Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan
kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar dan ditandai
dengan meningkatnya kedalaman probing, hilangnya perlekatan dan kerusakan
tulang alveolar (Newman, 2012: 160) . Patogenesis penyakit periodontal adalah
proses inflamasi yang melibatkan respon imun alami dan imun adaptif. Sel
fagosit, seperti neutrofil polimorfonuklear, monosit, dan makrofag yang
merupakan sel imun alami akan memicu keluarnya mediator kimiawi seperti
sitokin (Tumor Necrosis Factor / TNF dan Interleukin / IL) yang mengaktifkan
berbagai sistem seperti sistem komplemen dan fase respon akut (Newman, 2012:
249-251).
Perawatan periodontitis meliputi terapi mekanik yaitu pembersihan karang gigi
dengan scaling dan rootplaning dengan tujuan menghilangkan endapan keras dan
lunak yang menempel pada permukaan gigi dan akar gigi sebagai tempat
kolonisasi bakteri (Farjana, 2014: 1) . Namun di kantong yang dalam, debridemen
mekanis seringkali sulit dilakukan dan membutuhkan terapi tambahan termasuk
antibiotik sistemik dan lokal (Jaswal, 2014: 1-2).

Kelemahan penggunaan antibiotik adalah adanya efek samping pada


penderita, seperti gangguan lambung, hematologi, neurologi, dermatologi, alergi
dan terjadinya resistensi bakteri (Nandini, 2012: 1-2). Oleh karena itu, perlu
dikembangkan strategi inovatif untuk mengurangi patogen periodontal dengan
efek samping yang lebih minimal. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
dengan mengeksplorasi tumbuhan obat yang banyak terdapat di alam (Izui, 2016:
83).

1
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan pohon tropis asli Asia
Tenggara yang sangat populer di Indonesia. Manggis yang identik dengan julukan
ratu buah tropis (Queen of tropical fruit) merupakan tumbuhan yang semuanya
bisa dimanfaatkan, termasuk kulit buahnya (Komansilan, 2015: 309). Beberapa
penelitian menunjukkan kulit manggis ternyata mengandung bahan yang
mempunyai sifat farmakologis lebih tinggi dibandingkan bagian tanaman manggis
yang lain, meski seringkali kulit manggis selalu dibuang ke sampah. Kulit buah
manggis secara umum juga telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat anti
inflamasi tradisional (Prasetya, 2014: 174).

Sejumlah penelitian in vitro menunjukkan kulit buah manggis


mengandung polifenol dari keluarga trisiklik isoprenilasi atau biasa disebut
dengan xanton. Xanton merupakan komponen antioksidan terpenting pada kulit
manggis, dimana kandungan xaanton pada kulit buah manggis 27 kali lebih
banyak dibandingkan dengan yang terdapat pada daging buah manggis
(Komansilan, 2015: 310). Xanthone yang paling melimpah pada kulit manggis
adalah α- dan γ-mangostin. Xanton memiliki efek antioksidan, bersifat anti
inflamasi, anti karsinogenik dan antimikroba (Prasetya, 2014: 174).
Chen et al. Hasil penelitian sebagaimana dikutip Prasetya tahun 2014
menyatakan bahwa alpha mangostin (α-mangostin) secara signifikan menghambat
produksi Nitric Oxide (NO), Prostaglandin E2 (PGE2), Tumor Necrosis Factor-α
dan inducible NOS (iNOS) pada sel RAW 264,7 lipopolisakarida yang diinduksi.
Penelitian oleh Nakatani et al. Seperti dikutip Prasetya pada tahun 2014 juga
menunjukkan Gamma mangostin (γ-mangostin) berperan sebagai anti inflamasi
dengan rumus kimia 1,3,6,7-tetrahidroxy-7, tetrahidroxy-2,8-bis (3-methyl-
2butenil). ) -9H-xanten-9-on. Penurunan jumlah PGE2 melalui inhibitor COX-2
dapat menghambat inflamasi pada penyakit periodontal (Prasetya, 2014: 174).
Sistem distribusi obat lokal yang biasanya diberikan melalui aplikasi
topikal untuk menghilangkan peradangan pada poket periodontal memungkinkan
agen terapeutik untuk langsung mencapai area target. Sistem ini memberikan

