Contoh
Contoh
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan
kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar dan ditandai
dengan meningkatnya kedalaman probing, hilangnya perlekatan dan kerusakan
tulang alveolar (Newman, 2012: 160) . Patogenesis penyakit periodontal adalah
proses inflamasi yang melibatkan respon imun alami dan imun adaptif. Sel
fagosit, seperti neutrofil polimorfonuklear, monosit, dan makrofag yang
merupakan sel imun alami akan memicu keluarnya mediator kimiawi seperti
sitokin (Tumor Necrosis Factor / TNF dan Interleukin / IL) yang mengaktifkan
berbagai sistem seperti sistem komplemen dan fase respon akut (Newman, 2012:
249-251).
Perawatan periodontitis meliputi terapi mekanik yaitu pembersihan karang gigi
dengan scaling dan rootplaning dengan tujuan menghilangkan endapan keras dan
lunak yang menempel pada permukaan gigi dan akar gigi sebagai tempat
kolonisasi bakteri (Farjana, 2014: 1) . Namun di kantong yang dalam, debridemen
mekanis seringkali sulit dilakukan dan membutuhkan terapi tambahan termasuk
antibiotik sistemik dan lokal (Jaswal, 2014: 1-2).
1
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan pohon tropis asli Asia
Tenggara yang sangat populer di Indonesia. Manggis yang identik dengan julukan
ratu buah tropis (Queen of tropical fruit) merupakan tumbuhan yang semuanya
bisa dimanfaatkan, termasuk kulit buahnya (Komansilan, 2015: 309). Beberapa
penelitian menunjukkan kulit manggis ternyata mengandung bahan yang
mempunyai sifat farmakologis lebih tinggi dibandingkan bagian tanaman manggis
yang lain, meski seringkali kulit manggis selalu dibuang ke sampah. Kulit buah
manggis secara umum juga telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat anti
inflamasi tradisional (Prasetya, 2014: 174).
2
manfaat seperti dosis yang dibutuhkan rendah, mengurangi absorpsi sistemik
sehingga dapat meminimalkan terjadinya efek samping dan konsentrasi
Tingginya dapat dipertahankan pada sisi yang diterapkan agar obat bekerja lebih
maksimal. Berbagai bentuk bahan telah diperkenalkan sebagai agen terapeutik
topikal dalam perawatan periodontal termasuk bahan irigasi seperti cairan dan gel
(Jaswal, 2014: 2). Namun kekurangan bahan ini adalah tidak dapat bertahan lama
di dalam kantong karena sifat fisiknya yang cair sehingga mengurangi
aktivitasnya dan membutuhkan banyak aplikasi, kemampuan dan kepatuhan
pasien dalam mengaplikasikannya. Untuk itu diperlukan suatu bentuk agen
terapeutik topikal yang dapat bertahan lama pada area poket periodontal sehingga
dapat menjamin efektivitasnya.
Penggunaan chip sebagai perawatan untuk poket periodontal telah banyak
diusulkan agar efektif dalam berbagai studi klinis. Jeffcoat et al., Seperti yang
dikutip oleh Soskolne pada tahun 2003 mengenai penerapan chip Chlorhexidine
(CHX chip) setelah perawatan scaling dan root planing telah menunjukkan
penurunan kedalaman poket klinis, perdarahan saat probing dan perlekatan klinis
dibandingkan dengan sisi yang dirawat hanya dengan scaling dan root planing
setelah 6-9 bulan pengobatan.
Adanya sifat farmakologis pada kulit manggis serta aktivitas anti inflamasi
pada rahim menunjukkan kemungkinan penggunaan ekstrak kulit manggis sebagai
agen terapeutik topikal untuk terapi tambahan pada penyakit periodontal dan
kebutuhan akan bentuk terapi topikal yang tahan lama. agen di daerah kantong
periodontal menyebabkan penulis tertarik untuk menyarankan inovasi mengenai
penggunaan keripik ekstrak kulit manggis sebagai terapi pendukung dalam
pengobatan periodontitis.
3
Ide kreatif penulis adalah mengembangkan pengobatan penyakit periodontal dan
meningkatkan efektivitas penggunaan obat-obatan herbal dalam terapi
periodontal. Sejauh ini banyak orang telah melihat
4
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR
5
kulitnya yaitu 70-75%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-
20%.
