Agama
Agama
XII – IPS 1
AGAMA
MATERI PERNIKAHAN
A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
menjodohkan yang merupakan arti dari kata nikah itu sendiri. Sedangkan menurut istilah yang
sesuai dengan syariat islam adalah ijab qobul atau akad yang menghalalkan pergaulan antara
laki - laki dengan perempuan yang tidak ada hubungan darah atau mahram.
ۚ ْسكنواإليهاوج َعلَبْي َنكمَّمودةور
َْٰ َُْ َُْٰ ََُُِّ۟ ُ َّ َّ ََٰ حمةإنِفى ِذلَك ْ ًًَََََََََِِِّْۭۭٓ ََ ِومنءاَ ِيتِهۦٓأن َخلَقلكمِمنأنفِسكمأزوجاِل ْت
ٰ
َ َْ لءاَي ٍۢت ِلِّ َق ۢ ٍوم َي َت
َف َّك ُرو َن
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].
HADIST NIKAH
Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin
karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu
hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengendalikanmu.(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
1. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bila seseorang telah mampu, baik secara fisik maupun finansial.
Sedangkan, bila ia tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat zina.
2. Sunnah
3. Makruh

Selanjutnya, hukum nikah makruh. Hal itu terjadi bila seseorang akan menikah tetapi tidak berniat
memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina. Padahal, apabila ia menikah ibadah
sunnahnya akan terlantar.
4. Mubah
Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina, maka hukum
nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah
ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.
5. Haram
Hukum nikah menjadi haram apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak
mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau, jika menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang
diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu
dari zina.
D. RUKUN NIKAH
Sejatinya pernikahan dimulai pada saat akad nikah dilaksanakan. Bagaimana bisa akan akan
berlangsung jika mempelai laki-lakinya tidak ada. Akad juga tidak bisa diwakilkan karena pada saat
berlangsungnya akad juga merupakan proses penyerahan tanggung jawab wali mempelai
perempuan ke mempelai laki-laki.
Pada syariat Islam, disebutkan juga sahnya pernikahan saat ada mempelai perempuan yang halal
untuk dinikahi. Seorang laki-laki dilarang untuk memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi.
Haram untuk dinikahi di antaranya, pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan
kemertuaan.
Selain ada mempelai laki-laki dan perempuan, juga diperlukan wali nikah. Wali merupakan orangtua
mempelai perempuan baik ayah, kakek, ataupun saudara dari garis keturunan ayah. Jika diurutkan
yang berhak menjadi wali di antaranya ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung (kakak
atau adik), saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah (pakde atau om), anak laki-laki dari
saudara kandung ayah.
Dibutuhkan dua saksi nikah laki-laki yang mempunyai enam persyaratan, yaitu Islam, baligh, berakal,
merdeka, lelaki, dan adil. Dua orang saksi ini dapat diwakilkan oleh pihak keluarga, tetangga ataupun
orang yang dapat dipercaya untuk menjadi seorang saksi. Jika nggak ada saksi maka pernikahan
tersebut nggak sah di mata hukum dan agama.
Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali dan saksi.
Saat kalimat “saya terima nikahnya”, maka dalam waktu bersamaan dua
mempelai laki-laki dan perempuan sah untuk menjadi sepasang suami istri. Pada rukun nikah ini
harus dipenuhi semuanya dan nggak bisa ditawar lagi.
E. SYARAT NIKAH
1. Beragama Islam bagi pengantin laki-laki
Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki dan perempuan
beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang muslim menikahi non muslim
dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara Islam.
Pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak mempunyai ikatan
darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan merupakan mahrom mempelai laki-
laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya
pernikahan.
Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-laki, mengetahui
asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari mempelai perempuan sudah
meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat Islam,
terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah pernikahan.
Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan tetapi saat seseorang
melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan pernikahan. Seperti yang tertera
dalam hadist berikut:
“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh
mengkhitbah.” (HR. Muslim no. 3432)
Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu pernikahan harus
didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk hidup bersama. Jika dahulu
pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan pilihan dari
kedua mempelai untuk memulai hidup bersama.
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal sehat
5. Tidak terpaksa
Ialah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita, yaitu:
- Ayah
- Kakek
- Buyut
- Paman se-bapak
- Paman se-bapak
2. Wali Hakim
Ialah orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan.
3. Wali Muhakam
Ialah orang yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk bertindak sebagai wali dalam akad
nikah mereka. Apabila suatu pernikahan yang seharusnya dilaksanakan dengan wali hakim, padahal
di tempat itu tidak ada wali hakim, maka pernikahan dilangsungkan dengan wali muhakam.
1. Islam
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal sehat
7. Tidak terpaksa
Lafal Ijab
“Saudara atau Andanda (nama pengantin pria) bin (nama ayah calon pengantin pria) saya nikahkan
dan saya kawinkan engkau dengan (nama pengantin perempuan) binti (nama ayah pengantin
perempuan) dengan mas kawin berupa (sebutkan mas kawinnya), tunai”
Lafal Qabul
“Saya terima nikah dan kawinnya (nama pengantin perempuan) binti (nama ayah dari
Lafal Ijab
“Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku (nama
pengantin perempuan) dengan mahar (bentuk mahar atau mas kawin) dibayar tunai.”