2
manfaat seperti dosis yang dibutuhkan rendah, mengurangi absorpsi sistemik
sehingga dapat meminimalkan terjadinya efek samping dan konsentrasi
Tingginya dapat dipertahankan pada sisi yang diterapkan agar obat bekerja lebih
maksimal. Berbagai bentuk bahan telah diperkenalkan sebagai agen terapeutik
topikal dalam perawatan periodontal termasuk bahan irigasi seperti cairan dan gel
(Jaswal, 2014: 2). Namun kekurangan bahan ini adalah tidak dapat bertahan lama
di dalam kantong karena sifat fisiknya yang cair sehingga mengurangi
aktivitasnya dan membutuhkan banyak aplikasi, kemampuan dan kepatuhan
pasien dalam mengaplikasikannya. Untuk itu diperlukan suatu bentuk agen
terapeutik topikal yang dapat bertahan lama pada area poket periodontal sehingga
dapat menjamin efektivitasnya.
Penggunaan chip sebagai perawatan untuk poket periodontal telah banyak
diusulkan agar efektif dalam berbagai studi klinis. Jeffcoat et al., Seperti yang
dikutip oleh Soskolne pada tahun 2003 mengenai penerapan chip Chlorhexidine
(CHX chip) setelah perawatan scaling dan root planing telah menunjukkan
penurunan kedalaman poket klinis, perdarahan saat probing dan perlekatan klinis
dibandingkan dengan sisi yang dirawat hanya dengan scaling dan root planing
setelah 6-9 bulan pengobatan.
Adanya sifat farmakologis pada kulit manggis serta aktivitas anti inflamasi
pada rahim menunjukkan kemungkinan penggunaan ekstrak kulit manggis sebagai
agen terapeutik topikal untuk terapi tambahan pada penyakit periodontal dan
kebutuhan akan bentuk terapi topikal yang tahan lama. agen di daerah kantong
periodontal menyebabkan penulis tertarik untuk menyarankan inovasi mengenai
penggunaan keripik ekstrak kulit manggis sebagai terapi pendukung dalam
pengobatan periodontitis.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana efektifitas penggunaan keripik ekstrak kulit manggis sebagai terapi
pendukung dalam pengobatan periodontitis.

1.3 Ide Kreatif

3
Ide kreatif penulis adalah mengembangkan pengobatan penyakit periodontal dan
meningkatkan efektivitas penggunaan obat-obatan herbal dalam terapi
periodontal. Sejauh ini banyak orang telah melihat

satu mata mengandung kandungan kulit manggis, sehingga setiap kali


mengkonsumsi buah manggis, kulitnya selalu dibuang dan akhirnya menjadi
limbah. Inovasi baru adalah pembuatan keripik yang memiliki komposisi ekstrak
kulit manggis yang kaya akan xanton dan antioksidan sehingga dapat
meningkatkan efektivitas pengobatan penyakit dan memicu peningkatan
pemanfaatan kembali limbah kulit manggis dengan baik. Hal ini tentunya akan
menjadi inovasi baru dalam dunia kesehatan khususnya di bidang kedokteran gigi
dan akan mendorong industrialisasi pengolahan limbah kulit manggis untuk
memajukan pembangunan berkelanjutan.

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk membahas efektivitas
penggunaan keripik ekstrak kulit manggis sebagai terapi penunjang pengobatan
periodontitis.

