Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit graves merupakan salah satu jenis penyakit autoimun yang


gejala klinisnya khas yang berkaitan dengan tirotoksikosis, pembesaran kelenjar
tiroid, serta gejala-gejala opthalmologi seperti eksopthalmus hingga diplopia.
Penyakit grave’s terjadi pada 0.5% populasi dan sebagian besar diderita oleh
wanita. Jika dibandingkan dengan penyebab hipertiroid lainnya penyakit grave’s
merupakan penyebab tersering dari hipertiroidisme, yaitu 50-80% dari kasus
hipertiroidisme. Penyakit ini disebabkan karena adanya antibodi yang kerjanya
menyerupai Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang beredar dalam sirkulasi.
Antibodi tersebut kemudian merangsang Reseptor TSH yang berada di kelenjar
tiroid, sehingga terjadi peningkatan produksi hormon tiroid.1,2

Penyebab timbulnya penyakit graves masih belum diketahui secara pasti,


namun terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan angka
kejadiannya seperti pada seorang perokok. Gejala penyakit ini sangat khas, yang
meliputi gejala dermatologis, dan gejala opthalmologis yang disertaigejala-gejala
yang muncul akibat terjadinya tirotoksikosis, seperti misalnya penurunan berat
badan, sulit tidur, tremor, serta pada keadaan yang berat dapat terjadi krisis tiroid.
Pada kasus tertentu gejala yang timbul juga dapat berupa kelemahan anggota
badan yang muncul secara tiba – tiba. Keluhan ini biasanya jarang ditemukan,
namun jika terjadi dapat diikuti dengan gangguan kontraki otot jantung, sehingga
dapat mengancam nyawa pasien.1,2,3,4

Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang


terjadi. Insidensi dari krisis tiroid sendiri kurang dari 10%. Namun demikian,
rerata mortalitas dari krisis tiroid ini sendiri mencapai 20-30%. Rata-rata
kematian pada orang dewasa sangat tinggi mencapai 90%, jika pada awal pasien
tidak terdiagnosa dan jika pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Di
jepang kasus definitif untuk krisis tiroid berjumlah 282 kasus dan suspected case
berjumlah 72 kasus. Rerata kematian dari kasus definitive sejumlah 11%,
sedangkan jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5%.5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
1. Nama : An. Raihana Arta
2. Umur : 8 tahun 10 bulan
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Nama Ayah : Tn. Edi Suntoro
5. Nama Ibu : Ny. Nuraini Diadara
6. Bangsa : Indonesia
7. Agama : Islam
8. Alamat : Lorong Banyuwangi
9. Dikirim oleh : Datang sendiri ke Poli RSUD Raden Mattaher
10.MRS : 13 Januari 2020

II. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu (alloanamnesis)
Tanggal : 26 Januari 2020

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama : Mudah lelah saat beraktivitas
2. Keluhan Tambahan : cepat lapar namun BB pasien tidak bertambah
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
 Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli RSUD Raden Mattaher
dengan pasien mengeluh mudah lelah saat sedang beraktivitas baik di
sekolah maupun di rumah. Pasien juga mengeluh detak jantung terasa
lebih cepat dari biasanya, sering berkeringat pada seluruh tubuh di pagi
dan siang hari. Pasien juga mengeluh cepat lapar dan nafsu makan
meningkat, namun BB pasien tidak bertambah dan malah berkurang. Ibu
pasien juga mengatakaan bola mata pasien terlihat menonjol keluar sejak
5 bulan yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien demam 2 minggu
yang lalu. Demam dirasakan turun naik. Pasien minum obat
paracetamole, namun suhu tubuh hanya turun sebentar saja. Selama 4
hari pertama pasien demam, pasien sempat kejang di seluruh tubuh
pasien selama < 5 menit sebanyak 1 kali. Selama kejang, mata pasien
mendelik ke atas, setelah kejang pasien seperti orang linglung sebentar
lalu sadar sepenuhnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat operasi dengan indikasi invaginasi saat pasien umur 9 bulan.
 Riwayat kejang pertama 1 bulan setelah operasi dengan indikasi
invaginasi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga yang mengalami keluhan kejang (+) Ayah semasa
kecilnya dan Nenek dari pihak ayah .

