keempat yaitu tahap lebih lanjut atau tahap AIDS. Gejala dan
tanda pada tahap ini antara lain yaitu berat badan menurun melebehi 10%
dari berat badan sebelumnya, demam lebih dari satu bulan yang tidak
diketahui penyebabnya, diare lebih dari satu bulan karena crytosporidiosis,
kandidiasis pada rongga mulut, tuberkulosis paru, oral hairy leukoplakia
(OHL), dan dapat terjadi pneumonia bakteri. Pada tahap ini penderita
diserang oleh bermacam-macam infeksi sekunder, seperti penyakit virus,
infeksi virus herpes, sitomegalo, pneumonia pneumokistik kranii,
toksoplasmosis otak, kandidiasis pada esofagus, bronkus, trakea, atau
bahkan pada paru. Tahap ini juga dapat ditemukan malignansi seperti
Sarcoma Kaposi dan keganasan kelenjar getah bening.11
6. Cara Diagnosis
a. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV
dalam darah. Teknik ELISA ini mempunyai sensitifitas yang tinggi yaitu
antara 98,1 %-100%, namun tidak selalu spesifik karena penyakit lain
seperti penyakit autoimun atau penyakit infeksi lain juga dapat
menunjukkan hasil positif sehingga dapat menyebabkan false positif. Maka
dari itu apabila hasilnya adalah postif perlu di konfirmasi lagi dengan
menggunakan teknik Western Blot.11
b. Western Blot
Western Blot merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dan lebih
spesifik karena pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas lebih tinggi yaitu
sebesar 99,6%-100% maka dari itu pemeriksaan ini merupakan uji
konfirmasi dari hasil pemeriksaan dengan metode ELISA. Penderita
dikatakan positif terkena HIV apabila sudah melakukan pemeriksaan
Western Blot. Namun pemeriksaan ini cukup mahal, sulit, dan
membutuhkan waktu kurang lebih 24 jam.11,19
c. PCR Test
Polymerase Chain Reaction atau PCR test merupakan uji yang
memeriksa keberadaan virus HIV secara langsung pada sel-sel, darah,
plama, cairan cervical, cairan cerebral, dan cairan semen. Metode yang
paling sensitive terhadap infeksi HIV yaitu Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction (RT PCR).19
7. Pencegahan infeksi HIV di praktik kedokteran gigi
American Dental Association (ADA) dan Center for Disease Control
(CDC) telah merekomendasikan bahwa seluruh pasien harus dianggap
berpotensi dapat menularkan penyakit infeksi dan merekomendasikan untuk
selalu menerapkan standard precautions pada seluruh pasien yang datang.
Standard precaution ini meliputi pengendalian infeksi saat berpraktik serta
prosedur keselamatan diantaranya yaitu dasar dari tindakan pencegahan infeksi
silang seperti mencuci tangan, memakai alat pelindung diri (APD), manajemen
sampah medis, penanganan dan pembuangan secara tepat benda atau alat medis
yang tajam, serta dekontaminasi dan sterilisasi alat.16,20
a. Cuci tangan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
merupakan tindakan pencegahan penyakit yang utama bagi tenaga medis.
Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair desinfektan,
dikeringkan dengan lap kertas sekali pakai.20
b. Alat pelindung diri (APD)
Dokter gigi dan perawat gigi diwajibkan untuk menggunakan alat
pelinding diri pada setiap pasiennya yaitu terdiri dari masker, sarung tangan,
pelindung kepala, kacamata pelinding, dan pakaian pelindung. Hal ini
dilakukan agar dapat terlindung dari percikan, aerosol, dan benda asing pada
saat melakukan tindakan perawatan gigi khususnya seperti scalling,
menggunakan intsrumen berputar, pemotongan kawat orthodonti, syringe,
pembersihan dan perlengkapan, atau tindakan lain yang invasif.20
c. Manajemen health care waste
Manajemen health care waste merupakan pedoman pemisahan,
penyimpan, dan pembuangan untuk sampah medis yang berisiko tinggi
penularan penyakit infeksi, seperti jarum suntik atau alat-alat tajam lainnya.
Lalu alat atau bahan sekali pakai tidak boleh dipakai berulang dan harus
langsung dibuang setelah sekali pemakaian, contohnya adalah ampul
anestesi lokal sekali pakai dapat mengandung darah atau cairan dari pasien,
ampul ini tidak boleh digunakan lagi untuk pasien selanjutnya. Kategori
sampah medis yang berisiko seperti bahan sekali pakai (aspirator, scalpel,
dan saliva ejector), jaringan tubuh, bahan yang dapat terkontaminasi dengan
cairan tubuh (sarung tangan, tissue, swabs, dan wipes), dan materi yang
telah dipakai pada pasien harus dimasukkan ke kantung kuning
(terkontaminasi cairan tubuh dan berbahaya bagi orang lain) dan sampah
medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi cairan tubuh) dimasukkan
ke kantung hitam.20
d. Dekontaminasi dan Strerilisasi
Tenaga medis juga harus melakukan sterilisasi dan dekontaminasi
yang baik untuk alat-alat, perlengkapan, dan lingkungan untuk
mengeliminasi patogen-patogen. Sterilisasi sangat penting dan harus
dilakukan untuk semua alat atau instrumen yang berkontak langsung
maupun tidak langsung dengan jaringan mulut. Metode sterilisasi yang biasa
digunakan untuk instrumen yaitu autoclave dengan menggunakan
kombinasi suhu dan waktu.20