1.5 Manfaat Menulis


Manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan informasi tentang
pengobatan baru di bidang kedokteran gigi dan pemanfaatan ramuan herbal yang
berkhasiat yaitu kulit manggis, khususnya sebagai terapi di bidang kedokteran
gigi. Selain itu, karya ilmiah ini juga diharapkan dapat menjadi inovasi dalam
pengelolaan limbah kulit manggis dari bahan yang tidak berguna menjadi bahan
yang bernilai ekonomis.

1.6 Metode Studi Pustaka yang Dilakukan


Metode studi pustaka yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah adalah dengan
mengumpulkan data dari buku teks dan hasil penelitian dari jurnal ilmiah.
Selanjutnya adalah penilaian, seleksi, dan pencarian solusi dari permasalahan
yang dihadapi, serta penarikan kesimpulan.

4
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR

2.1. Buah Manggis, Komposisi dan Khasiatnya


Secara taksonomi buah manggis (Garcinia mangostana L.) meliputi divisi
Spermatophyta, kelas Angiospermae, famili Thalamiflora famili Guttiferae dan
genus Garacinia. Buah manggis berbentuk bulat dan berwarna tua karena
mengandung banyak antosianin pada kulitnya.

Gambar 1. Buah Manggis

Buah manggis dianggap sangat istimewa, warna kulit manggis merah


kehitaman, daging buahnya putih bersih dan rasanya manis, dan senyawa yang
menjadi primadona buah adalah xanton, yaitu bahan kimia alami yang tergolong
polifenol, yaitu diproduksi oleh metabolit sekunder. Xanton tidak ditemukan pada
buah lainnya, oleh karena itu manggis disebut ratu buah. Selain itu, buah manggis
juga mengandung katekin, kalium, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1, vitamin
B2, vitamin B6, dan vitamin C. Komposisi nilai gizi buah manggis dapat dilihat
pada Tabel 1. Hasil Kasma Iswari (2005) dan sejumlah penelitian lainnya
menunjukkan bahwa komponen terbesar dari keseluruhan buah manggis adalah

5
kulitnya yaitu 70-75%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-
20%.

Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Buah Manggis per 100 Gram


Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Buah Manggis per 100 Gram
Komposisi Satuan Nilai Satuan Nilai
air g 70-80
Protein g 0,5
Lemak g 0,6
Karbohidrat g 5,6
Kalsium Mg 5,7
Fosfor Mg 9,4
Besi Mg 0,3
Vitamin B1 Mg 0,06
Vitamin B2 Mg 0,04
Vitamin C Mg 35
Kulit buah Xanton Mg 107,76
Daging buah Xanton Mg 29,00
Energi Kkal 63

Berdasarkan strukturnya, xanthone tergolong senyawa aromatik sederhana,


seperti dibenzofuran, dibenzopyran, dan griseofulvin. Ciri dari golongan ini
adalah adanya inti dibenzo-γ-pyron yang menunjukkan hubungan erat antara
xanthone dan flavonoid serta chromomer, turunan γ-pyron. Inti xanton bebas
adalah kristal jarum tak berwarna, tetapi jarang ditemukan di alam. Sedangkan
yang sering ditemukan adalah bentuk turunan oksigen, sehingga umumnya
xanthone diisolasi dalam bentuk kristal jarum berwarna kuning. Xanton dan
turunannya dapat diisolasi dari kulit buah kulit buah berupa 3-isomangostin,
alpha-mangostin, betamangostin, gamma-mangostin, garcinone A, garcinone B,
garcinone C, garcinone D, maclurin, dan mangosthenol.

6
Di dalam tubuh manusia xanton berfungsi sebagai antioksidan,
antiproliferasi, anti inflamasi, dan antimikroba. Xanton merupakan antioksidan
kuat yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan prooxidan dalam tubuh dan
lingkungan yang dikenal sebagai radikal bebas. Beberapa peneliti menjelaskan,
kulit manggis dewasa mengandung polyhydroxyxanton yang merupakan turunan
dari mangostin dan ß-mangostin yang berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri,
antitumor, dan antikanker. Sifat antioksidan xanton melebihi vitamin E dan
vitamin C yang selama ini dikenal sebagai antioksidan tingkat tinggi.

