Anda di halaman 1dari 6

Adi

‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi
Tingkat I

Adi Napanggala
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Saat ini telah terjadi peningkatan penyakit tidak menular di Indonesia, yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta
penyakit-penyakit degeneratif. Seperti Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dan Hipertensi, PPOK yaitu penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. Hipertensi yaitu suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/atau ≥
90 mmHg (tekanan diastolik). Pasien laki-laki, usia 76 tahun, berat badan (BB) 55 kg, datang dengan keluhan sesak yang
makin memburuk sejak 1 bulan yang lalu. Tekanan darah 150/90 mmHg, pada pemeriksaan fisik didapatkan sela iga
melebar, perkusi hipersonor pada kedua lapangan paru , pernafasan 29 x/menit, terdapat ronki basah sedang pada kedua
lapang paru. Terdapat efusi pleura. Masalah pada pasien ini adalah PPOK dengan efusi pleura serta hipertensi derajat I.
Penatalaksanaan menurut konsensus PPOK, dan Joint National Committee (JNC) VIII.

Kata kunci: PPOK, efusi pleura, hipertensi, penatalaksanaan

Chronic Pulmonary Obstructive Disorder (COPD) with Pleural Effusion and
Hypertension Grade I

Abstract
In this time, there is an increase in non-infectious diseases in Indonesia, which diseases is the effect of lifestyle and
degenerative diseases. Such as COPD and hypertension, COPD is a chronic lung disease characterized by the air flow
resistance in the airway that is progressive nonreversibel or partially reversible. Hypertension is a condition in which a
person's blood pressure is ≥ 140 mmHg (systolic pressure) and / or ≥ 90 mmHg (diastolic pressure). Male patients, 76 years
old, weight body 55 kg, comes with shortness of worsening since one month ago. Blood pressure is 150/90 mmHg, the
physical examination found enlargement between the ribs, Percussion hipersonor in both lung fields, breathing 29 x/min,
wet crackles in both lungs. There is a pleural effusion. Problem in this patients is COPD with pleural effusion and
Hypertension grade I. Management diseases by according to consensus COPD, and JNC 8.

Keywords: COPD, pleural effusion, hypertension, management

Korespondensi: Adi Napanggala, S.Ked, alamat Imam Bonjol Residences Blok C No 23 Sumberrejo Kemiling, HP
082186933366, e-mail big.napanggala@yahoo.com


Pendahuluan merupakan satu-satunya penyebab kausal
PPOK adalah penyakit paru kronik yang yang terpenting dari faktor penyebab lainnya.1
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran Penyakit hipertensi atau yang lebih
napas yang bersifat progresif nonreversible dikenal penyakit darah tinggi yaitu keadaan
atau reversible parsial, bersifat progresif, seseorang apabila mempunyai tekanan sistolik
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 80 mmHg
paru yang disebabkan oleh pajanan gas secara konsisten dalam beberapa waktu.
berbahaya yang dapat memberikan gambaran Penyakit hipertensi berdasarkan penyebabnya
gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama hipertensi essensial atau primer dan
PPOK adalah rokok, asap polusi dari hipertensi sekunder. Penyebab dari hipertensi
pembakaran, dan partikel gas berbahaya. essensial sampai saat ini masih belum dapat
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat diketahui. Prevalensi hipertensi diseluruh
irreversible dan terjadi karena perubahan dunia diperkirakan antara 15-20 %.2-3
struktural pada saluran napas kecil yaitu
inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan Kasus
hipertropi otot polos penyebab utama Pasien laki-laki, usia 76 tahun, berat
obstruksi jalan napas. Kebiasaan merokok badan 55 kg, datang ke Rumah Sakit Abdul
Moeloek pada tanggal 12 Januari 2015 dengan

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|1


Adi ‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

keluhan sesak yang makin memburuk ± 1 caries gigi, pada leher tidak terdapat
bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri saat pembesaran kelenjar getah bening,
bernafas, nyeri dada, disertai batuk berdahak pergerakan dada simetris, stem fremitus
yang berulang. Riwayat merokok sejak umur melemah pada kedua lapangan paru, terdapat
20 tahun hingga 60 tahun sebanyak ± 32 pelebaran sela iga, perkusi hipersonor pada
batang sehari. Sesak memburuk saat pasien kedua lapangan paru, suara nafas vesikuler
beraktifitas dan sesak berkurang saat pasien positif melemah pada kedua lapangan paru,
beristirahat. Pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah sedang pada kedua apeks paru,
kesadaran compos mentis, tekanan darah bunyi jantung I dan II irregular, pada abdomen
150/90 mmHg, nadi 116 x/menit, pernafasan terdapat nyeri tekan, hepar teraba 1 jari di
29 x/menit, suhu 36,2 oC. bawah arcus costae, tajam, rata, konsistensi
Status generalis, warna kulit kenyal, pada ekstremitas atas dan bawah
kemerahan, penderita bertubuh kurus, eutoni, eutrofi, gerakan bebas, kekuatan +4,
rambut putih, lurus, tidak mudah dicabut, dan tidak terdapat nyeri sendi.
terdapat konjungtiva palpebra anemis, tidak Pemeriksaan penunjang pada pasien
terdapat pernapasan cuping hidung, ini didapatkan laboratorium Hemoglobin (Hb)
pendengaran berkurang, terkadang pasien 10,8 gr/dL, foto thoraks anterior posterior
bernafas dengan mulut mencucu, terdapat (AP).

Gambar 1. Foto rontgen thoraks AP.



Bacaan hasil foto rontgen kualitas foto tahun 60-70 %), pertambahan penduduk,
kurang baik, asimetris, trakea di tengah, industrialisasi, polusi udara terutama di kota
tulang-tulang baik, sela iga melebar, tidak besar, di lokasi industri, dan di
terdapat diafragma tenting, parenkim paru: pertambangan.4 Derajat berat merokok
infiltrat di apeks kiri dan kanan, hiperaerasi, dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
efusi pleura. jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun,
Pembahasan sehingga digolongkan: Ringan: 0-200, Sedang:
Diagnosa pasien yaitu Penyakit paru 200-600, Berat: > 600.1
Obstruksi Kronis dengan Efusi pleura serta Pasien diketahui merokok sejak usia ±
Hipertensi tingkat II. Diagnosis ini ditegakkan 20 tahun dan berhenti merokok di usia ± 60
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tahun. Ketika pasien masih merokok, pasien
pemeriksaan penunjang. menghisap ± 32 batang rokok sehari. Saat ini
Faktor yang berperan dalam pasien sudah tidak merokok. Dirumah pasien,
peningkatan penyakit PPOK adalah kebiasaan tidak ada yang merokok disekitar pasien. Jika
merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 dinilai melalui Indeks Brinkman, didapatkan

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|2



Adi ‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

hasil: 32 batang rokok x 40 tahun merokok, vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP),
didapatkan hasil 1.280 (tergolong perokok kapasitas residu fungsional (KRF) dan
berat: lebih dari 600). Kebiasaan merokok kapasitas paru total (KPT). Contoh volume
merupakan satu-satunya penyebab kausal dinamik adalah volume ekspirasi paksa detik
yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor pertama (VEP1) dan maximum voluntary
penyebab lainnya, seperti Riwayat terpajan ventilation (MVV).
polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, Nilai normal setiap volume atau
hipereaktiviti bronkus, Riwayat infeksi saluran kapasitas paru dipengaruhi oleh usia, jenis
napas bawah berulang, defisiensi antitripsin kelamin, tinggi badan, berat badan, ras dan
alfa-1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. bentuk tubuh.7-8
Komponen-komponen asap rokok ini Pada uji spirometri, obstruksi
merangsang perubahan-perubahan pada sel- ditentukan oleh % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80
sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain % VEP1 % (VEP1/KVP) < 75 %. Hasil
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami pemeriksaan Uji Spirometri pada pasien ini
kelumpuhan atau disfungsional serta adalah (VEP1 / KVP < 70 %; 50 % < VEP1 < 80
metaplasia.5 %), sehingga pasien digolongkan kedalam
Perubahan-perubahan pada sel-sel Derajat II: PPOK Sedang.1,7-8
penghasil mukus dan sel-sel silia ini Untuk mencegah kemungkinan yang
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan lebih buruk lagi, pada pasien ini dilakukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit penatalaksanaan secara umum PPOK,
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus meliputi: edukasi, obat-obatan, terapi oksigen,
berfungsi sebagai tempat persemaian nutrisi, dan rehabilitasi. Edukasi PPOK
mikroorganisme penyebab infeksi dan diberikan sejak ditentukan diagnosis dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan berlanjut secara berulang pada setiap
yang menyebabkan edema dan kunjungan, baik bagi penderita sendiri
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama maupun bagi keluarganya. Edukasi yang
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia disampaikan yaitu pengetahuan dasar tentang
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit PPOK, Obat–obatan (manfaat dan efek
dilakukan akibat mukus yang kental dan sampingnya), cara pencegahan perburukan
adanya peradangan.6 penyakit, menghindari pencetus (berhenti
Obstruksi saluran napas pada PPOK merokok), penyesuaian aktivitas untuk pasien.
bersifat irreversible dan terjadi karena Edukasi merupakan hal penting dalam
perubahan struktural pada saluran napas kecil pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil,
yaitu: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet karena PPOK merupakan penyakit kronik
dan hipertropi otot polos penyebab utama progresif yang irreversible.9-10
obstruksi jalan napas. Pada pasien ditemukan Obat-obatan yang diberikan kepada
ciri khas yang mungkin ditemui pada pasien ini disesuaikan dengan keluhan, hasil
pendertia PPOK, yaitu Pink Puffer (gambaran pemeriksaan yang ada, dan derajat penyakit,
yang khas pada emfisema, penderita kurus, diberikan bronkodilator (kombinasi
kulit kemerahan), Blue Bloater (pada pasien ini antikolinergik dan agonis beta-2, seperti
terdapat ronki basah di basal paru), dan Ipratropium bromide 20 mikrogram dan
pursed–lips breathing (sikap pasien yang salbutamol 100 mikrogram) persemprot
bernapas dengan mulut mencucu dan (sebanyak 3 semprot, diberikan 3x perhari)
ekspirasi yang memanjang).5-7 Kombinasi kedua golongan obat ini akan
Pemeriksaan penunjang yang memperkuat efek bronkodilatasi, karena
dilakukan pada pasien ini adalah Uji keduanya mempunyai tempat kerja yang
Spirometri. Uji Spirometri merupakan suatu berbeda. Disamping itu penggunaan obat
alat sederhana yang digunakan untuk kombinasi lebih sederhana dan
mengukur volume udara dalam paru. Alat ini mempermudah penderita.
juga dapat digunakan untuk mengukur volume Berikan juga antiinflamasi 4 tablet
statik dan volume dinamik paru. Volume statik prednison 5 mg (3 kali perhari), digunakan bila
terdiri atas volume tidal (VT), Volume terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
cadangan inspirasi (VCI), volume cadangan atau injeksi intravena, berfungsi menekan
ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|3


Adi ‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

metilprednisolon atau prednison. Bentuk yang dimasukkan di antara sela iga ke dalam
inhalasi sebagai terapi jangka panjang rongga dada dibawah pengaruh pembiusan
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif lokal. Penyebab dan jenis dari efusi pleura
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca pada pasien ini biasanya dapat diketahui
bronkodilator meningkat > 20 % dan minimal dengan melakukan pemeriksaan terhadap
250 mg.1 contoh cairan yang diambil melalui
Berikan obat antibiotik golongan torakosintesis ini. Torakosintesis dilakukan
fluoroquinolon dengan spectrum luas, yaitu 1 untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
vial ciprofloksasin 500 mg (3x perhari). spesimen guna keperluan analisis, dan untuk
Kemudian berikan juga mukolitik. Mukolitik menghilangkan dyspnoea.11
hanya diberikan terutama pada eksaserbasi Riwayat hipertensi juga ada pada
akut karena akan mempercepat perbaikan pasien ini. Penyakit hipertensi atau yang lebih
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dikenal penyakit darah tinggi yaitu suatu
dengan sputum yang viscous. Mengurangi keadaan dimana tekanan darah seseorang
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi adalah ≥ 140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin, atau ≥ 90 mmHg (tekanan diastolik).2 Penyakit
sehingga diberikan 1 tablet ambroxol 30 mg (3 Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat
kali perhari). Lakukan pemantauan rutin dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi
terhadap pemberian obat dengan melihat essensial atau primer dan hipertensi sekunder.
keluhan pasien dan selalu cek laboratorium Penyebab dari hipertensi essensial sampai
untuk darah lengkap, kurangi pemakaian dosis saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang
obat jika mengalami perbaikan. lebih 90 % penderita hipertensi tergolong
Terapi oksigen diberikan untuk hipertensi essensial sedangkan 10 % nya
mengurangi sesak, meningkatkan kualitas tergolong hipertensi sekunder.2
hidup dan mengurangi vasokonstriksi, Hipertensi sekunder adalah hipertensi
diberikan sebanyak 2 liter permenit melalui yang penyebabnya dapat diketahui antara lain
nasal kanul. Pada pasien ini, kemungkinan kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan
malnutrisi karena bertambahnya kebutuhan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar
energi akibat kerja muskulus respirasi yang adrenal (hiperaldosteronisme) dan lain-lain.
meningkat karena hipoksemia kronik dan Prevalensi hipertensi di seluruh dunia
hyperkapnoea yang menyebabkan terjadi diperkirakan antara 15-20 %. Pada usia
hipermetabolisme, sehingga diperlukan setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih
keseimbangan antara kalori yang masuk banyak menyerang pria daripada wanita.2-3
dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu Pada golongan umum 55-64 tahun, penderita
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus hipertensi pada pria dan wanita sama banyak.
(nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Faktor resiko hipertensi dapat dibagikan
Dan pemasangan Intra Vena (IV) line untuk dalam 2 kelompok, yaitu faktor resiko yang
pemasukan obat IV dan cairan. tidak dapat diubah dan faktor resiko yang
Kemudian lakukan rehabilitasi terhadap dapat diubah. Pasien ini terdapat faktor yang
pasien ini setelah diberikan pengobatan tidak dapat diubah, seperti umur, jenis
optimal guna meningkatkan toleransi latihan kelamin, dan keturunan (ibu pasien memiliki
dan memperbaiki kualitas hidup pasien riwayat hipertensi), serta faktor yang dapat
penderita PPOK. Untuk terapi pembedahan diubah, seperti stress, merokok, pasien juga
belum diperlukan pada pasien ini.4,9-10 kurang berolahraga, dan konsumsi makanan
Setelah dilakukan pemeriksaan Rontgen dengan garam berlebihan.
thorax AP, diketahui pasien juga menderita Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VIII
efusi pleura. Efusi pleura yaitu suatu keadaan 2003 yaitu dikatakan normal jika ≤ 120 mmHg
dimana terdapatnya cairan pleura dalam sistolik dan ≤ 80 mmHg diastolik. Dikatakan
jumlah yang berlebihan didalam rongga prehipertensi jika 120-139 mmHg sistolik dan
pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan 80-90 mmHg diastolik. Dikatakan hipertensi
dalam ronga pleura sekitar 10-20 ml. Maka derajat I jika 140-159 mmHg sistolik dan 90-99
direncanakan untuk dilakukan Torakosintesis mmHg diastolik. Dikatakan hipertensi derajat
pada pasien ini.11 Torakosintesis adalah 2 jika ≥160 mmHg sistolik dan ≥ 100 mmHg
pengambilan cairan melalui sebuah jarum diastolik. Sehingga pada pasien ini dapat

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|4



Adi ‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

digolongkan Hipertensi derajat 1 karena perhari selama 3 hari. Penghambat reseptor


tekanan darah pasien tersebut 150/90 beta: propanolol 40 mg sebanyak 3x perhari
mmHg.2-3 selama 3 hari.
Untuk mengatasi hipertensi pasien Pasien dengan hipertensi diharuskann
adalah dengan memberikan edukasi tentang rutin mengecek tekanan darah guna
penyakit, pola hidup sehat dan konsumsi menghindari dampak yang lebih buruk dari
makanan yang rendah garam sarta larangan hipertensi. Diagnosis banding pada kasus
untuk merokok. Berikan obat anti hipertensi pasien ini adalah asma. Pemilihan diagnosis
diuretik: hidroclorotiazid dengan dosis 12,5 banding didasarkan pada keluhan pasien.
mg sebanyak 3x perhari selama 3 hari. Pasien mengalami sesak nafas yang terkadang
Penghambat ACE/penghambat reseptor hilang timbul dan semakin hari semakin
angiotensin II: captopril 25 mg sebanyak 1x memburuk. Asma dan PPOK adalah penyakit
perhari-rutin kontrol tekanan darah dan obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
konsumsi terus menerus jika tekanan darah di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat
masih tinggi. Penghambat kalsium yang harus ditegakkan karena terapi dan
bekerja panjang: nifedipin 30 mg sebanyak 2x prognosisnya berbeda.