B. Manifestasi HIV-AIDS dalam Mulut


1. Definisi
Peranan dokter gigi sangatlah penting dalam membantu mendeteksi HIV-
AIDS, karena pada umumnya orang dengan HIV-AIDS mempunyai
manifestasi klinis dalam rongga mulut yang dapat dijadikan sebagai kriteria
diagnostik yang tepat untu mendeteksi infeksi HIV-AIDS, sama halnya pada
penyakit sistemik lainnya. Lesi-lesi ini juga dapat menunjukkan keparahan dari
infeksi HIV- AIDS.21
Lesi-lesi yang sering di temukan pada penderita HIV-AIDS antara lain
adalah Candidiasis oral, Herpes Varicella Zoster, Sarcoma Kaposi’s, Oral
Hairy Leukoplakia, Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG), dan Necrotizing
ulcerative periodontitis (NUP). 21
2. Macam-macam lesi
a. Infeksi jamur (Kandidiasis)
Lesi HIV-AIDS yang paling umum dalam rongga mulut yaitu
kandidiasis yang merupakan infeksi oportunistik. Lesi ini sering sekali
menjadi gejala awal dari infeksi HIV, yang diakibatkan oleh pertumbuhan
kandida yang pada dasarnya merupakan flora normal di rongga mulut
manusia. Jenis kandida yang paling sering ditemukan adalah Candida
albicans. Seiring dengan terus terjadinya infeksi oportunistik maka jumlah
candida albicans dan candida non-albicans akan bertambah, terutama yaitu
pada orang dengan HIV-AIDS.22 Pada penelitian yang telah dilakukan,
kasus kandidiasis dalam rongga mulut terjadi 17-43% pada orang dengan
infeksi HIV sedangkan pada orang dengan AIDS sebesar 90% atau bahkan
lebih.23 Terdapat beberapa macam kandidiasis dalam rongga mulut antara
lain:
1) Pseudomembranous candidiasis
Kandidiasis ini memiliki ciri-ciri yaitu terdapat bercak berwarna
putih kekuningan seperti krim dengan konsistensi lunak pada daerah
mukosa. Apabila tidak diberi perawatan, maka koloni akan bersatu dan
membentuk lesi yang lebih luas dan tidak beraturan. Apabila lesi putih ini
diseset atau diangkat, akan meninggalkan erosi perdarahan yang kecil.
Kandidiasis tipe ini biasa terjadi pada lidah dan mukosa bukal,
tetapi dapat juga terjadi di dasar mulut, gingiva, dan palatum.
Kandidiasis ini dapat mengenai seluruh daerah mulut pada kasus yang
berat.24
Gambar 1. Pseudomembranous Candidiasis pada penderita AIDS.26