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Normal
Tempat : Klinik Bidan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 16 Maret 2011
BBL : 2500 gram
PB : 48 cm
2. Riwayat Makanan
ASI Eksklusif : Iya sampai usia 1 tahun 11 bulan
Susu botol/kaleng : (+) sejak ± 4 bulan
Bubur : (+) sejak ± 5 bulan
Nasi TIM/lembek : (+) sejak ± 8 bulan
Nasi biasa : (+) sejak usia ±18 bulan
Daging : (+)
Ikan : (+)
Telur : (+)
Tempe : (+)
Tahu : (+)
Sayuran : (+)
Buah : (+)
3. Riwayat Imunisasi
BCG :1x
Polio :4x
DPT :4x
Campak : 1x
Hepatitis B :3x
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Orang tua pasien menikah saat:
Umur : Ibu: 20 tahun; Ayah: 23 tahun
Pendidikan : Ibu: SMP; Ayah: SMP
Penyakit yang pernah diderita : Ayah dan Nenek dari pihak ayah punya
riwayat kejang (+)
Saudara : Anak ke-1 dari 2 bersaudara
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : 6 bulan
Berbalik : Ibu lupa
Tengkurap : 5 lupa
Merangkak : 9 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : Ibu lupa
Kesan : Perkembangan fisik anak sesuai dengan usianya
C. Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : (+)
Ngompol : (+) sampai usia 3 tahun
Sering mimpi : (+) pada malam hari
Aktifitas : Aktif
Membangkang : (-)
Ketakutan : (+)
7. Status Gizi
BB/U : Dibawah P5
PB/U : Diantara P10 a/d P25
BB/PB : 76% Kesan: Gizi Kurang
BB ideal : 25 Kg
8. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Parotitis : (-) Muntah berak : (-)
Pertusis : (+) Asma : (-)
Difteri : (-) Cacingan : (-)
Tetanus : (-) Patah tulang : (-)
Campak : (-) Jantung : (-)
Varicella : (-) Sendi bengkak : (-)
Thypoid : (-) Kecelakaan : (-)
Malaria : (-) Operasi : (+)
DBD : (-) Keracunan : (-)
Demam menahun : (-) Sakit kencing : (-)
Radang paru : (-) Sakit ginjal : (-)
TBC : (-) Alergi : (-)
Kejang : (+) Perut kembung : (+)
Lumpuh : (-) Otitis media : (-)
Batuk pilek : (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Baik, (+) tremor pada kedua tangan
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5
Posisi : Berbaring
BB : 19 kg
PB : 126 cm
Gizi : Gizi Kurang
Edema : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Suhu : 36,6˚C
Respirasi : 40 x/menit
Tipe pernapasan : Thorakal
Turgor : Baik
Nadi
Frekuensi : 124 x/menit
Pulsus tardus : (-)
Isi/kualitas : Kuat angkat Pulsus celler : (-)
Equalitas : Sama Pulsus magnus : (-)
Regularitas : Regular Pulsus parvus : (-)
Pulsus uscula : (-) Pulsus bigeminus : (-)
Pulsus alternan: (-) Pulsus trigeminus : (-)
Pulsus paradox: (-)

KULIT
Warna : Sawo matang Vesikula : (-)
Hipopigmentasi : (-) Pustula : (-)
Hiperpigmentasi : (-) Sikatriks : (-)
Ikterus : (-) Edema : (-)
Bersisik : (-) Eritema : (-)
Makula : (-) Haemangioma : (-)
Papula : (-) Ptechiae : (-)

2. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA ALIS
Bentuk : Normocephal Kerapatan : Rapat
Rambut : Lurus Mudah rontok : (-)
Warna : Hitam Alopesia : (-)
Mudah rontok : (-)
Kehalusan : Halus MATA
Lingkar kepala : cm Spot mata : (-)
Sutura : Dbn Hipertelorisme : (-)
Fontanella mayor : Datar Sekret : (-)
Fontanella minor : Datar Pernanahan : (-)
Cracked pot sign : (-) Endophtalmus : (-)
Cranio tabes : (-) Exophthalmus : (-)
Nistagmus : (-)
MUKA Strabismus : (-)
Roman muka : Dbn
Bentuk muka : Bulat KELOPAK MATA
Sembab : (-) Cekung : (-)
Simetris : Simetris Edema : (-)
Lagoftalmus : (-)
KONJUNGTIVA Kalazion : (-)
Pelebaran vena : (-) Ektropion : (-)
Perdarahan subkonjungtiva : (-) Enteropion : (-)
Infeksi : (-) Haemangioma : (-)
Bitot spot : (-) Hordeolum : (-)
Xerosis : (-) Ptosis : (-)
Ulkus : (-)
Refleks : (+) TELINGA
Bentuk : Simetris
SKLERA Kebersihan : Cukup
Ikterus : (-) Sekret : (-)
Tophi : (-)
Membran timpani : Intak
IRIS N. tekan mastoid : (-)
Bentuk : Bulat N. uscu daun telinga : (-)
Warna : Coklat
HIDUNG
PUPIL Bentuk : Dbn
Bentuk : Bulat Napas cuping hidung : (-)
Ukuran : 2 mm Saddle nose : (-)
Isokor : Isokor Gangren : (-)
Refleks cahaya langsung : (+) Coryza : (-)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) Mukosa edema : (-)
Epistaksis : (-)
Deviasi septum : (-)
3. ANAMNESA ORGAN
KEPALA MATA
Sakit kepala : (-) Rabun senja : (-)
Rambut rontok : (-) Mata merah : (-)
Lain-lain : (-) Bengkak : (-)

TELINGA HIDUNG
Nyeri : (-) Epistaksis : (-)
Sekret : (-) Kebiruan : (-)
Gangguan pendengaran : (-) Penciuman : Dbn
Tinitus : (-)
TENGGOROKAN
GIGI MULUT Sulit menelan : (-)
Sakit gigi : (-) Suara serak : (-)
Sariawan : (-)
Gangguan mengecap : (-) LEHER
Gusi berdarah : (-) Kaku kuduk : (-)
Sakit membuka mulut : (-) Tortikolis : (-)
Rhagaden : (-) Parotitis : (-)
Lidah kotor : (-)
ABDOMEN
JANTUNG DAN PARU HEPAR
Nyeri dada : (-) Tinja seperti dempul : (-)
Sifat : (-) Sakit kuning : (-)
Penjalaran : (-) Kencing warna tua : (-)
Sesak napas : (-) Kuning di uscul dan kulit: (-)
Batuk pilek : (-) Perut kembung : (-)
Sputum : (-) Mual/muntah : (-)
Batuk darah : (-)
Sembab : (-) LAMBUNG DAN USUS
Kebiruan : (-) Nafsu makan : (+)
Keringat malam hari : (-) Perut kembung : (-)
Sesak waktu malam : (-) Mual/muntah : (-)
Berdebar : (-) Muntah darah : (-)
Sakit saat bernapas : (-) Mencret : (-)
Nafas bunyi/mengi : (-) Konsistensi : (-)
Sakit kepala sebelah : (-) Frekuensi : (-)
Dingin ujung jari : (-) Jumlah : (-)
Penglihatan berkurang : (-) Tinja berlendir : (-)
Bengkak sendi : (-) Tinja berdarah : (-)
Dubur berdarah : (-)
GINJAL DAN UROGENITAL Sukar BAB : (-)
Sakit kuning : (-) Sakit perut : (-)
Warna keruh : (-) Lokasi : (-)
Frekuensi miksi : Normal Sifat : (-)
Sembab kelopak mata : (-)
Edema tungkai : (-) ENDOKRIN
Sering minum : (-)
MULUT Sering kencing : (-)
BIBIR Sering makan : (-)
Bentuk : Dbn Keringat dingin : (-)
Warna : Merah muda Tanda pubertas prekoks : (-)
Ukuran : Dbn
Ulkus : (-) GIGI
Rhagaden : (-) Kebersihan : Cukup
Sikatriks : (-) Karies : (-)
Cheilosis : (-) Hutchinson : (-)
Sianosis : (-)
Labioschiziz : (-) LIDAH
Bengkak : (-) Bentuk : Dbn
Vesikel : (-) Gerakan : Dbn
Oral thrush : (-) Tremor : (-)
Trismus : (-) Warna : Merah muda
Bercak koplik : (-) Selaput : (-)
Palatoschiziz : (-) Hiperemis : (-)
Atrofi papil : (-)
LEHER Makroglosia : (-)
INSPEKSI Mikroglosia : (-)
Struma : (-)
Bendungan vena : (-) FARING-TONSIL
Pulsasi : (-) Warna : Hiperemis
Limphadenopati : (-) Edema : (-)
Tortikolis : (-) Selaput : (-)
Bull neck : (-) Pembesaran tonsil : (-)
Parotitis : (-) Ukuran : (-)
Simetris : Simetris
PALPASI
Kaku kuduk : (-)
Pergerakan : (-)
Struma : (-)

