Anda di halaman 1dari 16

7/14/2019 isi makalah adaptasi.

docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel adalah unit fungsional terkecil suatu organisme. Sel-sel yang memiliki asal
embrionik atau fungsi yang sama akan membentuk suatu organisasi yang memiliki
fungsional lebih besar yaitu jaringan. Jaringan ini kemudian akan bergabung untuk 
membentuk struktur tubuh dan organ-organ. Meskipun sel-sel di setiap jaringan dan
organ memiliki variasi struktur dan fungsi yang berbeda, ada beberapa karakteristik 
umum yang dimiliki semua sel. Sel memiliki kemampuan untuk mendapatkan energi dari
nutrien organik di sekitarnya, mensintesis berbagai kompleks molekul, dan bereplikasi
(Mattson, 2006).

Salah satu kemampuan sel adalah beradaptasi dengan lingkungannya.


Kemampuan sel untuk beradaptasi sangat penting karena setiap hari, bahkan hampir 
setiap detik, sel-sel tubuh terpapar oleh berbagai kondisi. Adaptasi juga dibutuhkan oleh
sel untuk menghadapi suatu kondisi fisiologis tubuh itu sendiri, contohnya perbesaran

ukuran uterus saat wanita hamil. Terkadang gangguan proses adaptasi ini bisa menjadi
awalan dari suatu mekanisme awal terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu sangat
 penting untuk mempelajari adaptasi sel agar pembelajaran mengenai mekanisme
terjadinya suatu penyakit dapat lebih mudah dipahami (Mattson, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

1.  Bagaimana mekanisme atrofi?

2.  Bagaimana mekanisme hipertrofi?


3.  Bagaimana mekanisme hiperplasia?
4.  Bagaimana mekanisme metaplasia?

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 1/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

1.3 Tujuan

1.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme atrofi


2.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hipertrofi
3.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hiperplasia
4.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme metaplasia

1.4 Manfaat

1.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme atrofi


2.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme hipertrofi
3.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme hiperplasia
4.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme metaplasia

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 2/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Adaptasi Sel

Sel beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal, seperti total


organisme beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan eksternal. Sel dapat
 beradaptasi dengan melakukan perubahan ukuran, jumlah, dan jenis. Perubahan ini, yang
terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi, dapat menyebabkan atrofi, hipertrofi,
hiperplasia, metaplasia, dan displasia (Mattson, 2006).

Gambar 2.1 Jenis-jenis adaptasi sel (Mattson, 2006)

Dalam kondisi normal, sel harus secara konstan beradaptasi terhadap perubahan
lingkungannya. Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respon sel terhadap perangsangaan

normal oleh hormon atau mediator kimiawi endogen (misalnya, pembesaran payudara
dan induksi laktasi oleh kehamilan). Adaptasi patologik sering berbagi mekanisme dasar 
yang sama tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingkungannya, dan idealnya
melepaskan diri dari cedera. Jadi, jadi adaptasi selular merupakan keadaan yang berada di
antara kondisi normal, sel yang tidak stres dan sel cedera yang stres berlebihan (Robbins,
2007).

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 3/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme. Beberapa respons


adaptif melibatkan up regulation atau down regulation reseptor selular spesifik; misalnya
reseptor permukaan sel yang terlibat pada pengambilan LDL (low denisty lipoproein)

normalnya dow-regulated  saat sel kelebihan kolesterol. Respon adaptif lainnya


 berhubungan dengan induksi sintesis protein baru oleh  sel target . Protein ini, misalnya
 protein syok panas, dapat melindungi sel dari bentuk cedera tertentu. Masih adaptasi lain,
melibatkan pertukaran dari menghasilkan satu jenis protein menjadi yang lain, atau
 produksi berlebih protein yang tertentu; contoh kasus adalah pada sel yang menyintesis
 berbagai kolagen dan matriks protein ekstrasel pada inflamasi kronik dan fibrosis. Jadi,
respon adaptif selular dapat terjadi di setiap tahap, termasuk ikatan reseptor; tranduksi
sinyal; atau transkripsi, translasi atau ekspor, protein (Robbins, 2007).