Nakatani et al (2002) menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya dengan


sel tikus bahwa 5 mikrogram gamma-mangostin mampu menghentikan
peradangan dengan cara menghambat produksi enzim siklooksigenase -2 yang
menyebabkan peradangan. Faktanya, gamma-mangostin memiliki efek anti
inflamasi yang lebih baik dibandingkan obat anti inflamasi yang beredar di
pasaran. Pada tahun 2002, para ilmuwan di National Research Institute of Chinese
Medicine di Taiwan menemukan khasiat garcinone E (turunan xanton) yang
sangat efektif dalam menghambat kanker hati, kanker lambung, dan kanker paru-
paru. Khasiat garcinone E jauh lebih efektif dalam menghambat sel kanker jika
dibandingkan dengan obat kanker seperti flauraucil, cisplatin, vincristin,
metohotrexete, dan mitoxiantrone.

2.2. Periodontitis dan Terapi Periodontal


Periodontitis adalah peradangan yang melibatkan jaringan periodontal
(gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar) yang disebabkan
oleh plak bakteri atau jenis bakteri dominan spesifik lainnya. Peradangan
disebabkan oleh adanya produk toksin dari bakteri yang merusak epitel dan
struktur jaringan periodontal, menyebabkan peningkatan kedalaman poket,
hilangnya perlekatan dan kerusakan tulang alveolar (Gambar 2). Bakteri yang
berperan dalam penyakit periodontitis diperkirakan lebih dari 400 jenis baik
berupa bakteri gram positif maupun negatif baik yang bersifat aerob maupun
anaerob, di antaranya adalah bakteri P.gingivalis, Actinobacillus actinomycetem
comitans (Aa) dan Bacteroides. forsythus.dll

7
AB
Gambar 2. Gambaran klinis dan radiografi periodontitis A Peradangan pada
semua gigi dan hilangnya perlekatan. B. Kerusakan tulang alveolar.

Periodontitis diawali dengan radang gingiva atau biasa disebut gingivitis dimana
gingiva menjadi lebih lunak, membengkak, merah mengkilat, perubahan kontur
gingiva dari kondisi tersebut.
ringan sampai berat dan berdarah. Kondisi kebersihan mulut yang buruk atau
kurangnya perawatan yang akurat dapat menyebabkan pendalaman kantong dan
migrasi epitel terpadu ke arah apikal. Ini biasanya secara klinis disertai dengan
resesi gingiva dan pembukaan area akar gigi. Konsekuensinya, kerusakan tulang
alveolar ditandai dengan mobilitas gigi dan gigi yang dapat menjadi tanggal.

Salah satu gambaran histologis periodontitis adalah peningkatan infiltrasi


sel inflamasi, terutama makrofag dan limfosit. Bakteri dan produknya akan
menginduksi sel untuk mensintesis Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis
Factor-α (TNF-α). Interleukin-1 dan TNF-α akan mempengaruhi membran sel
untuk mensintesis siklooksigenase-2 melalui metabolisme asam arakidonat.

Keberhasilan perawatan periodontal sangat bergantung pada kemampuan


perawatan untuk menghilangkan peradangan gingiva dan menghentikan proses
infeksi. Saat ini terapi utama untuk periodontitis adalah pengendalian plak dan
terapi mekanik, yaitu pembersihan karang gigi dengan scaling dan rootplaning
yang bertujuan untuk mengurangi penumpukan plak dan kalkulus. Namun di
kantong yang dalam, debridemen mekanis seringkali sulit dilakukan dan
membutuhkan terapi tambahan termasuk antibiotik (Jaswal, 2014: 1-2).