THORAX DEPAN DAN PARU


INSPEKSI STATIS PALPASI
Bentuk : Normal Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+) Fraktur iga : (-)
Vousure cardiac : (-) Tumor : (-)
Clavicula : Dbn Krepitasi : (-)
Sternum : Dbn Stem fremitus : Tidak dapat
Bendungan vena : (-) dinilai
Sela iga : Tidak melebar
PERKUSI
INSPEKSI DINAMIS Bunyi ketuk : Sonor
Gerakan : Dinamis Nyeri ketuk : (-)
Bentuk : Thorakal Batas paru-hati:ICS V LMCD
Retraksi : (-) Peranjakan : Dbn
Supraklavikula : (-)
Interkostal : (-) AUSKULTASI
Subkostal : (-) B. nafas pokok: Vesikuler
Epigastrium : (-) B. nafas tambahan: Rh (-/-),
Wh (-/-)

JANTUNG
INSPEKSI AUSKULTASI
Vousure cardiac : (-) Bunyi jantung I : Reguler
Ictus cordis : Tidak terlihat Bunyi jantung II : Reguler
Pulsasi jantung : Tidak terlihat
BISING JANTUNG
PALPASI Fase bising : (-)
Ictus cordis : Dbn Bentuk bising : (-)
Thrill : (-)
Defek pulmonal : Dbn Derajat bising : (-)
Aktivitas jantung ka : Dbn Lokasi/punctum max : (-)
Aktivitas jantung ki : Dbn Penjalaran bising : (-)
Kualitas bising : (-)
PERKUSI Pericardial friction rub: (-)
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicula sinistra

THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS PERKUSI
Bentuk : Normal Bunyi ketuk : Sonor
Processus spinosus : Dbn Nyeri ketuk : (-)
Scapula : Dbn Batas paru-hati : Dbn
Kifosis : (-) Peranjakan : (-)
Lordosis : (-)
Gibus : (-)
AUSKULTASI
D. nafas pokok : Vesikuler
PALPASI B. nafas tambahan : Rh (-/-)
Nyeri tekan : (-)
Fraktur iga : (-)
Tumor : (-)
Stem fremitus : Normal
ABDOMEN
INSPEKSI LIEN
Bentuk : Datar Pembesaran : (-)
Umbilikus : Dbn Permukaan : Dbn
Ptechie : (-) Nyeri tekan : (-)
Spider nevi : (-)
Bendungan vena : (-) GINJAL
Gambaran uscular ic usus : (-) Pembesaran : (-)
Permukaan : (-)
PALPASI Nyeri tekan : (-)
Nyeri tekan : (-)
Nyeri lepas : (-) LIPAT PAHA & GENITAL
Defens uscular : (-) Kulit : Dbn
Nyeri ketuk : (-) Kel. Getah bening : Dbn
Edema : (-)
AUSKULTASI Sikatriks : (-)
Bising usus : (+) normal Desensus testikulorum : (-)
Ascites : (-) Genitalia : Dbn
Anus : Dbn
HEPAR
Pembesaran : (-)
Konsistensi : Tidak teraba
Permukaan : Tidak teraba
Tepi : Tidak teraba
Nyeri tekan : (-)