2.2 Macam-macam Adaptasi Sel

2.2.1 Atrofi

Pengerutan ukuran sel dengnn hilangnya substansi sel disebut atrofi. Apabila
mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ berkurang
massanya, menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya,

sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoptotik)
 bisa juga diinduksi oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat
menyebabkan hilangnya sel pada "atrofi" seluruh organ (Robbins, 2007).

Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi


anggota gerak yang memungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan,
 berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,
dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya
rangsangan hormon pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan
selular yang mendasar bersifat identik. Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel
menjadi berukuran lebih kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup; suatu
keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi,
ataustimulasi trofik (Robbins, 2007).

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 4/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

Gambar 2.2.1 (Robbins, 2007)

(A)  Atrofi otak manusia berusia 82 tahun. Meningens telah tampak 


 bergaris-garis.
(B)  Otak normal manusia berusia 25 tahun,sebagai pembanding

2.2.2 Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi


adalah suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu
sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan
sebagian sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma,
vesikel intrasel dan protein kontraktil. Kondisi ini membuat sintesis protein meningkat
(Crowin, 2009).

Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap
 peningkatan beban kerja dengan cara meningkatkan jumlah mereka (Hiperplasia) melalui
mitosis. Contoh sel yang tidak dapat mengalami mitosis, tetapi mengalami hipertrofi

adalah sel otot rangka dan sel otot jantung. Otot polos dapat mengalami hipertrofi
maupun hiperplasia (Crowin, 2009).

Terdapat tiga jenis utama hipertrofi (Crowin, 2009):

1.  Hipertrofi fisiologis


Terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat
(peningkatan masa/ukuran otot setelah berolahraga).

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 5/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

2.  Hipertrofi patologis


Terjadi sebagai respon suatu keadaan sakit, misalnya hipertrofi ventrikel kiri sebagai
respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban kerja jantung.

3.  Hipertrofi kompensasi


Terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati.
Contoh, hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel di ginjal yang masih ada
mengalami hipertrofi sehingga peningkatan ukuran ginjal secara bermakna.

Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat, atau stimulus yang
diterimanya meningkat, maka untuk mencapai keseimbangan dalam merespon hal
tersebut, sel akan mengalami hipertropi (McKenna, 1994). Sebaliknya bila stimulus
 berkurang atau terjadi penurunan aktivitas sel, maka sel tersebut akan mengalami atropi
(Robbins, 2007).

Gambar 2.2.2 Hipertrofi fisiologik uterus saat kehamilan (Robbins, 2007)

(A) Gambaran makroskopis uterus normal (kanan) dan uterus hamil (kiri) yang telah diangkat akibat

 perdarahan pasca partus. (B) Sel otot polos uterus normal berbentuk kumparan kecil. Bandingkan dengan sel

otot polos yang mengalami hipertrofi dari uterus hamil (C Pembesaran yang sama)

2.2.3 Hiperplasia

Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.


Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam jaringan
sehingga keduanya berperan terhadap penambahan ukuran organ secara menyeluruh
(misal, uterus yang hamil/uterus gravid). Namun demikian, pada kondisi tertentu, bahkan

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 6/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

sel secara potensial sedang membelah, seperti sel epitel ginjal, mengalami hipertrofi
tetapi tidak hiperplasia. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik (Robbins, 2007)

Hiperplasia fisiologik dibagi menjadi (Robbins, 2007):

1.  Hiperplasia hormonal, ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar payudara


 perempuan saat masa pubertas dan selama kehamilan; dan
2.  Hiperplasia kompensatoris, yaitu hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan
dibuang atau sakit. Misalnya, saat hati (hepar) direseksi sebagian, aktivitas mitotik 
 pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya, tetapi akhirnya
terjadi perbaikan hati ke berat normal. Rangsang untuk hiperplasia pada kondisi ini
adalah faktor pertumbuhan polipeptida, yang dihasilkan oleh sisa-sisa hepatosit (sel

hepar) serta sel non parenkimal yang ditemukan dihati. Setelah perbaikan massa hati,
 proliferasi sel “dihentikan” oleh berbagai inhibitor pertumbuhan.

