Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334534952

Patogenesis dan Diagnosis Laboratorik Sindrom Kardiopulmonal

Conference Paper · July 2019

CITATIONS READS
0 2,475

1 author:

Sri S Adiyanti
University of Indonesia
13 PUBLICATIONS   67 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

microRNA 122 View project

All content following this page was uploaded by Sri S Adiyanti on 18 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Patogenesis dan Diagnosis Laboratorik Sindrom Kardiopulmonal
Sri Suryo Adiyanti

Sindrom Kardiopulmonal atau corpulmonale secara klasik didefinisikan sebagai hipertrofi


ventrikel kanan akibat penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/atau struktur paru. Gangguan
paru akibat penyakit yang secara primer mempengaruhi bagian jantung kiri tidak termasuk dalam
sindrom ini (WHO expert comittee report 1963)3. Sindrom kardiopulmonal pada pasien penyakit
neuromuskular atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), yang umumnya
disebabkan paparan aliran darah rendah oksigen dalam waktu lama, menyebabkan kadar karbon
dioksida menjadi tinggi, dan hipoventilasi. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya
pembesaran ventrikel kanan jantung secara sekunder akibat kelainan ventilasi atau sirkulasi di
paru.Pada tahap selanjutnya menyebabkan kegagalan ventrikel kanan.1,2,3
Normalnya, ventrikel jantung kiri menghasilkan tekanan darah lebih tinggi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Ventrikel jantung kanan memompa darah ke paru dengan tekanan yang
jauh kebih rendah. Terjadinya peningkatan tekanan darah pada arteri paru (hipertensi pulmonal)
menyebabkan ventrikel kanan jantung bekerja lebih berat mempompa darah melawan tekanan
yang tersebut. Jika tekanan tinggi ini terjadi dalam waktu yang lama maka akan membebani
ventrikel kanan jantung dan menyebabkan cor pulmonale.2
Gejala dan tandacor pulmonale meliputi napas yang pendek, light-headedness, perasaan tidak
nyaman atau nyeri di dada, nyeri perut karena pembesaran hepar, dan kemungkinan dapat terjadi
kehilangan kesadaran. Kegagalan jantung kanan menyebabkan retensi cairan diseluruh tubuh,
namun tanda adanya retensi cairan awal dapat dilihat pada pergelangan kaki. Tanda lainnya
adalah bunyi jantung abnormal, pembengkakan vena leher, dan pada fase lanjut, terjadi sianosis
yang menandai kadar oksigen yang rendah.2