6
Di dalam tubuh manusia xanton berfungsi sebagai antioksidan,
antiproliferasi, anti inflamasi, dan antimikroba. Xanton merupakan antioksidan
kuat yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan prooxidan dalam tubuh dan
lingkungan yang dikenal sebagai radikal bebas. Beberapa peneliti menjelaskan,
kulit manggis dewasa mengandung polyhydroxyxanton yang merupakan turunan
dari mangostin dan ß-mangostin yang berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri,
antitumor, dan antikanker. Sifat antioksidan xanton melebihi vitamin E dan
vitamin C yang selama ini dikenal sebagai antioksidan tingkat tinggi.
7
AB
Gambar 2. Gambaran klinis dan radiografi periodontitis A Peradangan pada
semua gigi dan hilangnya perlekatan. B. Kerusakan tulang alveolar.
Periodontitis diawali dengan radang gingiva atau biasa disebut gingivitis dimana
gingiva menjadi lebih lunak, membengkak, merah mengkilat, perubahan kontur
gingiva dari kondisi tersebut.
ringan sampai berat dan berdarah. Kondisi kebersihan mulut yang buruk atau
kurangnya perawatan yang akurat dapat menyebabkan pendalaman kantong dan
migrasi epitel terpadu ke arah apikal. Ini biasanya secara klinis disertai dengan
resesi gingiva dan pembukaan area akar gigi. Konsekuensinya, kerusakan tulang
alveolar ditandai dengan mobilitas gigi dan gigi yang dapat menjadi tanggal.
8
Pemberian antibiotik sebagai terapi tambahan sistemik dalam pengobatan
periodontitis bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mengurangi
keparahan periodontitis dan mengurangi infiltrasi sel inflamasi. Brook
menyebutkan bahwa perawatan tambahan dengan antibiotik diperlukan untuk
menunjang perawatan mekanis, karena meski perawatan mekanis yaitu scaling
dan root planing telah mampu menurunkan jumlah bakteri di kantong, bakteri
periodontopatogen di tubulus dentinalis, gingiva dan sementum masih ada.
tertinggal. Oleh karena itu banyak peneliti yang menyarankan perlunya antibiotik
dalam pengobatan penyakit periodontal, terutama yang bersifat progresif dan
destruktif. Pengobatan periodontitis saat ini biasanya menggunakan kombinasi
kelompok amoksisilin dan metronidazol.
Namun penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis atau waktu
pemakaian menyebabkan masalah lambung, hematologi, neurologi, dermatologi,
alergi dan terjadinya resistensi bakteri (Nandini, 2012: 1-2). Pemberian antibiotik
secara sistemik pun memiliki kerugian, yaitu kemungkinan timbul efek samping,
antara lain pusing, jantung berdebar-debar dan gangguan saluran cerna. Gangguan
tersebut bisa ringan atau parah. Bahkan parahnya efek samping bisa melebihi
penyakitnya. Kerugian lainnya terkait dengan keseimbangan flora normal.
Pengobatan penyakit dengan pemberian antibiotik sistemik, terutama yang
berspektrum luas, dapat mempengaruhi keseimbangan mikroorganisme di tempat
lain sehingga terjadi superinfeksi.
Antibiotik yang diberikan secara lokal setelah perawatan mekanis sebagai
kombinasi dari scaling dan penghalusan akar dapat meningkatkan efektivitas
perawatan periodontal. Ini memfasilitasi obat antimikroba atau antibiotik dengan
obat pelepas polimer ke dalam kantong periodontal. Sistem ini memberikan
manfaat antara lain dosis yang dibutuhkan rendah, mengurangi absorpsi sistemik
sehingga meminimalkan terjadinya efek samping dan konsentrasi tinggi dapat
dipertahankan pada sisi yang diaplikasikan sehingga obat bekerja lebih maksimal.