Hiperplasia juga merupakan respons kritis sel jaringan ikat pada penyembuhan
luka; pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor pertumbuhan dan pembuluh
darah berproliferasi untuk mempermudah perbaikan (Robbins, 2007). Sebagian besar 
 bentuk hiperplasia patologi adalah contoh stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal
yang berlebih. Misalnya, setelah periode menstruasi normal, terjadi ledakan aktivitas

endometrium proliferatif yang secara esensial merupakan hiperplasia fisiologik.


Proliferasi ini secara normal sangat diatur oleh rangsangan melalui hormon hipofisis dan
estrogen ovarium dan oleh inhibisi melalui progesteron. Namun demikian, jika terjadi
gangguan keseimbangan antara estrogen dan progesteron, terjadi hiperplasia endometrial,
 penyebab lazim perdarahan menstruasi abnormal. Peningkatan sensitivitas terhadap kadar 
normal faktor pertumbuhan juga dapat mendasari terjadinya hiperplasia patologik. Jadi,
kutil yang sering terjadi dikulit disebabkan oleh peningkatan ekspresi berbagai faktor 
transkripsi oleh papillomavirus penginfeksi; setiap stimulasi tropik minor pada sel oleh

faktor pertumbuhan, menghasilkan aktifitas mitotik. Penting dicatat bahwa pada kedua
situasi tersebut, proses hiperplastik tetap dikontrol; jika rangsangan faktor hormonal atau
faktor pertumbuhan hilang, hiperplasia menghilang. Hal tersebut yang membedakannya
dengan kanker; sel akan terus tumbuh walaupun tidak ada rangsangan faktor hormonal.
 Namun, hiperplasia patologik merupakan tanah yang subur, yang akhirnya dapat muncul
 proliferasi kanker. Oleh karena itu, pasien dengan hiperplasia endometrium beresiko lebih
 besar mengalami kanker endometrium dan infeksi papilomavirus tertentu menjadi
 predisposisi kanker serviks (Robbins, 2007).

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 7/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

2.2.4 Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan reversible; pada perubahan tersebut satu jenis sel
dewasa (epitheal atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa lain. Metaplasia
merupakan adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap stress tertentu, digantikan oleh
 jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan. Metaplasia
diperkirakan berasal dari “pemrograman kembali” genetik  sel stem epithelial atau sel
mesenkimal jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi (Robbins, 2007).

Metaplasia epithelial ditunjukkan dengan perubahan epitel gepeng yang terjadi


 pada epitel saluran napas perokok kretek (kebiasaan). Sel epitel silindris bersilia normal
 pada trakea dan bronkus, secara fokal atau luas, diganti dengan sel epitel gepeng
 bertingkat. Defisiensi vitamin A juga dapat menginduksi metaplasia silindris pada epitel
respirasi (Robbins, 2007).

Walaupun epitel metaplastik adaptif mungkin mempunyai keuntungan dalam


daya tahan hidup. Mekanisme perlindungan yang penting hilang, seperti sekresi mucus
dan pembersihan silia material berukuran partikel. Oleh karena itu, metaplasia epitel
merupakan pedang bermata dua; selain itu, pengaruh yang menginduksi transformasi
metaplastik, jika menetap, dapat menginduksi transformasi kanker pada epitel yang

metaplastik. Jadi, pada bentuk umum kanker paru, metaplasia skuamosa epitel pernafasan
sering kali muncul bersamaan dengan penyusun kanker sel skuamosa maligna. Walaupun
tidak terbukti diduga bahwa merokok awalnya menyebabkan metaplasia skuamosa, dan
kanker terjadi kemudian ada beberapa fokus yang berubah itu. Metaplasia tidak selalu
menjadi pada epitel selapis menjadi gepeng; pada refluks lambung kronik, epitel skuamos
 bertingkat normal pada esophagus bawah dapat mengalami transformasi metaplastik 
menjadi epitel silindris tipe usus halus atau lambung (Robbins, 2007).

