Makalah DBK Kel 2
Makalah DBK Kel 2
Pd
Disusun Oleh:
1. Devi Tri Anggina Ritonga
2.Nanda Yani Harahap
3. Nuraini
Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang
mapan, namun harus sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global
yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
kemudahan transportasi, dan ‘hilangnya’ batas-batas struktural yang
mengkotak-kotakan manusia berdasarkan Negara atau wilayah. Orientasi
pendekatan, strategi bantuan, kurikulum bantuan, sampai pada
bagaimana konselor dipersiapkan merupakan sederet isu yang harus
direspon oleh para pengembang teori, peneliti, dan praktisi di bidang
konseling.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia sudah cukup lama,
berawal dari kebijakan pemerintah pada tahun 1960-1970 yang
menetapkan bimbingan dan konseling di masukkan ke dalam kegiatan
sekolah untuk menunjang misi sekolah mencapai tujuan pendidikannya.
Periode berikutnya, pada tahun 1975 terbentuk sebuah organisasi profesi
yang bernama IPBI ( sekarang berubah menjadi ABKIN ) hasil dari
konvensi nasional bimbingan konseling pertama di Malang
Jika dilihat dari peta perkembangan bimbingan dan konseling baik dari
sisi perkembangan profesi, maupun sebagai kajian keilmuan, sudah
semestinya bimbingan dan konseling di Indonesia sudah mempunyai
bentuk kerja profesional yang jelas. Namun sampai detik ini kejelasan
bentuk kerja profesional baru di dunia pendidikan yaitu sebagai konselor
sekolah, walaupun pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan masih
terseok-seok dan bingung, karena ketidak jelasan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis layanan BK di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Profesi BK
Perkembangan bimbingan dan konseling secara lebih popular berawal
dari sebuah gerakan Vocational Guidance yang dipelopori oleh Frank
Parson sekitar tahun 1908-an. Perkembangan bimbingan dan konseling
sebagai sebuah profesi hingga saat ini di Amerika dan di negara-negara
lain sudah mengarah pada tingkat kemajuan yang pesat dan mendapatkan
apresiasi yang bagus dari masyarakat.
Hal ini dimungkinkan karena gerakan bimbingan dan konseling yang
berkembang di Amerika beranjak dari sebuah kebutuhan masyarakat
akan informasi dan layanan bimbingan dalam hal penempatan karir/kerja,
sehingga keberadaanya mendapatkan tempat di dalam masyarakat. Saat
ini perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia masih belum
bisa berdiri lebih tegak, dan masih melakukan pencarian bentuk kerja
professional. Hal ini dipaparkan oleh Nurhudaya ( 2005 : 503 ) :
Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang
mapan, namun harus sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global
yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
kemudahan transportasi, dan ‘hilangnya’ batas-batas struktural yang
mengkotak-kotakan manusia berdasarkan Negara atau wilayah. Orientasi
pendekatan, strategi bantuan, kurikulum bantuan, sampai pada
bagaimana konselor dipersiapkan merupakan sederet isu yang harus
direspon oleh para pengembang teori, peneliti, dan praktisi di bidang
konseling.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia sudah cukup lama,
berawal dari kebijakan pemerintah pada tahun 1960-1970 yang
menetapkan bimbingan dan konseling di masukkan ke dalam kegiatan
sekolah untuk menunjang misi sekolah mencapai tujuan pendidikannya.
Periode berikutnya, pada tahun 1975 terbentuk sebuah organisasi profesi
yang bernama IPBI (sekarang berubah menjadi ABKIN) hasil dari
konvensi nasional bimbingan konseling pertama di Malang
Jika dilihat dari peta perkembangan bimbingan dan konseling baik dari
sisi perkembangan profesi, maupun sebagai kajian keilmuan, sudah
semestinya bimbingan dan konseling di Indonesia sudah mempunyai
bentuk kerja profesional yang jelas. Namun sampai detik ini kejelasan
bentuk kerja profesional baru di dunia pendidikan yaitu sebagai konselor
sekolah, walaupun pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan masih
terseok-seok dan bingung, karena ketidak jelasan petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis layanan BK di sekolah.
Saat ini program pendidikan yang ada terdiri jenjang S-1, S-2, S-3,
sedangkan untuk pendidikan profesi memiliki jenjang tersendiri, namun
program ini diperuntukan bagi lulusan S-1 bimbingan dan konseling.
Kebijakan dalam pengelolaan pendidikan profesi pun masih belum begitu
jelas dan terstandar, sejauh ini program pendidikan profesi baru
diselenggarakan oleh Prodi BK Universitas Negeri Padang, dan Program
BK Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indoensia. ABKIN seharusnya
bisa lebih tegas dalam hal ini, karena ada satu hal yang penting bagi
sebuah profesi yaitu mendapatkan kepercayaan masyarakat (Public
Trust). Bigs& Blocher ( 1986, Suherman, 2003:84 ) memaparkan tiga
komponen yang harus dimiliki oleh sebuah profesi, yaitu : 1). Memiliki
kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan
khusus, 2). Ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku profesional
dan melindungi kesejahteraan publik, 3). Para anggota profesi akan
bekerja dan memberikan layanan dengan berpegang teguh pada standar
profesi.
Poin kedua menunjukan pada kita bahwa sebuah profesi harus memiliki
keketatan aturan karena hal tersebut berhubungan dengan perlindungan
kesejahteraan. Kepercayaan publik yang diinginkan oleh setiap profesi
ditinjau dari kejelasan regulasi yang terkait dengan program pendidikan,
stnadar kompetensi profesional, dan regulasi yang mengatur perilaku
profesional konselor (kode etik).
Hal ini harus di awali dengan kejelasan program pendidikan konselor dan
program pendidikan profesi konselor yang terstandar secara nasioanal
oleh ABKIN, sehingga tidak ada lagi blok dalam pengembangan profesi
ini baik dalam pengembangan keilmuan atau dalam praktik layanan.
Kebutuhan akan program layanan bimbingan dan konseling saat ini
bukan hanya datang dari dunia pendidikan saja, namun bidang-bidang
lain seperti dunia usaha dan industri, kemasyarakatan dan lembaga
pernikahan, pelayanan sosial, dan bidang-bidang lain yang yang memiliki
objek utama individu pun menjadi lahan garapan profesi bimbingan dan
konseling.
BAB III
KESIMPULAN