8
Pemberian antibiotik sebagai terapi tambahan sistemik dalam pengobatan
periodontitis bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mengurangi
keparahan periodontitis dan mengurangi infiltrasi sel inflamasi. Brook
menyebutkan bahwa perawatan tambahan dengan antibiotik diperlukan untuk
menunjang perawatan mekanis, karena meski perawatan mekanis yaitu scaling
dan root planing telah mampu menurunkan jumlah bakteri di kantong, bakteri
periodontopatogen di tubulus dentinalis, gingiva dan sementum masih ada.
tertinggal. Oleh karena itu banyak peneliti yang menyarankan perlunya antibiotik
dalam pengobatan penyakit periodontal, terutama yang bersifat progresif dan
destruktif. Pengobatan periodontitis saat ini biasanya menggunakan kombinasi
kelompok amoksisilin dan metronidazol.

Namun penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis atau waktu
pemakaian menyebabkan masalah lambung, hematologi, neurologi, dermatologi,
alergi dan terjadinya resistensi bakteri (Nandini, 2012: 1-2). Pemberian antibiotik
secara sistemik pun memiliki kerugian, yaitu kemungkinan timbul efek samping,
antara lain pusing, jantung berdebar-debar dan gangguan saluran cerna. Gangguan
tersebut bisa ringan atau parah. Bahkan parahnya efek samping bisa melebihi
penyakitnya. Kerugian lainnya terkait dengan keseimbangan flora normal.
Pengobatan penyakit dengan pemberian antibiotik sistemik, terutama yang
berspektrum luas, dapat mempengaruhi keseimbangan mikroorganisme di tempat
lain sehingga terjadi superinfeksi.
Antibiotik yang diberikan secara lokal setelah perawatan mekanis sebagai
kombinasi dari scaling dan penghalusan akar dapat meningkatkan efektivitas
perawatan periodontal. Ini memfasilitasi obat antimikroba atau antibiotik dengan
obat pelepas polimer ke dalam kantong periodontal. Sistem ini memberikan
manfaat antara lain dosis yang dibutuhkan rendah, mengurangi absorpsi sistemik
sehingga meminimalkan terjadinya efek samping dan konsentrasi tinggi dapat
dipertahankan pada sisi yang diaplikasikan sehingga obat bekerja lebih maksimal.
Berbagai bentuk bahan telah diperkenalkan sebagai agen terapeutik topikal
dalam perawatan periodontal termasuk bahan irigasi seperti cairan dan gel
(Jaswal, 2014: 2). Penggunaan 10% doxycycline hyclate, metronidazole 25% gel,

9
dan impegrated tetracycline fibres menunjukkan hasil yang sama dengan
perawatan penghalusan akar, dengan penurunan kedalaman poket (1 mm) dan
peningkatan perlekatan klinis. Beberapa penelitian menemukan bahwa irigasi
subgingiva dengan berbagai jenis obat dapat menurunkan jumlah bakteri patogen
subgingiva. Namun pengobatan dengan hanya satu irigasi tidak memberikan
respon yang baik dan efektif jika dibandingkan dengan antibiotik sistemik. Sifat
fisik bahan irigasi dan gel yang tidak padat dapat mengurangi aktivitasnya dan
memerlukan banyak aplikasi, kemampuan dan kepatuhan pasien dalam
menerapkannya. Untuk itu diperlukan suatu bentuk agen terapeutik topikal yang
dapat bertahan lama pada daerah poket periodontal sehingga dapat menjamin
efektivitasnya, salah satunya adalah chip periodontal.

2.3. Penggunaan Chip dalam Terapi Periodontal


Antimikroba lain yang tersedia secara komersial untuk aplikasi lokal di
kantong periodontal adalah klorheksidin (PerioChip®) dalam bentuk pelat 4 mm x
5 mm dengan tebal 350 µm dan mengandung 2,5 mg klorheksidin glukonat dalam
matriks gelatin (Gambar 3A). Pelat yang dikemas dalam kemasan foil dijepit
dengan penjepit dan ujung yang melengkung ditekan ke dasar kantong
periodontal. Karena bahan ini diserap secara biologis, pelat akan larut dan tidak
perlu dibuang (Gambar 3 B). Konsentrasi chlorhexidine PerioChip® dalam cairan
saku adalah 125 µg / ml yang bertahan selama satu minggu.