Metaplasia juga dapat terjadi pada sel mesenkimal, tetapi kurang jelas seperti
suatu respon adaptif. Oleh karena itu, tulang atau kartilago dapat terbentuk dalam
 jaringan, yang dalam keadaan normal, tidak dapat. Misalnya, tulang kadang-kadang
terbentuk dalam jaringan lunak, terutama (tetapi tidak selalu) di tempat terjadinya jejas
(Robbins, 2007).

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 8/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

Gambar  2.2.4 (A) Diagram skematis metaplasia silindris menjadi gepeng (B) mikroskopik dari bronkus yang
mengalami metaplasia (Robbins, 2007)

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 9/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

 
BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Mekanisme Adaptasi Sel

3.1.1  Mekanisme Atrofi

Atrofi menggambarkan pengurangan komponen struktural sel; mekanisme


 biokimiawi yang mendasari proses tersebut bervariasi, tetapi akhirnya memengaruhi
keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis yang berkurang, peningkatan
katabolisme, atau keduanya, akan menyebabkan atrofi. Pada sel normal, sintesis dan
degradasi isi sel dipengaruhi sejumlah hormon, termasuk insulin, TSH (hormone
 perangsang tiroid), dan glukokortikoid.

Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada atrofi.


Sel mamalia mengandung dua sistem proteolitik yang menjalankan fungsi degradasi
 berbeda yaitu: 

 
1. Lisosom mengandung protease dan enzim lain pendegradasi molekul yang
diendositosis dari lingkungan ekstrasel,serta mengatabolisme komponen subselular,
seperti organela yang menunjukkan proses penuaan ( senescent ).
2.  Jalur ubiquitin-proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak protein
sitosolik dan inti. Protein yang di degradasi melalui proses ini, secara khas menjadi
sasaran oleh konjugasi ubiquitin,peptida 76-asam amino sitosolik. Protein ini
kemudian didegradasi dalam proteasome, kompleks proteolitik sitoplasmik besar.
Jalur ini menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik (termasuk 

kakeksia kanker) dan pengaturan berbagai molekul aktivasi intrasel.

Pada banyak situasi, atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah vakuola


autofagik, fusi lisosom dengan organela dan sitosol intrasel mernungkinkan katabolisme
dan pembongkaran komponen selnya sendiri pada sel yang atrofi. Beberapa debris sel di
dalam vakuola autofagositik dapat menahan digesti dan menetap seb agal badan residu
 
yang terikat membran (misal, lipofuscin).

10

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 10/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan
 perubahan ke arah atrofi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses
kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan

untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel
tersebut tidak mati.

Atrofi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang


mengalami atrofi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula
dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi
ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.

Atrofi juga dipengaruhi oleh proses autofagi yang terdapat dalam sel. Pada
 proses ini organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari sitoplasma dalam
vakuola autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom RER. Kemudian, berdifusi
dengan lisosom primer yang sebelumnya telah ada, membentuk autofagolisosom.
Autofagi merupakan fenomena umum yang terlibat dalam penyingkiran organela rusak 
atau mati, dan pada perbaikan kembali (remodelling) sel yang disertai diferensiasi sel.
Autofagi terutama terjadi pada sel yang mengalami atrofi, yang diinduksi oleh
kekurangan zat nutrisi atau hormon.

Gambar 3.1.1 Autofagi (Robbins, 2007)

11

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 11/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

Enzim dalam lisosom dapat mengkatabolisme lengkap sebagian besar protein


dan karbohidrat, walaupun beberapa lipid masih tidak dapat dicerna. Lisosom dengan
debris yang tidak dicerna, bisa menetap dalam sel sabagai bahan-bahan residual atau bisa

dipaksa keluar. Granul pigmen lipofuscin menunjukkan material yang tidak dapat
dicerna, yang dihasilkan dari perooksidasi lipid intrasel, dan pigmen tertentu yang tidak 
dapat dicerna seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau pigmen yang
diinokulasi pada tato, dapat menetap dalam fagolisosom suatu makrofag selama beberapa
dekade.