Berbagai bentuk bahan telah diperkenalkan sebagai agen terapeutik topikal
dalam perawatan periodontal termasuk bahan irigasi seperti cairan dan gel
(Jaswal, 2014: 2). Penggunaan 10% doxycycline hyclate, metronidazole 25% gel,
9
dan impegrated tetracycline fibres menunjukkan hasil yang sama dengan
perawatan penghalusan akar, dengan penurunan kedalaman poket (1 mm) dan
peningkatan perlekatan klinis. Beberapa penelitian menemukan bahwa irigasi
subgingiva dengan berbagai jenis obat dapat menurunkan jumlah bakteri patogen
subgingiva. Namun pengobatan dengan hanya satu irigasi tidak memberikan
respon yang baik dan efektif jika dibandingkan dengan antibiotik sistemik. Sifat
fisik bahan irigasi dan gel yang tidak padat dapat mengurangi aktivitasnya dan
memerlukan banyak aplikasi, kemampuan dan kepatuhan pasien dalam
menerapkannya. Untuk itu diperlukan suatu bentuk agen terapeutik topikal yang
dapat bertahan lama pada daerah poket periodontal sehingga dapat menjamin
efektivitasnya, salah satunya adalah chip periodontal.
AB
Gambar 3. Periochip®. A. Bentuk dan ukuran. B. Cara masuk ke Periochip®. Ke
dalam kantong periodontal.
PerioChip® dapat terurai secara hayati dan diindikasikan untuk kantong
periodontal berukuran 5 mm atau lebih. Dalam sebuah studi in vitro, Stanley et al.
10
(1989) melaporkan bahwa konsentrasi CHX 125 μg / ml di PerioChip®
menghambat 99% pertumbuhan mikroflora kantong. Soskolne et al (1998)
melaporkan rata-rata konsentrasi puncak CHX di PerioChip® dalam cairan sulkus
gingiva adalah 2007 μg / ml setelah dua jam. Selama 96 jam berikutnya,
konsentrasi CHX rata-rata adalah 1300–1900μg / ml. Hal ini diikuti dengan
penurunan konsentrasi CHX secara bertahap hingga akhir penelitian dengan
konsentrasi rata-rata lebih dari 125 μg / ml sehari kemudian. Pada akhir penelitian
tidak ada residu PerioChip® dalam satu poket periodontal. Selain itu, penelitian
Killoy et al (1998) menunjukkan bahwa chip CHX paling efektif bila ditempatkan
setiap tiga bulan pada saku yang masih ≥ 5 mm. Penelitian lebih lanjut oleh
Soskolne et al. (1997) menunjukkan bahwa PerioChip® dapat mempertahankan
kadar CHX yang efektif secara klinis dalam cairan sulkus gingiva (CKG) dari
poket periodontal selama lebih dari satu minggu tanpa adanya absorpsi sistemik
yang terdeteksi.
BAGIAN 3
ANALISIS DAN SINTESIS
11
menggunakan asam hidriodat, dengan atau tanpa penambahan asam asetat glasial
atau dengan menambahkan aluminium klorida dalam bentuk larutan benzena
mendidih, atau dengan menambahkan larutan klorobenzena. Jadi ciri utama dari
gugus xanton adalah sifat gugus karbonilnya yang iner terhadap reaktan yang
biasanya bereaksi dengan gugus karbonil.
Dalam proses metabolisme tubuh, terjadi reaksi oksidasi dan reduksi,
membentuk radikal bebas oksidatif dengan oksigen reaktif. Karena sifatnya yang
reaktif, radikal bebas akan mengoksidasi zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh
sehingga menyebabkan sejumlah jaringan tubuh rusak. Misalnya kulit menjadi
keriput karena kehilangan elastisitas kolagen dan ototnya. Kemudian muncul
bintik-bintik sebagai pigmen atau bintik kecoklatan pada kulit. Bisa juga muncul
pikun, parkinson, atau alzheimer karena dinding sel saraf yang terdiri dari asam
lemak tak jenuh ganda merupakan sasaran empuk radikal bebas.
Karena mudah teroksidasi maka radikal bebas dalam hal ini radikal
peroksil (ROO) akan mengoksidasi xanton dengan cepat, sehingga radikal
peroksil akan berubah menjadi RH. Perubahan tersebut terjadi karena molekul
oksigen direduksi oleh garsinone B sebagai turunan xanton. Reaksi tersebut dapat
menghambat berbagai jenis radikal bebas. Oksigen reaktif dari beberapa Contoh
radikal bebas, seperti H3C (pusat karbon), R, R2NO (berpusat nitrogen), RO,
H3COO (berpusat O2), atau ROO, dapat dihilangkan dengan xanton garcinon B
atau parvixant di proses oksidasi, sehingga senyawa yang bermanfaat dapat
berfungsi.