Patofisiologi
Stroke volume/alirandarah ke ventrikel kanan, seperti juga ventrikel kiri, dipengaruhi oleh
preload, kontraktilitas dan afterload.Oleh karena dinding ventrikel kanan relatif tipis, maka
perubahan mendadak pada aliran darah balik vena (inspirasi (meningkat)dan ekspirasi
(menurun)dapat terjadi dengan sedikit perubahan pada tekanan ventrikel kanan transmural,
namun kemampuan ventrikel kanan untuk meningkatkan tekanan sistolik adalah terbatas.
Normalnya, afterload ventrikel kanan yangberkaitan erat dengan tekanan arteri pulmonal adalah
rendah. Tekanan arteri pulmonal secara normal akan meningkat ringan ketika aliran darah
terlokalisir secara tidak sengaja di dada pada permulaan latihan/olahraga, berbaring, saat suhu
dingin, kondisi gelisah atau nyeri. Secara normal pada kondisi istirahat,dibutuhkan tekanan 5
cmH2O (tekanan arteri pulmonal 15 cmH2O dan atrium kiri 10 cmH2O) untuk mendorong output
jantung 5 L/ml melewati paru.Sedang pada kondisi aktivitas fisik berat seperti saat olahraga,
hanya dibutuhkan peningkatan tekananyang ringan untuk mengalirkan 25 L/min melewati
jaringan vaskular kapiler. 1, 4
Derajat pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonaleditentukan oleh peningkatan afterload.
Saat resistensi vaskular pulmonal meningkatsecarapermanen, seperti pada kelainanvaskular
pulmonal atau penyakit paru parenkimal yang berat, maka peningkatan output jantung seperti
pada aktivitas fisik, dan meningkatkan tekanan arteri pulmonal secara bermakna.1 Sebagai
respons terhadap peningkatan resistensi vaskular pulmonal (PVR) maka ventrikel kanan secara
bertahap mengalami hipertrofi dan dilatasi (cor pulmonale). Terjadi peningkatan volume end-
diastolic yaitu pre-load untuk mempertahankan jumlah stroke normal terhadap penurunan fraksi
ejeksi ventrikular kanan. Indeks kerja stroke ventrikel kanan dapat tetap normal selama aktivitas
fisik dan didukung oleh kerja tekanan yang lebih besar dan peningkatan output ventrikel kanan.3
Pembesaran ventrikel kanan dapat semakin meningkat ketika paru mengalami hiperinflasi,
seperti pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang disebabkan oleh kompresi
kapiler arteriol dan perluasan pembuluh pulmonal. Afterload ventrikel kanan juga dapat
meningkat ketika volume paru berkurang setelah terjadi reseksi pulmonal ekstensif, seperti pada
penyakit paru restriktif dimana pembuluh pulmonal terkompresi dan terdistorsi. Afterload
ventrikel kanan meningkat juga pada vasokonstriksi pulmonal hipoksik yang disebabkan oleh
hipoksia atau asidosis., yang merupakan penyebab penting hipertensi pulmonal. Adanya Hipoxic
pulmonary vasoconstriction (HPV) ditandai dengan peningkatan PVR dan pulmonary arterial
pressure (PAP). Vasokonstriksi ini terlokalisir pada arteri pre kapiler kecil. Hipertensi pulmonal
ditemukan umumnya pada pasien dengan hipoksemia kronik (PaO 2< 55-60 mmHg). Hipoksia
alveolar kronik menyebabkan remodelling pulmonary vascular bed ( hipertrofi muskular media
arteri pulmonal kecil, arteriol pulmonal dan fibrosis intima) dibandingkan dengan yang
ditemukan pada peningkatan PVR yang disebabkan karena tinggal di ketinggian. Remodelling
ini menyebabkan peningkatan PVR dan hipertensi pulmonal. Faktor fungsionalnya lainnya harus
diperhatikan seperti asidosis hiperkapnia dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia
1,4
namun perannya lebih kecil dibandingkan dengan hipoksia alveolar.
Peningkatan afterload ventrikel kanan merupakanpenyebabutamacor pulmonale yang pada
dasarnya disebabkan oleh penyakit vaskular pulmonal atau penyakit parenkimparu.1

PENYAKIT VASKULAR PULMONAL


Pada kondisi ini afterload ventrikel kanan meningkat sebagai akibat dari restriksi aliran darah
pulmonal. Pada cor pulmonale yang terjadi secara sekunder dari penyakit vaskular pulmonal,
hipertensi pulmonal biasanya lebih berat dibandingkan penyakit parenkim pulmonal. Cor
pulmonale sekunder dari penyakit vaskular pulmonal disebabkan emboli pulmonal yang
berulang, vaskulitis pulmonal, vasokonstriksi pulmonal sekunder akibat ketinggian, penyakit
jantung kongenital dengan shunting kiri ke kanan (defek atrium atau ventrikel, contoh: PDA)
sebagaimana penyakit venooklusif pulmonar.Ketika penyebab peningkatan resistensi vaskular
pulmonal tidak dapat ditemukan, maka kondisi ini disebut hipertensi pulmonal primer.1
Penyakit vaskular pulmonal meliputi edema pulmonal, hipertensi pulmonal dan emboli
pulmonal5.

Edema pulmonal
Edema pulmonal merupakan kondisi dimana terdapat cairan dalam alveoli paru dan jaringan
interstitial. Akumulasi cairan ini mengurangi kadar oksigen yang berdifusi dalam darah dan
menganggu kemampuan paru untuk berkembang. Edema pulmonal dapat disebabkan oleh faktor
predisposisi, seperti acute respiratory distress syndrome, penyakit jantung, dan menghirup gas
beracun. Dari semua faktor tersebut, penyakit jantung merupakan penyebab tersering dari edema
pulmonal.5,6

Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal adalah peningkatan tekanan dalam pembuluh pulmonal. Kondisi ini umum
terjadi pada awal penyakit jantung atau paru, namundapat jugaterjadi pada kondisi fibrosis
pulmonal. Hipertensi pulmonal merupakan suatu observasi, bukan diagnosis tunggal atau suatu
penyakit yang mencakup berbagai kondisi yang menyebabkan peningkatan tekanan pulmonal.
Hipertensi pulmonal didefinisikan secara klinis sebagai peningkatan tekananvaskular pulmonal
yang disebabkan oleh kondisi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan arteri atau kedua
arteri dan vena dan secara hemodinamik didefinisikan sebagai peningkatan rata rata pulmonary
arterial pressure (PAP) menjadi >25 mmHg saat istirahat atau >30 mmHg saat aktivitas fisik.
Penyebab pasti dari hipertensi pulmonal tidak diketahui, namun cenderung terjadi pada anggota
keluarga yang sama. Kondisi yang menyebabkan hipoksemia, seperti hipoventilasi alveolar,
COPD, tinggal di dataran tinggi, dan menghirup asap rokok, sering menyebabkan hipertensi
pulmonal sekunder5. COPD merupakan penyebab tersering dari insufisiensi pernapasan dan cor
pulmonale. Pulmonary Arterial Hypertension (PAH) merupakan kondisi dimana tekanan arteri
dan resistensi vaskular pulmonal meningkat bersama dengan tekanan kapiler pulmonar yang
normal. 4,6,7