SYARAF DAN OTOT


Hilang rasa : (-) EKSTREMITAS INFERIOR
Kesemutan : (-) INSPEKSI
Otot lemas : (-) Bentuk : Dbn
Otot pegal : (-) Deformitas : (-)
Lumpuh : (-) Edema : (-)
Badan kaku : (-) Trofi : (-)
Tidak sadar : (-) Pergerakan : Dbn
Mulut mencucu : (-) Tremor : (-)
Trismus : (-) Chorea : (-)
Kejang : (-) Lain-lain : (-)
Lama : (-)
Interval : (-) EKSTREMITAS SUPERIOR
Frekuensi : (-) INSPEKSI
Jenis kejang : (-) Bentuk : Normal
Post iktal : (-) Deformitas : (-)
Panas : (-) Edema : (-)
Trofi : (-)
ALAT KELAMIN Pergerakan : Dbn
Hernia : (-) Tremor : (-)
Bengkak : (-) Chorea : (-)
Lain-lain : (-)
Tonus : Normotonus
Kekuatan : Sulit dinilai
Refleks fisiologis :
Tendon Bisep : (+/+)
Tendon Trisep : (+/+)
Tendon Patella : (+/+)
Tendon Achilles : (+/+)
Refleks patologis :
Refleks Babinski : (-/-)
Refleks Chaddock : (-/-)
Refleks Oppenheim : (-/-)
Refleks Gordon : (-/-)
Tendon Bisep : (+/+)
Tendon Trisep : (+/+)
Tendon Patella : (+/+)
Tendon Achilles : (+/+)
Refleks meningeal:
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kernig : (-)

IV. FOTO KLINIS


V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi (14 Januari 2020)
Hemoglobin 9,1 g/dL 10,8-15,6
Hematokrit 27,3 % 33-45
Leukosit 5,5 10 mm3
3/
4,5-13,5
Trombosit 247 103/mm3 181-521
Eritrosit 4,0 103/mm3 3,8-5,8
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0-2
Eosinofil 6 % 2-5
Netrofil 45 % 40-80
Limfosit 38 % 20-50
Monosit 11 % 2-10
TSH < 0,05 µIU/ml 0,6-4,84
T3 8,21 Pmol/L 1,43-3,55
FT4N 95,13 nmol/L 12,5-21,5
VI. PEMERIKSAAN USG
Kesan :
1. Struma thyroid bilateral DD/ graves disease
2. Multiple kelenjar getah bening di regio colli bilateral dan submandibula
bilateral

VII. DIAGNOSIS KERJA


Grave disease

VII. DIAGNOSA BANDING


Nodul tiroid fungsional
Sindrom McCune Albright
Hipertiroksinemia

VIII. TERAPI
Metimazol 2x5mg (dosis 0,25-1 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal
30mg/hari)

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi

Graves disease (GD) adalah penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif menghasilkan
jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang
dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan
kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat
terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri
dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopati (exopthalmus) dan
dermopati.3
3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

GD merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara
tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid
(TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis
dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).3
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thyroid stimulating antibodies
pada penderita GD yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang
menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa
penyakit ini disebabkan  oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.3
Terdapat beberapa faktor predisposisi:3
- Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk
terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3)
ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA
terutama kelas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T
terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen.
Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T
supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β)
mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat
membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk
antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun.
- Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.
Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada
reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.
- Stress
Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur
neuroendokrin.
- Merokok
Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
- Infeksi
Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai
protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler
kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves terutama pada
penderita yang mempunyai faktor genetik.

3.3 Patofisiologi

Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari
hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan
produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan
perifer.2
Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan,
proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid ini
berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino
dan elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel
dan peningkatan proses-proses intraseluler.2
Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein
dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya
palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang
meningkat, berat badan yang menurun. Kadang-kadang gejala klinis yang ada hanya berupa
penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak
diketahui sebabnya.2
Patogenesis GD masih belum jelas diketahui. Diduga peningkatan kadar hormon
tiroid ini disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar
timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga disebut
sebagai antibodi reseptor TSH. Antibodi ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI). Dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua penderita GD.2
Selain itu pada GD sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin dan anti
mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini mempunyai
peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom ini bisa ditemukan
hampir pada 60 -70% penderita PG, bahkan dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan
pada hampir semua penderita, sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50%
penderita. Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol
immunologik (immunoregulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti HLA dan
faktor lingkungan seperti infeksi atau stress.4