3.1.2  Mekanisme Hipertrofi 

Sel otot lurik, baik pada otot jantung maupun rangka, dapat mengalami
hipertrofi saja akibat respons terhadap peningkatan kebutuhan sel karena pada orang
dewasa, sel itu tidak dapat membelah membentuk sel yang lebi banyak untuk membagi
 beban kerjanya. Akibatnya, sintesis protein dan miofilamen yang lebih banyak di tiap sel,
diduga mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan kapasitas fungsional sel; hal ini
memungkinkan peningkatan beban kerja dengan tingkat aktivitas metabolik per unit
volume sel yang tidak berbeda dari yang dikeluarkan oleh sel normal. Namun demikian,
 perubahan adaptatif tersebut tidak semuanya bersifat jinak; perubahan tersebut dapat juga
menyebabkan perubahan dramatis pada fenotip selular. Jadi, pada kelebihan beban
volume jantung kronik, beragam gen yang secara normal nanya ditunukkan pada jantung
neonates diaktifkan kembali, dan protein kontraktil berubah menjadi isoform fetal, yang
 berkontraksi lebih lambat. Nuklei pada sel hipertrofik tersebut juga memiliki kandungan
DNA yang lebih tinggi dibandingkan sel miokardial normal, kemungkinan karena sel itu
 berhenti pada siklus sel tanpa mengalami mitosis sel.
Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung melibatkan paling sedikit dua
macam sinyal: pemicu mekanis, seperti regangan; dan pemicu trofik, seperti aktivasi

reseptor α-adrenergik. Selain itu hipertrofi juga didukung dengan berbagai aktivasi
 growth factor (TGF-β, insulin-like growth factor-1, fibroblast growth factor)  serta agen
vasoaktif (agonis α-adrenergik, endothelin-1, angiotensin-II).
Hipertrofi memiliki dua jenis, yaitu hipertrofi fisiologis yang melalui jalur 
Phosphoinositide 3-kinase/Akt, dan hipertrofi patologis yang melalui jalur mekanisme
 signaling downstream of G protein-coupled receptors.
Apa pun mekanisme yang menyebabkan hipertrofi, akan tercapai suatu batas
yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan kompensasi untuk 

 peningkatan beban; pada kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung. Pada stadium ini,

12

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 12/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

terjadi sejumlah perubahan “degeneratif” pada serabut miokardial, yang terpenting di


antarnya adalah fragmentasi dan hilangnya elemen kontraktil miofibrilar. Faktor yang
membatasi berlanjutnya hipertofi dan menyebabkan perubahan regresif belum

sepenuhnya dipahami. Mungkin terdapat vaskularisasi dalam jumlah yang terbatas untuk 
menyuplai secara adekuat serabut yang mengalami pembesaran, untuk menyupai ATP,
atau fungsi biosintesis untuk menunjukkan protein kontraktil atau unsure sitoskeleton
lain.

3.1.3  Mekanisme Hiperplasia

Rangsangan yang menginduksi hiperplasia bisa fisiologis atau patologis.


Hiperplasia fisiologis dapat terjadi sebagai hasil stimulasi hormonal, peningkatan
kebutuhan fungsional, atau sebagai mekanisme kompensasi. Pembesaran payudara dan
uterus selama kehamilan adalah contoh dari hiperplasia fisiologis yang distimulasi
estrogen. Contoh lain adalah kebutuhan hormon paratiroid yang meningkat, seperti pada
kasus gagal ginjal kronis, akan menyebabkan hiperplasia kelenjar paratiroid. Selain itu
 proses regenerasi dari hati yang terjadi setelah hepatektomi parsial (pengambilan parsial
hati) adalah contoh dari hiperplasia kompensasi. Dalam penyembuhan luka, hiperplasia
 jaringan ikat juga mekanisme yang sangat penting untuk berkontribusi dalam proses

 penyembuhan.

Meskipun hipertrofi dan hiperplasia adalah dua proses yang berbeda, mereka
mungkin terjadi bersamaan dan sering dipicu oleh satu pemicu yang sama. Contohnya
adalah pada uterus ibu saat proses kehamilan akan mengalami baik hipertrofi dan
hiperplasia akibat stimulasi estrogen.