Fisiologi normal
Sirkulasi pulmonal normal merupakan sistem berkapasitas tinggi, dengan resistensi yang rendah.
Vaskularisasi pulmonal mampu menampung peningkatan lebih dari 6 kali lipat output/aliran
darahjantung dengan peningkatan tekanan arteripulmonal yang relatif, melibatkan pembuluh
darah yang tertutup dan melebarkan pembuluh darah yang terbuka. Walaupun aliran darah ke
paru lebih besar dari organ lainnya, tekananrerataarteripulmonal normal kurang dari seperenam
tekanan rerataarteri sistemik. Olehkarena tekanan transmural yang rendah, arteri pulmonal lebih
besar ukurannya dan mempunyai dinding pembuluh yang lebih tipis dibandingkan pembuluh
sistemik serta tonus vaskular istirahat yang sedikit.Untuk menyesuaikan dengan sirkuit tekanan
rendah, maka ventrikel kanan normalnya beradaptasi terhadap afterload yang relatif normal,
walaupun dalam keadaan teregang. Ventrikel kanan mempunyai otot yang lebih tipis, dengan
kontraktilitas yang lebih terbatas. Prinsip ini mendasari prinsipterjadinya PAH dan penentuan
prognosis pada penyakit berat yang berkaitan dengan kapasitas ventrikel kanan dalam melawan
resistensi vaskular yang tinggi.7

Patofisiologi PAH
Patologi PAH melibatkan kelainan patologis pada pembuluh arteri pulmonal sebagaimana yang
terjadi pada miokardium jantung kanan. Peningkatan tekanan pulmonal yang persisten seperti
pada PAH menyebabkan peningkatan resistensi vaskular pulmonal sebagai akibat dari hipertensi
pulmonal yang tidak teratasi, tanpa melihat penyebabnya. Terjadi tekanan sistolik progresif
ventrikel kanan yang overload menyebabkan terjadinya hipertrofi dan dilatasi, yang
menyebabkan cor pulmonale. Secara hemodinamik, PAH merupakan kombinasi tekanan arteri
pulmonal dan menurunnya output jantung dengan tekanan normal. Selama penyakit memberat,
output jantung secara progresif menurun sejalan dengan mulai gagalnya fungsi ventrikel kanan.
Gejala mulai terasa dengan latihan fisik, karena output jantung tidak dapat mengimbangi
kebutuhan yang meningkat. Setelah ventrikel mulai menunjukkan kegagalan, maka pasien
memperlihatkan gejala dengan aktivitas fisik yang minimal, dan terjadi perburukan bertahap.7