Gambar 1. TSH dan Kelenjar Tiroid Orang Sehat dan Penderita Graves Disease
Gambar 2. Patogenesis Graves Disease

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penyakit Grave memiliki 4 gejala utama
yaitu tirotoksikosis, goiter, opthalmopati, dan dermopati. Adapun patogenesis dari masing-
masing gejala sebagai berikut:5
3.3.1 Tirotoksikosis
Hampir semua patogenesis penyakit ini melibatkan faktor immunologi. Hiperaktivitas
terjadi karena tersensitasinya T-helper. Tersensitasinya T-helper ini akan berespon
terhadap antigen yang terdapat pada tiroid, yang selanjutnya memacu sel B untuk
membentuk antibodi:
- TSI (Thyroid-stimulating immunoglobulin) yang menurut hipotesis para ahli dapat
meningkat cAMP sehingga memacu terjadinya tirotoksikosis.
- TgAb (thyroglobulin antibody) yang dapat meningkatkan tiroglobulin.
- TPO Ab (Thyroperoksidase antibody) yang dapat memacu kerja enzim peroksidase.
3.3.2 Opthalmopati
Patogenesis opthalmopati melibatkan Tcytotoxicity. Ini terjadi karena tersensitasinya
Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita, otot orbita dan jaringan tiroid.
Mekanisme tersensitasinya sampai saat ini para ahli belum mengetahui secara pasti.
Selanjutnya Tc akan menghasilkan sitokin yang dapat menyebabkan:
- Inflamasi pada fibroblast orbita
- Orbital myositis
- Diplopia
- Proptosis
3.3.3 Dhermopati
Patogenesis dhermopati umurnya sama seperti opthalmologi hanya saja daerah yang
terkena pada daerah pretibia, subperiosteal pada phalanges tangan dan kaki.
3.3.4 Patogenesis takikardi, anxietas, berkeringat disebabkan karena hormon tiroid
merangsang medulla adrenal untuk mensekresikan katekolamin. Jumlah epinefrine
normal tetapi ada peningkatan pada norepinefrine yang bekerja pada sistem saraf
simpatik. Terangsangnya sistem saraf simpatik ternyata memberikan efek
perangsangan pada daerah hipotalamus dan ganglia basalis. Seperti yang diketahui
bahwa hipotalamus berfungsi sebagai regulator vegetatif (detak jantung, pernafasan,
sekresi kelenjar, berkeringat, dll) pada tubuh dan ganglia basalis (sebagai pusat emosi
dan pusat nafsu makan)6.

3.4 Diagnosis

3.4.1 Anamnesis

Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit


dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa
penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan
utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau
kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang
menonjol yaitu:2
− Nervositas
− Kelelahan atau kelemahan otot-otot
− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
− Diare atau sering buang air besar
− Intoleransi terhadap udara panas
− Keringat berlebihan
− Perubahan pola menstruasi
− Tremor
− Berdebar-debar
− Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak
menyadari penyakitnya.2
3.4.2 Pemeriksaan Fisik
3.4.2.1 Inspeksi

Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus
relaksasi sehingga kelenjar tiroid mudah dievaluasi. Apabila terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut:
- Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus
- Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler
- Jumlah: uninodusa atau multinodusa
- Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local
- Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
- Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
3.4.2.2 Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang
perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi:
- Perluasan dan tepi
- Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba
trakea dan kelenjarnya
- Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
- Limfonodi dan jaringan sekitarnya
3.4.2.3 Auskultasi
“Bruit sound” pada ujung bawah kelenjar tiroid.

Gambar 3. Goiter pada Penderita Graves Disease

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak
dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne atau Indeks New Castle sangat membantu
menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil BMR >
± 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid.3

3.5 Pemeriksaan Penunjang

3.5.1 Pemeriksaan laboratorium3

- Kadar T4 & T3 meningkat (tirotoksikosis)


Gambar 4. Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme

- Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave


disease.
- Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid
seperti thionamides.
- Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat
diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah
- Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang
aktif.