2) Erythema candidiasis
Erythema candidiasis atau Atropic acute candidiasis memiliki ciri-
ciri yaitu daerah kemerahan, lesinya datar, ukurannya bervariasi, dapat
dikerok, adanya sensasi terbakar, dan apabila mengenai bagian lidah
maka papilla akan menghilang.25
Kandidiasis tipe ini biasanya dapat ditemukan di dorsum lidah,
palatum mole, dan palatum durum, namun dapat juga terjadi pada semua
bagian mulut. Lesi ini biasanya bertahan cukup lama dan menimbulkan
rasa sakit.21

Gambar 2. Erythema Candidiasis.26


3) Hyperplastic candidasis
Gambaran klinis Hyperplastic candidiasis yaitu plak berwarna
putih sedikit kekuningan melekat pada mukosa, lesi ini tidak mudah
diangkat, dan konsistensinya agak keras. Apabila lesi ini diangkat maka
meninggalkan permukaan ulser yang erytematous. Umumnya kandidiasis
ini terjadi pada mukosa bukal dan dorsum lidah dengan adanya sensasi
mulut terbakar.27

Gambar 3. Hyperplastic candidiasis.26

4) Angular cheilitis
Lesi Angular cheilitis muncul pada sudut bibir yaitu berupa
ulserasi, berfisur-fisur, berwarna kemerahan, dan disertai adanya rasa
nyeri. Lesi ini bisa unilateral maupun bilateral. Dapat tumbuh solitaire
maupun dengan jamur jenis lain yaitu seperti Erythema candidiasis atau
Pseudomembranous candidiasis.25
Faktor yang dapat menyebabkan Angular cheilitis antara lain
defisiensi nutrisi, defisiensi imun, infeksi jamur, infeksi bakteri, dan
trauma mekanik. Angular cheilitis pada orang dewasa dengan HIV-AIDS
biasanya terjadi unilateral.21
Gambar 4. Angular cheilitis pada penderita HIV. 28

b. Infeksi Virus
1) Oral hairy leukoplakia
Lesi Oral hairy leukoplakia (OHL) merupakan tanda dari infeksi
HIV-AIDS dan merupakan indikator infeksi HIV stadium lanjut. OHL
memiliki ciri-ciri yaitu tidak bergejala, lesinya berwarna putih dengan
ukuran yang bervariasi dan tidak beraturan, permukaannya tidak rata, dan
lesi ini tidak dapat dihilangkan.29 Lesi ini biasanya timbul di permukaan
dorsal, ventral lidah, namun jarang terjadi pada mukosa bukal. 30 Apabila
dilihat secara histologis terlihat tonjolan seperti rambut hiperkeratotik,
terdapat sedikit infeksi kandida dan radang. 29
OHL ini biasanya muncul saat jumlah sel CD4 turun hingga 500-
200 sel/mm3. Para ahli berpendapat bahwa etiologi oral hairy leukoplakia
berhubungan erat dengan virus Epstein-Barr yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium. Turunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV
menyebabkan virus Epstein-Barr mendapat kesempatan untuk menjadi
fase produktif dan siklus kehidupan yang tidak terkendali. Kemungkinan
besar oral hairy leukoplakia disebabkan oleh autoinokulasi virus
Epstein- Barr melalui saliva dan ada hubungannya dengan imunosupresi
yang biasanya disebabkan oleh infeksi HIV.31
Gambar 5. Oral Hairy Leukoplakia pada penderita AIDS.26