Lafal Qabul
قبلت نكاحها< وتزويجها على المهر المذكور ورضيت بهى وهللا ولي التوفيق
“Saya terima nikah dan kawinnya dengan mas kawin (mahar) yang telah disebutkan dan aku rela
dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah”
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan hanya untuk
melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah mut’ah pernah
diperbolehkan oleh Nabi Muhammad Saw. Namun pada perkembangan selanjutnya Nabi
Muhammad SAW melarangnya untuk selama-lamanya.
perempuan tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya. Rasulullah secara tegas
telah melarang jenis pernikahan ini.
3. Nikah Tahlil
Nikah tahlil ialah nikahnya seorang suami yang menthalaq istrinya yang sudah ia jima’, agar bisa
dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan thalaq tiga (thalaq bain) kepadanya.
Nikah tahlil merupakan bentuk kerjasama negatif antara muhallil (suami pertama) dan muhallal
(suami kedua).
A. Pengertian
Secara bahasa, talak berarti melepaskan ikatan. Dengan kata lain, talak adalah memutuskan
hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Meski
demikian, Islam juga memperbolehkan adanya rujuk setelah suami menjatuhkan talak pada istrinya,
tapi tetap dengan beberapa catatan.
B. Macam-macam Talak
1. Talak Kinaya
Talak jenis ini diucapkan dengan kata-kata yang belum jelas makna dan artinya.
Contohnya yaitu, “Aku sudah tidak tahan untuk hidup denganmu lagi.”
2. Talak Sarih
Sebaliknya, talak jenis ini sudah mengandung kata-kata yang jelas makna dan tujuannya, yakni untuk
menceraikan sang istri. Contohnya yaitu, “Saya ingin bercerai denganmu.”
1. Talak satu
2. Talak dua
Talak dua adalah talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri untuk yang kedua kali ataupun untuk
yang pertama kalinya dengan dua talak secara langsung.
3. Talak tiga
Talak tiga adalah talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri untuk yang ketiga kalinya. Selain itu,
penyebutan talak tiga juga dapat terjadi ketika sang suami menyebut talak tiga untuk yang pertama
kalinya.
Jenis talak ini adalah talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah
2. Talak Sunny
Talak ini adalah jenis talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah digauli dan pada saat
itu kondisi sang istri dalam keadaan suci dan pada waktu suci belum digauli, sedang hamil dan jelas
kehamilannya.
Jenis talak ini merupakan talak yang diucapkan sang suami dengan keadaan istri yang belum digauli
dan belum pernah haid (belum baligh ataupun telah menopause).
1. Talak Bain
Talak bain adalah jenis talak yang tidak boleh untuk rujuk kembali. Talak bain ini terbagi menjadi dua
yakni talak bain sugra dan talak bain kubra. Talak bain sugra merupakan talak talak yang
menghilangkan kepemilikan sang suami terhadap
istri, namun tidak berlaku sebaliknya yakni dengan melakukan akad nikah ulang. Sementara itu,
talak bain kubra adalah talak tiga yang tidak memperbolehkan rujuk, kecuali jika sang istri pernah
menikah dengan laki-laki lain dan sudah digauli serta diceraikan.
2. Talak Raj’i
Talak ini adalah jenis talak yang memperbolehkan untuk rujuk kembali setelah bercerai. Namun,
syaratnya adalah saat istri masih sedang dalam masa iddah. Jika
istri sudah berada di luar masa iddah, maka dapat rujuk kembali dengan melakukan akad nikah
ulang. Jenis talak ini berlaku jika sang suami hanya menjatuhkan talak 1 dan 2.
C. Syarat talak
Pertama, yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan
menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri. Artinya, tidak sah seorang laki-laki yang menalak
perempuan yang belum dinikahinya, seperti mengatakan, “Jika aku menikahinya,
maka ia tertalak.”
Kedua, istri yang ditalak harus dalam keadaan suci dan tidak dicampuri, yang kemudian
talaknya dikenal dengan “talak sunnah” dalam arti talak yang diperbolehkan. Sedangkan istri yang
ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak
bid‘ah” dalam arti talak yang diharamkan. Kedua jenis talak ini berlaku bagi istri yang masih haid.
Sedangkan bagi istri yang tidak haid—seperti istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri yang
sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri—tidak berlaku.
Ketiga, redaksi talak yang dipergunakan bisa berupa ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa
ungkapan sindiran (kinayah). Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak.
Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang
dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh. Contohnya, “Saya talak kamu,” atau
“Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.”
a. Pengertian
Pertama, rujuk atau dalam istilah hukum disebut Raj’ah, secara bahasa diartikan
kembali. Suami yang rujuk dengan istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya. Kedua, pengertian
rujuk menurut syara’ sebagaimana yang dinukil dalam kitabFathul Mu’inadalah mengembalikan istri
yang masih dalam ‘iddahtalak bukanba’inpada pernikahan semula. Menurut al-Mahalli rujuk ialah
kembali kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan ba’in, selama dalam masa ‘iddah. Dari
beberapa
pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa rujuk hanya bisa dilakukan ketika istri
dijatuhkan talak raj’i (bukan ba’in) dan selama dalam masa ‘iddah.
Perihal hukum rujuk, para ulama sepakat, berdasarkan berdasarkan hukum asalnya yaitu mubah
(boleh), kemudian bisa berubah menjadi wajib, sunnah, makruh, dan haram, tergantung dari kondisi
dan situasi dalam kasus perceraiannya. Berikut hukum rujuk dan alasannya:
2. Wajib, yaitu ketika suami memiliki istri lebih dari satu dan pernyataan talak dijatuhkan sebelum
menyelesaikan hak-hak istri tersebut, maka wajib hukumnya bagi suami untuk kembali (rujuk) pada
istri yang di talak-nya.
3. Sunnah, yaitu ketika percerian berdampak buruk bagi kedua belah pihak dan keluarga, maka rujuk
adalah jalan terbaik.
4. Makruh, yaitu apabila setelah perceraian segalanya menjadi lebih baik dibanding harus kembali
(rujuk).
5. Haram, yaitu apabila dimaksudakan untuk menyakiti dan menganiaya salah satu pihak.
Setelah istri ditalak dan menikah lagi, tetapi belum dicampuri oleh suami barunya.
Maka, tidak boleh dirujuki, karena di situ tidak ada masa ‘iddah sama sekali. Jadi, bisa rujuk alaskan
bekas istri sudah dicampuri suaminya, kemudian diceraikan dan menunggu masa ‘iddah-nya
sempurna.
َ ، ُك ْن ُت ِع ْن َد ر َفا َع َة: جاء ِت ا ْمرأَةُ ر َفا َع َة ْالقُر ِظي ِالَى ال َّنبي ص َف َقا َل ْت:ِ ََََِِّّ ع ْن َعا ِئ َش َة َقا َل ْت
َ ف َطلَّقَ ِنى
، َف َب َّت َطالَ ِقى
ْ وانمامع ِ ُهمثل َه َد ِب،نالزبْير
ََُ َُِّْ اترْ ِي ْد َينان ْتر ِجعىالىرفاَعة؟الحتى:فقاَل،ةالثو ِب َ زوج َتبْعدَ هُ َعْ ب َدالَّرْ حم ْن َب
ْ ف َت
ُ َت ُذ ْو ِقى ُع َس ْيلَ َت ُه َو
َََِّ الجماعة.َيذ ْو َق ُع َس ْيلَتَ ِك
Istri yang dicerai dengan disertai ‘iwadl dari pihak istri, tidak bisa melakukan rujuk. Sebaliknya, bisa
di rujuk apabila dicerai tanpa disertai ‘iwadl dari pihak istri.
مجانا بال عوض بعد وطئ اى فى عدة وطئ قبل انقضاء عدة-( صح رجزع مفارقة بطالق دون اكثر – الى أن قالFathul Mu’in
IV : 29)
Rujuk bisa dilakukan apabila bekas istri masih dalam masa ‘iddah dan tidak boleh rujukk jika masa
‘iddah sudah habis. Jika sudah habis, maka bukan lagi rujuk, tetapi menggunakan akad nikah baru
lagi. Namun demikian, si istri tetap dalam hitungan sisa talak yang telah dijatuhkan. Artinya, jika
talak pertama, maka tinggal 2 talak tersisa, yaitu 1 kali talak raja’i, dan 1 kali terakhir talak ba’in.
Diharuskan adanya ucapan “Rujuk”. Seperti kata suami: “aku rujuk kepada engkau”. Tidak masuk sah
menuut Imam Syafi’i jika tidak di ikrarkan dengan lisan. Kemudian, sebelum ikrar rujuk diucapkan,
maka haram mencampuri bekas istrinya.
1. Menikah menyempurnakan 1⁄2 agama sehingga ada keutamaan di dalamnya seperti berkah,
pahala ibadah, kemudahan rezeki dan sebagainya.
3. Menikah adalah jalan untuk menghasilkan generasi islam yang shaleh dan shalehah.
- Asas Perkawinan
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asas
monogami. Asas monogami maksudnya adalah seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri dan
demikian juga sebaliknya seorang wanita hanya boleh memiliki seorang
suami, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1974. - Pengecualian Asas
Perkawinan
Pengecualian dari asas monogami tersebut di atas dapat diberlakukan apabila seorang suami ingin
beristeri lebih dari satu orang, maka pengadilan dapat memberikan izin selama yang bersangkutan
mengajukan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya dengan ketentuan:
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Pengecualian terhadap asas monogami sebagaimana tersebut di atas harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
3.Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka satu mengenai syarat pengecualian sebagaimana
tersebut di atas, tidak dperlukan lagi apabila isteri tidak mungkin untuk diminta persetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila isteri tidak ada kabar berita paling sedikit
untuk kurun waktu 2 (dua) tahun atau sebab-sebab