AB
Gambar 3. Periochip®. A. Bentuk dan ukuran. B. Cara masuk ke Periochip®. Ke
dalam kantong periodontal.
PerioChip® dapat terurai secara hayati dan diindikasikan untuk kantong
periodontal berukuran 5 mm atau lebih. Dalam sebuah studi in vitro, Stanley et al.

10
(1989) melaporkan bahwa konsentrasi CHX 125 μg / ml di PerioChip®
menghambat 99% pertumbuhan mikroflora kantong. Soskolne et al (1998)
melaporkan rata-rata konsentrasi puncak CHX di PerioChip® dalam cairan sulkus
gingiva adalah 2007 μg / ml setelah dua jam. Selama 96 jam berikutnya,
konsentrasi CHX rata-rata adalah 1300–1900μg / ml. Hal ini diikuti dengan
penurunan konsentrasi CHX secara bertahap hingga akhir penelitian dengan
konsentrasi rata-rata lebih dari 125 μg / ml sehari kemudian. Pada akhir penelitian
tidak ada residu PerioChip® dalam satu poket periodontal. Selain itu, penelitian
Killoy et al (1998) menunjukkan bahwa chip CHX paling efektif bila ditempatkan
setiap tiga bulan pada saku yang masih ≥ 5 mm. Penelitian lebih lanjut oleh
Soskolne et al. (1997) menunjukkan bahwa PerioChip® dapat mempertahankan
kadar CHX yang efektif secara klinis dalam cairan sulkus gingiva (CKG) dari
poket periodontal selama lebih dari satu minggu tanpa adanya absorpsi sistemik
yang terdeteksi.
BAGIAN 3
ANALISIS DAN SINTESIS

Berdasarkan strukturnya, xanthone tergolong senyawa aromatik sederhana,


seperti dibenzofuran, dibenzopyran, dan griseofulvin. Ciri khas golongan ini
adalah adanya inti dibenzo-g-pyron yang menunjukkan hubungan erat xanton
dengan flavonoid dan chromomer, turunan g-pyron. Inti xanton bebas adalah
kristal jarum tak berwarna, tetapi jarang ditemukan di alam. Sedangkan yang
sering ditemukan adalah bentuk turunan oksigen, sehingga umumnya xanthone
diisolasi dalam bentuk kristal jarum berwarna kuning. Xanton dan turunannya
dapat diisolasi dari kulit buah kulit buah berupa 3-isomangostin, alpha-mangostin,
betamangostin, gamma-mangostin, garcinone A, garcinone B, garcinone C,
garcinone D, maclurin, dan mangosthenol.
Titik leleh xanton 173–176 ° C, agar tidak hilang jika buah manggis
dipanaskan dibawah suhu tersebut. Senyawa hidroksioksanton dapat larut dalam
asam klorida pekat dan menghasilkan garam onium yang mudah terhidrolisis. Zat
ini tidak bersifat basa, tetapi proses metilasi pada gugus hidroksi dapat
meningkatkan kebasaannya. Demetoksi dapat terjadi dengan pemanasan

11
menggunakan asam hidriodat, dengan atau tanpa penambahan asam asetat glasial
atau dengan menambahkan aluminium klorida dalam bentuk larutan benzena
mendidih, atau dengan menambahkan larutan klorobenzena. Jadi ciri utama dari
gugus xanton adalah sifat gugus karbonilnya yang iner terhadap reaktan yang
biasanya bereaksi dengan gugus karbonil.
Dalam proses metabolisme tubuh, terjadi reaksi oksidasi dan reduksi,
membentuk radikal bebas oksidatif dengan oksigen reaktif. Karena sifatnya yang
reaktif, radikal bebas akan mengoksidasi zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh
sehingga menyebabkan sejumlah jaringan tubuh rusak. Misalnya kulit menjadi
keriput karena kehilangan elastisitas kolagen dan ototnya. Kemudian muncul
bintik-bintik sebagai pigmen atau bintik kecoklatan pada kulit. Bisa juga muncul
pikun, parkinson, atau alzheimer karena dinding sel saraf yang terdiri dari asam
lemak tak jenuh ganda merupakan sasaran empuk radikal bebas.
Karena mudah teroksidasi maka radikal bebas dalam hal ini radikal
peroksil (ROO) akan mengoksidasi xanton dengan cepat, sehingga radikal
peroksil akan berubah menjadi RH. Perubahan tersebut terjadi karena molekul
oksigen direduksi oleh garsinone B sebagai turunan xanton. Reaksi tersebut dapat
menghambat berbagai jenis radikal bebas. Oksigen reaktif dari beberapa Contoh
radikal bebas, seperti H3C (pusat karbon), R, R2NO (berpusat nitrogen), RO,
H3COO (berpusat O2), atau ROO, dapat dihilangkan dengan xanton garcinon B
atau parvixant di proses oksidasi, sehingga senyawa yang bermanfaat dapat
berfungsi.

Pada reaksi xanton dengan radikal bebas, R berubah menjadi RH, dan
reaksi tersebut akan membuat molekul A menjadi tidak aktif. Begitu pula RO.
Dengan adanya xanton (Garcinon Batau parvixanton-1), posisi A diganti sehingga
reaksi berubah menjadi SPIRIT yang dapat menjaga zat-zat yang bermanfaat bagi
tubuh agar berfungsi dengan baik untuk menjaga kesehatan. Hal yang sama terjadi
pada ROO, yang pada proses reaksinya diubah menjadi ROOH.

Penelitian Moongkarndi (2004) di Mahidol University, Thailand,


menunjukkan bahwa kulit buah manggis dengan ekstrak metanol kasar (CME)

12
efektif melawan kanker payudara manusia SKBR3. SKBR3 merupakan sel yang
dibiakkan dalam berbagai konsentrasi, berkisar antara 0–50 mikrogram per ml
selama 48 jam. CME dapat menghambat perkembangan sel kanker pada
konsentrasi ED (50) sebesar 9,25 +/- 0,64 mikrogram / ml. Ekstrak dengan CME
memberikan efek antiproliferatif yang berhubungan dengan apoptosis pada garis
sel kanker payudara dengan menentukan perubahan morfologi dan fragmen DNA
oligonukleosom. Perubahan struktur DNA disebabkan oleh radikal bebas yang
mengambil elektron dari sel tubuh, menghasilkan sel mutan. Jika perubahan DNA
ini terjadi selama bertahun-tahun, kanker akan muncul. Tubuh manusia dapat
menghasilkan, namun jumlahnya seringkali tidak cukup untuk menetralisir radikal
bebas yang masuk. Oleh karena itu manusia disarankan untuk mengkonsumsi
xanton.

BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan
Penggunaan keripik ekstrak kulit manggis dapat menghilangkan kantong
periodontal karena sifat fisik xanthone yang terdapat pada kulit manggis bersifat
antibakteri, anti inflamasi, antikanker dan antioksidan sehingga sangat baik
digunakan sebagai penunjang pengobatan mekanis untuk periodontitis.

4.2 Rekomendasi
Inovasi penggunaan keripik ekstrak kulit manggis dalam perawatan kantong
periodontal memberikan ide-ide baru dalam pengembangan tanaman herbal di
bidang kedokteran gigi khususnya periodonsia. Namun demikian, penelitian,
pengembangan dan / atau rekayasa diperlukan untuk mengembangkan aplikasi
praktis dari bahan ini baik secara in vitro maupun in vivo sehingga diperoleh data
yang akurat mengenai keefektifannya yang setara dengan bahan PerioChip® yang

13
ada di pasaran. Untuk itu, diperlukan dukungan dari peneliti, klinisi dan
pemerintah dalam menciptakan produk yang lebih bernilai tinggi sebagai hasil
inovasi yang telah dilakukan dan mendorong industrialisasi yang berkelanjutan
serta mendorong inovasi dalam pembangunan berkelanjutan.