2) Herpes Labialis
Herpes labialis adalah lesi pada bibir yang bersifat sering kambuh,
karena reaktivasi dari herpes simplex virus 1 (HSV 1). Lesi herpes
labialis ini merupakan infeksi herpes rekuren.32 Gejala prodromal yang
dirasakan seperti sensasi terbakar, nyeri ringan, dan gatal-gatal. Pada
umumnya rasa nyeri berlangsung pada 2 hari pertama. Secara klinis, hal
ini ditandai dengan edema dan kemerahan di vermilion border, dan juga
kulit perioral yang berdekatan, kemudian diikuti dengan vesikel kecil,
lalu vesikel ini akan segara pecah dan meninggalakan ulkus kecil yang
ditutupi oleh krusta dan akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 5-
8 hari.32
Pada pasien immunocompromised, lesi ini dapat meluas dan dapat
melibatkan kulit perioral. Prognosisnya baik tetapi untuk pasien
immunocompromised frekuensi kekambuhannya lebih sering.25
Gambar 6. Herpes Labialis.26
3) Virus Varicella Zoster (VZV)
Herpes zoster merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
Varicella zoster dan virus ini dapat terjadi pada mukosa rongga mulut
maupun pada kulit. Pada pasien dengan HIV positif lesi ini lebih sering
kambuh dan prognosisnya lebih buruk daripada pasien biasa, namun
gambaran klinisnya sama. Herpes zoster ini terjadi pada sepanjang jalan
saraf dan mempengaruhi saraf.21
Virus varicella zoster ditandai dengan timbulnya vesikel multipel
terletak pada batang tubuh atau pada wajah tetapi secara unilateral dan
lesi ini biasanya sembuh dengan sendirinya. Vesikel multiple ini
dijumpai pada sepanjang cabang saraf trigeminus, intra oral ataupun
ekstra oral. Ciri-ciri VZVyaitu terasa sakit menyayat dan dapat menetap
sebagai post herpetic neuralgia. Untuk mempercepat penyembuhannya
dan meringankan gejalanya yaitu terapi dengan acyclovir.34

Gambar 7. Herpes Zoster.26

c. Infeksi Bakteri (Penyakit Periodontal)


1) Gingivitis
Tanda-tanda gejala klinis dari gingivitis, yaitu terjadi pembesaran
diantara interdental papil dan margin gingiva. Penyebab dari gingivitis
salah satunya adalah turunnya sistem imun pada penderita HIV sehingga
bakteri mudah menginfeksi mukosa rongga mulut. Gingivitis ini biasanya
didahului dengan gingiva meradang difus dan akut, berwarna merah,
membengkak, dan mudah berdarah. Tanda utama adanya gingivitis yaitu
perdarahan ketika probing dan gosok gigi. Rasa nyeri tidak selalu muncul
pada gingivitis.35
2) Necrotizing Ulcerative gingivitis (NUG)
Necrotizing Ulcerative gingivitis memiliki ciri-ciri yaitu adanya
destruksi pada satu atau lebih papila interdental dan hanya terbatas pada
margin gingiva, lalu disertai adanya nekrosis, ulserasi dan rasa sakit.
Pada NUG tahap akut atau Acute necrotizing ulcerative gingivitis, ciri-
cirinya yaitu gingiva tampak berwarna merah mengkilap dan terjadi
bengkak, lalu disertai jaringan nekrotik berwarna abu kekuningan serta
mudah berdarah khususnya pada saat pasien menyikat giginya. Gejala
NUG lainnya yaitu ada rasa sakit dan terjadi halitosis.24,34

Gambar 8. Necrotizing Ulcerative Gingivitis.34

3) Necrotizing Ulcerative periodontitis (NUP)


Necrotizing Ulcerative gingivitis (NUG) dan Necrotizing ulcerative
periodontitis (NUP) memiliki gambaran klinis yang serupa, namun
terdapat perbedaan yaitu pada kecepatan kerusakan jaringan lunak dan
jaringan keras Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) dapat
berkembang secara cepat dan lebih luas. NUP dapat dijadikan sebagai
penanda penurunan sitem kekebalan tubuh yang sudah parah. Lesi ini
ditandai dengan adanya rasa nyeri yang hebat, perdarahan, halitosis,
kegoyangan pada gigi, ulserasi papila gingiva, hingga kehilangan tulang
dan jaringan lunak.35,36

Gambar 9. Necrotizing Ulcerative Periodontitis.26

4) Linear Gingival Erythema (LGE)