3.5.2 Pemeriksaan Radiologi3


- Foto Polos Leher  Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea,
dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.
- Radio Active Iodine (RAI)  scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium
berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.
- USG  Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada
pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium
- CT Scan  Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari
tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea (apakah ada penyempitan,
deviasi dan invasi).
- MRI  Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid)
- Radiografi nuklir  dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.
3.5.3 Pemeriksaan Jarum Halus
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus.
Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan suspek diagnosis ataupun benigna.

3.6 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroid meliputi:2,3,6


3.6.1 Pengobatan Umum
- Istirahat
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.
Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu
pikiran baik di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed
rest total di Rumah Sakit.

- Diet
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena
terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
keseimbangan kalsium yang negatif.
- Obat penenang
Mengingat pada GD sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan.
Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.
3.6.2 Pengobatan Khusus
- Obat antitiroid
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium,
perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionammide
adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl – 2 mercaptoimidazole (methimazole,
tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja menghambat sintesis hormon tetapi
tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan menghambat terbentuknya
monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling
diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga menghambat
perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga pada
saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.
Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga
pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada
di plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis
yang diperlukan hanya satu persepuluhnya.
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30
- 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai
dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU
atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.
- Penyekat Beta (Beta Blocker)
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroid diakibatkan oleh adanya
hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini
diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Penggunaan
obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh hati.
Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih
digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama
dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan
tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol:
- penurunan denyut jantung permenit
- penurunan cardiac output
- pengurangan nervositas
- pengurangan produksi keringat
- pengurangan tremor
Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat
konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4 - 6
jam hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan
dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid
sewaktu operasi. Penggunaan propranolol antara lain sebagai: persiapan tindakan
pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis
tiroid.
- Ablasi kelenjar gondok
Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.
- Tindakan pembedahan
Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang
berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan
pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan
keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I 131 (wanita hamil atau yang
merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit
dievaluasi pengobatannya, penderita yang keteraturannya minum obat tidak terjamin
atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat eutiroid
atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk
persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau
propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8
minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol
selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu
sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum
operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen.
Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.

3.7 Pengobatan dengan Penyulit

3.7.1 Graves Disease dengan Kehamilan5


Angka kejadian GD dengan kehamilan ± 0,2%. Selama kehamilan biasanya
GD mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan. Dalam pengobatan,
yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi dapat terjadi hipotiroid
yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversi. Beberapa peneliti
memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali sehari tanpa
menimbulkan gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan
gangguan fungsi tiroid dari bayi yang baru dilahirkan. Tetapi beberapa peneliti lain
mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, terganggunya
pertumbuhan bayi intrauterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada
bayi yang baru lahir. Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan
hipertiroid dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan
operatif.
Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan
pembedahan. Untuk menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi
penderita. PTU merupakan obat antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya
serendah mungkin. Bila terjadi efek hipotiroid pada bayi, pemberian hormon tiroid
tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon tiroid kurang menembus
plasenta.
Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid tidak mungkin.
Sebaiknya pembedahan ditunda sampai trimester I kehamilan untuk mencegah
terjadinya abortus spontan.
3.7.2 Eksoftalmus
Pengobatan hipertiroid diduga mempengaruhi derajat pengembangan
eksofalmus. Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain: istirahat
dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi, mencegah mata tidak kering dengan
salep mata atau larutan metil selulose 5%, menghindari iritasi mata dengan kacamata
hitam, dan tindakan operasi. Dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison
peroral tiap hari.
3.7.3 Krisis Tiroid
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis menjadi hebat dan
disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat
dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan. Prinsip pengelolaan
hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang
terjadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan
dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2-4
mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg).
Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala
yang ada. Tindakan harus secepatnya karena angka kematian penderita ini cukup
besar7.
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien mengeluh mudah lelah dan ketakutan pada malam hari. Pada
umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering
menimbulkan disosiasi pikiran dan sebaliknya, terganggunya hormon tiroid akan
menurunkan fungsi ini. Pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan
psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan atau
paranoia. Peningkatan eksitabilitas neuromuskular akan menimbulkan efek
hiperrefleksia, tremor, kelemahan otot, dan insomnia. Tremor ini dengan mudah
dapat dilihat dengan cara menempelkan sehelai kertas di atas jari-jari yang
diekstensikan dan perhatikan besarnya getaran kertas tadi.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi : 124 kali /menit. Frekuensi
denyut jantung lebih meningkat di bawah pengaruh hormone tiroid daripada
perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena itu hormone tiroid tampaknya
mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya
meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Penonjolan mata dengan diplopia, air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia dapat terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun
terhadap antigen retrobulber yang tampaknya sama seperti reseptor TSH.
Akibatnya terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan otot mata,
infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan
ikat retrobulbar.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan mata exopthalamus. Penonjolan mata
dengan diplopia, air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat
terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulber yang
tampaknya sama seperti reseptor TSH. Akibatnya terjadi inflamasi retrobulbar
dengan pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
Pemeriksaan fisik region colli anterior, pada inpeksi dan palpasi
didapatkan pembesaran kelenjar tiroid, Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme,
kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali ukuran normalnya, disertai dengan
hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah
sel-sel ini sangat meningkat. Selain itu setiap sel meningkatkan kecepatan
sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan yodium radioaktif
menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini menyekresi hormone tiroid
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Pembesaran kelenjar
tiroid (struma) terjadi akibat pertumbuhan yang tidak terkontrol (tumor), atau
peningkatan perangsangan oleh TSH atau TSI. Pada keadaan ini pelepasan
hormon tiroid dapat meningkat.
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis
(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas
melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,
obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3 sehingga dapat
menurunkan jumlah hormon dalam bentuk aktif.
Berdasarkan gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dapat ditegakkan bahwa diagnosis pasien ini adalah Graves Disease.
BAB V
KESIMPULAN