BIBLIOGRAFI
Barca E, Cifbasi E, Cintan S. Adjunctive Penggunaan Antibiotik Pada
Peridontal Theraph. J Istanbul Univ Fac Dent 2015; 49 (3): 55-62.

Ee G, Daud S, Taufiq-Yap Y, Ismail N, Rahmani M. Xanthones dari


Garcinia mangostana (Guttiferae). Nat Prod Res 200; 20 (12): 1067-3.

Farjana, HN. Chandrasekaran, SC. Gita, B.Efek dari Curcuma Gel in


Manajemen Gingivitis - Sebuah Studi Percontohan. 2014. J Clin Diagn
Res; 8 (12).

Izui, S. et al. Aktivitas Antibakteri Kurkumin Terhadap Periodontofatik


Bakteri. 2016. J Periodontol; 87.

14
Jaswal, R. Dhawan, S. Grover, Malhotra, R. Evaluasi Perbandingan 2%
Gel Kunyit Utuh versus 1% Clorhexidine Gel pada Periodontitis Kronis
Pasien: Studi Perintis. 2014. J Indian Soc. Periodontol; 18 (5).

Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. Antioksidan
xanthone dari kulit buah Garcinia mangostana (manggis). J Agric Food
Chem 2006 22 Maret; 54 (6): 2077-81.

Komansilan, JG. Mintjeleungan, CN. Waworuntu, O. Daya Hambat Ekstrak


Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Streptococcus
Mutans. Jurnal e-Gigi. 2015; 3 (2).

Lim TK. Tanaman Obat dan Non Obat yang Dapat Dimakan. New York:
Springer;

Nandini, N. Vidya, D. Komal, A. Evaluasi Perbandingan Kurkumin 1%


Solusi dan 0,2% Irigasi Clorhexidine sebagai Na Adjunctive dan Root
Perencanaan Dalam Manajemen Periodontitis Kronis: Klinik- Studi
Mikrobiologi. 2012; 14 (4).

Newman MG, et.al. 2015, Periodontologi Klinik Carranza. Edisi ke-11.


St Louis: Elsevier.

Nguyen PT, Marquis RE. Tindakan antimikroba terhadap a-mangostin


streptokokus oral. JMicrobiol: 2011. hal. 217-25.

Prasetya, RC. Purwanti, N. Haniastuti, T. Infiltrasi Neutrofil dengan


Periodontitis Setelah Pemberian Ekstrak Etanolik Kulit Manggis. Mayor
Ked Gi. 2014; 21 (1).

15
Poeloengan M. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana linn). Media litbang kesehatan (XX). 2010. hal.
65-9.

Roda RP, Bagan JV, Bielsa JM, Carbonell E. Penggunaan Antibiotik Pada
Gigi Praktek. Med LisanPatol Oral Cir Bucal 2007; 12: 186-92

Soskolne, WA. Proskin, HM. Stabholdz, A. Perubahan Kedalaman Probing


Mengikuti 2 Tahun Terapi Perawatan Periodontal Termasuk
Adjunctive Pelepasan Terkontrol dari Klorheksidin. 2003; 74.

Torrungruang K, Vichienroj P, Chutimaworapan S. Aktivitas antibakteri dari


Ekstrak kulit buah manggis melawan cariogenic Streptococcus mutans.
Thailand: CU Dent J.2007; 30: 1-10

Yatman E. Kulit Buah Manggis Mengandung Xanton yang Berkhasiat Tinggi.


J Univ. Borobudur; 1 (324): 2-3.

16

Anda mungkin juga menyukai