Anda di halaman 1dari 79

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN

DANA DESA TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN

KELEMBAGAAN DESA DI KECAMATAN UTAN KABUPATEN SUMBAWA

Oleh:

NAMA : PUTRI KINANTI ARCTICIA

NIM : A1C016126

JURUSAN : AKUNTANSI

Setelah membaca naskah proposal ini dengan seksama, maka menurut pertimbangan

kami telah memenuhi syarat untuk diseminarkan:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Wirawan Suhaedi, SE.,M.Ak Intan Rakhmawati, SE.,M.Ak


NIP. 19771018200212 1 003 NIP. 19850405200912 2 005
Judul : Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa

terhadap Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Desa di

Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah

langkah awal bagi desa dalam menjalankan kewenangannya. Dalam Undang-Undang

Desa juga terdapat Dana Desa yang bersumber dari APBN. Dana Desa diharapkan

dapat memberi tambahan energi bagi Desa dalam melakukan pembangunan dan

pemberdayaan Desa, menuju Desa yang kuat, maju dan mandiri.

Selain Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah juga

mengeluarkan Permendesa Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun

2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 50/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 205 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa,

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana

Desa dan PP Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pemberian Dana Desa membuat


pemasukan di setiap Desa meningkat. Dana Desa dimaksudkan untuk membiayai

sebagian program pemerintahan desa dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan

dan kelembagaan desa. Oleh karena itu, arah pemberdayaan masyarakat desa yang

paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan

masyarakat melalui BPD dalam musyawarah perencanaan program desa dan lembaga

pemerintahan yang memang mempunyai kebijakan pembangunan yang lebih reaktif

memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Sebagai salah satu daerah yang menerima Dana Desa, Kabupaten Sumbawa

menetapkan aturan tentang Dana Desa dalam Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 42

Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 96 Tahun

2018 Tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa

Di Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2019. Dalam peraturan ini, disebutkan

bahwa Dana Desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan, berdasarkan alokasi

dasar, alokasi afirmasi, dan alokasi formula. Alokasi dasar dihitung berdasarkan

alokasi dasar per kabupaten dibagi jumlah desa. Untuk alokasi afirmasi dihitung

berdasarkan desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah

penduduk miskin tertinggi. Sedangkan alokasi formula dihitung berdasakan data

jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan indeks kesulitan geografis.

Namun, perubahan fundamental dilaksanakan pada pengelolaan Dana Desa

sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 40/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana

Desa pada sisi pengalokasian berupa adanya Alokasi kinerja yang diperuntukkan bagi
Desa dengan kinerja baik. Dalam mengelola semua dana tersebut, pemerintah desa

dituntut dalam pelaksanaan kegiatannya yang harus mengedepankan transparansi dan

akuntabilitas, sebagaimana dituntut dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.

Namun terdapat juga peraturan lain yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa. Dimana terdapat

beberapa perbedaan dengan PMK 40, yaitu peraturan Desa mengenai APBDes pada

tahap 1 dipindahkan ke tahap III. Pada PMK 40 tahap II berupa laporan realisasi

penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya

dipindahkan menjadi tahap III pada PMK 50, dan digantikan dengan tahap II tanpa

dokumen persyaratan. Selanjutnya pada PMK 50 tahap III terdapat penambahan yaitu

peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana

Desa setiap desa dan peraturan Bupati/Walikota mengenai perubahan tata cara

pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap desa. Kemudian perubahan

persentase Laporan Realisasi Penyerapan dan Capaian Keluaran Dana Desa sampai

dengan Tahap II menunjukkan realisasi penyerapan paling sedikit sebesar 75%

menjadi 50% dan capaian keluaran menunjukkan paling sedikit sebesar 50% tidak

ada perubahan, dan penghapusan peraturan Kepala Desa mengenai penetapan

keluarga penerima manfaat BLT Desa. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi

akuntabilitas keuangan, karena pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan,

pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan akan

berpengaruh dengan perubahan peraturan yang ada.


Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak desa-desa dengan pengelolaan

Dana Desa belum yang belum dapat dikatakan akuntabel dan transparan. Terkait

kasus Kepala Desa Tengah, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa yang menjadi

salah satu lokasi penelitian ini dilaporkan oleh warganya ke DPRD terkait kasus

dugaan penyelewengan Dana Desa (APBDes) tahun 2017. Terdapat 23 item yang

menjadi pokok keluhan warga seperti dana aspirasi bantuan Masjid sebesar Rp

33.650.000, dan dana rehab tembok keliling pagar Kantor Desa sebesar Rp 7.500.000

yang tidak tersalurkan 100%. Selanjutnya dana pengadaan terop desa 6 (enam) buah

sebesar Rp 45.000.000.000 dan dana pengadaan kursi desa 150 buah senilai Rp

11.250.000 tidak tersalurkan 100%. Kemudian dana pembuatan pos kamling 6 (enam)

buah senilai Rp 27.000.000 tidak tersalurkan 50%, dan masih banyak lagi (Kabar

NTB, 2017). Hal ini terkait dengan proses pembangunan dan proyek Desa tidak bisa

dikendalikan dengan Siskeudes, karena terdapat proses negosiasi dan persetujuan

tender. Oleh karena itu, peran pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa bisa

berfungsi sebagai penampung dan penyampai aspirasi masyarakat yang telah

dikumpulkan melalui rapat atau musyawarah yang dilakukan oleh Pemerintah Desa.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui Lembaga Kemasyarakatan Desa, yaitu

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat melalui proses musyawarah desa yang

dilakukan oleh Pemerintah Desa dan terhubung dengan akuntabilitas prosedural,

karena pertanggungjawaban mengenai proses pembangunan dan proyek desa telah

mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada

keputusan politis.
Penelitian sejenis telah dilakukan di banyak desa, sebagaimana penelitian

Alwindria, dkk (2019:120), tentang analisis transparansi partisipasi dan akuntabilitas

pengelolaan Dana Desa di Desa Sako Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan

Singingi. Berdasarkan penelitian ini, Alwindria, dkk (2019:120) menemukan bahwa

mekanisme pengelolaan di Desa Sako sudah cukup baik, meskipun di setiap tahap

masih ada catatan kecil yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah desa agar

bisa diperbaiki untuk lebih baik lagi. Pelaksanaan pengelolaan Dana Desa dari tahap

perencanaan bingga pertanggungjawaban dapat dikatakan transparan dan akuntabel,

karena pemerintah desa mengajak masyarakat untuk ikut memberikan aspirasi dan

mengetahui rencana apa yang perlu disetujui untuk pembangunan desa, seta

pemerintah desa telah menggunakan Siskeudes dengan maksimal yang disediakan

oleh Pemerintah Kabupaten meskipun tidak banyak media informasi yang digunakan

oleh pemerintah desa.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Dewi, dkk (2019:287) tentang

transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan Dana

Desa terhadap pembangunan desa di Desa Candirejo Kecamatan Pringapus,

Kabupaten Semarang. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan akuntabilitas di Desa

Candirejo sudah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan dengan melihat

pembangunan jalan dan pemberdayaan masyarakat. Adanya laporan berkala

mengenai pengelolaan Dana Desa dan publikasi dalam bentuk pemasangan spanduk

atau pengumuman saat musyawarah mengenai detail keuangan Dana Desa kepada

masyarakat membuktikan bahwa Desa Candirejo telah menerapkan transparansi.


Penelitian yang dilakukan oleh Kisnawati, dkk (2019:48) tentang

pengendalian intern dan partisipasi masyarakat dalam mengurangi kecenderungan

kecurangan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok

Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah pengendalian intern dapat mengurangi

kecenderungan kecurangan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Batukliang

Kabupaten Lombok Tengah, baik dalam tahap perencanaan maupun aspek

pelaksanaannya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nafidah, dkk (2015:213) tentang

akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam upaya meningkatkan

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hasil dari penelitian ini adalah

pertanggungjawaban ADD baik secara teknis maupun administrasi sudah berjalan

dengan baik sesuai peraturan yang berlaku dengan bukti adanya pertanggungjawaban

secara tranparan dan akuntabel. Pemerintah Desa Dapurkejambon sudah

mempertanggungjawabkan pengelolaan alokasi dana desa dengan baik sesuai dengan

peraturan yang ada, hal itu terbukti dengan adanya Laporan Pertanggung Jawaban

(LPJ) yang isinya terdapat buku kas pembantu, kwitansi, dan kegiatan-kegiatan

lainnya Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan

APBDesa diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media

informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Hulu, dkk (2018:146) tentang

pengelolaan Dana Desa dalam pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian ini,


Hulu, dkk (2018:146) menemukan bahwa perencanaan dana desa dilakukan dengan

cara dilaksanakannya Musrenbangdes yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Pelaksanaan Musrenbagdesa telah dilaksanakan, namun Penentuan kegiatan yang

akan dilaksanakan lebih lebih didominasi oleh perangkat desa. Faktor pendukung

pengelolaan dan desa yang pertama yaitu dukungan dari kebijakan yang lengkap.

Faktor yang kedua yaitu sosialisasi pengelolaan dana desa yang telah diikuti oleh

perangkat desa. ketiga adalah sarana dan prasara pendukung pengelolaan dana desa.

Dan yang menjadi Faktor penghambat pengelolaan dana desa yang pertama yaitu

sumber daya manusia yang rendah. Faktor yang selanjutnya yaitu partisipasi

masyarakat yang masih dinilai rendah.

Terkait dengan adanya pemberitaan-pemberitaan tentang Dana Desa yang

masih belum sesuai dengan peraturan yang sudah ada, pemberdayaan masyarakat dan

peran lembaga desa menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan desa. Jika Dana

Desa dikelola dengan baik dan jujur, maka hasil kegiatan otonomi desa khususnya

pemberdayaan masyarakat akan terlihat jelas.

Dalam pelaksanaan pengelolaan Dana Desa, peran serta masyarakat juga

menjadi hal yang penting terutama dalam proses pengambilan keputusan dan

pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kebutuhan masyarakat desa. Selain itu,

dibutuhkan juga adanya kerjasama yang baik antara lembaga desa dengan masyarakat

dalam setiap tahapan-tahapan pengelolaan Dana Desa. Jika hal tersebut berjalan

dengan baik, maka besar kemungkinan masyarakat dapat lebih mengembangkan diri

untuk mencapai kemajuan bersama seperti yang diharapkan dari program desa, yaitu
terciptanya masyarakat yang lebih berdaya. Sebagai contoh, terdapat pengelolaan

sarana prasarana desa berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang

tersedia seperti melakukan pengelolaan lingkungan pemukiman lainnya yang sesuai

dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa, pembuatan

website desa, dan masih banyak lagi.

Sebagai bagian dari pemerintahan desa, lembaga desa juga ikut berperan serta

dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Sebagaimana telah

tercantum dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Lembaga

Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, dinyatakan bahwa lembaga desa

bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat desa, ikut serta dalam perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa.

Karena pada prinsipnya, keberhasilan setiap desa ditentukan oleh efektivitas

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa,

pemerintahan desa bisa saja melakukan berbagai bentuk kecurangan, seperti

penyalahgunaan Dana Desa. Fenomena penyalahgunaan dana desa menimbulkan

kegundahan bagi masyarakat dan pemerintah pada umumnya, karena jika ingin

dianalisis lebih lanjut sebenarnya pemerintah telah  menetapkan berbagai aturan dan

pedoman terkait dana desa yang harapannya memudahkan dalam pelaksanaan

pengelolaan dana desa sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan bahkan

menimbulkan potensi kecurangan dalam pelakasanaannya. Untuk mengatasi hal

tersebut, pemerintah desa harus mengawal Dana Desa dengan melibatkan masyarakat
dalam proses pengawasan. Risiko munculnya masalah akan lebih besar apabila aparat

desa, aparat pemerintah pusat, maupun masyarakat tidak bersinergi mengawasi

penggunaan anggaran yang besar.

