Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok 1 :

Fiqih, Ushul Fiqih, Kaidah Fiqih dan Qanun


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kurikulum Ushul Fiqih

Disusun Oleh :

FATHUROZI NIM : 1205.19.4640


KHOIRIAH NIM : 1205.19.4662
RAJIWAN NIM : 1205.19.4701

SEMESTER III/B

Dosen Pengampu :
H. Syahruddin Srg, M.Ag

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AL-AZHAR PEKANBARU
RIAU
2020 M / 1441 H
PENDAHULUAN

Objek kajian ilmu fiqih adalah perbuatan mukalaf dengan di tinjau dari segi hukum
syara’ yang tetap baginya, seorang fiqih  telah membahas tentang jual beli, sewa menyewa,
pengaidaian,perwakilan, sholat, puasa, haji, pembunuhan, tuduh menuduh, zina, pencurian,
ikrar dan waqaf yang di lakukan supaya mengerti tentang hukum syara’ dalam segala
perbuatan.
Ilmu ushul fiqih adalah dalil syara’ yang bersifat umum ditinjau dari segi ketetapan
hukum bersifat umum jika seorang pakar ilmu ushul fiqih membahas tentang qiyas dan
perintah dan dalalahna demikian seterusnya.
Al qur’an dan as sunnah adalah dalil syara’ yang pertama bagi setiap hukum. Nash-
nash tidaklah datang dalam suatu bentuk saja,akan tetapi di antara ada yang datang dalam
mutlak.
Selanjutnya antara fiqih, ushul fiqih, kaidah fiqih dan qanun memiliki perbedaan
namun apa memiliki berkaitan satu sama lain itu entah dari segi pegertian , ruang lingkupnya,
maupun objeknya sehingga itulah yang melatar belakang kami untuk membahas materi
tentang  fiqih, ushul fiqih, kaidah fiqih dan qanun

Fiqih
Fiqih secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan
pengerahan potensi akal. Sedangkan menurut terminologi Fiqih merupakan bagian
dari Syari,ah Islamiyah, yaitu pengatahuan tentang hukum syari,ah Islamiyah yang berkaitan
dengan perbuatan  manusiayang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari
dalil terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin mengatakan Fiqih adalah
ilmu tentang hukum syar, I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil
tafsili.
Penggunaan kata syariah dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa Fiqih itu
menyangkut ketentuan yang bersifat syar, I yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah .
kata amaliah yang terdapat dalam definisi di atas menjelaskan bahwa Fiqih itu hanya
menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal hal yang
bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau aqidah tidak termasuk dalam
lingkugan Fiqih dalam uraian ini. Pengunaan kata di “ gali dan ditemukan” mengandung arti
bahwa Fiqih itu adalah hasil penggalian, penganalisisan dan penentuan tentang hukum. Fiqih
itu adalah hasil penemuan mujtahid hal yang tidak dijelaskan dalam nash.
Ushul Fiqih
Kata Ushul Fiqih adalah kata ganda yang terdiri dari kata Ushul dan kata Fiqih. Kata
Ushul yang merupakan jamak dari kata ashal secara etimologi berarti sesuatu yang menjadi
dasar bagi lainya. Arti etimologi tidak jauh dari kata dari maksud definisi  kata ashal tersebut
karena Karena ilmu fiqih itu adalah suatu ilmu yang kepadanya di dasarkan fiqih.
Kata fiqih secara etimologi berarti faham yang mendalam arti fiqih dari segi istilah
ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang di gali dan dirumuskan dari
dalil tafsili. Dari arti fiqih secara istilah tersebut dapat di pahami dua bahasan pokok drai ilmu
fiqih.
Dengan demikian ushul fiqih secara istilah berarti ilmu tentang kaidah-kaidah yang
membawa kepada usaha merumuskan hukum syaraa’ dari dalilnya yang terinci’ atau dalam
artian sederhana adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan cara cara mengeluarkan hukum-
hukum dari dalil-dalilnya.