Patogenesis PAH
Patogenesis PAH merupakan kombinasi mekanisme patologis, molekular, predisposisi genetik
yang mendasarinya serta faktor risiko yang akan menyebabkan PAH. Awalnya, diduga bahwa
PAH terjadi sekunder dari vasokonstriksi ekstensif arteri pulmonal kecil. Kini diketahui bahwa
walaupun vasokonstriksi terlibat, namun proliferasi vaskular pulmonal dan remodelling juga
merupakan kunci dan mekanisme patogenesis yang lebih penting. Karakteristik histopatologis
PAH adalah obstruksi arteri pulmonal kecil yang dideskripsikan sebagai lesi plexogenic.
Obstruksi ini merupakan hasil dari disfungsi sel endotel, sel otot polos, dan fibroblas yang
menyebabkan proliferasi. Vasokonstriksi, remodelling dinding pembuluh darah, dan trombosis in
situ juga dapat menyebabkan disfungsi sel ini. Tonus vaskular pulmonal dimodulasi oleh
aktivitas yang seimbang antara endothelium-derived vaso-mediators, terutama nitric oxide dan
prostasiklin (keduanya merupakan vasodilator dan antiproliferatif) serta endothelin-1 dan
thromboxane A2 (keduanya vasokonstriksi dan sitokin proliferatif). Disfungsisel endotel arteri
pulmonal menghasilkan nitric oxidedan prostasiklin yang lebih sedikit dan menghasilkan
endothelin-1 dan tromboxan A2 yang berlebih.Juga ditemukantrombosis in situ dengan
rekanalisasi. Lesi ini bukan emboli dan kemungkinan disebabkan oleh aktivitas endotel
abnormal, aktivasi trombosit abnormal dan keadaan hiperkoagulabel.
Lesi PAH ini secara karakteristik merupakan lesi plexiform, dimana arteri pulmonal yang
berdilatasi berada dalam struktur yang normal digantikan oleh sel endotel pleksus intraluminal
dan channel vaskular slit-like. PAH berhubungan dengan kondisi tertentu seperti penyakit
jaringan ikat, HIV, Hbpati (termasuk anemia sel sabit, penyakit hati dan penyakit jantung
kongenital) dan obat2an atau toksin tertentu.7
Emboli pulmonal
Emboli pulmonal merupakan kondisi yang disebabkan oleh deposit bekuan darah atau lemak
yang telah terbentuk dalam pembuluh darah perifer, terlepas dan mengalir dalam pembuluh
darah di paru. Emboli pulmonal merupakan kondisi yang berpotensi mengancam nyawa. Faktor
risiko mayornya meliputi kondisi yang menyebabkan stasis vena, hiperkoagulasi atau perubahan
dinding pembuluh darah.Perubahan patologis yang dapat menyebabkan emboli pulmonal
meliputi dehidrasi, imobilitas, penurunan arus balik vena, atau trauma. Kondisi yang berkaitan
dengan risiko faktor tersebut adalah kehamilan, sepsis, gagal jantung kongestif dan tumor 5,7

Cor pulmonale yang disebabkan oleh emboli pulmonal


Kondisi ini berhubungan dengan 2 sindroma yang berbeda.
Cor pulmonale akut. Terjadinya emboli yang mendadak dan besar menyebabkan keadaan low
output karena ketidakmampuan ventrikel kanan untuk menghasilkan tekanan yang diperlukan
untuk mengatur aliran darah melalui bed vaskular pulmonal yang terkompensasi akut.
Penekanan cardiac output dapat juga terjadi pada emboli ukuran sedang jika sirkulasi pulmonal
telah terkompensasi kritis dari penyakit parenkimal atau vaskular pulmonal yang terjadi
sebelumnya. Ventrikel kanan mulai mengalami kegagalan ketika tekanan sistolik dipaksa untuk
bekerja ganda secara tiba tiba, melebihi 50 mmHg. Kegagalan ventrikel kanan sekunder karena
emboli pulmonal ditandai dengan adanya riwayat onset dyspnea akut yang berat dan kolaps
1,5
kardiovaskular pada pasien dengan, atau predisposisi terhadap trombosis vena.
Manifestasi klinis. Gagal ventrikel kanan menyebabkan pallor, berkeringat, hipotensi dan nadi
cepat degan amplitudo kecil, vena vena di leher terdistensi dan menunjukkan gelombang vena
prominen sekunder karena regurgitasi trikuspid. Hepar dapat teraba pulsatile distensi/membesar
dan lunak. Murmur sistolik dari regurgitasi trikuspid sepanjang perbatasan sternum kiri dapat
disertai oleh suara gallop presistolik. Analisa gas darah arteri sering menunjukkan berkurangnya
tekanan O2 yang disebabkan oleh ventilasi/perfusi yang tidak sesuai dan PaCO2 rendah karena
adanya hiperventilasi. 1,5

Cor pulmonale kronik sekunder terhadap penyakit vaskular pulmonal


Berlawanan dengan tromboembolism akut dan masif, peningkatan resistensi vaskular pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan terjadi secara bertahap, tekanan vaskular pulmonal semakin tinggi
bahkan dapat mencapai level tekanan arteri sistemik. Cor pulmonale kronik dapat disebabkan
oleh emboli ukuran medium rekuren yang gagal mengalami lisis, namun terorganisir
menimbulkan hipertensi pulmonar tromboemboli kronik. Obat intravena, parasit atau jaringan
tumor yang beremboli ke dalam bed vaskular pulmonal dapat menyebabkan hipertensi pulmonal
persisten. Cor pulmonale kronik juga dapat disebabkan oleh hipertensi pulmonal primer atau
vaskulitis widespread kronik lainnya, seperti gangguan vaskular kolagen yang mempengaruhi
jaringan vaskular pulmonal, khususnya pada sindroma CREST.1,5
Manifestasi klinis. Dispnea dan takipnea merupakan gambaran klinis karakteristik hipertensi
pulmonal sekunder terhadap penyakit vaskular pulmonal. Dapat timbul selama aktivitas fisik
ringan atau bahkan saat istirahat dan tidak pulih saat posisi duduk. Batuk tidak berdahak
merupakan keluhan lainnya yang sering ditemukan. Nyeri dada anterior dapat terjadi karena
pelebaran akut arteri pulmonal atau iskemia ventrikel kanan. Peningkatan tekanan vena sistemik
dapat menyebabkan hepatomegali dan edema pada pergelangan kaki. Kadang ditemukan
sianosis yang disebabkan oleh hipoksemia arteri dan output jantung yang rendah. Bunyi jantung
kedua komponen pulmonal mengeras dan dapat teraba. Murmur sistolik regurgitasi trikuspid
yang meningkat saat inspirasi terdengar dan juga murmur diastolik regurgitasi pulmonal. Onset
gagal ventrikel kanan ditandai dengan adanya peningkatan tekanan vena, adanya v waves yang
lebih besar yang terkait dengan regurgitasi triksupid yang meningkat, refluks hepatojugular
positif, dan irama gallop pada bunyi jantung ketiga dan keempat. Gambaran pemeriksaan fisik
ini dapat menghilang segera ketika tekanan arteri pulmonal berkurang setelah hipoksemia
teratasi. 1

PENYAKIT PULMONAR PARENKIM


Cor pulmonale dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif dan restriktif. Pada kondisi ini
biasanya terdapat peningkatan ringan tekanan arteri pulmonal. Terjadinyacor pulmonale
menyebabkan prognosis yang kurang baik pada pasien dengan penyakit pernafasan, bukan
karena gagal ventrikel kanan yang tidak dapat diterapi, namun karena merefleksikan beratnya
penyakit pulmonal yang mendasarinya. Penyakit pulmonar parenkim mencakup emfisema,
dimana terjadi destruksi alveoli, bronkiolus, sehingga ruang udara bertambah. Penyebab
tersering adalah inhalasi asap rokok. COPD yang terjadi mencakup emfisema dan bronkitis
kronik. Pada pasien COPD; hipoksia, hiperkapnia, inflamasi dan perubahan vaskular karena
dilatasi airwayserta perubahan ventrikel kanan akan menyebabkan disfungsi ventrikel kanan dan
gagal jantung kanan. Penyakit lainnya adalah tuberkulosis, pneumonia, histoplasmosis dan
cystic fibrosis. 1,5,8

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang mencakup panel kimia klinik, tes fungsi tiroid, hepar dan hematologi lengkap,
sertahemostasis diperlukan untuk mengevaluasi PAH. Pemeriksaan HIV juga perlu
dilakukan.4,6,7diperlukan pula pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui status saturasi
oksigen arteri dan status asam basa. 2,4,6,9
Brain natriutic peptide
Brain natriuretic peptide (BNP) plasma dapat mendukung diagnosis reliable dan akurat untuk
HP. BNP adalah hormon jantung yang disintesis di ventrikel dan disekresikan ke dalam sirkulasi
sebagai respons terhadap peningkatan ketegangan dan keregangan dinding selama peningkatan
tekanan end-diastolik. BNP nampak menjanjikan sebagai marker untuk hipertensi pulmonal dan
disfungsi ventrikel kanan. Peningkatan BNP juga berkorelasi dengan tekanan oksigen arteri yang
menurun yang menandakan BNP juga dilepaskan sebagai respons terhadap hipoksia. BNP juga
dilaporkan mempunyai nilai prognostik pada pasien dengan penyakit paru kronik. Perubahan
regangan dinding dan kelebihan volume (overload) serta remodeling ventrikel merangsang
penglepasan BNP sebagai penanda disfungsi ventrikel, BNP meningkat sesuai dengan beratnya
penyakit. Pengukuran BNP memperbaiki diagnosis banding sesakakut. Bila kadar BNP normal,
penyebabnya adalah penyakit paru sedangkan bila kadar tinggi pada gangguan jantung.3,10-12

Penelitian terkini BNP difokuskan terhadap nilai prognostiknya. Pasien dengan kadar BNP ≥
1,730 pg/mL mempunyai angka mortalitas di rumah sakit tiga kali lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan kadar BNP <430 pg/mL. Harrison dkk menemukan bahwa 54% pasien dengan
BNP ≥ 480 pg/mL menunjukkan gejala eksaserbasi gagal jantung dalam 6 bulan. European
Society of Cardiology/European Respiratory Society Guidelinesuntuk diagnosis dan terapi PAH
merekomendasikan penggunaan BNP dan NT-pro BNP untuk menilai risiko pasien dengan PAH.
Penilaian biomarker ini tidak spesifik sehingga kurang bermakna untuk diagnosis PAH, namun
dapat membantu nilai prognostiknya sehubungan dengan kapasitasnya sebagai marker regangan
miokard. Penyakit paru sendiri dapat meningkatkan kadar BNP pada tingkatan yang lebih
rendah. Rekomendasi terkini penggunaan BNP pada kondisi pasien dengan dyspnea akut adalah
untuk menyingkirkan gagal jantung pada pada pasien dengan gejala ringan. 13-15

Mid-regional peptides: MR-proANP dan MR-proADM


MR-proANP dapat mendiagnosis ataupun menyingkirkan gagal jantung akut pada pasien dengan
dyspnea. MR-proADM lebih superior dalam mengidentifikasi pasien dyspnea dengan acute
decompensated HF (ADHF). Pasien dengan peningkatan MR-proANP atau MR-proADM angka
survivalnya turun secara bermakna.16

Galectin 3 (Gal-3)
Ekspresi Gal-3 berhubungan dengan remodelling via fibroblas jantung dan makrofag yang
teraktivasi. Kadar Gal-3 dalam darah merupakan prediktif independent dari dekompensasi
berulang dan kematian pada pasien dengan gagal jantung. NT-proBNP lebih superior
dibandingkan Gal-3 untuk mengidentifikasi gagal jantung, karena peningkatan Gal-3 tidak
17,18
spesifik untuk jantung, namun menggambarkan ketebalan dinding secara relatif.

Troponin
Troponin mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi, sehingga dapat dengan cepat menentukan
Infark Miokard Akut atau mengekslusinya. Terlepas dari spesifisitasnya pada jaringan miokard,
peningkatan troponin ditemukan pada keadaan lain seperti gagal ginjal, gagal jantung, emboli
pulmonal, miokarditis, aritmia, penyakit neurologis berat yang akut, gagal napas akut, COPD,
sepsis, hipertensi pulmonal dan penyakit infiltratif. Penting untuk membedakan penyebab akut
atau kronik dari peningkatan troponin. Pasien dengan emboli pulmonal akut dapat ditemukan
peningkatan troponin I, yang disebabkan oleh regangan ventrikel kanan.19-20

D-Dimer
Pasien dengan gejala dyspnea harus menyingkirkan diagnosis emboli pulmonal terlebih dahulu,
karena dyspnea merupakan gejalanya yang paling umum. Bila D-Dimer normal, maka nilainya
sangat sensitif dan dapat menyingkirkan emboli pulmonal terutama yang akut, namun tidak
spesifik. Pada pasien dengan dyspnea akut maka D-Dimer hanya berguna untuk menyingkirkan
diagnosis emboli pulmonal pada pasien yang cenderung secara penilaian klinis kurang
mendukung diagnosis emboli pulmonal.,9,20

ST2
Soluble ST-2 (sST2) merupakan keluarga reseptor IL-1 yang disekresikan ke dalam sirkulasi
oleh kardiomiosit dan sel endotel pulmonal sebagai respons terhadap gangguan jantung dan
inflamasi. sST2 akan menghambat sinyaling IL-33/ST2 dengan berfungsi sebagai decoy reseptor
IL-33, sehingga menurunkan respons inflamasi. Peningkatan ST2 berhubungan dengan beratnya
penyakit pada pasien dengan ADHF dan Acute Coronary Syndrome (ACS). Peningkatan ST2
juga dapat ditemukan pada penyakit paru seperti COPD, HP, asma dan pnemonia dan
mempunyai nilai prognostik.21-23

Pemeriksaanpenunjang lain
Pemeriksaan radiologis pada trunkus pulmonal dan pembuluh hilustampak membesar, begitu
juga pada arteri pulmonal kanan desending. Scan ventilasi dan perfusi paru dan venografi
sistemik menunjukkan trombosis vena dalam pada ekstrimitis bawah dapat membantu dalam
mengkonfrirmasi diagnosis penyakit vaskular pulmonal emboli. Adanya hipertensi pulmonal
yang berat pada EKG akan menunjulkkan P pulmonale, deviasi aksis kanan, dan hipertrofi
ventrikel kanan.Sensitivitas EKG untuk hipertrofi ventrikel kanan hanya 25-40%. 1,3
Echocardiografi memungkinkan untuk mengetahui ketebalan dinding ventrikel kanan dan dapat
menunjukkan pembesaran ruang ventrikel kanan yang berhubungan dengan yang kiri. Septum
intraventrikular dapat terletak di kiri dan dapat bergerak secara paradoks selama siklus jantung,
arteri pulmonal dan tekanan sistolik ventrikel kanan dapat diperkirakan dari pengukuran aliran
regurgitasi puncak trikuspid dan aliran regurgitasi pulmonal dengan echocardiogarphy Doppler.
Hiperinflasi menghalangi visualisasi jantung optimal. 1,3,6
Magnetic Resonance Imaging berguna untuk mengukur massa, ketebalan dinding, volume ruang
dan fraksi ejeksi ventrikel kanan. MRI dengan kontras dapat menggambarkan dengan jelas
struktur dan fungsi ventrikel kanan. Ketebalan dinding ventrikel kanan berkorelasi kuat dengan
nilai rata rata PAP. 1,3
Kateterisasi jantung dapat melakukan pengukuran tekanan vaskular pulmonal yang tepat,
perhitungan resistensi vaskular pulmonal, dan responsnya terhadap oksigen dan vasodilator.
Kateterisasi berguna pada pasien dengan cor pulmonale untuk menyingkirkan penyakit jantung
kongenital dan jantung kiri, dan memungkinkan angiografi pulmonal dilakukan untuk
mengkonfirmasi obstruksi vaskular pulmonal yang terjadi secara alami. Pengukuran tekanan
vaskular pulmonal dan alirannya selama aktivitas fisik dapat menemukan tekanan arteri
pulmonal sistolik dan diastolik yang abnormal dan responsnya yang inadekuat terhadap cardiac
output. Kateterisasi ventrikel kanan merupakan baku emas standar utnuk menentukan PAP
dengan tepat. Selain itu juga dapat mengukur gradien transpulmonal, output jantung, dengan
kalkulasi resistensi vaskular pulmonal dan menentukan reversibilitasnya dengan vasodilator. 1,3,6
Biopsi paru dapat berguna untuk menunjukkan adanya vaskulitis pada sejumlah tipe penyakit
vaskular pulmonal seperti penyakit vaskular kolagen, artriris reumatoid, dan granulomatosis
Wegener. 1,6

Ringkasan
Sindrom Kardiopulmonal atau corpulmonale adalah terjadinya pembesaran ventrikel kanan
jantung yang terjadi secara sekunderyang biasanya disebabkan oleh penyakit pada paru yang
kemudian meningkatkan tekanan pada alveolar/vaskular paru dan disebut sebagai hipertensi
pulmonal. Penyebab terbanyak terjadinya hipertensi pulmonal adalah COPD.Sebagai respons
terhadap peningkatan resistensi vaskular pulmonal (PVR) maka ventrikel kanan secara bertahap
mengalami hipertrofi dan dilatasi. Tonus vaskular pulmonal dimodulasi oleh aktivitas yang
seimbang antara endothelium-derived vaso-mediators, terutama nitric oxide dan prostasiklin
(keduanya merupakan vasodilator dan antiproliferatif) dan endothelin-1 dan thromboxane A2
(keduanya vasokonstriksi dan sitokin proliferatif). Peningkatan afterload ventrikel kanan
berperan atas terjadinya cor pulmonale disebabkan oleh penyakit vaskular pulmonal atau
penyakit parenkim Penyakit vaskular pulmonal meliputi edema pulmonal, hipertensi pulmonal
dan emboli pulmonal. Sedangkan penyakit pulmonar parenkim seperti emfisema dan bronkitis
kronik. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan mencakup panel kimia klinik, tes fungsi
tiroid, hepar dan hematologi lengkap, hemostasis, HIV, analisis gas darah, D-Dimer,
BNP,marker jantung lainnya sepertiMR-proANP, MR-proADM, Troponin, ST2, Gal-3,selain itu
juga pemeriksaan pencitraan seperti Echocardiografi, MRI, kateterisasi jantung dan biopsi baru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine.16th ed. McGraw-Hill:New York. 2005;p 1367-78.
2. Benditt J, Phillips B. What is Cor Pulmonale?. Ventilator-Assisted Living 2011;25(6): 5.
Diunduh dari http://www.ventusers.org/edu/valnews/val_25-6dec11p5.pdf.
3. Shujaat A, Minkin R, Eden Edward. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale
in COPD. International Journal of COPD 2007;2(3):273-82
4. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Heart 2003;89:225-30.
5. Jones and Bartlett Learning. Overview of Cardiopulmonary Disorders and Conditions.
Diunduh dari http://samples.jbpub.com/9781449615604/84379_CH02_022_034.pdf.
6. Bhattacharya A. Cor Pulmonale. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine
2004;5(2):128-36
7. Levine DJ. Diagnosis and Management of Pulmonary Arterial Hypertension :
Implications for Respiratory Care. Respiratory Care 2006;51(4):368-81.
8. Hosseinina S, Aliasgharzadeh-Khiavi A, Zamani B, Habibzadeh A, Kheirjo S, Sadeghieh
S. The relationship between acidosis and hypercapnia with Cor Pulmonale in patients
with chronic obstructive pulmonary disease. J Anal Res Clin Med 2017;5(4):128-33.
9. Stokes NR, Dietz BW, Liang JJ. Cardiopulmonary laboratory biomarkers in the
evaluation of acute dyspnea. Open Access Emergency Medicine.2016(8):35-45
10. Suryaatmadja M. Update Pemeriksaan B-Natriuretic Peptide (BNP dan NT-Pro-BNP)
sebagai Penanda Gagal Jantung. In : Oesman F, editors. Pendidikan Berkesinambungan
Patologi Klinik 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010. p. 197-213.
11. Martinez-Rumayor A, Januzzi JL. Use of Natriuretic Peptides in the Diagnosis of Heart
Failure. In: Antmannn E, De Lemos JA, editors. Biomarkers in Heart Disease.
Dallas:Blackwell Publishing;2008.p. 95-115.
12. Mansour AE, Abdelsamad AA, EL Arman MM. Prognostic value of plasma brain
natriuretic peptide in patients with stable chronic obstructive pulmonary disease.
Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis 2012;61:297-300.
13. Moe GW, Howlett J, Januzzi JL, et al. N-terminal pro-B-type natriuretic peptide testing
improves the management of patients with suspected acute heart failure: primary results
of the Canadian prospective randomized multicenter IMPROVE-CHF study. Circulation.
2007;115(24):3103–311
14. Leuchte HH, El Nounou M, Tuerpe JC, et al. N-terminal pro-brain natriuretic peptide and
renal insufficiency as predictors of mortality in pulmonary hypertension. Chest.
2007;131:402–409.
15. Morrison LK, Harrison A, Krishnaswamy P, Kazanegra R, Clopton P, Maisel A. Utility
of a rapid B-natriuretic peptide assay in differentiating congestive heart failure from lung
disease in patients presenting with dyspnea. J Am Coll Cardiol. 2002;39(2):202–209.
16. Maisel A, Mueller C, Nowak R, et al. Mid-region pro-hormone markers for diagnosis
and prognosis in acute dyspnea: results from the BACH (Biomarkers in Acute Heart
Failure) trial. J Am Coll Cardiol. 2010;55(19):2062–2076
17. van Kimmenade RR, Januzzi JL Jr, Ellinor PT, et al. Utility of aminoterminal pro-brain
natriuretic peptide, galectin-3, and apelin for the evaluation of patients with acute heart
failure. J Am Coll Cardiol. 2006;48(6):1217–1224.
18. Redfield MM, Chen HH, Borlaug BA, et al. Effect of phosphodiesterase-5 inhibition on
exercise capacity and clinical status in heart failure with preserved ejection fraction: a
randomized clinical trial. JAMA. 2013;309(12):1268–1277.
19. Meyer T, Binder L, Hruska N, Luthe H, Buchwald AB. Cardiac troponin I elevation in
acute pulmonary embolism is associated with right ventricular dysfunction. J Am Coll
Cardiol. 2000;36(5):1632–1636.
20. Fedullo PF, Tapson VF. Clinical practice: the evaluation of suspected pulmonary
embolism. N Engl J Med. 2003;349(13):1247–1256.
21. Weinberg EO, Shimpo M, De Keulenaer GW, et al. Expression and regulation of ST2, an
interleukin-1 receptor family member, in cardiomyocytes and myocardial infarction.
Circulation. 2002;106(23):2961–2966.
22. Benoit JL, Hicks CW, Engineer RS, Hart KW, Lindsell CJ, Peacock WF. ST2 in
emergency department patients with noncardiac dyspnea. Acad Emerg Med.
2013;20(11):1207–1210.
23. Dieplinger B, Egger M, Haltmayer M, et al. Increased soluble ST2 predicts long-term
mortality in patients with stable coronary artery disease: results from the Ludwigshafen
risk and cardiovascular health study. Clin Chem. 2014;60(3):530–540.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai