Anda di halaman 1dari 4

Suara Karya

Sabtu, 28 April 2007

Cerita Laki-laki Penguping


Cerpen: Isbedy Stiawan ZS

DI kompleks perumahan type 21 banyak hal bisa terjadi dan selalu berbau rakyat jelata.
Berbeda dengan perumahan elite yang terkadang antartetangga tak saling kenal dan tak
salingsapa, di perumahan type 21 sesama tetangga saling kenal dan kerap bersenda-
gerau. Selain itu, sepertinya rahasia paling rahasia dalam satu rumah keluarga, tetangga
lain cepat sekali mengetahuinya. Entah caranya bagaimana kabar yang terjadi dalam
suatu rumah tangga bisa begitu cepat menyebar. Ibaratnya jarum jatuh di dalam rumah,
tetangga paling ujung jalan akan tahu beritanya. Apatah lagi perabot rumah tangga
ataupun lemari yang hancur karena suami-istri bertikai.

Sebagai warga di perumahan type 21 harus pandai-pandai menjaga perasaan. Kalau


Anda gampang murah atau punya sifat dengki, jangan berangan-angan hendak menetap
di sini. Sebab akan sakit sendiri dan mati! Bagaimana tidak, kalau sebentar-sebentar
berang pada tetangga lantaran tetangga sebelah atau depan atau tetangga yang berada
dapur menyetel radio, tape, maupun televisi dengan suara amat keras. Belum lagi jika kita
bertetangga dengan ibu-ibu yang doyan berkaraoke dangdut.

Mau marah, lalu bilang: "Memangnya dunia ini milik anda, coba kecilkan suaranya. Saya
pening, lagi skait gigi.."?

Kalau tetangganya tahu diri, ia akan memaklumi dan minta maaf sambil mengecilkan-
bagus langsung mematikan-radio atau televisi dan berhenti berkaraoke. Tetapi, jika
sebaliknya volumennya makin dikeraskan: a;amat bertikai terjadi. Belum lagi kalau dengki
melihat tetangga yang membeli kulkas, motor, mobil, dan seterusnya. Timbul iri: "Ah,
paling-paling dari hasil korupsi."

Untunglang saya punya istri yang tidak suka keluar rumah mengobrol dengan tetangga.
Istriku tak biasa ngerumpi, bahkan di tempat kerjanya pun ia tak suka berkongkow-
kongkow. Maka begitu pulang kerja, ia akan memberesi rumah sebelum ia istirahat siang.
Tetapi, istriku akan menjadi orang pertama yang berkunjung ke tetangga jika ia
mendengar ada tetangga yang meninggal, sakit, maupun melahirkan. Itulah yang saya
sukai, sekaligus membuat saya makin mencintainya. Sehingga hampir 20 tahun
menempati rumah type 21 yang belum juga saya renovasi, kami belum pernah berselisih
dengan tetangga.

Saya tak pernah mengusik tetangga, tapi akan saya beli jika ada tetangga yang menjual
masalah dengan saya. Itu prinsif hidup saya berkerabat. Akan tetapi, kalau ada
kesempatan untuk mengalah, lebih saya pilih berdamai saja. "Tak ada untungnya
berselisih dengan tetangga. Memangnya kita hidup di hutan yang tidak memerlukan
bantuan atau menolong," ujar saya pada istri sebelum kami memutuskan mengambil
rumah di kompleks perumahan ini.

Istri saya memaklumi. Karena itu ia sudah siap bertetangga. Saya juga memberi bayangan
bagaimana hidup di komp;eks perumahan, seperti juga mereka yang hidup di rumah
susun. Kalau mau hidup nyaman, ya tingga di kawasan atau perumahan elite. "Cuma
jangan terlalu berharap tetangga akan membantu, kalau kita mendapatkan kesulitan. Bisa-
bisa ketika rumah kita disatroni permapok, tetangga sebelah pun tak tahu sama sekali."

Istri saya makin maklum. Seperti juga ia memaklumi tatkala tersebar gunjing bahwa
keluarga saya dinilai tak bisa bertetangga. "Ibu Is itu kan tak mau bergaul dnegan kita
karena dia orang kantoran. Kita dianggap tidak level. Mentang-mentang.."
"Ah, Ibu Is itu kan takut sama suami. Itu lo, katanya sih, Pak Is itu galak dan ringan
tangan," timpal ibu yang lain.

"Bukan cuma itu," imbuh ibu lainnya. "Itu lo, Pak Is pencemburu, tak suka istrinya keluar
rumah.."

"Memangnya kita-kita ini perempuan-perempuan genit. Bu Is itu yang.." Seorang ibu


hendak menambahkan, tapi urung ia teruskan kalimat akhir tersebut.

Gunjingan itu saya tahu dari Masturi. Siapa Masturi? Inilah yang akan saya ceritakan
kemudian..

MASTURI, suami Lasmi, tetangga yang menempati rumah di ujung Jalan Begal. Ia tak
punya pekerjaan tetap, meski ia lulusan universitas negeri. Hidup sehari-seharinya
bersama istri dan satu anaknya masih disubsidi oleh orang tua istrinya. Masturi lebih
dikenal sebagai "Laki-laki Penguping" tinimbang namanya sendiri. Tidak sedikit dari kami
justru tidak mengenal namanya, karena sudah terbiasa dengan julukannya itu.

Kenapa ia disapa dengan Laki-laki Penguping? Ceritnya, sebenarnya panjang, hanya


intinya karena ia bisa menguping para istri saat mengobrol (tepatnya: ngerumpi) persis di
dekat rumahnya. Ia tahu persis tanpa sedikitpun ia lupakan apa yang dikatakan para ibu
rumah tangga di perumahan type 21. Masturi kemudian, awalnya, cuma untuk
menghidupkan suasana saat kami-para suami-bergadang pada malam Minggu, atau
sedang menyaksikan pertandingan bolasepak pada Piala Dunia, maupun sekedar
bertemu usai rapat perkumpulan sukaduka tiga bulan sekali.

Saat itulah Masturi menceritakan tentang apa yang dicakapkan para ibu rumah tangga.
Misalnya, dari soal apa yang dimasak pada hari itu, makan kesukaan suami masing-
masing, atau sedang kesal pada suami disebabkan suaminya melirik dan memuji
kecantikan perempuan. Sampai masalah ukuran serta warna BH dan celana dalam yang
dipakai. "Ibu RT pernah cerita kalau suaminya justru menyukai buah dadanya yang
besar," kata Masturi sambil tertawa, dan diikuti oleh yang lain.

Masturi akan semakin asyik bercerita apabila disuguhi minuman alkohol. Cerita hasil
menguping para istri itu akan makin seru, sehingga kami yang mendengar terbahak dan
terpingkal-pingkal. Ibram, tetangga sebelah saya, yang juga tengah mabuk berat paling
besar tertawanya, sampai-sampai matanya basah. Sepertinya aroma alkohol membuat
Masturi kian "cerdas" mengumpulkan bahan lucu yang didapatnya saat mendengarkan
para perempuan di perumahan berkumpul.

Ketika ditanya bagaimana cara ia menguping para perumpi, tanpa sungkan Masturi
menjelaskan. Katanya, ia pura-pura mencuci piring di dekat garasi rumahnya yang tak
memiliki mobil itu. Dari tempat itu ia jelas sekali mendengar percakapan para ibu rumah
tangga tersebut. Kalau tak pura-pura sedang mencuci piring, sambil menyiram bunga
ataupun membersihkan halaman rumah.

"Ibu memangnya tidak curiga, pak Masturi?" tanya Ibram masih terkekeh.

Ia menggeleng. "Perempuan dilahirkan untuk dibohongi laki-laki, dan istri ditakdirkan


mudah dikibuli suami. Makanya suami lebih sering berselingkuh tapi tak pernah ketahuan
dibanding istri karena laki-laki amat licik," jawab Masturi dan kelopaknya matanya
terpejam-pejam. Kami pun yang mendengar tertawa.

Masturi juga terkenal pandai melucu. Meski bahan lawakannya itu ia dapatkan dari
menguping para ibu rumah tangga. Karena itu, jangan tersinggung apalagi emosi, kalau
kami yang mendengar ceritanya kerap juga dijadikan bahan tertawaannya.
Karena itu pula, tak urung Masturi kami gelari sebagai laki-laki penguping. Dan, ia tak
pernah tersinggung. Bahkan, gelar itu dengan bangga ia sematkan di antara namanya:
Masturi Laki-laki Penguping yang disingkat jadi Masturi LP. Dari kebiasaan mencuri
percakapan para istri itu, kemudian ia jadikan pencarian tak resmi untuk membeli rokok.
Soalnya Masturi selalu kami butuhkan untuk menghidupkan suasana mengobrol saat
begadang. Ia juga tanpa sungkan meminta rokok atau uang, jika kami hendak mendengar
ceritanya.

"Mau bayar berapa, kali ini ceritanya lebih seru.." tantang Masturi.

"Apa dulu cerita yang kau dapat dari para istri itu? Jangan mengulang kisah yang sudah
kami dengar.." ujar Ibram bersemangat. "Kalau seru aku siap memberimu sebungkus
rokok Djoi Sam Soe, dan sebotol anggur!"

"Pasti baru dan seru!" potong Masturi. "Dua bungkus rokok bagaimana?

"Oke, sebungkusnya saya yang kasih!" kata pak Marwanto. "Dasar penjual cerita!"

"Lo, pengarang cerita di koran-koran saja dapat honor kalau tulisannya dimuat. Iya kan
pak Is?" Masturi tak mau kalah sembari meminta pembenaran dariku. Aku hanya
mengangguk.

Dari pekerjaan menceritakan apa yang didengar dari percakapan para ibu rumah tangga
itu, Masturi tak lagi pening memikirkan untuk membeli rokok dan menikmati minuman
alkohol. Ia cukup menyambangi para suami yang sedang mengobrol di depan rumah
setiap malam Minggu atau seusai pertemuan anggota sukaduka yang biasa dilanjutkan
kongkow hingga larut malam. Pada saat itulah Masturi muncul. Kalau tidak, ada yang
diutus untuk menjemputnya.

Memang Masturi tak pernah berbohong. Ibarat pedagang ia akan selalu memuaskan
pembeli. Baginya, seperti juga para pedagang bahwa pembeli adalah raja yang mesti
dilayani dan dipuaskan. Maka tak pernah cerita yang dibawanya telah ia jual sebelumnya.
Selalu ada yang baru dan selalu seru.

Tetapi, lama-lama kami curiga. Masturi sebenarnya memunyai kepadandaian bercerita,


dan apa yang dia ceritakan kepada kami itu bukan seluruhnya ia peroleh hasil mencuri
percakapan para istri di perumahan kami. Alasan kecurigaan kami, disebabkan tidak
setiap para ibu rumah tangga bertemu akan bercerita seperti apa yang diungkapkan
Masturi pada kami. Pasti ada juga yang positif, tentang kreativitas masing-masing ibu itu.
Bukankah para istri itu tak semuanya hanya ibu rumah tangga? Ada yang bekerja di
isntansi pemerintah dan swasta.

"Ini bukan karanganku, sungguh aku mendengar dengan kupingku. Jelas sekali.."

"Jadi, Ibu Minul itu sering dibawa bosnya jalan-jalan dan makan siang?" tanya Marwanto
penasaran.

"Ya. Itu yang kudengar langsung dari mulut Ibu Minul. Ia malah bangga saat
menceritakannya."

"Kalau cuma makan tempe terus di rumah mana enak, sekali-sekali ya ganti makan
daging di luar," kata Minul seperti diceritakan Masturi lalu terkekeh. "Sekali jalan dapat
ini.." kata Minul sambil menggosok-gosok jari jempol dan tengahnya.

Minul juga bercerita, demikian Masturi, tetap memberi kehangatan pada suaminya.
Sehingga ia tak pernah dicurigai bermain belakang. "Artinya, perempuan juga pandai
berbohong kan?" pungkas Masturi sambil tertawa.
"Ah, Maman saja yang bodoh! Kok tak pernah bisa mencium kebusukan istri sendiri?"
timpal Ibram.

Lalu kami terkekeh. Diam-diam Marwanto ingin sekali mencari kebenaran ceriota Masturi
tentang Minul. Siapa tahu benar, siapa tahu bisa memergoki Minul sewaktu jalan bersama
bosnya. "Siapa tahu bisa dimanfaatkan hahaha."

"Benar juga." hampir bersamaan kami bersuara.

KETIKA kami merindukan cerita-cerita Masturi soal ibu-ibu di perumahan ini, tukang cerita
itu tak mau lagi dipanggil. Laki-laki penguping itu sudah jarang ke luar malam. Kalau pun
bisa keluar dan berkumpul, ceritanya sudah basi karena sudah pernah diceritakan
sebelumnya. Akhirnya kami malas menanggapnya. Kami juga tak lagi sokongan membeli
rokok untuknya.

Entah kenapa tiba-tiba si penguping itu kehabisan bahan cerita. Padahal, ibu-ibu masih
sering berkumpul setiap jelang maghrib di dekat rumah Masturi. Pastilah Masturi bisa
mencuri percakapan para ibu, seperti para setan sebagaimana hadis Nabi kerap mencuri
rahasia langit yang lalu dibawa dan diberikan kepada para dukun dan orang-orang pintar.

Suatu malam, Masturi muncul. Wajahnya tak lagi seceriah seperti biasanya. Kami
menunggu ia bercerita, tapi Masturi hanya diam. Kami sudah coba memancing dengan
meletakkan beberapa botol anggur di meja, ia tak juga menyentuh. Ibram menawarkan
rokok, Marwanto sudah membelikan bebera bungkus rokok lalu digeletakkan di meja.
Masturi tak juga mengambil, bahkan sebatang pun.

"Ada cerita lucu yang baru?" saya yang tak tahan menunggu bertanya.

Masturi menggeleng.

"Wah, kalau koran tidak ada berita. Apa yang bisa dibeli?"
"Aku bukan koran."
"Tapi masih punya stock cerita, kan?" kejar Ibram.
"Juga tak ada. Sudah habis!"
"Lo, memangnya ibu-ibu tak lagi ngerumpi?"
"Masih."
"Memangnya tak ada yang menarik, seru, dan lucu?"

"Sudah tak ada lagi," jawab Masturi ringan. "Sepertinya para ibu itu sudah tahu kalau ada
yang mencuri percakapan mereka. Bahkan, setuap ibu-ibu itu bertemu, percakapan hanya
satu tema.."

"Apa itu?" Marwanto penasaran.

"Para ibu itu membicarakan aku," jawab Masturi pelan. Mendesah. "Kata para ibu, orang
yang mencuri percakapan orang lalu diceritakan kembali kepada orang lain apalagi untuk
mencari keuntungan, sama seperti memakan bangkai hewan!"

Kini giliran kami yang menertawakan Masturi. Ia seperti hewan bahkan lebih rendah lagi:
binatang yang sudah mati. Di hadapan kami.***

Lampung, 22-26 Oktober 2006

Anda mungkin juga menyukai