Linear gingival erythema atau red band gingivitis memilki
gambaran klinis yaitu terdapat garis merah sebesar 2-3 mm pada
sepanjang marginal gingiva. Sering terjadi pada gigi anterior tetapi pada
umumnya meluas hingga ke gigi posterior. Perawatannya dapat
dilakukan dengan scaling, root planning, dan meningkatkan oral
hygine.36
d. Lesi Neoplastik
1) Sarkoma Kaposi
Keganasan paling umum yang ditemukan pada orang dengan HIV-
AIDS adalah Sarkoma Kaposi. Lesi ini berhubungan dengan individu
dengan jumlah sel CD4 yang rendah. Lesi ini terbagi menjadi 3 tahap
yaitu pada awalnya keganasan berupa makula berwarna merah tanpa
gejala, yang kemudian akan membesar menjadi plak berwarna merah
kebiruan, selanjutnya tampak sebagai lesi nodula berwarna biru
keunguan, berlobus- lobus, berulserasi, dan menyebabkan sakit.37
Tempat predileksi lesi ini biasanya pada daerah gingiva dan
palatum. Apabila melibatkan gingiva dapat terjadi mobilitas pada gigi.
Untuk menentukan diagnosis perlu dilakukan biopsi.35 Lesi ini biasanya
muncul pada stadium IV maka prognosisnya adalah buruk.33
Perawatannya adalah paliatif dengan memakai radiasi dan kemoterapi.37

Gambar 10. Kaposi Sarcoma.26

2) Non Hodgkins Lymphoma


Non Hodgkins Lymphoma merupakan lesi neoplastik dengan
gambaran klinisnya yaitu massa ungu yang difus dan lesi ini cepat
berproliferasi dari daerah palatum retromolar.34
3) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa yang paling sering dijumpai yaitu lesi
berulserasi berwarna putih kemerahan. Lesi ini dapat terjadi pada bibir
bawah, dasar mulut, bagian ventral dan lateral lidah, area retromolar,
tonsil dan lateral palatum lunak, tetapi bagian yang paling mudah terkena
adalah lidah, yaitu lidah bagian lateral dan ventral.34
Gambar 11. Karsinoma sel skuamosa.26

e. Lesi oral lain yang berhubungan dengan penyakit HIV-AIDS


Recurrent Apthous stomatitis (RAS)
Recurrent Apthous stomatitis memiliki gambaran klinis yaitu lesi
berupa stomatitis minor, mayor atau herpetiform dengan adanya rasa sakit
pada mukosa tidak berkeratin, contohnya yaitu mukosa bukal dan labial,
palatum lunak, dan pada ventral lidah. Stomattitis Aftosa minor yaitu ulkus
dengan ukuran > 5 mm yang dilapisi oleh pseudomembran dan terdapat
halo eritematous disekelilingnya. Lesi ini biasanya sembuh dengan
sendirinya tanpa adanya jaringan parut. Stomatitis aftosa mayor mirip
dengan stomatitis aftosa minor, namun ukuran lesinya lebih besar yaitu
diameternya hingga 1- 3 cm dan jumlahnya lebih sedikit, lesi ini lebih sakit
serta peyembuhannya lebih lama kurang lebih 2-6 minggu. Lesi ini dapat
mengganggu menelan, pengunyahan, dan berbicara. Stomatitis aftosa
herpetiform yaitu lesinya berukuran kecil 1-2 mm yang tersebar di palatum
lunak, lidah, tonsil, dan pada mukosa bukal. Pada lesi RAS yang parah
biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4 kurang dari 100 sel / uL 36
Gambar 12. Stomatitis Aphtosa Minor.26