Pada reaksi xanton dengan radikal bebas, R berubah menjadi RH, dan
reaksi tersebut akan membuat molekul A menjadi tidak aktif. Begitu pula RO.
Dengan adanya xanton (Garcinon Batau parvixanton-1), posisi A diganti sehingga
reaksi berubah menjadi SPIRIT yang dapat menjaga zat-zat yang bermanfaat bagi
tubuh agar berfungsi dengan baik untuk menjaga kesehatan. Hal yang sama terjadi
pada ROO, yang pada proses reaksinya diubah menjadi ROOH.
12
efektif melawan kanker payudara manusia SKBR3. SKBR3 merupakan sel yang
dibiakkan dalam berbagai konsentrasi, berkisar antara 0–50 mikrogram per ml
selama 48 jam. CME dapat menghambat perkembangan sel kanker pada
konsentrasi ED (50) sebesar 9,25 +/- 0,64 mikrogram / ml. Ekstrak dengan CME
memberikan efek antiproliferatif yang berhubungan dengan apoptosis pada garis
sel kanker payudara dengan menentukan perubahan morfologi dan fragmen DNA
oligonukleosom. Perubahan struktur DNA disebabkan oleh radikal bebas yang
mengambil elektron dari sel tubuh, menghasilkan sel mutan. Jika perubahan DNA
ini terjadi selama bertahun-tahun, kanker akan muncul. Tubuh manusia dapat
menghasilkan, namun jumlahnya seringkali tidak cukup untuk menetralisir radikal
bebas yang masuk. Oleh karena itu manusia disarankan untuk mengkonsumsi
xanton.
BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Penggunaan keripik ekstrak kulit manggis dapat menghilangkan kantong
periodontal karena sifat fisik xanthone yang terdapat pada kulit manggis bersifat
antibakteri, anti inflamasi, antikanker dan antioksidan sehingga sangat baik
digunakan sebagai penunjang pengobatan mekanis untuk periodontitis.
4.2 Rekomendasi
Inovasi penggunaan keripik ekstrak kulit manggis dalam perawatan kantong
periodontal memberikan ide-ide baru dalam pengembangan tanaman herbal di
bidang kedokteran gigi khususnya periodonsia. Namun demikian, penelitian,
pengembangan dan / atau rekayasa diperlukan untuk mengembangkan aplikasi
praktis dari bahan ini baik secara in vitro maupun in vivo sehingga diperoleh data
yang akurat mengenai keefektifannya yang setara dengan bahan PerioChip® yang
13
ada di pasaran. Untuk itu, diperlukan dukungan dari peneliti, klinisi dan
pemerintah dalam menciptakan produk yang lebih bernilai tinggi sebagai hasil
inovasi yang telah dilakukan dan mendorong industrialisasi yang berkelanjutan
serta mendorong inovasi dalam pembangunan berkelanjutan.
BIBLIOGRAFI
Barca E, Cifbasi E, Cintan S. Adjunctive Penggunaan Antibiotik Pada
Peridontal Theraph. J Istanbul Univ Fac Dent 2015; 49 (3): 55-62.
14
Jaswal, R. Dhawan, S. Grover, Malhotra, R. Evaluasi Perbandingan 2%
Gel Kunyit Utuh versus 1% Clorhexidine Gel pada Periodontitis Kronis
Pasien: Studi Perintis. 2014. J Indian Soc. Periodontol; 18 (5).
Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. Antioksidan
xanthone dari kulit buah Garcinia mangostana (manggis). J Agric Food
Chem 2006 22 Maret; 54 (6): 2077-81.
Lim TK. Tanaman Obat dan Non Obat yang Dapat Dimakan. New York:
Springer;
15
Poeloengan M. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana linn). Media litbang kesehatan (XX). 2010. hal.
65-9.
Roda RP, Bagan JV, Bielsa JM, Carbonell E. Penggunaan Antibiotik Pada
Gigi Praktek. Med LisanPatol Oral Cir Bucal 2007; 12: 186-92
16