Kaidah Fiqih
Istilah kaidah-kaidah fiqh adalah terjemahan dari bahasa arab al-qawa‟id al-fiqhiyah.
Al-qawa‟id merupakan bentuk plural (jamak) dari kata al-qa‟idah yang secara kebahasaan
berarti dasar, aturan atau patokan umum. Pengertian ini sejalan dengan Al-Ashfihani yang
mengatakan bahwa qa`idah secara kebahasaan berarti fondasi atau dasar. Kata alqawa`id
dalam Al-Qur`an ditemukan dalam surat al- Baqarah ayat 127 dan surat an-Nahl ayat 26 juga
berarti tiang, dasar atau fondasi, yang menopang suatu bangunan.
Sedangkan kata al-fiqhiyah berasal dari kata al-fiqh yang berarti paham atau
pemahaman yang mendalam (al-fahm al-amiq) yang dibubuhi ya‟ an-nisbah untuk
menunjukan penjenisan atau pembangsaan atau pengkategorian.
Dengan demikian, secara kebahasaan, kaidah-kaidah fiqh adalah dasar-dasar, aturan-
aturan atau patokan-patokan yang bersifat umum mengenai jenis-jenis atau masalah-masalah
yang masuk dalam kategori fiqh.
Secara kemaknaan (istilah ulama ushul al-fiqh) kaidah-kaidah fiqih dirumuskan
dengan redaksi-redaksi yang berbeda. Sebagai sampel, dikemukakan beberapa rumusan ahli
hukum Islam, sebagai berikut : Pertama, kaidah adalah hukum yang bersifat umum (kulli)
yang mencakup seluruh bagian-bagiannya (juz`i) dimana hukum yang juz`i itu menjadi
bagian dari hukum yang umum atau kulli. Kedua, kaidah adalah sesuatu yang bersifat umum
mencakup seluruh bagian-bagiannya, manakala hukum dari bagian-bagian sebelumnya itu
telah diketahui. Ketiga, kaidah-kaidah fiqih adalah suatu perkara hukum yang bersifat kulli
(umum) bersesuaian dengan partikular-partikular (hukum-hukum cabang) yang banyak, yang
darinya (dari hukum-hukum kulli) diketahui hukumhukum masing-masing partikular atau
hukum cabang tersebut. Keempat, kaidah fiqih adalah dasar-dasar fiqih yang bersifat kulli,
dalam bentuk teks-teks perundang-undangan ringkas, mencakup hukum-hukum syara‟ yang
umum pada peristiwa-peristiwa yang termasuk di bawah tema-nya (maudu‟nya).
Dari rumusan-rumusan di atas, dipahami bahwa sifat kaidah fiqih itu adalah kulli atau
umum, yang dirumuskan dari fiqih-fiqih yang sifatnya partikular (juz‟iyah). Jadi kaidah fiqih
adalah generalisasi hukum-hukum fiqih yang partikular. Kendatipun demikian, menurut
kebiasaan, setiap sesuatu yang bersifat kulli, termasuk kaidah-kaaidah fiqih ini, ditemukan
pengecualian (istitsna), pengkhususan (takhshish), penjelasan (tabyin) dan perincian (tafshil).
Hal ini disebabkan, karena ada kemungkinan-kemungkinan partikular-partikular atau
hukum-hukum cabang tertentu yang tidak dapat dimasukan dalam kaidah tersebut,
berdasarkan spesifikasi atau kekhususan tertentu. Pengecualian tersebut akan terlihat dalam
contoh-contoh kasus dari setiap kaidah sebagaimana yang akan dikemukakan kemudian.
Mencermati uraian sebelumnya, penulis dapat meringkaskan bahwa kaidah-kaidah
fiqih adalah generalisasi-generalisasi hukum fiqh yang sifatnya umum atau aghlabiyah
(mencakup sebagian besar maslahmasalah fiqih) dan tertuang dalam bentuk proposisi-
proposisi yang sempurna, sekalipun terkadang sangat sederhana.
Perlu dikemukakan, bahwa ada perbedaan antara kaidah-kaidah fiqih (al-qawa‟id al-
fiqhiyyah) dan kaidahkaidah ushul (al-qawa‟id al-ushuliyyah). Kaidah fiqih adalah
generalisasi fiqih yang dapat dijadikan rujukan para ulama dalam menetapkan hukum-hukum
fiqih yang tercakup dalam kaidah tersebut. Sedangkan kaidah-kaidah ushul adalah aturan-
aturan umum yang menjadi sandaran dalam penetapan hukum fiqih yang orientasinya kepada
aspek kebahasaan Al-Qur‟an dan Sunnah, yang karenanya juga disebut dengan kaidah
istinbathiyah dan kaidah-kaidah lughawiyah. Ringkasnya, kaidah fiqh adalah generalisasi
hukum fiqh yang telah dirumuskan dalam bentuk proposisi-proposisi. Sedangkan kaidah
ushul adalah generalisasi bentuk-bentuk dan makna-makna lafaz dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah baik yang terumuskan dalam proposisi-proposisi atau tidak.