Sebagian besar bentuk hiperplasia patologis disebabkan karena stimulasi


hormon atau efek dari faktor pertumbuhan yang berlebihan. Produksi hormon estrogen
yang berlebihan dapat menyebabkan endometrium dan perdarahan haid yang tidak 
normal.  Benign prostatic hyperplasia, yang merupakan gangguan umum pria berusia
lebih tua dari 50 tahun, diduga terkait dengan tindakan sinergis estrogen dan androgen.
Kutil pada kulit adalah contoh lain hiperplasia disebabkan oleh faktor pertumbuhan yang
dihasilkan oleh human papilloma virus.

13

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 13/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

3.1.4  Mekanisme Metaplasia

Metaplasia yang paling umum adalah sel saluran pernapasan dari sel epitel

kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap
merokok jangka panjang. Sel bersilia yang penting untuk mengeluarkan kotoran,
mikroorganisme, dan toksin di saluran pernapasan, mudah mengalami cidera oleh asap
rokok. Namun sel-sel ini tidak memiliki peran pelindung seperti sel-sel epitel skuamosa.

Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang  stem cells yang sudah
ada  signal, kemudian distimulus oleh sitokin,  growth factor , dan komponen matriks
ekstraseluler, yang berlanjut pada diferensiasi  stem cell , yang melibatkan gen pengatur 
differensiasi yaitu gen-2.

3.2 Mapping

Adaptasi
Sel

Faktor yang
Macam mempengaruhi

Atrofi Hipertrofi Hiperplasia Metaplasia - Growth Factor


- Hormon
Mekanisme - Stress
Mekanisme Mekanisme Mekanisme

Induksi Pathway adanya


stimulus

dipengaruhi peningkatan mekanism


stimulasi
oleh proses kebutuhan e adanya
Pengaturan hormonal
autofagi fungsional kompensa stimulus yang
degradasi protein dalam sel pemicu pemicu menyebabkan melibatkan gen
mekanis, trofik, si pengatur
(Jalurubiquitin- Signalling Phosph pemrograman
seperti seperti oinositid ulang stem differensiasi
proteasome downstrea
regangan; aktivasi e 3- cells yaitu gen-2
bertanggung m of G-
reseptor kinase/
 jawab untuk  protein
α-
degradasi banyak soupled  Akt
adrener
protein sitosolik reseptor 
gik
dan inti)

14

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 14/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

 
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1.  Terdapat dua sistem proteolitik yang menjalankan degradasi sel yang akhirnya
 berujung pada atrofi sel, yaitu diperankan oleh lisosom dan adanya jalur 
ubiquitin-proteasom.
2.  Mekanisme hipertrofi disebabkan oleh induksi berupa sensor mekanis,  growth
 factors, dan beberapa gen vasoaktif. Terdapat dua jalur pada mekanisme
hipertrofi, yaitu Phosphoinositide 3-kinase/Akt dan  signaling downstream of G
 protein-coupled receptors.
3.  Mekanisme hiperplasia disebabkan oleh peningkatan aktifitas growth factor dan
aktivasi lintasan signal intraseluler yang menyebabkan peningkatan produksi
faktor transkripsi sehingga memicu aktivasi gen-gen seluler dan kemudian
 berproliferasi sel matur.
4.  Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang stem cells yang sudah
ada.signal stimuli sitokin, GF, komponen matriks ekstraseluler diferensiasi
stem cell dan melibatkan gen-2 pengatur diferensiasi.

15

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 15/16
7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

DAFTAR PUSTAKA

Crowin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC.

D’amico AV, McKenna WG. Apoptosis and re-investigation of the biologic basis


of cancer therapy, radiotherapy and oncology, 1994; 33: 3-10

Kumar V, Cotran R.Z, Robbins S.L.2007. Buku Ajar Patologi.edisi7 .Jakarta : EGC

Porth, C, Mattson.2006. Essential Concepts of Disease Processes and Altered 


 Health States. Publisher: Lippincott Williams & Wilkins; 2 edition

Saleh, S. 1973. Patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

16

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 16/16

Anda mungkin juga menyukai