Kecamatan Utan sendiri merupakan kecamatan yang terdiri dari 9 (sembilan)

desa, yaitu Desa Pukat, Desa Orong Bawa, Desa Stowe Brang, Desa Jorok, Desa

Motong, Desa Tengah, Desa Sabedo, Desa Bajo, dan Desa Bale Brang. Terkait

adanya pemberitaan-pemberitaan tentang Dana Desa yang dalam pengelolaannya

masih belum sesuai dengan peraturan yang sudah ada dan penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa

dengan objek berbeda di 5 (lima) desa di Kecamatan Utan, yaitu Desa Jorok, Desa

Orong Bawa, Desa Motong, Desa Bale Brang, dan Desa Tengah.

Penelitian ini akan membandingkan 5 (lima) dari 9 (sembilan) desa dalam

kategori desa maju, desa berkembang, dan desa tertinggal. Untuk memperoleh data

yang ada, peneliti akan menyebar kuesioner aparatur desa dan tokoh masyarakat.

Alasan peneliti tertarik melakukan penelitian di Kecamatan Utan ini adalah

karena berdasarkan tinjauan website Kabar NTB sebagaimana ditulis peneliti pada

paragraf sebelumnya, diduga masih terdapat desa yang masih belum memaksimalkan

prinsip transparansi dan akuntabilitas Dana Desa terhadap pemberdayaan masyarakat

dan kelembagaan desa. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan

tema pengaruh transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap

pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa di Kecamatan Utan Kabupaten


Sumbawa, dengan kategori desa yang berbeda, yaitu desa maju, desa

berkembang, dan desa tertinggal.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana

Desa terhadap pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa?

b. Bagaimana bentuk dan perbandingan transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan Dana Desa di Desa Jorok (Desa Maju), Desa Orong Bawa dan

Desa Motong (Desa Berkembang), serta Desa Bale Brang dan Desa

Tengah (Desa Tertinggal) dalam melaksanakan pemberdayaan

masyarakat?

c. Bagaimana peran lembaga desa dalam menerapkan prinsip transparansi

dan akuntabilitas Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat, mulai dari

tahap perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan?

1.2. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

Dana Desa terhadap pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa.

b. Untuk mengetahui bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana

Desa di Desa Jorok (Desa Maju), Desa Orong Bawa dan Desa Motong

(Desa Berkembang), serta Desa Bale Brang dan Desa Tengah (Desa

Tertinggal) dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat.

c. Untuk mendeskripsikan perbandingan transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan Dana Desa di Desa Jorok (Desa Maju), Desa Orong Bawa dan
Desa Motong (Desa Berkembang), serta Desa Bale Brang dan Desa

Tengah (Desa Tertinggal) dalam melaksanakan pemberdayaan

masyarakat.

d. Untuk mengetahui peran lembaga desa dalam menerapkan prinsip

transparansi dan akuntabilitas Dana Desa untuk pemberdayaan

masyarakat, dari tahap perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi

dalam pengembangan agency theory dalam mengetahui transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan masyarakat

dan kelembagaan desa di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pemerintah desa dan Badan Permusyarawatan Desa khususnya dalam

memahami, menerapkan, dan/atau memperbaiki transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan masyarakat

dan kelembagaan desa. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat untuk masyarakat desa di Kecamatan Utan agar

mengetahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa

terhadap pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa.

c. Secara kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

saraba bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak desa, inspektorat,


dan verifikator BPMPD Kabupaten Sumbawa di Kecamatan Utan untuk

lebih mempertahankan bahkan jika mampu, meningkatkan transparansi

dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan

masyarakat dan kelembagaan desa.


2. Kajian Pustaka

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Agency Theory

Menurut Jensen & Meckling (1976), teori agensi adalah kontrak antara

principal dan agent yang berupa pendelegasian wewenang dalam rangka

pengambilan keputusan. Teori agensi berpandangan bahwa baik agent maupun

principal akan berusaha untuk mendapatkan utilitas sebanyak mungkin. Teori

keagenan muncul akibat adanya kontrak kerja atas persetujuan bersama yang terjadi

antara agent dan principal. Dalam hal ini dengan pengelolaan Dana Desa oleh

pemerintah desa (agent), mereka bertanggungjawab kepada pemerintah yang telah

membuat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pemerintah Pusat, BPMPD,

masyarakat desa, dan BPD (principal) sebagai pemberi amanah dalam pelaksanaan

tugas pembangunan dan pemerintahan di desa.

Gambar 2.1. Bagan Alur Agency Theory

PEMERINTAH PUSAT

Ket:
BPMPD
Agent

PEMERINTAH DESA Principal

BPD

Masyarakat
Dalam pengelolaan keuangan, Pemerintah Desa berfungsi sebagai

agen yang diberi kewenangan untuk melaksanakan kewajiban tertentu yaitu

mengelola keuangan dengan baik dimana pengelolaan yang baik harus

mengikutsertakan masyarakat (principal). Hal ini dilakukan untuk

menciptakan tata kelola keuangan yang baik dalam pemerintahan desa,

hubungan antara pemerintahan desa dan masyarakat selaku pihak yang akan

ikut dalam menentukan kebijakan desa dapat digambarkan sebagai suatu

hubungan keagenan (agency relationship).

Teori keagenan di Kecamatan Utan bisa dilihat dari Pemerintah Pusat

yang memberikan wewenang kepada Pemerintah Desa untuk mengelola Dana

Desa, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)

melakukan penyelesaian sekaligus pembinaan masalah pengelolaan Dana

Desa yang dilaporkan masyarakat, Badan Permusyarawatan Desa (BPD)

bertugas mengawasi penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa agar tidak

diselewengkan. Pemerintah desa yang bertindak sebagai agen mempunyai

kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan yang

dimulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Masyarakat yang

bertindak sebagai principal merupakan pengguna informasi keuangan dan

penentu kebijakan baik secara langsung atau tidak langsung.

2.2. Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Permendes Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas

Permendes Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa


Tahun 2020, pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengembangkan

kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan

pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta

memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan,

dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas

kebutuhan masyarakat Desa. Sebagai contoh, kegiatan pemberdayaan di setiap

desa seperti peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

yang melakukan pelatihan pengelolaan kapasitas kelompok Usaha

Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), pelatihan kader

kesehatan masyarakat untuk gizi, kesehatan, air bersih, sanitasi, pengasuhan

anak, stimulasi, pola konsumsi dan lainnya, dan masih banyak lagi. Selain itu,

terdapat pengelolaan sarana prasarana desa berdasarkan kemampuan teknis

dan sumber daya lokal yang tersedia seperti melakukan pengelolaan

lingkungan pemukiman lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa dan

diputuskan dalam musyawarah desa, pembuatan website desa, dan masih

banyak lagi.

2.3. Kelembagaan Desa

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,

kelembagaan desa/desa adat adalah lembaga pemerintahan desa/desa adat

yang terdiri atas Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan

Desa/Desa Adat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan Lembaga Adat.

Mengingat kedudukan, kewenangan, dan keuangan desa yang semakin kuat,


penyelenggaraan pemerintah desa diharapkan lebih akuntabel dan transparan

yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara

Pemerintah Desa dan Lembaga Desa.

Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Lembaga

Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, menyebutkan bahwa

Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan

Masyarakat Desa, ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa. Lembaga

Kemasyarakatan Desa meliputi Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Pos Pelayanan

Terpadu, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Sama halnya dengan

Lembaga Kemasyarakatan Desa, Lembaga Adat Desa bertugas membantu

Pemerintah Desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan

mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat

masyarakat desa.

2.4. Pengelolaan Dana Desa

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

40/PMK.07/2020 jo 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa,

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,


kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Penggunaan Dana Desa

diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan

kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan dan dituangkan

dalam rencana kerja Pemerintah Desa.

Pengelolaan Dana Desa adalah segala proses kegiatan administratif

yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dalam bentuk beberapa tahapan, yaitu

perencanaa, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.

Untuk memudahkan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Utan, Pemerintah

Desa menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES), yang

merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola

Dana Desa. Aplikasi Siskeudes mengacu pada peraturan pengelolaan

keuangan desa yang berlaku saat itu yaitu Permendagri Nomor 113 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang kemudian diganti dengan

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Aplikasi Siskeudes ditujukan kepada

aparat pemerintah desa untuk memudahkan pengelolaan keuangan desa mulai

dari tahap perencanaan hingga tahap pelaporan/pertanggungjawaban. Berikut

adalah rincian Dana Desa yang diterima oleh Pemerintah Desa di Kecamatan

Utan Tahun 2019.


Tabel 2.1. Dana Desa di Kecamatan Utan Tahun 2019

DANA DESA YANG KATEGORI


NO NAMA DESA
DITERIMA DESA
DESA LABUHAN
1 Rp 1.327.318.800 BERKEMBANG
BAJO
2 DESA STOWE BRANG Rp 1.198.447.800 BERKEMBANG
3 DESA ORONG BAWA Rp 778.940.000 BERKEMBANG
4 DESA MOTONG Rp 994.261.000 BERKEMBANG
5 DESA TENGAH Rp 898.754.000 TERTINGGAL
6 DESA JOROK Rp 1.262.788.000 MAJU
7 DESA BALE BRANG Rp 862.552.000 TERTINGGAL
8 DESA SABEDO Rp 901.601.000 BERKEMBANG
9 DESA PUKAT Rp 1.404.034.800 MAJU

Kriteria dalam pemilihan desa yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan kriteria status Indeks Desa Membangun (IDM) yaitu desa

tertinggal, desa berkembang, dan desa maju. Berdasarkan kriteria tersebut

terdapat 5 desa yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu Desa Jorok

(Desa Maju), Desa Orong Bawa (Desa Berkembang), Desa Motong (Desa

Berkembang), Desa Bale Brang (Desa Tertinggal) dan Desa Tengah (Desa

Tertinggal).

2.5. Akuntabilitas Dana Desa

Menurut Waluyo (2009), akuntabilitas adalah kewajiban untuk

memberikan pertanggungjawaban atau menjawab, dan menerangkan kinerja

serta tindakan seseorang badan hukum, pimpinan atau organisasi kepada

pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban. Akuntabilitas merupakan suatu upaya untuk


memberikan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh unit organisasi atau

pihak-pihak yang berkepentingan secara terbuka kepada pihak-pihak lain yang

memberikan pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas

dua macam, yaitu (Mardiasmo, 2009:20):

a. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability)

Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana

kepada otoritas yang lebih tinggi. Setiap pejabat atau petugas publik, baik

individu maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk

mempertanggungjawabkan kepada atasan mengenai perkembangan

kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatan secara periodik maupun sewaktu-

waktu bila diperlukan. Pihak dalam akuntabilitas vertikal ini seperti

Pemerintah Desa melakukan akuntabilitas Dana Desa kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota.

b. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability)

Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat

luas. Akuntabilitas horizontal melekat pada setiap lembaga negara sebagai

suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang

telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk

dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Pihak dalam akuntabilitas

horizontal seperti Pemerintah Desa melakukan akuntabilitas Dana Desa

kepada Masyarakat.
Akuntabilitas Dana Desa merupakan bentuk pertanggungjawaban dari

pihak desa terkait pengelolaan Dana Desa, mulai dari perencanaan hingga

pertanggungjawaban akhir. Pemerintah wajib membuat pelaporan yang

menyampaikan informasi data atau informasi Dana Desa mengenai

perkembangan dan kemajuan setiap tahapan dari penggunaan Dana Desa

secara efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan Dana Desa

adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran,

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Dana Desa

yang menunjukkan keadaan atau tingkat keberhasilan suatu pemerintahan

desa dalam mencapai rencana yang dapat dicapai dan sesuai dengan standar

kinerja atau sasaran yang sudah ditentukan. Dalam membuat kebijakan harus

dipertimbangkan tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa

sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang terpengaruh dan

memperoleh manfaat dan dampak atas kebijakan tersebut.

Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan tahap akuntabilitas, yaitu

tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Pada

tahap perencanaan, Pemerintah Desa akan membahas Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dimana terdapat program kegiatan

pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Desa. Tahap

pelaksanaan berupa tahap program kegiatan pemberdayaan masyarakat yang

direncanakan telah dilaksanakan. Pada tahap pelaporan akan dilakukan oleh

Kader Pemberdayaan Masyarakat dimana akan melaporkan hasil pelaksanaan


kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kemudian pada tahap

pertanggungjawaban, laporan yang dilakukan oleh Kader Pemberdayaan

Masyarakat akan dibuatkan Laporan Pertanggungjawaban yang nantinya akan

diserahkan kepada Pemerintah Desa bahwa segala kegiatan pemberdayaan

masyarakat telah rampung dilaksanakan.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) seperti yang dikutip

oleh BPKP, ada 3 (tiga) jenis akuntabilitas yaitu:

a. Akuntabilitas Keuangan, merupakan pertanggungjawaban mengenai

integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan. Jenis akuntabilitas ini memerlukan dukungan

sistem informasi akuntansi yang memadai untuk terselenggaranya

pelaporan.

b. Akuntabilitas Manfaat, yang pada dasarnya memberikan perhatian kepada

hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintah.

c. Akuntabilitas Prosedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai

apakah suatu prosedur dari pelaksanaan suatu kebijakan telah

mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan

ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan

akhir yang telah ditetapkan.

Penelitian ini menggunakan akuntabilitas keuangan, akuntabilitas

manfaat, dan akuntabilitas prosedural. Sehingga peneliti bisa menjadikan

akuntabilitas tersebut sebagai acuan dalam melakukan penelitian untuk


mengetahui bagaimana Pemerintah Desa dapat melakukan

pertanggungjawaban untuk terselenggaranya pelaporan dan

mempertimbangkan masalah ketaatan pada keputusan politis dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan.

Indikator akuntabilitas menurut Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

tentang Pengelolaan Keuangan Desa pasal 20 - 72, meliputi: (1) Perencanaan,

(2) Pelaksanaan, (3) Penatausahaan, (4) Pelaporan dan Petanggungjawaban.

Pada penelitian ini akuntabilitas Dana Desa yang akan dibahas adalah tahap

perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.

2.5.1. Tahap Perencanaan

Bentuk akuntabilitas dalam tahapan perencanaan ini bisa dilakukan

dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan-perencanaan

penyusunan keuangan desa seperti penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes),

Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes). Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengan Desa

(RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), Rencana Anggaran

Biaya (RAB), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dibahas

dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Musrenbangdes adalah forum ditingkat desa yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Deaerah (Kabupaten/Kota) untuk merumuskan dan menggali


usulan dari bawah yang akan dimasukkan dalam dokumen Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD).

2.5.2. Tahapan Pelaksanaan

Dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 menyebutkan bahwa

pelaksanaan pengelolaan keuangan desa merupakan penerimaan dan

pengeluaran desa yang dilaksanakan melalui kas desa pada bank yang

ditunjuk Bupati/Walikota. Tahap-tahap dalam pelaksanaan pengelolaan

keuangan desa adalah sebagai berikut:

a. Kepala Desa menugaskan Kaur dan kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran

sesuai tugasnya menyusun DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)

paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Peraturan Desa tentang APB

Desa dan Peraturan Kepala Desa tentang APB Desa ditetapkan.

b. DPA itu sendiri terdiri atas Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa,

Rencana Kerja kegiatan Desa, dan Rencana Anggaran Biaya.

c. Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran menyerahkan rancangan

DPA kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa paling lambat 6

(enam) hari kerja setelah penugasan.

d. Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPA paling lambat 15

(lima belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan

Anggaran menyerahkan rancangan DPA.


e. Kepala Desa menyetujui rancangan DPA yang telah diverifikasi oleh

Sekretaris Desa.

f. Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran melaksanakan kegiatan

berdasarkan DPA yang telah disahkan oleh Kepala Desa. Pelaksanaan

kegiatan dilakukan dengan melalui pengadaan swakelola dan/atau

penyedia barang/jasa.

g. Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran mengajukan SPP (Surat

Perintah Pembayaran) dalam setiap pelaksanaan kegaiatan anggaran.

Pengajuan SPP wajib menyertakan laporan perkembangan kegiatan

dan anggaran.

h. Kaur dan Kasi Keuangan mencatat pengeluaran kegiatan anggaran atas

pencairan SPP ke dalam buku kas umum dan buku pembantu panjar.

i. Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran menyampaikan

pertanggungjawaban pencairan dana dengan menyertakan bukti

transaksi pembayaran pengadaan barang/jasa kepada Sekretaris Desa.

j. Sekretaris Desa memeriksa kesesuaian bukti transaksi pembayaran

dengan pertanggungjawaban pencairan anggaran yang disampaikan

oleh Kasi dan Kaur Pelaksana Kegiatan Anggaran.

k. Dalam hal jumlah realisasi pengeluaran pembayaran barang/jasa lebih

kecil dari jumlah uang yang diterima. Kaur dan Kasi Pelaksana

Kegiatan Anggaran mengembalikan sisa uang ke Kas Desa.


Gambar 2.3. Bagan Prosedur Tahap Pelaksanaan Dana Desa

Kepala Desa menugaskan Kaur Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan


dan kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran menyerahkan
Anggaran sesuai tugasnya rancangan DPA kepada Kepala
menyusun DPA terdiri atas Desa melalui Sekretaris Desa
Rencana Kegiatan dan paling lambat 6 (enam) hari kerja
Anggaran Desa, Rencana setelah penugasan.
Kerja kegiatan Desa, dan
Rencana Anggaran Biaya.
Sekretaris Desa melakukan
verifikasi rancangan DPA paling
Kepala Desa menyetujui lambat 15 (lima belas) hari kerja
rancangan DPA yang telah sejak Kaur dan Kasi Pelaksana
diverifikasi oleh Sekretaris Kegiatan Anggaran menyerahkan
Desa. rancangan DPA.

Kaur dan Kasi Pelaksana Kegiatan


Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran mengajukan SPP (Surat
Kegiatan Anggaran Perintah Pembayaran) dalam setiap
melaksanakan kegiatan pelaksanaan kegaiatan anggaran
berdasarkan DPA yang telah
disahkan oleh Kepala Desa.

Kaur dan Kasi Keuangan mencatat


pengeluaran kegiatan anggaran atas
Kaur dan Kasi Pelaksana pencairan SPP ke dalam buku kas
Kegiatan Anggaran umum dan buku pembantu panjar.
menyampaikan
pertanggungjawaban pencairan
dana dengan menyertakan bukti Sekretaris Desa memeriksa kesesuaian bukti
transaksi pembayaran transaksi pembayaran dengan
pengadaan barang/jasa kepada pertanggungjawaban pencairan anggaran
Sekretaris Desa. yang disampaikan oleh Kasi dan Kaur
Pelaksana Kegiatan Anggaran. Kaur dan
Kasi Pelaksana Kegiatan Anggaran
mengembalikan sisa uang ke Kas Desa.
2.5.3. Tahapan Penatausahaan

Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai

pelaksana fungsi kebendaharaan. Penatausahaan dilakukan dengan mencatat

setiap penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum. Tahap-tahap

dalam penatausahaan pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Permendagri

Nomor 20 Tahun 2018 sebagai berikut:

a. Kaur Keuangan wajib membuat buku pembantu kas umum yang terdiri

atas: (1) Buku Pembantu Bank yaitu catatan penerimaan dan pengeluaran

melalui rekening kas desa, (2) Buku Pembantu Pajak yaitu catatan

penerimaan potongan pajak dan pengeluaran setoran pajak, dan (3) Buku

Pembantu Panjar yaitu merupakan catatan pemberian dan

pertanggungjawaban uang panjar.

b. Penerimaan Desa disetor ke rekening Kas Desa dengan cara: (1)

Langsung ke bank oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota, (2) Melalui bank lain, badan, lembaga keuangan

dan/atau kantor pos oleh pihak ketiga, dan (3) Oleh Kaur Keuangan untuk

penerimaan yang diperoleh dari pihak ketiga.

c. Pengeluaran atas beban APB Desa dilakukan berdasarkan RAK Desa

yang telah disetujui oleh Kepala Desa.

d. Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan secara

swakelola dikeluarkan oleh Kaur Keuangan kepada Kaur dan Kasi


Pelaksana Kegiatan Anggaran atas dasar DPA dan SPP yang diajukan

serta telah disetujui oleh Kepala Desa.

e. Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan melalui

penyedia barang/jasa dikeluarkan oleh Kaur Keuangan langsung kepada

penyedia atas dasar DPA dan SPP yang diajukan oleh Kasi Pelaksana

kegiatan Anggaran dan telah disetujui oleh Kepala Desa.

f. Pengeluaran atas beban APB Desa untuk belanja pegawai, dilakukan

secara langsung oleh Kaur keuangan dan diketahui oleh Kepala Desa.

2.5.4. Tahapan Pelaporan

Sebagaimana yang dijelaskan pada Permendagri Nomor 20 Tahun

2018, proses pada tahap pelaporan sebagai berikut:

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APBDesa semester

pertama kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

b. Laporan yang dimaksud terdiri dari laporan pelaksanaan APBDesa dan

Laporan Realisasi Anggaran.

c. Kepala Desa menyusun laporan tersebut dengan cara menggabungkan

seluruh laporan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

d. Bupati/Walikota menyampaikan laporan konsolidasi pelaksanaan

APBDesa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan

Desa paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun berjalan.

Laporan tersebut terdiri atas laporan keuangan yang meliputi laporan

realisasi APBDes dan catatan atas laporan keuangan, laporan realisasi


kegiatan, serta daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya

yang masuk ke Desa. Laporan realisasi APBDes memuat tentang pendapatan,

belanja dan pembiayaan yang dilakukan oleh Desa. Catatan Atas Laporan

Keuangan memuat tentang informasi umum, dasar penyajian laporan

keuangan, dan rincian pos laporan keuangan. Laporan Realisasi Kegiatan

memuat output dari kegiatan, rencana dan realisasi kegiatan, serta sumber

dana kegiatan. Program Sektoral, Program Daerah dan Program Lainnya

memuat tentang program yang dilaksanakan, jenis kegiatan, lokasi kegiatan,

volume kegiatan dan satuan kegiatan, serta jumlah anggaran dan sumber dana

anggaran. Laporan program sektoral, program daerah dan program lainnya

hanya berisi rincian anggaran dan sumber dana yang diperoleh untuk

melaksanakan program yang direncakan. Setiap penyusunan dan

penyampaian laporan pertanggungjawaban tentang tentang pelaksanaan

APBDes dari Kepala Desa kepada Bupati/Walikota dikoordinasikan oleh

Sekretaris Desa selaku pelaksana teknis pengelolaan Dana Desa. Pemerintah

desa akan melaporkan realisasi penggunaan Dana Desa kepada

Bupati/Walikota, yang selanjutnya Bupati akan melaporkan kepada Gubernur

yang nantinya akan disampaikan kepada organisasi daerah yang menangani

pemberdayaan masyarakat desa. Kemudian Gubernur berkewajiban

melaporkan kepada Kemendesa paling lambat 2 (dua) minggu setelah

diterima dari Bupati/Walikota.


