DISUSUN OLEH:
DOSEN PENGAMPU:
Koma juga bisa terjadi apabila terjadi gangguan baik pada neuron penggalak kewaspadaan
maupun neuron pengemban kewaspadaan yang menyebabkan neuron- neuron tersebut
tidak bisa berfungsi dengan baik dan tidak mampu bereaksi terhadap pacuan dari luar
maupun dari dalam tubuh sendiri. Adanya gangguan fungsi pada neuron pengemban
kewaspadaan, menyebabkan koma kortikal bihemisferik, sedangkan apabila terjadi gangguan
pada neuron penggalak kewaspadaan, menyebabkan koma diensefalik, supratentorial
atauinfratentorial. Penurunan fungsi fisiologik dengan adanya perubahan-perubahan
patologik yang terjadi pada koma yang berkepanjangan berhubungan erat dengan lesi-lesi
sistem neuron kortikal diensefalik. Jadi prinsipnya semua proses yang menyebabkan
destruksi baik morfologis (perdarahan, metastasis, infiltrasi), biokimia (metabolisme, infeksi)
dan kompresi pada substansia retikularis batang otak paling rostral (nuklei intralaminaris)
dan gangguan difus pada kedua hemisfer serebri menyebabkan gangguan kesadaran hingga
koma. Derajat kesadaran yang menurun secara patologik bisa merupakan keadaan tidur
secara berlebihan (hipersomnia) dan berbagai macam keadaan yang menunjukkan daya
bereaksi di bawah derajat awas-waspada. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan letargia,
mutismus akinetik, stupor dankoma. Bila tidak terdapat penjalaran impuls saraf yang
kontinyu dari batang otak ke serebrum maka kerja otak menjadi sangat terhambat. Hal ini
bisa dilihat jika batang otak mengalami kompresi berat pada sambungan antara
mesensefalon dan serebrum akibat tumor hipofisis biasanya menyebabkan koma yang
ireversibel. Saraf kelima adalah nervus tertinggi yang menjalarkan sejumlah besar sinyal
somatosensoris ke otak. Bila seluruh sinyal ini hilang, maka tingkat aktivitas pada area
eksitatorik akan menurun mendadak dan aktivitas otakpun dengan segera akan sangat
menurun, sampai hampir mendekati keadaan koma yang permanen.
E. PATHWAYS
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
5. Papil edema
6. Asimetris pupil
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
8. Demam
9. Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urin
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnu atau dispnea
16. Edema lokal atau anasarka
17. Sianosis, pucat dan sebagainya
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran
yaitu :
1. Laboratorium darah meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol,
obat-obatan dan analisa gas darah (BGA).
2. CT Scan pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET (Positron Emission Tomography) untuk menilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak,
stroke dan tumor otak
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) untuk mendeteksi lokasi kejang
pada epilepsi, stroke.
5. MRI untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral ntuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas
dan neoplasma.
8. EEG (elektroensefalography) untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor,
abses, jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG (Elektromiography) untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat
penyakit lain.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian yaitu tahapan awal dari proses keperawatan, data dikumpulkan secara sistematis
yang digunakan untuk menentukan status kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus
dilaksanakan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Ada dua jenis pengkajian pada penurunan kesadaran :
1. Pengkajian Primer
a) Airway
Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
Terjadi penurunan kesadaran
Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Gelisah
Sianosis
Kejang
Retensi lendir / sputum di tenggorokan
Suara serak
Batuk
b) Breathing
Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
Sianosis
Takipnu
Dispnea
Hipoksia
Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
c) Circulation
Hipotensi / hipertensi
Takipnu
Hipotermi
Pucat
Ekstremitas dingin
Penurunan capillary refill
Produksi urin menurun
Nyeri
Pembesaran kelenjar getah bening
2. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
Penyakit stroke
Infeksi otak
DM
Diare dan muntah yang berlebihan
Tumor otak
Intoksiaksi insektisida
Trauma kepala
Epilepsi dll.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
kesulitan dalam beraktivitas
kelemahan
kehilangan sensasi atau paralysis.
Mudah lelah
Kesulitan istirahat
Nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
4. Nutrisi
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea
Vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
5. Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,berkurangnya
reflek tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil
isokor / anisokor, diameter pupil
6. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
7. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
8. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
9. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
C. PEMERIKSAAN CGS
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
1. Respon motorik
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa,
melepaskan gangguan.
Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu
menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya
Nilai 3 : fleksi abnormal bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2 : ekstensi abnormal bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah,
fleksi pergelangan tangandan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate
rigidity )
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan : Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat dan tidak ada trauma spinal, bila hal
ini ada hasilnya akan selalu negatif
2. Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku
bila pasien dispasia atau apasia, mengalami trauma mulut, dan dipasang intubasi trakhea
(ETT)
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu,
tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung
dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”),
suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
3. Respon membukanya mata
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya
Catatan mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 :Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan
membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri
4. Menilai reflek-reflek patologis
Reflek Babinsky apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-
jarinya ke daerah plantar
Reflek Kremaster dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi
M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus
corticulspinal.
5. Uji syaraf kranial
NI.N.Olfaktorius: penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-
wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup
N.II. N.opticus : Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan
optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan
kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/ okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN : Diperiksa bersama dengan
menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil , reflek
cahaya dan reflek akomodasi.
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik, sensorik diperiksa pada permukaan
kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata tertutup.
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer
saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ dasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan
dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul ,
menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah
yang dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus: fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber ,
Schwabach dengan garpu tala.
N.IX/Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan
kemampuan menelan pasien
N.XI /Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan
( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus ,
gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
DAFTAR PUSTAKA
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E.
D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa :
Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition.
Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih
bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and
documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun
1993)
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )
Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000
Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000