Tabel 1. Perbedaan Asma dan PPOK.


Asma PPOK
Timbul pada usia muda + + -
Sakit mendadak + + -
Riwayat merokok +/- + + +
Riwayat atopi + + +
Sesak berulang + + + +
Batuk kronik berdahak + + +
Hiperaktiviti bronkus + + + +
Reversibility obstruksi + + -
Variability harian + + +
Eosinofil sputum + -
Neutrofil sputum - +
Makrofag sputum + -

Adapun karakteristik dari Asma dan Obstruksi saluran napas pada PPOK
PPOK bisa dilihat pada tabel di atas. Secara bersifat irreversible dan terjadi karena
keseluruhan, PPOK disebabkan oleh proses perubahan struktural pada saluran napas kecil
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan yaitu: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet
gas berbahaya yang dapat memberikan dan hipertropi otot polos penyebab utama
gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini obstruksi jalan napas.8
dapat dicegah dan dapat diobati. Kebiasaan Faktor prognosis pada pasien ini quo ad
merokok merupakan satu-satunya penyebab vitam: dubia ad bonam, quo ad functionam:
kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari dubia ad malam, quo ad sanationam: dubia ad
faktor penyebab lainnya. Merokok juga faktor malam.
resiko dari hipertensi.12
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan Simpulan
emfisema atau gabungan keduanya. Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK)
Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan adalah penyakit paru kronik yang ditandai
adanya batuk kronik berdahak minimal 3 oleh hambatan aliran udara di saluran napas
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya yang bersifat progresif nonreversible atau
dua tahun berturut-turut, dan tidak reversible parsial, bersifat progresif, biasanya
disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan disebabkan oleh proses inflamasi paru yang
emfisema adalah suatu kelainan anatomis disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang
paru yang ditandai oleh pelebaran rongga dapat memberikan gambaran gangguan
udara distal bronkiolus terminal, disertai sistemik.1,6-7
kerusakan dinding alveoli. Penatalaksanaan PPOK harus sesuai
derajat PPOK pasiennya. Disamping

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|5


Adi ‫ ׀‬Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat

pemberian obat-obatan, penderita PPOK perlu 6. Antonio A, Bourbeau J, Teresita S,
diberikan edukasi yang adekuat. Begitupun Rodriquez R, David SC, Martinez F, dkk.
pada pasien hipertensi. Prognosis apabila Global strategy for the diagnosis,
keduanya terjadi bersamaan adalah dubia ad management, and prevention of chronic
malam jika tidak segera mendapatkan obstructive pulmonary disease. GOLD;
penatalaksanaan yang tepat. 2011. hlm. 16-9.
7. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz
Daftar Pustaka MW. Inhaled corticosteroids in patients
1. PDPI. Pedoman diagnosis dan with stable chronic obstructive
penatalaksanaan penyakit paru pulmonary disease. JAMA. 2011;
obstruktif kronis di Indonesia. 2003. 300(20):2407-16.
2. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman 8. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran
WC, Himmelfrab CD, Handler J, dkk. pernafasan akut. Dalam: Buku ajar ilmu
Evidence-Based guideline for the penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta:
management of high blood pressure in Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
adults: report from the panel members 2006. hlm. 984-85.
appointed to the eighth joint national 9. Depkes RI. Jejaring nasional pencegahan
committee (JNC VIII). J American dan penaggulangan penyakit tidak
Medical Association. 2014; 311(5):507- menular. Jakarta: Departemen
20. Kesehatan RI. 2005.
3. Page MR. The JNC 8 hypertension 10. Rani AA. Panduan pelayanan medik.
guidelines: an in-depth guide. American Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
J of Managed Care. 2014; IPD FKUI; 2006.
4. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan 11. McGrath E. Diagnosis of pleural
dan strategi nasional pencegahan dan effusion: a systematic approach.
penanggulangan PTM. Jakarta: American J of Critical Care. 2011;
Departemen Kesehatan RI; 2003. 20(2);119-27.
5. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. 12. Slamet H. PPOK: pedoman praktis
Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. diagnosis dan penatalaksanaan di
Jilid II Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Indonesia. Jakarta: PDPI; 2006. hlm. 1-
Penerbitan Departemen IPD FKUI. 2007. 18.
hlm. 1056-60.

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|6

Anda mungkin juga menyukai