Laporan program sektoral, program daerah dan program lainnya dalam

akuntabilitas digunakan untuk melaporkan rincian kegiatan yang dilakukan

oleh Desa dengan bantuan sumber dana dari Pemerintah Daerah. Sehingga

laporan tersebut nantinya akan dijadikan pertanggungjawaban oleh Desa, yang

kemudian akan di publikasikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat

mengetahui penggunaan Dana Desa. Laporan program sektoral, program

daerah dan program lainnya dalam akuntabilitas isinya harus sesuai dengan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), yang memuat rincian setiap

kegiatan, anggaran yang disediakan, dan rencana penarikan dana untuk

kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan kegiatan yang telah ditetapkan

dalam APBDes.

Pada tahap pelaporan terdapat keterkaitan dengan tahap pelaksanaan,

yaitu pada tahap pelaksanan Kepala Desa menugaskan Kaur dan kasi

Pelaksana Kegiatan Anggaran sesuai tugasnya menyusun DPA (Dokumen

Pelaksanaan Anggaran) paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Peraturan Desa

tentang APB Desa dan Peraturan Kepala Desa tentang APB Desa ditetapkan,

sehingga pada tahap pelaporan Kepala Desa menyampaikan laporan

pelaksanaan APBDesa semester pertama kepada Bupati/Walikota melalui

Camat.

2.5.5. Tahapan Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban juga dilakukan oleh Kepala Desa dengan cara

menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa kepada


Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran. Tahapan-tahapan

proses pertanggungjawaban sebagai berikut:

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pertangggungjawaban realisasi

APB Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun

anggaran.

b. Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada

Bupati/Walikota melalui camat paling lambat3 (tiga) bulan setelah

akhir tahun berkenaan yang diteapkan dengan Peraturan Desa.

c. Peraturan desa yang dimaksud disertai dengan laporan keuangan,

terdiri dari laporan realisasi APBDes, yaitu laporan yang

menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam

satu periode pelaporan., dan catatan atas laporan keuangan, yaitu

laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos dalam

laporan keuangan. Kemudian terdapat laporan realisasi kegiatan, serta

daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang

masuk ke Desa.

d. Bupati/Walikota menyampaikan laporan konsolidasi realiasasi

pelaksanaan APBDesa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina

Pemerintahan Desa paling lambat minggu kedua Bulan April tahun

berjalan. Pada penelitian ini peneliti akan meneliti akuntabilitas dalam

bidang sumber daya manusia yang mengelola keuangan. Berikut

adalah format laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes.


2.6. Transparansi Dana Desa

Menurut Mardiasmo (2009), transparansi dibangun atas dasar

kebebasan memperoleh informasi, informasi yang berkaitan dengan

kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang

membutuhkan. Transparansi merupakan prinsip keterbukaan yang

memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mengakses informasi

tentang penyelenggaraan pemerintahan. Transparansi berarti Pemerintah Desa

mengelola Dana Desa secara terbuka. Pemerintahan Desa wajib

menyampaikan informasi mengenai Dana Desa kepada masyarakat, sehingga

dengan adanya transparansi ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat

kepada Pemerintah Desa.

Pada sebuah organisasi yang berhubungan dengan publik atau

masyarakat, diperlukan adanya keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh

masyarakat sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap organisasi yang

bersangkutan. Informasi Publik Desa adalah informasi yang dihasilkan,

disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh Pemerintah Desa yang

berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan

Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan

Masyarakat Desa. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Desa yang

selanjutnya disebut PPID Desa adalah pejabat yang bertanggung jawab di

bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan

Informasi Publik Desa.


Standar Layanan Informasi Publik melalui Pengumuman PPID Desa

media atau alat pengumuman/penyampaian dapat mempertimbangkan dengan

kemampuan dan kondisi sosiologis masyarakat desa setempat. Diumumkan

paling sedikit pada papan pengumuman Desa dan/atau media lain yang lazim

digunakan dan dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Laporan dan

evaluasi layanan publik Badan Publik Desa disampaikan kepada Musyawarah

Desa, Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

Pemerintah Desa wajib membuka akses Informasi Publik Desa bagi

setiap Pemohon Informasi Publik, Pemohon Informasi Publik Desa adalah

warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permohonan

Informasi Publik. Prioritas penggunaan Dana Desa wajib dipublikasikan oleh

Pemerintah Desa kepada masyarakat di ruang publik yang dapat diakses

masyarakat yang dilakukan secara swakelola dan partisipatif dengan

melibatkan peran serta masyarakat desa. Sarana publikasi prioritas

penggunaan Dana Desa dapat dilakukan melalui baliho, papan informasi desa,

media elektronik, media cetak, media sosial, website desa, leaflet, pengeras

suara di ruang publik, dan media lainnya sesuai dengan kondisi desa yang bisa

diakses secara langsung oleh masyarakat desa agar lebih mudah mendapatkan

informasi mengenai rencana program kerja Pemerintahan Desa.

Penggunaan Dana Desa yang dilaporkan mengenai informasi data atau

informasi Dana Desa tentang perkembangan dan kemajuan setiap tahapan dari
penggunaan Dana Desa secara efektif dan efisien harus dipublikasikan kepada

masyarakat agar masyarakat lebih mudah mengakses informasi tentang Dana

Desa. Pada penelitian ini transparansi pengelolaan Dana Desa yang akan

dibahas adalah dari tahap perencanaan hingga pertanggungjawaban.

2.6.1. Tahap Perencanaan

Bentuk transparansi dalam tahap perencanaan ini bisa dilakukan

dengan menyebarluaskan informasi mengenai perencanaan dalam pengelolaan

Dana Desa melalui baliho atau website desa. Salah satu peraturan yang

berkaitan dengan transparansi yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam undang-undang ini dijelaskan

bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap

pengguna informasi publik dan harus dapat diperoleh setiap pemohon

informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara

sederhana. Dalam undang-undang ini juga terdpat informasi publik yang

dikecualikan dan bersifat ketat, terbatas dan rahasia sesuai dengan undang-

undang. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin hak warga negara

untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan

publik, dan proses pengambilan keputusan kebijakan publik, serta alasan

pengambilan suatu keputusan publik.

Desa sebagai lembaga pemerintahan yang juga merupakan badan

publik mempunyai kewajiban untuk mengelola informasi dan memberikan

pelayanan informasi kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan. Desa Benderang Informasi Publik (DBIP) merupakan

sebuah gagasan besar Komifi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Program ini maksudnya untuk menjadikan desa lebih terbuka dalam

menyediakan informasi terkait program pembangunan maupun penggunaan

anggaran yang dimiliki di tiap-tiap desa. Dengan adanya Desa Benderang

Informasi Publik, maka Dana Desa dapat lebih transparan kepada publik dan

bahkan masyarakat akan lebih percaya terhadap perangkat desa.

2.6.2. Tahap Pelaksanaan

Untuk mengefektifkan pelaksanaan program-program yang sudah

direncanakan, pemerintah desa perlu mengikutsertakan masyarakat desa

dalam pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat akan lebih

efektif untuk mendapatkan informasi tentang pembiayaan program/kegiatan.

Tahap pelaksanaan termasuk salah satu tahap pengelolaan Dana Desa, dimana

segala bentuk rencana kegiatan yang berkaitan dengan Dana Desa akan

dibahas dalam Musrenbangdes. Masyarakat desa dan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dapat menilai dan memberikan masukan untuk segala bentuk

kekurangan dan kelalaian dalam setiap pelaksanaan program/kegiatan apabila

pemerintah desa transparan dalam menyampaikan informasi keuangan.

Program/kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa contohnya dalam

bidang pembangunan Desa adalah pengadaan, pembangunan, pengembangan,

dan pemeliharaan sarana prasarana Desa seperti penerangan lingkungan

pemukiman, jalan pemukiman, jalan poros desa, jaringan internet untuk desa,
dan masih banyak lagi. Setiap program atau kegiatan yang dilaksanakan, akan

ada tim PPHP (Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan) yang bertugas memeriksa

hasil administrasi pengadaan barang/jasa ketika pekerjaan dilaksanakan oleh

TPK (Tim Pengelola Kegiatan).

Transparansi proyek pembangunan dilakukan dengan meletakkan

papan kegiatan di lokasi tempat proyek dilaksanakan. Papan kegiatan

diletakkan sebelum pelaksanaan pembangunan proyek rampung. Sehingga,

masyarakat mengetahui berapa besar Dana Desa yang digunakan dalam

program/kegiatan yang dilakukan oleh Desa.

2.6.3. Tahap Penatausahaan

Bentuk transparansi pada tahap penatausahaan keuangan desa yang

dilakukan dengan mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran desa dalam

buku kas umum dengan menggunakan metode pencatatan basis kas sesuai

dengan yang tertera dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Catatan

tersebut akan digunakan sebagai acuan pembuatan laporan keuangan desa

untuk dipertanggungjawabkan.

2.6.4. Tahap Pelaporan

Bentuk transparansi dalam tahap pelaporan adalah disusunnya laporan

pelaksanaan APBDes dan laporan realisasi kegiatan sebagai bentuk

akuntabilitas dan transparansi dari penggunaan keuangan desa, yang nantinya

dari laporan APBDes tersebut masyarakat bisa mengetahui kemana arah

keuangan desa terebut.


2.6.5. Tahap Pertanggungjawaban

Bentuk transparansi pada tahap pertanggungjawaban yang bisa

dilakukan pemerintah desa adalah dengan melakukan rapat akhir tahun yang

mengikutsertakan masyarakat, dan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat berupa papan informasi terkait tentang keuangan desa seperti

APBDes, dan juga bisa berupa website yang dapat diakses oleh semua lapisan

masyarakat.

2.7. Indikator Transparansi

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik, terdapat enam indikator yang dapat digunakan dalam

mengukur tingkat transparansi penyelenggaraan suatu pemerintahan, yaitu:

a. Sistem pemberian informasi pada publik. Undang-Undnag Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pengaturan

tentang Desa adalah untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat

desa. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah

dipahami dari semua proses-proses penyelenggaraan pemerintahan desa.