Pengetahuan dan Sikap


1. Pengetahuan
Hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris yang oleh panca indra
terhadap suatu objek merupakan definisi pengetahuan menurut Notoadmojo.
Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh melalui indera pengelihatan
(mata) dan pendengaran (telinga).38 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengetahuan adalah segala suatu yang diketahui atau kepandaian.39
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Aspek positif dan
negatif ini yang akan menentukan sikap dari seseorang, semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu.38
Dokter gigi mempunyai peranan penting yaitu dapat membantu dalam
mendeteksi infeksi HIV-AIDS, karena manifestasi klinis dalam rongga mulut
pada orang dengan HIV sering hadir pada tahap awal dan dapat digunakan
sebagai kriteria diagnostik yang tepat, sehingga dokter gigi dapat menjadi
orang pertama yang dapat mengidentifikasi lesi infeksi HIV. Berkaitan dengan
hal tersebut, dokter gigi diharapkan mempunyai pengetahuan yang cukup
terkait HIV-AIDS.7
Dari penelitian yang telah dilakukan di Inggris menunjukkan banyak
dokter gigi yang enggan dalam memberikan perawatan gigi kepada orang
dengan HIV-AIDS (ODHA), karena transmisi infeksi HIV dari pasien ke
dokter gigi dapat terjadi sewaktu melakukan perawatan. Hal ini dapat dikaitkan
dengan tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai HIV-AIDS. Dokter gigi
dengan pengetahuan yang tinggi, tidak ragu dan mempunyai keinginan untuk
merawat ODHA. Pengetahuan dalam hal ini yaitu pengetahuan dokter gigi
terhadap ODHA seperti pengetahuan tentang diagnosis, cara penularan, media
penularan, menifestasi klinis dalam rongga mulut, dan tatalaksananya terhadap
pasien dengan HIV-AIDS. Pengetahuan yang dimiliki tersebut akan
mendukung respon atau tindakan dokter gigi terhadap pasien dengan HIV-
AIDS dalam berpraktik. Pengetahuan yang baik mengenai HIV-AIDS juga
dapat menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pencegahan yang benar
agar tidak tertular oleh HIV- AIDS.9,39
Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan di dalam domain
kognitif, mencakup 6 tindakan yaitu :38
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan dalam mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini yaitu mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau objek yang
telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui lalu dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham tentang suatu
harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan terhadap
objek yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai orang yang telah memahami objek yang
dimaksud lalu dapat mengaplikasikan atau menggunakan prinsip yang telah
diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain.
d. Analisis (analisys)
Analisis dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menjabarkan materi atau objek, lalu mencari hubungan antara komponen-
komponen yang ada dalam suatu masalah atau objek yang telah diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis yaitu menunjukkan suatu kemampuan untuk menyusun atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk
menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan
penilaian atau justifikasi terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. 38
2. Sikap
Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang tertutup dari seseorang
terhadap suatu objek atau stimulus. Manifestasi dari sikap tidak bisa dilihat
secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup.
Sikap merupakan kesiapan untuk reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.38
Dalam menjalankan profesinya dokter gigi harus mempunyai sikap yang
baik yaitu memberikan perawatan dengan baik kepada semua pasien tanpa
diskriminasi. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
perawatan kepada semua pasien, termasuk pasien dengan HIV-AIDS.21 Seiring
dengan waktu, dokter gigi juga harus tetap up to date terhadap pengetahuan-
pengetahuan terbaru, mengevaluasi kontrol infeksi di tempat praktik, dan selalu
menerapkan standard precaution untuk setiap pasien, hal ini dilakukan untuk
mengurangi terjadinya infeksi silang dalam praktik kedokteran gigi.6
Dalam menangani pasien, dokter gigi diharapkan mempu memberikan
komunikasi, intruksi, dan edukasi (KIE) dengan baik. Komunikasi dalam hal
ini yaitu memberi tahu mengenai penyakit yang dialami oleh pasien dengan
jelas
serta memotivasi atau memberi dukungan kepada pasien. Instruksi berarti
memberi perintah atau arahan kepada pasien yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan penyembuhan penyakit tersebut,
seperti menghimbau agar pasien selalu manjaga kebersihan mulutnya dan
mengonsumsi obat sesuai arahan dokter gigi. Edukasi merupakan penjelasan
mengenai penyakitnya seperti proses perjalanan penyakitnya, faktor penyebab
penyakit, cara pencegahan, dan bahaya dari penyakitnya.
Tingkatan-tingkatan sikap, yaitu:38
a. Menerima (receiving)
Menerima dapat diartikan dengan orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Merepon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap objek antara lain:38
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
b. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh
terhadap sikap konsumennya.
c. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaa tidaklah mengherankan jika
pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.38

Anda mungkin juga menyukai