Hipertiroid adalah suatu kondisi terjadinya peningkatan jumlah produksi


hormon tiroid dalam tubuh yang disebabkan kelenjar tiroid yang bekerja lebih aktif.
Penyakit graves merupakan penyebab yang sering untuk hipertiroid anak. Penelitian
prospektif di Inggris dan Irlandia menyebutkan insidens hipertiroid mencapai 0.9 per
100.000 pada usia lebih muda dari 15 tahun. Insiden hipertiroid sama untuk semua
jenis kelamin, walaupun kejadian pada perempuan secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki pada usia 10 sampai 14 tahun.8
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis, dan
pemeriksaan fisik dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid difus atau noduler, serta
adanya manifestasi ekstratiroid. Berdasarkan pemeriksaan penunjang. Pengukuran
kadar hormon tiroid memperlihatkan peningkatan kadar T3 dan atau T4 serta
peurunan kadar TSH.8
1. Pengobatan obat antibiotik yang sering digunakan adalah PTU dan golongan
metimazol, yang bekerja dengan menghambat penggabungan yodium
anorganik menjadi senyawa organik, dan akan menekan TRAb serta
mempengaruhi autoimunitas intratiroid sehingga mempengaruhi biosintesis
hormon tiroid dan menurunkan kadar hormon tiroid.
2. Pembedahan, indikasi meliputi pemberian obat-obatan antitiroid tidak dapat
diberikan terutama untuk anak dibawah umur 5 tahun, hasil pengobatan yang
tidak adekuat atau gagal mengalami remisi yang permanen
3. Iodium radioaktif
DAFTAR PUSTAKA
1. Siraj E. Update on the Diagnosis and Treatment of Hyperthyroidism. JCOM.
2008; 15(6); 298-307.
2. Jamson, L. 2005. Diseases of Tyroid Gland. Harrisons Principles of Internal
Medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division
3. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid V. Jakarta, 2009.
4. Price, S. A. dan Lorraine, M. W. 2006. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC. Jakarta.
5. Ginsberg J. Diagnosis and management of Grave’s disease. CMAJ.
2008;168(5):575-85.
6. Akamizu, et al. 2012. Diagnostic Criteria and Clinico-Epidemiological Features
of Thyroid Storm Based on a Japanese Nationwide Survey. Jurnal of Endocrine.
Vol.33
7. Kusumo S, et al, Krisis Tiroid. Case Report. Maj Ked Ter Intensif. 2012; 2(4):
220 – 24
8. Batubara, et al. 2018. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi dua. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai