Anda di halaman 1dari 10

TAKHRIJ HADITS

Untuk memenuhi satu tugas UAS mata kuliah


Studi Hadits

Dosen Pengampu: Dr. Fahmi Kautsar, Lc. MA

Oleh :
Ahmad Minhajul Abrori (19721013)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB


UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG JAWA TIMUR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat
yag telah diberikan, sehingga makalah yang berjudul “ Takhrij Hadits ” ini bisa diselesaikan
dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UAS mata kulliah Studi Hadits yang
merupakan sebuah kewajiban untuk dikerjakan. Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen pengampu, ibu Dr. Fahmi Kautsar, Lc. MA yang telah
membimbing dan mengarahkan selama setengah semester ini.
Terakhir, makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan tentunya masih banyak
kesalahan baik dari segi redaksi maupun dari segi substansi. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca, amin.

Tuban, 14 Desember 2020

Penulis

BAB I
1
PENDAHULUAN

Hadits Nabi memiliki peranan yang sangat penting setelah Al-Qur’an karena termasuk
sumber primer dalam menjalankan syari’at Islam. Hal ini dikuatkan dengan posisi hadits
sebagai penjelas, penerjemah dan penafsir Al-Qur’an. Selain itu hadits juga mempunyai
eksistensinya sendiri sebagai sumber Syari’at Islam kedua, bisa dikatakan hadits adalah
sumber hukum yang independen sebgaimana Al-Qur’an mengingat tugas Nabi Muhammad
SAW sebagai pembawa risalah ke-Islaman.
Umat Islam meyakinin antara Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber pokok yang satu
dan saling saling melengkapi, yang mana keduanya saling menopang dalam menjelaskan
semua urusan dan problematika syari’ah dalam agama Islam. Imam Syatibi menjelaskan
bahwa dalam mengambil sebuah Isthinbath dalam hukum Islam tidak seyogyanya hanya
bersandar pada Al-Qur’an saja tanpa memperhatikan syarah (penjabaran) dan bayan
(penjelasan), dalam konteks ini adalah hadits. Karena di Al-qur’an terdapat banyak hal yang
masih diterangkan secara global, seperti keterangan tentang sholat, zakat dan puasa.
Sedangkan hal-hal tersebut banyak dijelaskan dalam hadits (Syatibi : 369, 1975).
Akan tetapi perlu digaris bawahi, bahwa dalam memahami suatu hadits tidak hanya
secara tekstual saja, akan tetapi harus juga dilihat dari sisi konteksnya. Karena hadits itu
muncul bukan tanpa sebab, pasti ada Asbabul Wurud nya, sehingga dalam memahami suatu
hadits bisa ditinjau dari berbagai sisi, tidak hanya dari satu sisi saja. Maka kemudian
muncullah cabang stuudi haditts baru yang dinamakan Takhrij Hadits, yaitu mengkritik
sebiah hadits ditinjau dari berbagai macam hal, diantaranya dari segi derajat hadits, asbabul
wurudnya, kesesuaian antara matan dengan syariat Islam dan masih banyak lagi.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas sedikit mengenai takhrij sebuah hadits,
yaitu mentakhrij hadits tentang mengikutkan keburukan kepada kebaikan. Dengan demikian
rumusan masalah yang timbul dalam makalah ini adalah bagaimana redaksi hadits tersebut ?
bagaimana derajat hadits tersebut ? bagaiman kandungan isi hadits tersebut ?

BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Hadits Tentang Mengikutkan Keburukan dengan Kebaikan

‫حدثنا حممد بن بشار حدثنا عبد الرمحن بن مهدي حدثنا سفيان عن حبيب بن أىب ثابت عن‬
‫ قال ىل رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم اتق اهلل حيثما‬،‫ميمون بن أىب شبيب عن أىب ذر قال‬
.)‫كنت وأتبع السيئة احلسنة متحوها وخالق الناس خبلق حسن (رواه الرتمذى‬
Artinya : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Abdurrahman bin Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari Habib bin Abu Tsabit dari Maimun bin Abu Syabib dari Abu Dzar ia
berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku : bertaqwalah kamu
kepada Allah dimanapun kamu berada dan ikutkanlah setiap keburukan dengan
kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergaulilah manusia dengan
akhlak yang baik. (HR. Turmudzi).

B. Derajat Hadits
Hadits diatas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dalam kitab
“Matan Sunan Tirmidzi (Jami’ At-Tirmidzi)” yang ditulis oleh Abu Isa Muhammad bin
Isa bin Sauroh At-Tirmidzi, terbitan dari Baitul Afkar Aad-Dauliyah di Riyadh, sebanyak
817 halaman, tanpa tahun, terdapat dalam hadits no. 1987 halaman 332. Hadits tersebut
berderajat hasan menurut Abu Isa, namun Mahmud mengatakan bahwa hadits yang
shohih adalah hadits riwayat Ab Dzar sebagaimana yang tertulis dalam keterangan kitab
tersebut :

‫ حدثنا حممود بن‬.‫قال وىف الباب عن أيب هريرة قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح‬
‫غيالن حدثنا أبو أمحد وأبو نعيم عن سفيان عن حبيب هبذا اإلسناد حنوه قال حممود حدثنا‬
‫وكي ع عن س فيان عن ح بيب بن أىب ث ابت عن ميم ون بن أىب ش بيب عن مع اذ بن جب ل عن‬
: ‫(ج امع الرتم ذى‬.‫الن يب ص لى اهلل علي ه وس لم حنوه ق ال حمم ود والص حيح ح ديث أب و ذر‬
)332
“Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Abu Isa berkata : ini adalah
hadits hasan shohih. Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah
meceritkan kepada kami Abu Ahmad dan Abu Nu’aim dari Sufyan dari Habib dengan
isnad ini semisalnya. Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dan Habib bi
Tsabit dari Maimun bin Abi Syabib dari Mu’adz bin Jabal dari Nabi SAW semisalnya.
Mahmud berkata : yang shohih adalah hadits Abu Dzar.(Jami’ At-Tirmidzi : 332)”

Hadits diatas memiliki jalur riwayat lain, diantaranya adalah :

3
1. Dalam kitab “Musnad Al-Imam Al-Hafidzh Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal” karya
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, terbitan dari Baitul Afkar Ad-Dauliyah di Riyadh,
cetakan keempat tahun 1998, hadits nomor 20.392 :

‫حدثنا وكيع حدثنا سفيان عن حبيب عن ميمون بن أىب شبيب عن أىب ذر أن النيب صلى‬
‫اهلل عليه وسلم قال له اتق اهلل حيثما كنت وأتبع السيئة احلسنة متحوها وخالق الناس خبلق‬
.‫حسن‬
‫قال وكيع وقال سفيان مرة عن معاذ فوجدت ىف كتاىب عن أىب ذر وهو السماع األول‬
"telah menceritakan kepada kami waki, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
Habib dari Maimun bin Abi Syabib dari Abu Dzar, bahwa nabi SAW bersabda
kepadanya : bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan
ikutkankah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik maka ia akan menjadi
tebusannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik."
“Waki berkata : “sekali waktu Sufyan menyebutkan dalam riwayat lain dari Mu’adz,
namun aku mendapatkannya dalam kitabku dari Abu Dzar, dan dial ah pendengar
pertama”.

2. Dalam kitab “Musnad Al-Imam Al-Hafidzh Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal” karya
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, terbitan dari Baitul Afkar Ad-Dauliyah di Riyadh,
cetakan keempat tahun 1998, hadits nomor 20.435 :

‫ عبد الرمحن‬: ‫حدثنا وكيع وعبد الرمحن عن سفيان عن حبيب عن ميمون عن أىب ذر قال‬
‫ ات ق اهلل حيثم ا كنت وأتب ع الس يئة احلس نة‬: ‫ ق ال‬،‫ ي ا رس ول اهلل أوص يين‬: ‫ قلت‬: ‫ق ال‬
)‫ (رواه أمحد‬.‫متحوها وخالق الناس خبلق حسن‬
.‫قال أىب وكان حدثنا به وكيع عن ميمون بن أىب شبيب عن معاذ مث رجع‬
"telah menceritakan kepada kami waki dan Abdurrahman dari Sufyan dari Habib
dari Maimun dari Abu Dzar ia berkata : Abdurrahman berkata, aku berkata kepada
Rasulullah SAW, berilah aku wasiat! Beliau menjawab : bertaqwalah kamu kepada
Allah dimanapun kamu berada, dan ikutkankah perbuatan yang jelek dengan
perbuatan yang baik hingga ia dapat menghapusnya, dan pergaulilah manusia
dengan akhlak yang baik. (HR. Ahmad)”
“Bapakku berkata : Waki menceritakannya kepada kami dari Maimun bin Abi
Syabib, dari Muadz, kemudian ia meralatnya kembali.”

3. Dalam kitab “Musnad Al-Imam Al-Hafidzh Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal” karya
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, terbitan dari Baitul Afkar Ad-Dauliyah di Riyadh,
cetakan keempat tahun 1998, hadits nomor 20.556 :

4
‫حدثنا حيىي بن سعيد عن سفيان حدثىن حبيب عن ميمون بن أىب شبيب عن أيب ذر عن‬
‫ ات ق اهلل حيثم ا كنت وخ الق الن اس خبل ق حسن وإذا‬: ‫الن يب ص لى اهلل علي ه وس لم ق ال‬
)‫ (رواه أمحد‬.‫عملت سيئة فاعمل حسنة متحوها‬
"telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Sufyan, telah menceritakan
kepadaku Habib dari Maimun bin Abi Syabib dari Abu Dzar dari Nabi SAW, beliau
bersabda : bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada dan
pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik, jika engkau beramal jelek maka
berbuat baiklah niscaya ia akan menghapusnya. (HR. Ahmad)”

4. Dalam kitab “Fathul Mannan” syarah Sunan Ad-Darimi karya Nabil bin Hasyim,
terbitan dari Darul Basyar al-Islamiyah, cetakan pertama tahun 1999, hadits nomor
2671 :

‫ قال‬: ‫حدثنا أبو نعيم حدثنا سفيان عن حبيب عن ميمون بن أىب شبيب عن أىب ذر قال‬
‫ اتق اهلل حيثما كنت وأتبع السيئة احلسنة متحوها وخالق‬: ‫رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬
)‫ (رواه الدارمى‬.‫الناس خبلق حسن‬
"telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Habib dari Maimun bin Abi Syabib dari Abu Dzar, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda : bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu
berada, dan ikutkankah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik maka ia
akan menjadi tebusannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik. (HR.
Ad-Darimi)"

C. Isi Kandungan Hadits


Hal pertama yang diperintahkan Rasululah SAW dalam hadits diatas adalah agar
umat muslim bertaqwa kepada Allah dimanapun dia berada. Tqwa sendiri berasal dari
kata “wiqayah”, bisa diartikan dengan perlindungan diri. Maksudnya adalah
perlindungan diri kepada Allah SWT dengan cara mena’ati semua perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya dimanapun ia berada. Taqwa juga bisa berarti waspada
atau berhati-hati, jika diibaratkan adalah seperti seseorang yang berhati-hati ketika
melewati jalan yang penuh dengan duri.
Taqwa menjadi sesuatu yang penting bagi seorang muslim karena taqwa
diibaratkan seperti pakaian yang menutupi aurat seorang muslim. Jika seoramg muslim
tidak memiliki taqwa dalam hatinya, maka ia diibaratkan seperti seorang yang telanjang.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 26, yang berbunyi :

5
‫يا بىن آدم قد أنزلنا عليكم لباسا يواري سوآتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خري ذلك من‬
)29 : ‫آيات اهلل لعلكم يذكرون (األعراف‬
Artinya : hai anak adam, sesungguhnya kami trlah menurunkan kepada kalian pakaian
untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian
tnda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mmudahan mereka selalu ingat. (Q.S.
Al-A’raf : 29)

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa ulama tafsir berbeda
pendapat mengenai maknanya. Ikrimah mengatakan bahwa yan dimaksud dengan libasut
taqwa adalah pakaian yang akan dikenakan besok di hari kiamat. Sedangkan menurut
riwayat Ibnu Hatim, Zaid bin Ali, As-Saddi, Qatadah dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa
libasut taqwa adalah amal saleh. Terlepas dari itu semua, yang pterpenting adalah taqwa
merupakan penghias diri seorang muslim, karena dengan ketaqwaan seseorang itu bisa
dilihat sejauh mana ia bisa menjadi hamba Allah yang selalu ingat kepada-Nya.
Adapun maksud dari mengingat Allah adalah senantiasa mengingat Allah baik
dalam hati maupun dalam semua tingkah lakunya, saat diam, berucap dan bertindak.
Semuanya dilakukan atas dasar hanya untuk meraih ridho Allah SWT. Salah satu
realisasi dalam mengingat Allah adalah selalu bersyukur atas segala nikmt yang
diberikan, dengan bersyukur kepada Allah maka seorang hamba akan bisa lebih
mendekatkan diri kepada Allah yang kemudian bertambahlah ketaqwaan hamba tersebut.
Poin kedua dari hadits tersebut adalah mengikutkan keburukan dengan kebaikan.
Yang dimaskud disini adalah jika seorang muslim mengalami kelalaian makan
hendaknya ia segera bertaubat dan beritighfar kepada Allah. Semua orang tidak luput
dari kesalahan, maka setelah melakukan suatu hal yang buruk maka ia harus segera
melakukan kebaikan agar kebaikan tersebut menghapus keburukan itu. Karena pada
prinsipnya ketaatan akann menerangi kemaksiatan dan akan mengekisnya secara
perlahan sebagaiman firman Allah dalam surat Hud ayat 114, yang berbunyi :

)114 : ‫إن احلسنات يذهنب السيئات (هود‬

“artinya : sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik akan menghapus (dosa)


perbuatan-perbuatan yang buruk. (Q.S. Hud : 114)”

Yang terakhir adalah tentang akhlak. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa
akhlak merupakan pondasi utama kehiudpan bermasyarakat. Rasulullah sendiri sudah
6
menegaskan bahwa beliau diutus kedunia tidak lain adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia. Allah sendiri banyak berfirman dalam ayatnya mengenai keutamaan
berakhlakul karimah, sebagaimana yang termaktub dalam surat Thoha ayat 44, yang
berbunyi :

)44 : ‫فقوال له قوال لينا لعله يتذكر أو خيشى (طه‬


“Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (fir’aun) dngan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan dai sadar atau takut (Q.S. Thoha : 44)”

Jika melihat dari ayat diatas bisa diketahui bahwa saat nabi Musa akan
menghadapi Fir’aun yang saat itu adalah raja yang kejam, bahkan sampai mengaku
sebagai tuhan, nabi musa diperintahkan oleh Allah agar berbicara dengan lemah lembut
agar Fir’aun sadar. Padahal itu berbicara dengan orang kafir, bagaimana dengan sesame
muslim ? tentunya harus dengan lemah mlembut dan tutur kata baik pula.

BAB III
7
KESIMPULAN

Hadits riwayat Tirmidzi mengenai mengikutkan keburukan dengan kebaikan diatas


termasuk kategori hadits hasan, sebagian ulama mengatakan hadits tersebut hasan yang
mendekati shohih. Ada beberapa hadits dengan matan yang sama akan tetapi dari jalur
periwayatan yang berbeda, diantaranya adalah dari Musnad Ahmad dari Musnad Ad-Darimi.
Ada beberapa isi kandungan dalam hadits tersebut yang bisa diamalkan oleh seluruh
umat islam, diantaranya adalah : a) taqwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya, b)
mengikutkan alam buruk dengan amal baik agar amal baik itu bisa menghapusnya, dan c)
anjuran untuk selalu berakhlak dengan akhlak yang karimah.

Daftar Pustaka

8
Al-Hanbali, Ibnu Rajab. (2011). Jami’ Al-Ulum wal Hikam. Muassasah Ar-Risalah. Cetakan
ke sepuluh

Al-Utsmani, Muhamma bin Shaleh. (2004). Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Dar-Ats-


tsuraya. Cetakan ketiga

At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Sauroh. (tt). Matan Sunan Tirmidzi (Jami’ At-
Tirmidzi). Riyadh : Baitul Afkar Aad-Dauliyah

Hanbal, Al-Imam Ahmad bin. (1998). Musnad Al-Imam Al-Hafidzh Abi Abdillah Ahmad bin
Hanbal. Riyadh : Baitul Afkar Ad-Dauliyah. cetakan keempat

Hasyim, Nabil bin. (1999). Fathul Mannan, syarah Sunan Ad-Darimi. Darul Basyar al-
Islamiyah cetakan pertama

Syatibi, Abu Ishak. (1975). al-Muwafaqot. Kairo, Mesir. Dar al-Fikr al-Arabi cet.2 juz III

Anda mungkin juga menyukai