Qanun
Istilah qanun dalam bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja dari qanna. Hal ini
sebagaimana penjelsan Ridwan, dalam bahasa Arab kata kerja qanun adalah qanna yang
artinya membuat hukum yang artinya membuat hukum (to make law, to legislate). Dalam
perkembangannya, kata qanun berarti hukum (law), peraturan (rule, regulation), dan Undang-
Undang. Sumber lain menjelaskan bahwa kanon berasal dari kata Yunani kuno, yang berarti
buluh. Oleh karenanya pemakaian “buluh” dalam kehidupan sehari-hari pada zaman itu
adalah untuk mengukur, maka kanon juga berarti sebatang tongkat atau kayu pengukur atau
penggaris.
Lebih lanjut istilah qanun sebagai sebuah terminologi hukum sudah dipakai oleh al-
Mawardi dalam kitabnya al-ahkam al-Sultaniyah. Dalam praktiknya, penggunaan kata qanun
digunakan untuk menunjukkan hukum yang berkaitan dengan masyarakat (mu’amalat bayna
al-nas) bukan ibadah.
Selain itu, istilah qanun dipakai juga untuk dokumen-dokumen yang bernuansa
hukum, seperti daftar (list), rekaman pajak tanah (register and list recording land taxes).
Mahmassani dalam bukunya menyebutkan tiga macam makna qanun.
1. Kodifikasi hukum (kitab undang-undang) seperti qanun pidana Libanon (KUHP Turki
Usmani, KUH Perdata Libanon, dll).
2. Sebagai istilah padanan untuk hukum ilmu qanun, qanun Islam berarti Hukum Islam.
Qanun NAD berarti Peraturan Daerah (Perda) Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Undang-Undang. Apa bedanya yang pertama dengan yang ketiga ini ? Yang pertama
itu sifatnya lebih umum sedangkan yang ketiga ini sifat lebih khusus, misalnya khusus
UU perkawinan saja.
Secara terminologi sebagaimana disebutkan diatas, qanun merupakan ketetapan
hukum yang berlaku dalam masyarakat dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.
Qanun dalam tinjauan istilah, sebagaimana penjelasan tersebut bukan aturan terhadap ibadah
saja, tetapi termasuk aspek mu’amalah antar sesama manusia yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Berikut terminologi qanun dalam beberapa penjelasan berdasarkan referensi yang ditemukan
yaitu:
1. Al-Yasa’ Abubakar, Qanun adalah peraturan daerah yang setingkat dengan peraturan
pemerintah untuk melaksanakan otonomi khusus di Aceh.
2. Qanun merupakan Produk hasil ijtihadyang menjadi sebagi huum untuk diterapkan
dalam wilayah tertentu. Salah satu sumber menjelaskan qanun adalah kumpulan
kaidah mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesame anggota masyarakat
dalam sebuah negara, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Dalam
pengertian ini, memaknakan qanun dalam arti luas yaitu mencakup segala peraturan.
3. Sumber dari Jabbar Sabil merujuk pada penjelasan Al-Najjar dan Abdul Allah
Mubruk secara terminologi kata qanun berarti kumpulan kaedah yang mengatur
hubungan masyarakat dimana jika diperlukan seseorang akan dipaksa oleh pemerintah
untuk mengikuti aturan tersebut.
4. Sebutan qanun atau al-qanun tertuju pada hukum yang dibuat oleh manusia atau
disebut juga hukum konvensional. Abdul Kareem menyebutkan, hukum
konvensional/al-qanun al-wadh’y adalah hukum yang menghasilkan oleh (kehendak)
manusia, sebagai lawan dari hukum yang bersumber dari Tuhan /al-qawaaniin/al-
isyara’I ilahiyah. Namun dalam perkembangannya mengarah pada hukum yang
sedang berlaku di suatu negara pada waktu tertentu, atau menunjuk pada hukum
positif.
Merujuk pada penjelasan tersebut, qanun adalah ketentuan hukum berdasarkan fiqh
yang diperoleh melalui ijtihad ulama atau fuqaha’ yang berfungsi sebagai aturan atau hukum
untuk wilayah tertentu. Hal ini sejalan dengan penjelasan Rusdji Ali Muhammad bahwa
qanun dihasilkan melalui proses metode pemilihan hukum dari khazanah pemikiran dan
ijtihad para fuqaha’. Selain itu juga harus dibuka peluang penemuan hukum atau ijtihad baru
dalam hal-hal yang dibutuhkan pada masa kini.

Anda mungkin juga menyukai