Jika terkait dengan proses penyelenggaraan pelayanan publik, maka

pemerintah desa memberikan informasi seperti persyaratan, biaya, waktu

dan prosedur yang ditempuh dalam mengurus suatu dokumen seperti

mengurus izin pembangunan proyek yang dilakukan di desa harus

dipublikasikan secara terbuka dan mudah diketahui oleh yang

membutuhkan.
b. Adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan, usulan ataupun kritik

publik tentang proses-proses dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Aturan dan prosedur tersebut bersifat “simple, straight forward and easy

to apply”dan mudah dipahami oleh pengguna. Pemerintah desa

melakukan musrenbangdes untuk memfasilitasi masyarakat desa dalam

memberikan usulan maupun kritikan.

c. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi

penyimpangan tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan

pemerintahan. merupakan kemudahan memperoleh informasi mengenai

berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi tersebut

bebas didapat dan siap tersedia (freely and readily available).

d. Adanya laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, tersedianya

laporan mengenai pendapatan, pengelolaan keuangan, dan aset yang

mudah diakses, dan adanya pengumuman kebijakan mengenai

pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset. Ketiga indikator tersebut

dipublikasikan oleh desa melalui papan informasi desa (baliho) dan

website desa.

2.8. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian ini, antara lain:

Dewi, dkk (2019:287) meneliti tentang transparansi, akuntabilitas,

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan Dana Desa terhadap


pembangunan desa di Desa Candirejo Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang. Penelitian ini menggunakan teknik analisa data berupa analisis

data interaktif yang terdiri dari empat komponen diantaranya pengumpulan

sumber-sumber data, pengurangan data atau reduksi data, sajian data,

kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

akuntabilitas Desa Candirejo sudah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan

dengan melihat pembangunan jalan dan pemberdayaan masyarakat. Adanya

laporan berkala mengenai pengelolaan Dana Desa dan publikasi dalam bentuk

pemasangan spanduk atau pengumuman saat musyawarah mengenai detail

keuangan Dana Desa kepada masyarakat membuktikan bahwa Desa Candirejo

telah menerapkan transparansi. Partisipasi masyarakat di Desa Candirejo

dapat dilihat dalam kerjasama pada program pembangunan dan pemberdayaan

desa berjalan dengan baik sehingga manfaat Dana Desa langsung bisa

dirasakan oleh masyarakat.

Alwindria, dkk (2019:120) meneliti tentang analisis transparansi

partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa di Desa Sako Kecamatan

Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi. Berdasarkan penelitian ini, Alwindria,

dkk (2019:120) menemukan bahwa mekanisme pengelolaan di Desa Sako

sudah cukup baik, meskipun di setiap tahap masih ada catatan kecil yang

menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah desa agar bisa diperbaiki untuk

lebih baik lagi. Pelaksanaan pengelolaan Dana Desa dari tahap perencanaan

bingga pertanggungjawaban dapat dikatakan transparan dan akuntabel, karena


pemerintah desa mengajak masyarakat untuk ikut memberikan aspirasi dan

mengetahui rencana apa yang perlu disetujui untuk pembangunan desa, seta

pemerintah desa telah menggunakan Siskeudes dengan maksimal yang

disediakan oleh Pemerintah Kabupaten meskipun tidak banyak media

informasi yang digunakan oleh pemerintah desa.

Alfaruqi (2019:199) meneliti tentang analisis potensi kecurangan

dalam pengelolaan keuangan desa di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang,

Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah pada

tahun 2018, Desa Kesongo terdapat potensi kecurangan dalam pengelolaan

keuangan desa. Indikator-indokatornya adalah pelaku kecurangan

menganggap wajar atas kesalahan yang dilakukan dan sering mengulangi

kesalahan tersebut, merasa tidak ada pihak yang dirugikan, keharusan untuk

melakukan sesuatu, dan tindakan indisiplner. Selain itu, pengendalian yang

baik diperlukan guna mencegah terjadinya potensi kecurangan dalam

pengelolaan keuangan desa.

Kisnawati, dkk (2019:48) meneliti tentang pengendalian intern dan

partisipasi masyarakat dalam mengurangi kecenderungan kecurangan

pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok

Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah pengendalian intern dapat mengurangi

kecenderungan kecurangan pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Batukliang

Kabupaten Lombok Tengah, baik dalam tahap perencanaan maupun aspek

pelaksanaannya.
2.9. Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan masyarakat dan

kelembagaan desa. Penelitian ini menggunakan agency theory sebagai

landasan teori. Berdasarkan kesepakatan antara principal dan agent untuk

mengendalikan dan mengelola Dana Desa dalam upaya memaksimumkan

kesejahteraan principal. Berdasarkan pemaparan di atas, kerangka pemikiran

pengaruh transparansi dan akuntabilitas pengelolaanDana Desa terhadap

pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa di KecamatanUtan

Kabupaten Sumbawa dapat digambarkan sebagai berikut.


Rerangka Koseptual

G
Pemerintah Desa

Pengelolaan Dana Desa

Dasar Hukum:

 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014


 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016
 Permendesa Nomor 6 Tahun 2020
 Perbup Sumbawa Nomor 42 Tahun 2019
 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

Desa Berkembang Desa Tertinggal

Pemberdayaan Masyarakat

Akuntabilitas Transparansi

 Perencanaan  Perencanaan
 Pelaksanaan  Pelaksanaan
 Pelaporan  Penatausahaan
 Pertanggungjawaban  Pelaporan
 Pertanggungjawaban

Lanjutan halaman berikutnya.....


Akuntabilitas
Keuangan
Transparansi

Akuntabilitas
Manfaat Pemberdayaan
Masyarakat
Akuntabilitas

Kelembagaan
Akuntabilitas Desa
Prosedural
Triangulasi Antar
Informan

Pemberdayaan Masyarakat

Triangulasi Antar Informan, Variabel, dan Metode

Hasil Penelitian

Kesimpulan
2.10. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, perumusan hipotesis atau

dugaan sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.10.1. Transparansi pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan

masyarakat dan kelembagaan desa

Transparansi merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan

masyarakat untuk mengetahui dan mengakses informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya keterbukaan tersebut, Dana

Desa yang dikelola dapat dikontrol dan diawasi dengan baik oleh pihak yang

berwenang. Sehingga, dana desa yang penggunaannya bertujuan untuk

pemberdayaan masyarakat tersebut dapat terserap dengan baik.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, penelitian yang dilaksanakan oleh

Erni Tahrir (2018) dengan judul pengaruh alokasi Dana Desa terhadap

pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat membuktikan

bahwa pengelolaan alokasi Dana Desa dengan indikator transparansi

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Garung, dkk (2020:09) dengan

judul pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan alokasi

Dana Desa dalam pencapaian good governance pada Desa Manulea,

Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka menyatakan bahwa akuntabilitas

berpengaruh terhadap pengelolaan alokasi dana desa dalam pencapaian good


governance. Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran dan penelitian tersebut,

dalam penelitian ini diperoleh hipotesis:

H1: Transparansi pengelolaan dana desa berpengaruh secara positif

terhadap pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa di

Kecamatan Utan.

2.10.2. Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa terhadap pemberdayaan

masyarakat dan kelembagaan desa

Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa merupakan pertanggungjawaban

yang harus dilakukan oleh pemerintah desa selaku pelaku administrasi, dan

juga selaku pengelola dana desa kepada masyarakat yang mendapatkan

manfaat dari penggunaan dana desa tersebut. Pelaksanaan akuntabilitas

kepada masyarakat tersebut harus dilaksanakan karena mengacu pada tujuan

adanya dana desa, yaitu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, dimana

upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan pemberdayaan masyarakat.

Dengan adanya pemikiran tersebut, Syafi’i, dkk (2018:81) dengan

judul pengaruh akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi Dana Desa ,

kebijakan desa, dan kelembagaan desa terhadap pemberdayaan masyarakat

membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel

pengelolaan alokasi Dana Desa dan variabel kebijakan desa terhadap

pemberdayaan masyarakat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Emylia,

dkk (2019:01) dengan judul pengaruh akuntabilitas pengelolaan keuangan

desa, kebijakan desa, kelembagaan desa terhadap kesejahteraan masyarakat


menyatakan bahwa variabel akuntabilitas pengelolaan keuangan alokasi Dana

Desa mempunyai pengaruh yang signifikan. Oleh karena itu, berdasarkan

pemikiran dan penelitian tersebut, dalam penelitian ini diperoleh hipotesis:

H2: Akuntabilitas pengelolaan Dana Desa berpengaruh positif terharap

pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa di Kecamatan Utan.


3. Metode Penelitian

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

pendekatan kuantiatif menggunakan mixed methods dengan desain konvergen, yaitu suatu

penelitian yang menggabungkan antara metode kuantitatif dan kualitatif untuk digunakan

secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga data yang diperoleh lebih

valid dan reliable (Sugiyono, 2017:555).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada desa-desa yang ada di Kecamatan Utan, Kabupaten

Sumbawa Besar. Pemilihan lokasi ini dengan melihat transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan Dana Desa yang dilaksanaakan oleh pengelola Dana Desa dan masyarakat di

wilayah Kecamatan Utan.

3.3. Populasi, Sampel, dan Informan

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah 9 desa di Kecamatan Utan, Kabupaten

Sumbawa Besar.

Tabel 3.1. Daftar Nama Desa di Kecamatan Utan

No Nama Desa Kode Pos


1 Sabedo 83451
2 Bale Brang 83451
3 Motong 83451
4 Jorok 83451
5 Orong Bawa 83451
6 Tengah 83451
7 Stowe Brang 83451
8 Bajo 83451
9 Pukat 83451
3.3.2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam peneltian ini yaitu menggunakan purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2017:96). Kriteria dalam pemilihan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah desa berdasarkan kriteria status Indeks Desa Membangun (IDM)

yaitu desa tertinggal, desa berkembang, dan desa maju. Berdasarkan kriteria tersebut

terdapat 5 desa yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu Desa Jorok, Desa Orong

Bawa, Desa Motong, Desa Bale Brang dan Desa Tengah.

Selain itu, teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu Convenience

sampling. Convenience sampling adalah pengambilan sampel didasarkan pada

ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Sampel diambil/dipilih

karena sampel tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat. Dari 9 (sembilan) Desa

yang terdapat di Kecamatan Utan, peneliti mengambil sampel 5 (lima) Desa yang sesuai

dengan kriteria penelitian.

3.3.3. Informan

Informan yang digunakan dalam penelitian ini dipilih 8 orang informan setiap

desa, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Keuangan, Kepala Urusan dan

Seksi Pelaksana Kegiatan Anggaran, BPD, Kepala Dusun, tokoh agama/taruna dan tokoh

masyarakat. Dengan demikian, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini

adalah 40 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Kuesioner
Kuesioner merupakan pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan tertulis kepada informan untuk menjawabnya. Kuesioner dapat berupa

pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden

secara langsung atau dikirimkan melalui pos, atau internet. Informan yang digunakan

dalam penelitian ini dengan teknik kuesioner yaitu tokoh masyarakat.

b. Observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu peneliti ingin mengamati

apakah transparansi dan akuntabilitas sudah diterapkan serta pengelolaan Dana Desa

sudah sesuai dengan aturan yang berlaku mulai dari pelaporan sampai dengan

pertangungjawaban yang dilakukan oleh aparat desa yang ada di beberapa desa

Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa Besar. Peran lembaga desa adalah sebagai

wadah partisipasi masyarakat dan mitra Pemerintah Desa, ikut serta dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta meningkatkan

pelayanan masyarakat Desa. Mengingat kedudukan, kewenangan, dan Dana Desa

yang semakin kuat, penyelenggaraan Pemerintahan Desa diharapkan lebih akuntabel

yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara Pemerintah

Desa dan lembaga Desa. Dalam teknik ini, peneliti akan melakukan observasi

melalui musyawarah awal tahun/musrenbangdes yang akan dilaksanakan oleh

Pemerintah Desa.

c. Dokumentasi

Catatan dan dokumentasi untuk akuntabilitas yang dikumpulkan dalam

penelitian ini yakni hasil Musrenbangdes (RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah

Desa (RKPDes), Rencana Anggaran Biaya (RAB), APBDes, laporan realisasi


anggaran tahun pertama, laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan

APBDes. Untuk transparansi yang dikumpulkan yakni observasi melalui baliho,

papan informasi desa, website desa, dan dokumen yang bisa diakses langsung oleh

masyarakat.

3.5. Sumber Data

3.5.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan observasi yang bertujuan untuk

mengetahui proses pengelolaan keuangan Dana Desa dan mengidentifikasi transparansi

dan akuntabilitas Dana Desa. Data ini diperoleh dari pihak-pihak yang berhubungan

langsung dengan proses pengelolaan keuangan Dana Desa yaitu Kepala Desa, Sekretaris

Desa, Kepala Urusan Keuangan dan Pelaksana, Kepala Seksi Pelaksana, BPD, dan tokoh-

tokoh masyarakat yang terkait langsung dalam proses pengelolaan keuangan Dana Desa.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data mengenai hasil Musrenbangdes

(RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), Rencana Anggaran Biaya

(RAB), laporan realisasi anggaran tahun pertama, dan laporan pertanggungjawaban

realisasi pelaksanaan APBDes.

3.6. Definisi Operasional Variabel

3.6.1. Transparansi Dana Desa

Transparansi merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat

untuk mengetahui dan mengakses informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan.

Transparansi berarti Pemerintah Desa mengelola Dana Desa secara terbuka.

Pemerintahan Desa wajib menyampaikan informasi mengenai Dana Desa kepada


masyarakat, sehingga dengan adanya transparansi ini akan meningkatkan kepercayaan

masyarakat kepada Pemerintah Desa.

3.6.2. Akuntabilitas Dana Desa

Akuntabilitas merupakan suatu upaya untuk memberikan pertanggungjawaban

yang dilakukan oleh unit organisasi atau pihak-pihak yang berkepentingan secara terbuka

kepada pihak-pihak lain yang memberikan pertanggungjawaban tersebut.

Akuntabilitas Dana Desa merupakan bentuk pertanggungjawaban dari pihak desa

terkait pengelolaan Dana Desa, mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban

akhir. Pemerintah wajib membuat pelaporan yang menyampaikan informasi data atau

informasi Dana Desa mengenai perkembangan dan kemajuan setiap tahapan dari

penggunaan Dana Desa secara efektif dan efisien.

3.6.3. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan

kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan,

perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan

kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan

prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Sebagai contoh, kegiatan pemberdayaan di setiap

desa seperti peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar yang

melakukan pelatihan pengelolaan kapasitas kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan

Keluarga Sejahtera (UPPKS), pelatihan kader kesehatan masyarakat untuk gizi,

kesehatan, air bersih, sanitasi, pengasuhan anak, stimulasi, pola konsumsi dan lainnya,

dan masih banyak lagi.


Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan tahap akuntabilitas, yaitu tahap

perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Pada tahap perencanaan,

Pemerintah Desa akan membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes) dimana terdapat program kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan

oleh Pemerintah Desa. Tahap pelaksanaan berupa tahap program kegiatan pemberdayaan

masyarakat yang direncanakan telah dilaksanakan. Pada tahap pelaporan akan dilakukan

oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat dimana akan melaporkan hasil pelaksanaan

kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kemudian pada tahap pertanggungjawaban, laporan

yang dilakukan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat akan dibuatkan Laporan

Pertanggungjawaban yang nantinya akan diserahkan kepada Pemerintah Desa bahwa

segala kegiatan pemberdayaan masyarakat telah rampung dilaksanakan.

3.6.4. Kelembagaan Desa

Kelembagaan desa/desa adat adalah lembaga pemerintahan desa/desa adat yang

terdiri atas Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat,

Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan Lembaga Adat. Mengingat kedudukan,

kewenangan, dan keuangan desa yang semakin kuat, penyelenggaraan pemerintah desa

diharapkan lebih akuntabel dan transparan yang didukung dengan sistem pengawasan dan

keseimbangan antara Pemerintah Desa dan Lembaga Desa.

Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan

Lembaga Adat Desa, menyebutkan bahwa Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas

melakukan pemberdayaan Masyarakat Desa, ikut serta dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa. Lembaga

Kemasyarakatan Desa meliputi Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),


Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Pos Pelayanan Terpadu, dan

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.

3.7. Instrumen Penelitian

No Variabel Indikator Skala No.


Kuesioner
1. Akuntabilitas Pertanggungjawaban mengenai Skala Likert 1-12
penggunaan Dana Desa
2. Transparansi Keterbukaan informasi mengenai Skala Likert 13-20
Dana Desa
3. Pemberdayaan Pertanggungjawaban dan Skala Likert 21-26
Masyarakat keterbukaan mengenai Dana Desa
yang dilakukan oleh Lembaga
Desa untuk Pemberdayaan
Masyarakat.
4. Kelembagaan Desa Peran lembaga desa dalam Skala Likert 27-29
pengelolaan Dana Desa.
5. Pengelolaan Dana Pertanggungjawaban dan Observasi, 1-31
Desa keterbukaan informasi mengenai Dokumentasi,
pengelolaan Dana Desa terhadap dan Wawancara
Pemberdayaan Masyarakat dan
Kelembagaan Desa.

3.8. Prosedur Pengumpulan Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kuantiatif dan analisis

kualitatif.

3.8.1. Pengumpulan Data Kuantitatif

a. Dokumentasi

Adapun langkah-langkah dalam dokumentasi diantaranya:

1. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang menunjang terbentuknya laporan

pertanggungjawaban desa yaitu:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)


b. Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes

2. Melakukan pengujian statistik dari kuesioner yang di angka kan, kemudian hasil

pengujian tersebut akan dijelaskan menggunakan kalimat-kalimat. Berbagai skala

dapat digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2010:132-136) yaitu:

a. Skala Likert

b. Skala Gutman

c. Ratingscale

d. Semantic Deferential

Keempat jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan

mendapatkan data interval atau rasio. Hal ini tergantung pada bidang yang akan

diukur. Dalam penelitian ini, skala yang akan digunakan adalah skala likert.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada skala likert, variabel yang

akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut

dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrument berupa pertanyaan

yang mana jawabnya dapat berupa kata-kata antara lain:

Setuju =S =4

Kurang Setuju = KS = 3

Tidak Setuju = TS =2

Tidak Tahu = STS = 1

Syarat untuk pengujian analisis dengan menggunakan regresi datanya harus

interval, maka data yang diperoleh dari kuesioner yang berbentuk ordinal

dinaikkan skalanya menjadi interval. Proses menaikkan skala dari ordinal


menjadi interval menggunakan software (program) MSI (Microsoft Successif

Interval).

3. Hasil dan kesimpulan.

3.8.2. Pengumpulan Data Kualitatif

a. Obersvasi

Adapun langkah-langkah dalam observasi (Sugiyono, 2017:463) diantaranya:

1. Melakukan pengamatan terkait pelaporan dan pertanggungjawaban yang

dilakukan oleh pemerintah desa dalam hal ini terkait pelaporan dan

pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes.

2. Editing data (memilih yang penting dan membuang yang tidak dipakai)

3. Hasil dan kesimpulan.

b. Dokumentasi

Adapun langkah-langkah dalam dokumentasi diantaranya:

1. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang menunjang terbentuknya laporan

pertanggungjawaban desa dalam hal ini terkait:

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

b. Rencana Kegiatan Pemerintah Desa (RKPDes)

c. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

e. Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes

Hal-hal di atas dilihat dalam Siskeudes ataupun hard copy.

2. Mencatat hasil dari dokuemn-dokumen yang ditemukan

3. Hasil dan kesimpulan


c. Wawancara semi struktural

Langkah-langkah dalam melakukan wawancara untuk pengumpulam data

(Sugiyono, 2017:469):

1. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang menjadi bahan pembicaraan

2. Melakukan wawancara kepada informan yang terkait dalam pengelolaan

keuangan desa pada saat musrenbangdes dilaksanakan diantaranya:

a. Pejabat Pengelola Keuangan Desa (Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kaur

Keuangan dan Kaur Pelaksana, Kepala Seksi Pelaksanaan)

b. Tokoh Masyarakat

c. Badan Permusyawaratan Desa

d. Kepala Dusun

3. Mencatat dan merekam hasil wawancara

4. Editing data (memilih yang penting dan membuang yang tidak dipakai)

5. Hasil dan kesimpulan

3.8.3. Keabsahan Data

Suatu data dikatakan valid jika data yang dikumpulkan sama atau tidak berbeda

antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang terjadi pada obyek penelitian.

Suatu data dikatakan reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama

menghasilkan data yang sama, atau peneliti sama dalam waktu yang berbeda

menghasilkan data yang sama, atau kelompok data apabila dipecah menjadi dua

menunjukkan data yang berbeda. Adapun cara untuk menguji keabsahan data

diantaranya:

a. Triangulasi antar informan


Dalam penelitian ini peneliti menguji data yang didapat dari informan dengan

membandingkan antara satu informan dengan informan lainnya. Data yang diperoleh

dari informan tersebut kemudian dideskripsikan, dikategorikan, dan melihat mana

pandangan yang sama dan berbeda (Sugiyono, 2017:519).

b. Triangulasi antar variabel dan metode

Triangulasi ini untuk menguji validitas data dilakukan dengan beberapa cara

yaitu:

1. Triangulasi antar indikator

Triangulasi ini mengecek data pada setiap indikator yang saling berakitan dan

memiliki variabel yang sama seperti halnya antara efisiensi pelaksanaan dengan

efisiensi pelaporan dan pertanggungjawaban.

2. Triangulasi antar variabel

Triangulasi ini mengecek data pada setiap variabel yang saling berkaitan seperti

halnya variabel transparansi dan variabel akuntabilitas.

3. Triangulasi antar metode

Triangulasi ini mengecek data pada setiap variabel dengan menggunakan metode

yang berbeda-beda yaitu metode observasi, dokumentasi, dan wawancara.

3.8.4. Kesimpulan Penelitian

Penarikan kesimpulan berdasarkan rumusan atau tujuan penelitian yang telah

dijelaskan sebelumnya dan kemudian diperiksa kebenarannya untuk menjamin keabsahan

datanya. Pengambilan kesimpulan ini ditujukan untuk mengetahui jawaban dari masalah

yang telah dirumuskan.

3.9. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti akan

menggunakan teknik analisis data kualitatif dari Miles dan Hubberman. Miles dan

Hubberman menyatakan ada 4 (empat) alur kegiatan analisis yang terjadi secara

bersamaan, yaitu:

a. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data merupakan kegiatan pertama dalam setiap penelitian.

Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan

dokumentasi. Pada tahap awal peneliti melakukan penjelajahan secara umum

terhadap situasi/objek yang diteliti, semua yang dilihat didokumentasikan semua

dalam bentuk tulisan maupun rekaman. Dengan demikian peneliti akan memperoleh

data yang lengkap dan bervariasi.

b. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dan dicari pola temanya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila

diperlukan.

Dalam penelitian ini dokumen-dokumen yang direduksi adalah dokumen-

dokumen yang menunjang terbentuknya laporan pertanggungjawaban desa untuk

melihat akuntabilitas adalah:

4. Rencana Program Pemerintah Desa Jangka Menengah (RPJMDes)

5. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes)

6. Rencana Anggaran Biaya (RAB)


7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

8. Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes

c. Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data, selanjutnya adalah proses penyajian data,

yaitu proses penyusunan informasi secara sistematik dalam rangka memperoleh

kesimpulan-kesimpulan sebagai temuan penelitian. Penyajian data dimaksudkan agar

memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau

bagianbagian tertentu dari penelitian. Pada penelitian ini data yang telah teroganisir

disajikan dalam bentuk deskripsi informasi yang sistematis dalam bentuk narasi dan

tabel.

d. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini dilakukan setelah kegiatan analisis data yang

berlangsung dilapangan maupun setelah selesai dilapangan. Penarikan kesimpulan ini

ditujukan untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan peneliti yang telah diebutkan

sejak awal dan tujuan dari penelitian ini.

Selain itu, teknik analisis data yang digunakan untuk analisis data kuantitatif

adalah analisis regresi linear berganda untuk meyakinkan bahwa variabel bebas

mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Teknik analisis data dalam penelitian ini

dibantu oleh Statistical Program For Special Science (SPSS). Sebelum melakukan

analisis, sesuai dengan syarat metode OLS (Ordinary Least Square) maka lebih dahulu

harus melakukan uji validitas, uji realibilitas, asumsi klasik dan uji hipotesis.
a. Uji Validitas

Hasil penelitian yang valid apabila terdapat kesamaan antara data yang

terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur.

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butirbutir dalam suatu

daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas sebaliknya

dilakukan pada setiap butir pertanyaan di uji validitasnya. Hasil r hitung kita

bandingkan dengan r tabel, dimana df= n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung

maka valid.

Dalam melakukan uji validitas ini peneliti akan menggunakan SPSS dengan

teknik pengujian dengan rumus product moment dari Karel Pearson sebagai berikut:

R=

Keterangan :

R : koefisien korelasi antar variabel x dan variabel y

N : jumlah sampel

∑X : jumlah skor x

∑Y : jumlah skor y

XY : skor rata-rata x dan y

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrument menggambarkan pada kemantapan alat ukur yang

digunakan. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel yang tinggi atau dapat dipercaya,
apabila alat tersebut stabil. Sehingga dapat diandalkan dan dapat digunakan dalam

peramalan. Dalam pandangan positivistic (kuantitatif), suatu data dinyatakan reliabel

apabila dua atau lebih penelitian dalam objek yang sama menghasilkan data yang

sama.

Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas akan menggunakan batasan nilai

Cronbach Alpha sebesar 0,60. Jika tingkat alpha hitung > 0,60 maka alat ukur

tersebut memiliki tingkat reliabilitas tinggi.96 Jika nilai pada hasil reliabilitas kurang

dari 0,60 maka hasil tersebut reliabilitas, sebaliknya apabila nilai pada hasil

reliabilitas lebih kecil 0,60 maka hasil tersebut tidak reliabilitas.

c. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis

regresi linier. Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji

autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Tidak ada ketentuan yang

pasti tentang urutan uji yang mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat

dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis

terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi

persyaratan. Kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi

persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat

variabel pengganggu atau residual yang memiliki distribusi normal dalam model

regresi.
Uji normalitas untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat

dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Uji

normalitas data uang dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov satu arah. Pengambilan kesimpulan untuk menentukan apakah suatu data

mengikuti distribusi normal atau tidak adalah dengan menilai nilai signifikannya.

Jika signifikannya > 0,05 maka berdistribusi normal dan sebaliknya jika

signifikan < 0,05 maka variabel tidak berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel

independen dalam suatu model. Kemiripan antar variabel independen akan

mengakibatkan korelasi yang sangat kuat. Selain itu untuk uji ini juga untuk

menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh

pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Jika VIF yang dihasilkan diantara 1-10 maka tidak terjadi multikorelasi.

3. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu

periode pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas

pada suatu model dapat dilihat dengan pola gambar Scatterplot, regresi yang tidak

terjadi heteroskedastisitas jika titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau

sekitar angka 0, titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja,

penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar

kemudian menyempit dan melebar kembali, penyebaran titiktitik data tidak

berpola.
d. Uji Hipotesis

1. Teknik Analisis Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda di lakukan peneliti untuk meramalkan

bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih

variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (di naik turunkan)

nilainya. Dengan persamaan sebagai berikut:

+e

Keterangan:

Y’ : nilai variabel dependen yang diprediksi

a : nilai konstanta

b : koefisien regresi yaitu nilai peningkatan atau penurunan variabel Y

X : variabel independen

X1 : akuntabilitas

X2 : transparansi

2. Uji T (Uji Parsial)

Uji statistik t digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel

independen atau bebas secara individual dalam mengukur variasi variabel

dependen terkait. Jika nilai t hitung > dari t tabel maka dapat dinyatakan bahwa

variabel independen secara individual berpengaruh positif terhadap variabel

dependen. Jika nilai signifikansi t hitung lebih kecil dari 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa variabel independen secara individu berpengaruh signifikansi

terhadap variabel dependen.

3. Uji F (Uji Simultan)

Uji simultan digunakan untuk mengukur pengaruh variabel bebas secara

bersama terhadap variabel terikat dengan menggunakan nilai probabilitas (sig).

Kriteria pengujian simutan pada skripsi ini yaitu jika F hitung < F tabel maka

tidak ada pengaruh secara simultan antara variabel independen terhadap variabel

dependen sedangkan jika F hitung > F tabel maka ada pengaruh secara simultan

antara variabel independen dengan variabel independen dengan variabel

dependen.

4. R2 (Koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap dependen. 103

Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summary

dan tertulis R Square. Namun untuk regresi linier berganda sebaiknya

menggunakan R Square yang telah disesuaikan (Adjusted R Square), karena

disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian.

Nilai r2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

mendekati variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen


DAFTAR PUSTAKA

Alfaruqi, I. Ika, Kristianti. 2019. Analisis Potensi Kecurangan dalam Pengelolaan


Keuangan Desa di Desa Kesongo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Jurnal Akuntansi Maranatha,199-210.

Alwindria, Y. Taufeni, Taufik. Nur, Azlina. 2019. Analisis Transparansi Partisipasi


dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Indonesian Journal of Accounting
and Governance, 259-282.

Dewi, DE. Priyo, Hari Adi. 2019. Transparansi, Akuntabilitas, Partisipasi


Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Dana Desa terhadap
Pembangunan Desa di Desa Candirejo Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang. Edunomika. Vol.3(2).

Dura, J. 2016. Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa,


Kebijakan Desa, dan Kelembagaan Desa terhadap Kesejahteraan
Masyarakat. Jurnal JIBEK, Vol.10(1).

Duwi Priyatno. 2013. Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate dengan SPSS.
Yogyakarta: Gaya Media.

Emylia, L. Mildawati, L. 2019. Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan


Desa, Kebijakan Desa, Kelembagaan Desa terhadap Kesejahteraan
Masyarakat. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol.8(6).

Fahri, LN. 2017. Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Dana Desa terhadap Manajemen
Keuangan Desa dalam Meningkatkan Efektivitas Program Pembangunan
Desa. Jurnal Publik. Vol.11(01).

Garung, CY. Ga, Linda Lomi. 2020. Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi
terhadap Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Pencapaian Good
Governance pada Desa Manulea, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten
Malaka. Jurnal Akntansi, Vol.8(01):19-27.

Hulu, Y. R, Hamdani Harahap. Muhammad, Arif Nasution. Pengelolaan Dana Desa


dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial,
146-154.

Jensen, Michael C, Dan William H, Meckling .1976. Theory of the Firm Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Strcture. Journal Of Financial And
Economics, Vol 3, No. 4: 305-360.
KabarNTB, 2018. Warga Desa Tengah Utan Laporkan Dugaan Penyelewengan
Kades ke DPRD. http://kabarntb.com/2018/07/warga-desa-tengah-utan-
laporkan-dugaan-penyelewengan-kades-ke-dprd/, diakses pada tanggal 10
Mei 2020.

Kementerian Dalam Negeri. 2014. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jakarta:Departemen Dalam
Negeri.

Kementerian Dalam Negeri. 2014. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa,

Kementerian Dalam Negeri. 2018. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jakarta:Departemen Dalam
Negeri.

Kementerian Dalam Negeri. 2018. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun
2018 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa.

Kementerian Desa. 2020. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,


dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 11
Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2017. Buku Pintar Dana Desa.


Jakarta:Kementrian Keuangan.

Kisnawati, B. Irianto. Hendra, Siswandi. 2019. Pengendalian Intern dan Partisipasi


Masyarakat dalam Mengurangi Kecenderungan Kecurangan Pengelolaan
Dana Desa di Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal
Valid, 48-60.

Kisnawati, B. Yuli, Astini. Riri, Nigita Oktaviani. 2018. Transparansi dan


Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) di
Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa Besar. Jurnal Valid, 1-10.

Mahsuni, AW. Syafi’I, RI. Afifudin. 2018. Pengaruh Akuntabilitas, Pengelolaan


Keuangan Alokasi Dana Desa, Kebijakan Desa, dan Kelembagaan Desa
terhadap Pemberdayaan Masyarakat. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Malang. Vol.7(2)

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.


Nur, SW. Fitri. 2019. Peningkatan Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipatif
Melalui Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Tellumpanuae Kecamatan
Maros. Jurnal Dedikasi Masyarakat. Vol.3(1).

Peraturan Bupati Sumbawa. 2019. Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 42 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 96 Tahun 2018
Tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa
Di Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2019.

Peraturan Menteri Keuangan. 2020. Peraturan Menteri Keuangan Nomor


50/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 205 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan. 2020. Peraturan Menteri Keuangan Nomor


40/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa.

Peraturan Pemerintah. 2016. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang


Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: ALFABETA.

Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


ALFABETA.

Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis Ekonomi. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press.

Syafi’i, RI. Wahsuni, AW. & Afifudin. 2018. Pengaruh Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Alokasi Dana Desa , Kebijakan Desa, dan Kelembagaan Desa
terhadap Pemberdayaan Masyarakat. E-JRA, Vol.07(02).

Tahrir, Erni. 2018. Pengaruh Alokasi Dana Desa Terhadap Pemberdayaan


Masyarakat dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Kendari.

Tambuwun, FV. Sabijono, H. & Alexander, SW. 2018. Analisis Transparansi dan
Akuntabilitas Otonomi Desa dalam Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Alokasi Dana Desa di Desa Kauneran Satu Kecamatan Sonder Kabupaten
Minahasa. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern. Vol.13(4).

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa


Waluyo. 2007. Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi, dan Implementasinya dalam
Pelaksanaan Otonomi Darah. Bandung: CV.Mandar Maju.
KUESIONER

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Tingkat Pendidikan : SMP

SMA

D3

S1

Petunjuk Pengisian

Berikut ini akan dilampirkan pernyataan yang mewakili pendapat-pendapat umum

mengenai kondisi ditempat Bapak/Ibu bekerja. Bapak/Ibu dimohon untuk

memberikan tanggapan atas pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda checklist

(√) pada jawaban yang Bapak/Ibu anggap paling benar, dengan petujuk sebagai

berikut:

1. S = Setuju

2. KS = Kurang Setuju

3. TS = Tidak Setuju

4. TT = Tidak Tahu
Informan : Kepala Desa

No Pertanyaan S KS TS TT
Pemerintah Desa mewujudkan prinsip akuntabilitas dan
transparansi dalam mendukung keterbukaan dalam
penyampaian informasi secara jelas kepada masyarakat.

Kendala apa yang dialami Pemerintah Desa dalam


menjalakan prinsip transparansi dan akuntabilitas?
1.

Penyusunan anggaran pemerintah desa, dilakukan sesuai


2.
dengan prinsip-prinsip penganggaran.
Penyusunan RKP Desa untuk program dan kegiatan yang
3.
direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya.
Pembuatan RKP Desa memperhatikan keterkaitan antara
4.
pendanaan dan pengeluaran.
Pengajuan anggaran disertai dokumen perencanaan dan
5. penganggaran yang diajukan sebagai dasar penyusunan
APBDes.
Rencana-rencana program dari Dana Desa yang akan
dijalankan yang terangkum dalam RKP Desa maupun
6.
program yang sedang berjalan diinformasikan kepada
masyarakat.
Pelaksanaan belanja desa didasarkan pada prinsip hemat,
7. tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBDes
8.        
merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja.
Evaluasi kinerja keuangan memperhatikan prinsip ekonomis,
9.        
efektif dan efisien dari setiap program.
Pencatatan belanja, pendapatan dan pembiayaan didasarkan
10.
pada kelengkapan bukti/dokumen pelaksanaan anggaran.
Laporan keuangan desa diperiksa oleh Inspektorat dan
11. pemdes melakukan analisis laporan keuangan untuk dapat
mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan anggaran.
Pertanggungjawaban aparatur desa dalam menggunakan
12.        
dana desa secara ekonomis, efisien dan efektif.
Efektifnya menginformasikan pengelolaan Dana Desa
13.        
menggunakan situs website.
Seluruh kegiatan yang didanai oleh Dana Desa
14.        
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terbuka.
15. Masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan Dana Desa.        
Kerjasama/keterlibatan pemerintah desa dengan pihak
16.        
ketiga/swasta dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat memiliki akses terhadap informasi mengenai
17.        
rencana penggunaan Dana Desa.
Informasi mengenai Dana Desa tepat dan akurat.

Apakah masyarakat mengetahui jumlah Dana Desa yang


digunakan? Dan apabila terdapat sisa, apakah masyarakat
juga mengetahui hal tersebut?
18.        

19. Proses pelaksanaan dilakukan secara terbuka.        


Menyajikan atau menginformasikan Dana Desa yang
20. diperoleh kepada masyarakat.

Pemerintah Desa menarik minat masyarakat agar


berpartisipasi dalam program pemerintah desa untuk
pemberdayaan masyarakat.

Apakah hal ini dilakukan oleh Pemerintah Desa secara


sukarela tanpa memungut biaya?

21.
Pemerintah Desa melakukan pemberdayaan masyarakat
untuk mendukung potensi sumber daya manusia.

Bagaimana bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat yang


dilakukan oleh pemerintah desa?
22.

Pemberdayaan masyarakat desa dapat dibantu pendamping


23.
profesional yang dikontrak oleh pemerintah.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat diputuskan dalam
24.
Musdes.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan desa
lain atau pihak lainnya, dapat dilakukan oleh desa atau
melalui kerja sama desa.

Bagaimana struktur kerja sama dengan desa lain?


25.

Pengelolaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa dapat


dilakukan dengan cara mandiri oleh individu dan/atau
kelompok.

Bagaimana peran desa dalam hal ini? Apakah desa


membiayai dan memfasilitasi segala bentuk pemberdayaan
masyarakat desa?
26.
Seluruh lembaga yang berada di desa ikut serta dalam
27.
kegiatan atau program yang dilakukan oleh desa.
Lembaga kemasyarakatan desa ikut serta dalam perencanaan
28.
dan pelaksanaan pembangunan desa.
Pemerintah desa bertanggung jawab atas kegiatan atau
program yang dilakukan oleh desa.

Bagaimana jika program yang direncanakan tidak sesuai


dengan ekspektasi? Apakah program tersebut direalokasi
atau dibiarkan saja?
29.

Perencanaan penggunaan SILPA tahun anggaran harus


mengacu pada prioritas Dana Desa tahun anggaran
setelahnya.

Apakah SILPA tersebut dianggarkan kedalam angaran Dana


Desa tahun setelahnya?
30.

Desa yang memiliki SILPA akan mendapat potongan Dana


Desa tahun anggaran berikutnya.

Apakah hal ini pernah terjadi? Jika iya, berapa persentase


pemotongannya? Jika tidak, apakah dana desa telah habis
31. digunakan sesuai yang dianggarkan atau terdapat dana desa
yang lebih namun dihabiskan dengan kegiatan yang tidak
tercantum dalam rpjmdes?
Informan: Sekretaris Desa

No Pertanyaan S KS TS TT
Sekretaris desa mengoordinasikan penyusunan dan
1.        
pelaksanaan kebijakan APBDes.
Sekretaris desa mengoordinasikan penyusunan rancangan
2.        
APBDes dan rancangan perubahan APBDes.
Sekretaris desa mengoordinasikan penyusunan rancangan
3. peraturan Desa tentang APBDes, perubahan APBDes, dan        
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes.
Sekretaris desa mengoordinasikan penyusunan rancangan
4. peraturan kepala Desa tentang Penjabaran APBDes dan        
Perubahan Penjabaran APBDes.
Sekretaris desa mengoordinasikan tugas perangkat Desa lain
5.        
yang menjalankan tugas PPKD.
Sekretaris desa mengoordinasikan penyusunan laporan
6. keuangan Desa dalam rangka pertanggungjawaban        
pelaksanaan APBDes.
Sekretaris desa melakukan verifikasi rancangan DPA,
7.        
DPPA, dan DPAL.
8. Sekretaris desa melakukan verifikasi terhadap RAK Desa.        
Sekretaris desa melakukan verifikasi terhadap bukti
penerimaan dan pengeluaran APBDes.

Apakah Desa mempunyai panduan teknis dalam melakukan


verifikasi terhadap DPA, RAKDes, dan bukti-bukti
penerimaan serta pengeluaran APBDes?
9.        

Informan: Kaur Keuangan


No Pertanyaan S KS TS TT
Kaur keuangan sebagai pelaksana pengelola keuangan desa
1.        
melaksanakan fungsi kebendaharaan.
Kaur keuangan menyusun RAK Desa berdasarkan DPA
2.        
yang disetujui kepala desa.
Kaur keuangan melakukan penatausahaan dan
3. mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan        
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan APBDes.
Kaur keuangan melaksanakan fungsi kebendaharaan
4.        
memiliki NPWP pemerintah desa.
Rekening kas desa pada bank yang ditunjuk Bupati/Walikota
5. dibuat oleh pemerintah desa dengan spesimen tanda tangan        
kepala desa dan kaur keuangan.
Kaur keuangan dapat menyimpan uang tunai pada jumlah
6. tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional pemerintah        
desa.
Kaur keuangan mencatat pengeluaran anggaran yang
diterima dari pengajuan SPP ke dalam buku kas umum dan
buku pembantu pajar.

Apa yang terjadi jika jumlah realisasi lebih kecil


dibandingkan yang dianggarkan, apakah sisanya akan
dialokasikan? Jika iya, akan dialokasikan kemana?
7.        

Kaur keuangan melakukan pencairan anggaran sesuai


8. dengan besaran besaran yang tertera dalam SPP setelah        
mendapatkan persetujuan dari kepala desa.
Kaur keuangan sebagai wajib pungut pajak melakukan
pemotongan pajak terhadap pengeluaran kas desa.

9. Bagaimana penerapan tarif pajak pada pengelolaan Dana        


Desa?

10. Kaur keuangan wajib menyetorkan seluruh penerimaan        


pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Apakah ada kegiatan dari penggunaan Dana Desa yang tidak


dikenakan pajak dan retribusi?

Kaur keuangan wajib membuat buku pembantu kas umum


11. yang terdiri dari atau buku pembantu bank, buku pembantu        
pajak, dan buku pembantu panjar.
Kuitansi pengeluaran atas beban APBDes ditandatangani
12.        
oleh kaur keuangan.
Buku kas umum yang ditutup setiap akhir bulan dilaporkan
13.        
oleh kaur keuangan kepada sekretaris desa.

Informan: Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran

No Pertanyaan S KS TS TT
Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran melakukan kegiatan
1. yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran        
belanja sesuai bidang tugasnya.
Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran melaksanakan anggaran
2.        
kegiatan sesuai bidang tugasnya.
Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran mengendalikan kegiatan
3.        
sesuai bidang tugasnya.
Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran menyusun DPA, DPPA,
dan DPAL sesuai bidang tugasnya.

Bagaimana sistem penyusunan laporan pelaksanaan, apakah


ada panduan teknis yang digunakan dalam pembuatan
4.        
laporan?

5. Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran menandatangani        


perjanjian kerja sama dengan penyedia atas pengadaan
barang/jasa untuk kegiatan yang berada dalam bidang
tugasnya.
Kaur dan Kasi Pelaksana Anggaran menyusun laporan
6. pelaksanaan kegiatan sesuai bidang tugasnya untuk        
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes.

Informan: Badan Permusyawaratan Desa

No Pertanyaan S KS TS TT
Musyawarah desa dilaksanakan dan dipimpin oleh BPD
difasilitasi oleh Pemerintahan Desa.

Bagaimana menurut Anda pengelolaan keuangan Dana Desa


yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa?
1.        

BPD menyebarluaskan informasi mengenai bahan atau


materi hal strategis yang akan dibahas dan diputuskan.

Apakah Anda merasa percaya dan puas terhadap


pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh Pemerintahan
Desa?
2.        

Menampung, menganalisis, membahas, dan menyusun skala


3.        
prioritas aspirasi masyarakat Desa.
Menyalurkan aspirasi hal strategis yang akan dibahas dalam
4.        
Musyawarah Desa dan mencatatnya dalam buku aspirasi.
5. BPD melaksanakan rapat untuk menyusun pandangan resmi        
terhadap hal strategis yang akan dimusyawarahkan
berdasarkan aspirasi masyarakat yang sudah digali,
ditampung, dan diolah.
Rancangan peraturan desa tentang APBDes disampaikan
6. kepala desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati        
bersama dalam musyawarah BPD.
BPD tidak menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang
APB Desa yang disampaikan Kepala Desa, Pemerintah Desa
7. hanya dapat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan        
pengeluaran operasional penyelenggaraan pemerintahan
Desa dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya.

Informan: Kepala Dusun

No Pertanyaan S KS TS TT
Musyawarah dusun dipimpin oleh kepala dusun, diikuti oleh
1.        
bpd, pemerintah desa, dan unsur masyarakat lainnya.
Musdus dilakukan di rumah kepala dusun atau balai
2.        
pertemuan.
Menggali semua usulan masyarakat untuk direalisasikan di
musdus.

Apakah masyarakat menyampaikan usulannya secara


terbuka dan kepala dusun menerima pernyataan tersebut?
3.        

Usulan yang dikumpulkan akan dibawa ke musdes untuk


4.        
dimasukkan kedalam rpjmdes.

Informan: Tokoh Masyarakat


No Pertanyaan S KS TS STS
1. Mengikuti semua musyawarah yang dilaksanakan oleh desa.        
Memberikan masukan dalam perencanaan program
2.        
pembangunan dalam musyawarah.
Mengetahui laporan mengenai program yang dilaksanakan
3.        
oleh desa.
4. Ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan desa.        
5. Ikut serta dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.        
Memberikan masukan kegiatan untuk kegiatan
6.        
pemberdayaan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai